• Tidak ada hasil yang ditemukan

gi arraknya Paduka Nira dengan sepuas-puasnya sambil menitikkan air mata

-semerbak.

Sesudah letih menyanyi Putri Karang Melenu bercerita me­ ngenai dirinya sebelum perkawinannya dengan Aji Batara A.gung Dewa Sakti. Betapa Putri menjadi kesayangan orang tuanya Babu Jaruma dan betapa para panakawan sating berusaha untuk merebut cintanya. Malah salah seorang Demang yang berpengaruh berusaha untuk mendapatkan cinta Putri Karang Melenu dengan jalan merayu-rayu dan memberikan hadiah-hadiah yang berharga. Karena tidak mempan dengan jalan

ini

Demang tersebut berusaha memakai guna-guna agar Putri jatuh cinta dengan berusaha mem­ berikan makan Putri dengan "nasi bakepor."

Puteri bercerita dengan nada lucu, sehingga Aji Batara Agung ketawa mendengarnya. Mereka sating ketawa sam bil ber­ pandangan dan berdekapan. Ketawa Putri Karang Melenu kemudi­ an tidak kedengaran suaranya, karena pada mulutnya yang mungil tertempel mulut Aji Batara Agung yang juga indah bentuknya. Kemudian Aji membaringkan Putri di lantai sampan dan menghin­ darkan pakaian yang melekat pada badannya dan pada badan Putri.

Melihat Putri dan Aji yang sudah siap untuk membuat ketu­ runan, maka burung-burung pun beterbangan menjauhi sampan, kepala-kepala ikan sudah tidak kelihatan muncul di permukaan

air

lagi. Akan tetapi bunga-bunga di tepi sungai menambah semer­ bak bau harumnya, sehingga kedua pengantin remaja itu makin berahi bermesra-mesraan.

Peristiwa ini terbayang kembali di pelupuk mata Aji Batara Agung Dewa Sakti, sehingga hatinya tersayat pedih. Diciumnya la­

gi

arraknya Paduka Nira dengan sepuas-puasnya sambil menitikkan

air

mata.

Kemudian ia pun mengenakan pakaian kebesaran selengkap­ nya. Minak Mampi pun bertanya, "Hendak ke inana andika mema­ kai selengkapnya pakaian itu."

Menyahutlah Aji, "Hai orang tuaku, aku hendak membun­ tuti biniku."

Minak Mampi menyahut, "Sampai hati andika meninggalkan anaknda Paduka Nira yang masih bayi."

"Aku hendak membujuk biniku agar dia mau batik kembali.

Apabila Putri tidak bersedia lagi, maka apakah dayaku lagi. Sudah janji dari Sang Hiyang Sukma bilamana aku berpisah sekarang dengan anakku dan dengan ibu bapakku, demikian penjelasan Aji Batara Agung Dewa Sakti kepada Nyai Minak Mampi dua laki isteri. "Kemanapun biniku pergi di alam lain itu akan kucari. Kare­ na itu aku berpesan kepada ibu bapakku agar memelihara anakku dengan kasih sayang."

Sesudah Aji Batara Agung berpesan itu diambilnya lagi Padu­ ka Nira lalu diciumnya dan ditidurkannya di dalam ayunan dengan menyanyikan sebuah lagu yang pernah dinyanyikannya bersama dengan Putri pada waktu bersampan-sampan. Sesudah Paduka Nira tertidur, dia pun berjalan menuju ke tepian.

Tiba-tiba dia mendengar kokok ayam jagonya yang bema­ ma Ujung Perak Kemudi Besi atau Punai Menarjuni Pulut nama pemberian Putri pada ayam kesenangannya itu. Dia tertegun men­ dengar kokok yang nyaring itu dan menoleh ke pohon limau di mana ayam itu bertengger.

Melihat ayam jagonya bertengger itu, Aji Batara Agung Dewa Sakti pun teringat kepada setiap kemenangannya menyabung ayam. Teringat pula kepada kemenangan Ujung Perak Kemudi Besi melawan ayam jago dari Pangeran Cina yang melawat ke nege­ ri Jaitan Layar. Bagaimana dahsyatnya pertarungan di gelanggang penyabungan antara Ujung Perak Kemudi Besi dengan Bokor Perak, yakni nama ayam Pangeran Cina itu. Kedua ayam yang bertarung itu berusaha keras untuk dapat mengalahkan lawannya, karena taruhannya sangat mahal. Taruhan dari Pangeran Cina ialah wangkangnya beserta seluruh

ism

ya, term.asuk awak kapalnya. Sedangkan taruhan dari Aji ialah negerinya. Bilamana Ujung Perak Kemudi Besi kalah, maka neg� Jaitan Layar akan diserahkan kepada Pangeran Cina itu beserta seluruh penduduknya, kekayaan alam dan hasil buminya.

