• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bilamana keadaan reda kembali, suasana sudah mulai te

nang, maka perlombaan membawa gong ini diteruskan.

Kini

tiba

giliran pada Puncan Kama. Meskipun hatinya merasa sedih, kare­

na kakaknya Jeliban Bena telah pergi lari dan mungkin sulit untuk

bisa bertemu kembali lagi, dia melaksanakan titah ayahandanya.

Dengan sabar dan dengan penuh keyakinan serta mantap dia me­ megang bujal gong itu turun ke sungai dan mulciilah dia berenang di Sungai Mahakam menuju tepi yang sebelahnya. Dilaksanakan­ nya tanpa cacat celanya bahkan sampai lupa bahwa ayahnya hanya memerintahkan dibawa pulang-pergi sebanyak tujuh kali saja. Dia telah melaksanakannya sampai sembilan kali pulang­ pergi. Aji Tulur Dijangkat yang terpesona melihat kelincahan Pun­ can Karna membawa gong itu, kemudian sadar kembali bahwa anaknya itu telah melaksanakahnya lebih daripada jumlah yang ditentukan. Segeralah dipanggilnya Puncan Karna untuk berhen­ ti. Bersorak-sorailah orang di tepian sambil menari-nari dan ber­ nyanyi-nyanyi.

BAB XVIII

PUNCAN KARNA DIPERINT AHKAN UNTUK MENUJU KUT AI KARTANEGARA

Dengan membawa gong Puncan Karna datang mendapati ayahandanya untuk menyerahkannya. Aji Tulur Dijangkat meng­ ambil gong itu kembali, lalu kemudian memeluk dan mencium Puncan Karna dengan rasa haru, disaksikan oleh bundanya serta

kakak-kakaknya dan seluruh isi negeri Pinang Sendawar yang ma- /

sih berkerumun menyaksikan perlombaan menyeberangkan gong

di sungai'Mahakam itu.

Aji Tulur Dijangkat berkata dengan lemah lembut kepada Puncan Karna, "Ya anakku, ayah dan bundam'u sangat sayang ke­ padamu. Kami ingin agar anakanda selalu berada di sini, bersama­ sama kami, bersama-sama hamba rakyat Pinang Sendawar. Akan tetapi atas perintah Nayuk Sanghiyang Juata Tonoi kepada ayah­ anda, anakanda tidak diperbolehkan lagi tinggal bersama-sama ka­ mi di tanah Pinang Sendawar ini. Anakanda selekas mungkin harus milir meninggalkan negeri ini menuju ke tanah Kutai. Sekarang rajanya membuat negeri baru sebagai pusat pemerintahan Kutai

Kartanegara. (Kutai Lama sekarang). Kesanal3.h anakanda harus·

menuju atas perintah Nayuk Sanghiyang Juata Tonai" .

Aji Tulur Dijangkat dan Muk Bandar Bulan bercucuran air

matanya, karena akan berpisah dengan anaknya yang bungsu itu. Mereka sangat berduka cita.

Bila Puncan Karna mendengar perintah ayahandanya dan me­ lihat kesedihan yang sangat dari mereka, terus dia inerebahkan di­ rinya diharibaan ayahandanya sambil menangis tersedu-sedu. Dengan tersendat-sendat dia berkata, "Ya ayah-bundaku, apa boleh buat anakanda harus berangkat dari sini, meninggalkan ayah-bundaku, sanak-saudaraku, tanah tumpah darahku, karena atas perintah dari Nayuk Sanghiyang Juata Tonoi. Anakanda mo­ hon supaya diampuni segala kesalahan dan kekeliruan anakan­ da selama ini. Dengan segala limpahan kasih dan susah payah ayah dan bunda sudah mengasuh, memelihara dan membesarkan anak­ anda hingga dewasa ini. Anakanda mohon diredakan air susu

bun-172

daku yang telah anakanda minum yang menghidupkan anakanda". Setelah berkata demikian Puncan Karna memeluk dan men­ cium tangan dan kaki ayahnya, kemudian ibunya. Kedua orang tuanya berderaian air matanya dan balas memeluk serta menciumi seluruh tubuh Puncan Kama. Berkatalah Muk Bandar Bulan, "Su­ dah adatnya orang tua bersusah payah memelihara anak-anaknya. Kami berdo'a siang dan malam agar anakku dipelihJifa oleh Nayuk Sanghiyang Juata Tonoi. Selain daripada itu kami berpesan kepa­ da anakku, agar bilamana anakku sampai nanti di tanah Kutai, hendaknya anakku baik-baik memperhambakan diri kepada Raja di situ, menjunjung segala titahnya dengan setia dan rajin. Ting­ kah laku anakanda hendaknya selalu sopan dan tunduk kepada tata tertib yang ada di tanah Ku tai".

Setelah itu Aji Tulur Dijangk�t memberi�an perintah ke­ pada sekalian haniba rakyatnya untuk menyediakan berpuluh­ puluh perahu yang besar-besar cukup dengan alat perlengkapan­ nya dan awak kapalnya, serta cukup perbekalan untuk selama di dalam perjalanan bagi beberapa ratus orang lelaki dan perempuan yang mengiringi Puncan Karna ke Kutai. Maka mulailah dilaksana­ kan persiapan-persiapan agar perintah dari Aji Tulur Dijangkat dapat dilaksanakan, sehingga perjalanan rombongan Puncan Kar­ na tidak mengalami kekurangan dan kesulitan apa-apa selama diperjalanan sampai di Kutai.

Arkian, pada hari yang telah ditetapkan maka berkumpullah Aji Tulur Dijangkat dan Muk Bandar Bulan beserta sekalian anak­ nya, kecuali Jeliban Bena yang lari menuj u ke hulu Mahakam, Di Balai Penghadapan. H�dir juga seluruh penduduk Pinang Senda­ war, tua dan muda, lelaki dan peremp�n.

Di Balai

ini

suasana diliputi oleh kehikmatan Puncan Kama

sedang membakar Pedupaan sehingga bau harumnya dupa mema­ suki setiap lubang hidung daripada orang yang berada di dalam Balai. Kemudian dia menghamburkan sewija kuning (beras ku­ ning) ke atas, ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan sam­ bil berseru:

''Hai Nayuk Sanghiyang Juata .Tonoi yang mulia raya; lihat dan dengarkan olehmu! aku menghambur sewija kuning dan

mem-bakar dupa.

Alm

bersurnpah bahwa milirku ini adalah milir yang

pertama kali dan yang penghabisan kali. Aku tinggalkan tanah

tumpah darahku Pinang Sendawar, aku tinggalkan ayah dan bun­

daku serta saudara-saudaraku, aku tinggalkan kawan sejawatku

serta hamba rakyat di negeri ini. Aku tidak akan kembali lagi.

Bilamana aku kembali ke Pinang Sendawar dan menginjakkan

kakiku di kampung

ini

atau melaluinya mudik ke hulu, maka aku

tidak akan selamat serta pulu. Demikian juga anak cucuku kelak

akan mendapatkan bencana yang serupa bilamana mereka men­

jejakkan kakinya di tanah Pinang Sendawar ini. Sebaliknya bila­

mana anak cucu dari ayah-bundaku milir melalui di Kutai juga

tidak akan selamat dan pulu ".

Setelah selesai berkafa-kata yang ditujukannya kepada

Dokumen terkait