• Tidak ada hasil yang ditemukan

164

* * *

BAB XVII

PUTRA-PUTRA AJI TULUR DUANGKA T

Penghidupan di negeri Pinang Sendawar berjalan dengan '

baik. Tidak ada pertikaian dan perkelahian antara kedua

golong-an penduduk ygolong-ang ·semula berasal dari Londong dan dari Ling­

gang. Dengan segala kebijaksanaan Aji Tulur Dijangkat memper­ satukan mereka, memperhatikan kepentingan-kepentingan kedua belah pihak sehingga dirasakan adil oleh mereka. Mereka hidup ruhui rahayu sebagaimana juga yang dialami oleh Aji Tulur Di­

jangkat dengan isterinya. \Kedua laki-isteri

ini

saling berkasih-kasih­

an, sating berca�da. Muk Bandar Bulan bukan saja menjadi cahaya

bagi · negeri Pinang .Sendawar

ini,

akan tetapi dia juga menjadi

pelita ha ti daripada · Aji Tulur Dijangkat. Segala masalah-masalah

berat yang dihadapi oleh Aji dibantu oleh isterinya dalam pe­ mecahannya.

Demikianlah m·ereka hidup rukun berbulan-bulan lamanya sesudah perkawinan mereka, sampai saatnya kelihatan bahwa Muk Bandar Bulan sedang hamil. Setelah cukup ·bilangannya sembilan bulan sepuluh hari lahirlah seorang bayi lelaki yang cantik paras­

nya. Bayi pertam_!l _ _ ini dinamai Sualas Guna. Penduduk bersuka ria

atas kelahiran sang bayi

ini. I

Diadakan keramaian sebagaimana

pada waktu perkawinan Aji Tulur Dijangkat dengan Muk Bandar Bulan.

Waktu berjalan terus. Pinang Sendawar menjadi bandar yang ramai. Banyak orang-orang dari negeri lain yang datang untuk berdagang hasil hutan dan bumi. Anak negeri hidup makmur ka­ rena hasil hutannya melimpah ruah, �perti rotan, damar, tengka­

wang dan lain-lainnya. TUAH HIM BA UNTUNG. LANGGONG,

Hutan Pinang Sendawar memberi berkat kepada penduduknya, sehingga membawa kemakmuran yang tidak berkeputusan bagi mereka.

Dua tahun kemudian Muk Bandar Bulan melahirkan lagi seorang bayi lelaki yang juga elok parasnya. Puteranya yang ke­ dua ini oleh Aji Tulur Dijangkat dinamai Nara Guna. Penduduk

pun mengadakan keramaian tanda bersuka cita. Berbagai per­ mainan diadakan, bergantar, behempas, sabung ayam, sabung rum­ put, bebenteh, begasing, belogo dan sebagainya.

Waktu berjalan terus. Kedua putera itu makin besar, menjadi kesayangan ayah-bundanya dan disanjung-sanjung oleh orang­ orang seisi negeri. Kira-kira tiga tahun kemudian Muk Bandar

Bulan melahirkan

lagi

seorang bayi lelaki, yang diberi nama J eli­

ban Bena. Penduduk mengadakan pesta pula! Muk Bandar Bulan mengharapkan kelahiran anaknya yang keempat kelak seorang pe­

rempuan. Dan

ha1 ini

diberitahukannya kepada suaminya. Aji Tu­

lur Dijangkat hanya tersenyum mendengar harapan isterinya itu. Bagaimana caranya untuk membuat anak perempuan, pikirnya.

Apakah mulai naik dari samping kiri, kemudian turun melalui sam­

ping-kanan. Ataukah sebaliknya!· Tiba-tiba dia tertawa terbahak­

bahak menertawakan pikirannya yang lucu itu. Muk Bandar Bulan terkejut melihat suaminya ketawa sendirian dengan kerasnya. Demikian pula para pengasuh dan para punggawa. Malamnya di­

ceritakannya kepada isterinya tentang pikirannya itu. Muk

Bandar Bulan turut ketawa sambil mencubit paha suaminya. "Kau

ada-ada saja"� katanya,

''bukan

dengan cara itu untuk menda:pat­

kan anak perempuan, akan tetapi memajukan permohonan ke­ pada Nayuk Sanghiyang Juata Tonai".

Waktu berjalan terus. Kira-kira inemasuki _tahun ketiga se­ sudah Jeliban Bona lahir, tampak Muk Bandar Bulan hamil lagi.