Dalam pertarungan itu ayam dari Pangeran Cina yang berna­ ma Bokor Perak itu terbelah dua oleh terjangan dari Ujung Perak Kemudi Besi sehingga dengan demikian maka sesuai dengan taruh­ annya Pangeran Cina itu harus menyerahkan wangkang dengan

·segala isi dan orang-orangnya kepada Aji Batara Agung Dewa Sak­ ti. Pangeran Cina itu minta ditangguhkan penyerahan wangkang itu untuk sehari dua, karena katanya akan diperbaiki terlebih dahulu. Aji menerima baik permintaan dari Pangeran itu.

Pangeran Cina itu menyuruh orang-orangnya untuk 'menjahit layar wangkang yang robek kena angin topan di kaki sebuah pegu­ nungan. Pada malam harinya layar yang sudah baik itu diturun­ kannya ke perahu wangkang dan secara diam-diam berlayarlah Pangeran Cina itu beserta anak buahnya menuju negerinya.

Pada pagi harinya penduduk negeri Jaitan Layar terkejut melihat perahu .wangkang sudah tidak ada lagi. Seorang Demang segera memberitahukan kepada Aji Batara Agung Dewa Sakti, bahwa Pangeran Cina mengingkari jartji dengan secara diam-diam melarikan wangkangnya dari negeri Jaitan Layar. Menurut perki­ raan Demang itu wangkang tersebut pada waktu

ini

berada di sekitar laut Sangkulirang. "Jika andika memberi perintah kepada patik untuk mengejarnya, maka patik akan segera melaksanakan mumpung masih dekat," demikian kata Demang.

''Tidak usah! " sahut Aji, Dia segera bersamadi ditujukan kepada Sang Hiyang Sukma. Tiba-tiba laut yang dilayari · perahu wangkang itu mertjadi rapak dan buih

air menjadi tanah, sehing­

ga perahu wangkang itu tidak dapat berlayar lagi. Pangeran Cina beserta anak buahnya merasa berada dalam bahaya. Mer�ka segera meninggalkan wangkang dan dengan meniti di atas tanah itu mere­ ka berlarian masuk hutan.

Aji Batara Agung Dewa Sakti tersenyum terkenang akan kejadian itu. Dia pun! meneruskan langkahnya ke tepian untuk mencari Puteri Karang Melenu. Hampir dekat tepian Ujung Perak Kemudi Besi berkokok lagi, seakan-akan mengucapkan selamat berpisah kepada Aji. Atau mungkin juga minta dibawa serta men­ cari Putri Karang Melemi. Kembali Aji Batara Agung Dewa Sakti terhenti tegak dan menoleh ke arah suara kokok itu: Terkerrang­ lah dia kembali kepada peristiwa lain dalam sejarah petualangan­ nya untuk menyabung ayam ke negeri-negeri asing. Membayang di pelupuk matanya pada waktu Aji menyabung ayam di Brunai, di mana Pangeran Temenggung dari Mataram kebetulan berada di 68

sana.

Ujung Perak Kemudi Besi dipertarungkan dengan ayam Raja Brunai yang 'hemama si Dulang Emas dengan taruhan em pat puluh hungkal emas. Si Ujung Perak dapat mengalahkan si Dulang Emas, sehingga Raja Brunai pun menyerahkan kepada Aji Batara Agung empat puluh hungkal emas itu, ''Terimalah kemenangan adinda! "

Kemudian Ujung Perak Kemudi Besi herlaga dengan si Kakak Peraha Jaya, ayam jago milik Pangeran Temenggung, dengan ta­ ruhan empat puluh hungkal emas. Juga Kakak Peraha Jay.a tidak dapat menandingi Ujung Perak Kemudi Besi, karena ayam Pange­ ran Temenggung itu mati tersungkur dengan dada terhelah dua. Kemudian Raja Brunai menantang lagi Aji Batara Agung De­ wa Sakti dengan mengeluarkan ayam jagonya yang terhaik, yang diheri nama Kerhau Jalang, ayam itu tidak pemah terkalahkan selama ini. Raja Brunai menaruh pengharapan yang hesar, hahwa si Kerhau Jalang akan dapat mengalahkan si Ujung Perak Kemudi Besi. Taruhannya sekali ini ditingkatkan sehesar seratus hungkal emas. Akan tetapi hetapa masgul hati Raja Brunai, karena si Kerhau J alang pun dapat dikalahkan oleh si Ujung Perak sesudah pertarungan sehehat-hehatnya.

