• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN KONTRAK OPERAS

D. Asas-asas kontrak operasi bersama

Kontrak operasi bersama merupakan suatu jenis perjanjian yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena itu kontrak operasi bersama ini tunduk kepada asas kebebasan berkontrak dan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan di dalamnya. Asas-asas kontrak operasi bersama juga sama dengan dengan asas hukum perjanjian lainnya yang disebut dalam perundang- undangan yang berkaitan, yaitu:

1. Asas kebebasan berkontrak

Setiap orang pada dasarnya bebas melakukan perjanjian.Hal ini sebagai realisasi dari asas kebebasan berkontrak.Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman mensinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam Buku III KUHPerdata berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot (Grotius), Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis.Faham individualis mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam memenuhi kebutuhannya.61

Makna dan isi kebebasan berkontrak dalam sejarah perkembangannya, mengalami pergeseran sesuai dengan faham atau ideologi yang dianut oleh suatu

61

Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 118-119.

masyarakat, dengan kalimat lain sejauh mana kebebasan seseorang melakukan kontrak dapat dibatasi oleh faham atau ideologi yang dianut suatu masyarakat.

Asas kebebasan berkontrak mula-mula muncul dan berlaku dalam hukum perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak. Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Sjahdeini, freedom of contract digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum, yaitu62

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas dalam hukum perjanjian yang dikenal hampir semua sistem hukum.Asas kebebasan berkontrak telah menjadi asas hukum utama dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian,

:

a. Asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syaratsyarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak; asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syaratsyarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat.

b. Asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Asas ini merupakan asas umum yang bersifat universal.

62

Remy Syahdeini, “Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang seimbang dari kreditur dan debitur” (Surabaya: Makalah disampaikan pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia, 1993), hlm. 12.

dikenal dalam civil law system maupun dalam common law system, bahkan dalam sistem hukum Islam.63

2. Asas konsensualisme

Istilah konsensualisme berasal dari bahasa latinconsensus yang berarti sepakat. Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. Adakalanya undang-undang menetapkan bahwa untuk sahnya suatu perjajian diharuskan perjanjian itu diadakan secara tertulis atau dengan akta notaris, tetapi hal demikian itu merupakan suatu kekecualian.64

3. Asas daya mengikat kontrak (pacta sunt servanda)

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata meyatakan bahwa semua perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang- undang.65

Pihak-pihak yang berkontrak dapat secara mandiri mengatur pola hubungan-hubungan hukum diantara mereka.Kekuatan perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai daya berlaku seperti halnya undang-undang yang dibuat

63

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hlm. 38.

64

Subekti, Op Cit., hlm. 15. 65

oleh legislator dan karenanya harus ditaati oleh para pihak, bahkan jika perlu dapat dipaksakan dengan bantuan penegakan hukum (hakim, juru sita).66Kekuatan mengikat kontrak khususnya terkait isi perjanjian atau prestasi, tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjajian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.67

4. Asas itikad baik

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme serta daya mengikat perjanjian.Pemahan tersebut tidaklah dapat berdiri sendiri, asas-asas yang terdapat dalam pasal tersebut merupakan suatu sistem yang pada yang tidak dapat dipisahkan dan bersifat integratif dengan ketentuan-ketentuan lainnya.Misalnya terkait dengan daya mengikatnya suatu perjanjian sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya dibatasi oleh asas itikad baik.68

Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Pengertian kata itikad baik dalam hal ini tidak dijelaskan oleh perundang-undangan dengan jelas.Dalam kamus besar bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan itikad adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud dan kemauan (yang baik).69

Pengertian itikad baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas daripada pengertian sehari-hari. Menurut Hoge Raad, dalam putusannya tanggal 9 66 Ibid. 67 Subekti, Op Cit, hlm. 15. 68

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 134. 69

februari 1923memberikan rumusan bahwa itikad baik harus dilaksanakan menurut kepatutan dan kepantasan.70

Rancangan Undang-Undang (RUU) kontrak menyebutkan substansi itikad baik diatur dalam Pasal 1.7 dan 2.15, yang menekankan perlunya itikad baik dan kejujuran (good faith dan fair dealing) dan melarang adanya proses perundingan kontrak yang didasari itikad buruk. Meskipun penekanan perlunya itikad baik dan kejujuran diletakkan pada proses perundingan kontrak, namun tidak berarti pada proses berikutnya pada pelaksanaan kontrak itikad baik dapat dikesampingkan. Itikad baik harusnya diartikan dan diterapkan pada seluruh proses berkontrak.

Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara Ny. Lie Lian Joun v. Arthur Tutuarima, No.91/1970/perd/P.T.B., menafsirknan pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik artinya perjajian tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan. Dengan demikian, pengadilan harus mempertimbangkan apakah dalam persoalan yang dikemukakan kepadanya ada kepatutan dan keadilan atau tidak.Apabila dalam perjanjian tersebut tidak terdapat kepatutan dan keadilan maka hakim dapat merubah isi perjajian tersebut.Perjanjian tidak hanya ditentukan oleh rangkaian kata dari para pihak, tetapi juga ditentukan oleh kepatutan dan keadilan.

71

Selain asas yang telah disebutkan diatas, sebagai salah satu bentuk dari kontrak bisnis, kontrak operasi bersama juga tunduk terhadap asas-asas pada kontrak bisnis, antaral lain:72

70

Ibid. 71

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 142. 72

Mahmul Siregar, “Perancangan dan Analisis Kontrak Bisnis” (Medan: Handouts Bahan Ajar Kontrak Bisnis, 2015), hlm. 2.

1. Asas kepribadian, merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan. Hal ini sesuai dengan maksud dari pasal 1315 KUHPerdata menyatakan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

2. Asas keseimbangan, adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai hak untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakn perjanjian itu dengan itikad baik.

3. Asas persamaan hukum, bahwa subyek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum.

4. Asas perlindungan, bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum.

5. Asas kepatutan, bahwa isi perjanjian haruslah sesuatu yang patut dan tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pasal 1339 KUHPerdata yang berbunyi “suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakn dalm undang-undang, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.”

6. Asas moral, asas ini terkait dengan perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.

7. Asas kepastian hukum, kepastian ini terungkap dari mengikatnya perjajian, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.