Aji Tulur Dijangkat menghitung-hitung dengan jarinya. Di dalam

seminggu dia bersanggama dengan isterinya sebanyak dua kali.

Berarti di dalam sebulan delapan kali. Di dalam setahun setelah

dipotong masa datang bulan dari isterinya, maka diperkirakannya ia bersanggama dengan isterinya sebanyak sembilan puluh kali. Jadi dalam tempo tiga tahun kurang dari tiga ratus ·'kali dia bisa menghasilkan seorang anak melalui Muk Bandar Bulan. Ketawa­

lah dia sendirian setelah selesai menghitung-hitung ini. Muk Ban­

dar Bulan terkejut dan bertanya apa yang dilihatnya lucu sehingga dia ketawa sendirian. Mendengar cerita Aji Tulur Dijangkat, isterinya menjadi marah, "Kakanda berpikir yang tidak-tidak saja.

Mestinya kakanda menghadap hati kepada Na

yuk

Sangbiyang

I

ata Tonoi memajukan permohonan agar anak kita yang akan

la-hir ini seorang perempuan".

Setelah genap harinya Muk Bandar Bulan mengandung ja­ bang bayinya yang keeinpat, maka dia pun mulai sakit-sakit. Se­ orang Dukun beranak sudah sia�siap membantu Muk Bandar Bu­ lan melahirkan anak. Keadaan cuaca di luar Jamin yang mulanya tenang tiba-tiba berubah seketika. Topan melanda negeri Pinang Sendawar dengan kencangnya. Lamin bergoyang-goyang dengan hebatnya. Tidak pemah sebelumnya dialami oleh penghuni rumah

panjang itu selama mereka berpindah ke Pinang Send�war

ini.

Banyak kayu-kayu yang tunibang di pekarangan. Untung saja ti­ dak menimpa Lamin, �i mana Muk Bandar Bulan sedang kesakit­ an yang sangat menunggu kelahiran anaknya. Sualas Guna, Nara Guna dan Jeliban Bena berpegangan erat-erat pada bapaknya. Mereka dihinggapi rasa takut mendengar bunyi topan yang men­ deru dan bunyi pohon-pohon kayu yang bertumbangan.

Kemudian terdengar suara guntur sambung-menyambung gegap gempita. Cahaya kilat menyelinap masuk lamin dari celah­ celah atap dan dinding. Tiba-tiba turunlah hujan dengan derasnya, sementara topan semakin mereda.

Keadaan alam yang menggila ini memberikan alamat kepada

Aji Tulur Dijangkat, bahwa jabang bayi yang akan lahir ini ada­

lah seorang lelaki lagi seperti kakak-kakaknya bertiga. Akan tetapi

bayi ini kelak akan mempunyai kemuliaan dan kejayaan yang le­

bih dari kakak-kakaknya.

Dan benarlah! Di dalam keadaan hujan yang lebat di luar La­

min, disertai dengan kilat dan guntur, Muk Band-ar Bulan melahir­

kan seorang putera yang parasnya terlebih elok dan tampan dari­ pada putera-puteranya yang terdahulu. Bersuka-rialah penghuni Lamin dari ujung ke ujung. "Lelaki lagi", bisik Aji Tulur Dijang­ kat di telinga isterinya, lalu niencium keningnya. "Sudah kehen­ dak dari Nayuk Sanghiyang Juata Tonai", sahut Muk Bandar Bulan dengan pasrah. Sang Dukun mulai membersihkan bayi yang'

lahir. itu. Kini topan sudah tiada lagi dan hujan mulai reda. Tidak

terdengar lagi lengkingan-lengkingari pohon kayu di luar, aJcan

tetapi diganti oleh tangisan seorang bayi yang baru lahir di dalam

Puteranya yang keempat

ini

oleh Aji Tulur Dijangkat diberi nama Puncari Karna.

Pertumbuhan Puncan Karna sangat cepat dan kelihatan le­ bih cerdas daripada kakaknya yang bertiga itu. Pada usia tiga ta­

hun kederasan

air

kencingnya membahayakan pa pan Balai-Peng­

hadapan atau lantai Lamin. K�erasan

air

kencingnya menem­

bus papan atau lantai di mana dia berdiri kencing. Oleh karena­ nya bilamana Puncan Kama ingin kencing, maka segera dia disu­ ruh turun ke halaman, apakah pada waktu siang hari, ataupun waktu malam hari.