Pangeran Temenggung juga mengeluarkan simpanan ayam jagonya yang terhaik yang hemama si Macan Garang, karena hulu ayam ini herhelang seperti harimau. Taruhannya ialah lima puluh hungkal emas. Si Ujung Perak tetap unggul dalam pertarungan ihi, karena setelah herlaga dengan sehehat-hehatnya, maka si Ujung Perak mematuk leher si Macam Garang sampai putus kepalanya. Pangeran Temenggung pun masgul hatinya dan diserahkannyalah taruhan sehesar lima puluh hungkal emas itu kepada Aji Batara Agung Dewa Sakti.

Kemenangan demi kemenangan memhayang kemhali di mata Aji. Tersenyum dia mengingatkan hal ini, untuk kemudian terdu­ duk menangis tersedu-sedu seperti anak kecil. Dia harus tinggal­ kan Ujung Perak Kemudi Besi yang telah mengangkat namanya hegitu harum di dalam gelanggang penyahungan ayam. Setelah puas menangis dia pun hangkit dan dengan lunglai meneruskan

perjalanannya ke tepian sungai.

Sampai di tepian Aji Batara Agung Dewa Sakti duduk di atas batu sambil tangannya menyeduk air sebanyak tiga kati. Tiba-tiba timbullah sebuah batai di atas perahu. Aji pun naik di atas batai itu dan kemudian perahu itu pun berlayar menuju Tanjung Riwana. Sepi sekali suasana di datam batai dan sekitarnya di mana Aji duduk termangu bertopang dagu. Tiada dendang dan lagu dari ber­ bagai macam burung yang pemah didengarnya waktu Aji dengan Putri Karang Melenu bersampan-sampan pada hari-hari pertama perkawinan mereka. Tiada bunga yang mengirimkan bau harum­ nya ke dalam batai. Semuanya seakan-akan menyesali diri Aji, sehingga Putri kembati ke asalnya. Burung-burung, bunga-bungaan, ikan-ikan dan semua tumbuhan di tepian sungai juga kehilangan Putri Karang Melenu. Mereka akan tidak lagi melihat wajah Putri yang ayu, kulit Putri yang putih bersih dan bentuk tubuhnya yang indah. Bila Putri mandi ke tepian burung-burung pun me­ nyanyikan berbagai lagu, bunga-bungaan bermekaran mengirimkan bau wanginya kepada Putri dan ikan-ikan bermain-main di dekat­ nya dengan jinaknya. Tetapi hat yang demikian itu merupakan kenangan belaka. Pu tri sudah tidak ada lagi, karena perbuatan suaminya Aji Batara Agung Dewa Sakti yang tidak dapat mera­ sakan cinta dan kasih-sayang Putri yang tutus dan suci. Mereka menyesali Aji dan hat ini dirasakannya pada saat dia berada da­ lam batai ini _!J1embuntuti Putri Karang Melenu. Datam keadaan termangu ini perahu dengan batai I itu sampailah ke Tanjung

Ri­

wana untuk kemudian tenggelam bersama-sama dengan Aji Batara Agung Dewa Sakti.

Tinggallah Paduka Nira bersama-sama dengan nenek-nenek­ nya yaitu Babu Jaruma dua laki istri dan Minak Mampi dua laki istri.

• • •

BAB V

ERAU PEMBERIAN GELAR KEPADA PADUKA NIRA Aji Batara Agung Dewa Sakti tidak pernah lagi muncul menjenguk anaknya Paduka Nira. Ini berarti Putri Karang Melenu sudah tidak dapat dibujuk lagi untuk kembali ke dunia, karena hatinya sudah patah. Aji merasa bahwa dia telah menyia-nyiakan cinta yang tulus dan suci dari Putri, dan oleh karenanya Aji pun tidak ingin berpisah dengan Puteri di alam kayangan.

Tinggallah Paduka Nira di dunia dengan diasuh oleh nenek­ neneknya Babu Jaruma dan Minak Mampi. Bila Paduka Nira me­ nangis mereka pun menuruti pesan dari Putri Karang Melenu, ya­ itu memasukkan anak bayi itu ke dalam tajau. Bilamana Paduka Nira sudah berada di dalam tempat itu, tangisnya pun mereda. ·

Pernah dicoba oleh neneknya Paduka Nira dibujuk-bujuk dan dinyanyi-nyanyikan untuk mere�akan tangisnya, namun tidak akan berhasil, kecuali kalau dia sudah dimasukkan ke dalam tajau.

Demikianlah dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari ta­ hun .ke tahun Paduka Nira diasuh oleh Babu Jaruma dan Minak Mampi serta juga oleh sang tajau yang beriuah itu. Paduka Nira semakin besar, semakin lama semakin agung nampaknya, rupa­ nya seperti 'bulan purnama bercahaya, sehingga siapa yang me­ mandang akan mengandung rindu berahi.

Setelah Paduka Nira berusia empat belas taJmn, maka Babu Jaruma dan Nyai Minak Mampi pun bermufakat

tuk mengada­ kan erau memberi gelar Aji Batara Agung kepada Paduka Nira. Persiapan erau pun mulai dilaksanakan berminggu-minggu lama­ nya. Pada hari baik dan buian baik menurut perhitungan kedua neneknya itu, pesta mulailah dilaksanakan ..

Semua meriam yang ada di negeri dibunyikan sebanyak tu­

juh kali, gamelan Gajah Prawata dimainkan, demikian juga kelin­ tangan Eyang Ayu dipukul. Empat puluh hari empat.puluh malam penduduk yang bersuka-sukaan diberi makan minum. Untuk

ke-

���---perluan

ini

bermacam-macam temak dipotong: kerbau, sapi, ki­

jang, menjangan, angsa, itik, dan babi.

Setelah genap waktu makan-minum itu selama empat puluh hari empat puluh malam, maka Paduka Nira pun diberi pakaian kebesaran dengan perhiasan-perhiasan dari mas, seperti berkalung rantai mas, bergelang mas tiga susun, berkeris yang bertatahkan

emas dan bercincin kumala y�g menghiasi jari manisnya · pada

tangan kiri.

Dengan wajah yang bersinar seperti bulan empat belas hari ditambah pula cahaya dari perhiasan emas yang gemerlapan yang terbit dari cincin kumala, Paduka Nira dibawa dengan arak-arak­ an kebesaraJ\ menuju ke balai Panca Persada, di bawah payung kuning, diiringi oleh para panakawan, para demang dan punggawa dan oleh sejumlah kepala-kepala negeri tetangga yang diundang untuk menghadiri upacara pemberian gelar ini.

Setelah tiba di balai Panca Persada, Paduka Nira pun didu­ dukkan di atas kasur agung di tilam hamparan berhadapan dengan sekalian menteri yang sudah menanti kedatangannya di balai itu. Dengan hidinat Paduka Nira di balai Panca Persada ini diberi gelar Aji Batara Agung Paduka Nira.

Setelah Paduka Nira menerima gelar Aji Batara Agung itu,

tiba-tiba penduduk melihat air sungai berbuih-buih menutup se­

luruh permukaan air. Mereka pun sating berpandangan keheran­

an. Salah seorang berkata, "Mungkin Putri Karang Melenu tim­ bul kembali untuk menyaksikan pemberian gelar Aji Batara Agung

kepada anaknya itu." ·

Ramailah orang berdesak-desakan ke tepian untuk melihat Putri Junjung Buyah dari Kutai itu menampakkan dirinya kemba­ li. Empat betas tahun mereka tidak melihat Putri, apakah dia akan tetap cantik sebagaimana dahulu? Semuanya menanti dengan hati berdebar-debar, yang berpenyakit darah tinggi jatuh pingsan dan yang lemah jantung mati terkapar. Yang jatuh pingsan juga turut mati, karena terinjak-injak oleh kaki orang yang berdesak-desak­ an.

Akan tetapi betapa kagetnya penduduk, karena yang muncul dari permukaan air bukanlah Putri Karang Melenu, akan tetapi

pat puluh Dewa-dewa, denRfi wajah tampan dan berwibawa ma­

sing-masing ditangannya membawa

air

tepung tawar. Mereka meni­

ti buih menuju ke tepian dan dengan arakan yang meriah para

Dewa itu menuju balai Panca Persada, dengan dielu-elukan oleh

penduduk yang pada mulanya terpaku, akan tetapi kemudian ber­

gembira-ria melihat arak-arakan yang meriah

ini.

Aji Batara Agung Paduka Nira ��pelas oleh keempat puluh

Dokumen terkait