Setelah keempat orang putera-puteranya dewasa, maka Aji Tulur Dijangkat mulai memberikan bermacam-macam ilmu kepada mereka. Terutama diberikan pelajaran mengenai ilmu pemerin­ tahan, kedua ilmu peperangan, bagaimana mengalahkan musuh, baik pada waktu diserang maupun pada waktu menyerang. Bebe­ rapa ilmu kejayaan lainnya juga diajarkan kepada empat ber­ saudara itu, sehingga mereka semuanya mahir.

Pada waktu Puncan Kama mencapai usia

I 7

tahun, maka

dipanggillah keempat bersaudara itu ke Balai Penghadapail meng­ hadap ayah-bundanya.

Berkatalah Aji Tulur Dijangkat, ''Hai anakku sekalian yang kukasihi, ayahanda kini sudah tua, tidak dapat lagi dengan sepe­ nuh daya melaksanakan pekerjaan memimpin negeri ini. Pikiran­ ku juga semakin lama semakin tumpul, sehingga apa yang kuker­ jakan adakalanya menimbulkan pertentangan di antara harnba

11tkyat. Berhubung dengan itu ayahanda hendak menyerahkan

pimpinan negeri .Pinang Sendawar

ini

kepada satah seorang dari

anakanda berempat. Anakanda seluruhnya sudah kuberikan ber­ macarn ilmu untuk bekal anakanda memerintah negeri ini. Anak­ arida sellluanya sama mahir dalam segala bidang. Mahir dalam ilmu bercocok tanarn, mahir dalarn ilmu pemerintahan, mahir dalam ilmu berperang dan mahir juga dalam ilmu bersilat lidah. Jadi bukan saja tahu menggunakan senjata dan kekuatan, tetapi juga tahu menggunakan kata-kata untuk mengalahkan lawan di dalam perundingan. Aku sangat bangga. Akan tetapi aku ragu un­

tuk memilih siapa di antara anak-anakku sekalian

ini

yang kuserahi

tugas untuk menggantikan aku ini. Karena ilmu sama tinggi, paras sama elok. Ayahanda sudah rundingkan hal ini dengan ibu­ mu. Kami kemudian bertukar pikiran dan akhirnya mendapatkan suatu cara yang kami pandang adil di dalam menentukan siapa yang mengganti.kan ayahanda sebagai pimpinan negeri Pinang Sendawar ini''.

Setelah berdiam sejenak, maka sambungnya pula, "Adapun cara yang kami pilih ialah, barang siapa daripada anakanda dapat membawa gong yang kududuki ini berenang menyeberangi su­ ngai Mahakam sebanyak tujuh kali pulang-pergi, maka dialah yang menggantikanku. Waktu berenang itu gong dipegang hanya pada bojalnya yang di tengah."

Mendengar perkataan Aji Tulur Dijangkat itu, anak-anak­ nya semuanya terdiam. Mereka tidak berani membantah perkata­ an ayahnya. Mereka semua menundukkan kepala. Bilamana di­ tanyakan oleh ibunya apakah mereka setuju dengan cara yal!_g ditetapkan ayahandanya itu, mereka hanya menganggukkan kepa­ lanya saja tanpa berkata-kata lebih lanjut.

Pada waktu yang ditentukan ramailah orang-orang dari ne­ geri Pinang Sendawar, maupun orang-orang di seberangnya, ber­ diri di pinggir sungai Mahakam untuk menyaksikan perlombaan ini. Mereka ingin mengetahui siapa yang akan keluar sebagai pe­ menang, karena dia itulah yang nanti akan menjadi raia mereka, yang mereka hormati dan sembah dan yang melindungi mereka da­ ri bencana. Semua isi negeri dengan berdebar-debar menyaksikan perlombaan ini. Untuk pertama kali Sualas Guna sebagai anak yang tertua memulai perlombaan ini. Dengan sebelah tangan memegang bujal gong dia dengan tenang dan sabar berenang dari tepian Pi­ nang Sendawar menuju sebelah tepi lain dari sungai Mahakam. Di bawah ribuan mata penduduk yang menyaksi.kannya, Sualas Guna dapat melaksanakan titah ayahandanya yang tercinta. De­

ngan tidak mendapatkan halangan apa-apa menyeberangi sungai Mahakam tujuh kali pulang-pergi dengan membawa gong di tang­ an kanannya dan akhirnya sorak-sorai · pun bergemalah dari pen­ duduk tatkala dia naik kembali ke tebing dan menyerahkan gong itu kepada ayahandanya.

Kemudian tiba pula giliran pada Nara Guna, sebagai anak

Dokumen terkait