• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN KONTRAK OPERAS

E. Sahnya kontrak operasi bersama

Peraturan perundang-undangan Indonesia menyatakan bahwa kontraktor dapat mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan menteri berdasarkan pertimbangan badan pelaksana. Dalam hal pengalihan, penyerahan, dan pemindahtanganan sebagian atau seluruh hak dan kewajiban kontraktor kepada perusahaan non-afiliasi atau kepada perusahaan lain selain mitra kerja dalam wilayah kerja yang sama, maka menteri dapat meminta kontraktor untuk menawarkan terlebih dahulu kepada perusahaan nasional.73

Kontraktor tidak dapat mengalihkan sebagian hak dan kewajibannya sebagaimana telah dijelaskan diatas secara mayoritas kepada pihak lain yang bukan afiliasinya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun pertama masa eksplorasi.74

73

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Bab IV, Pasal 33 ayat (1).

74

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Bab IV, Pasal 33 ayat (2).

Sebelum menyepakati suatu kontrak operasi bersama hal-hal yang disebutkan diatas harus terlebih dahulu dipenuhi oleh kontraktor ataupun badan usaha/badan usaha tetap. Selain itu apabila kontrak operasi bersama mengakibatkan perubahan operator yang kemudian berbeda dari apa yang disepakati pada kontrak kerja sama, maka kontraktor berkewajiban untuk melaporkannya kepada SKK MIGAS.

Persyaratan tersebut diatas apabil sudah dipenuhi, maka kontraktor (badan usaha/badan usaha tetap) dapat membentuk semacam konsorsium untuk membagi resiko atau pun biaya kepada pihak-pihak lain. Hal tersebut juga dapat dilakukan melaui farm-out, yaitu kontraktor (badan usaha/badan usaha tetap) yang sudah memiliki kontrak kerja sama dengan badan pelaksana minyak dan gas bumi kemudian menawarkan kepada pihak lain untuk berpartisipasi. Hal inilah yang disebut dengan mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (participating interest) kepada pihak lain.75

Keabsahan suatu kontrak operasi bersama adalah sama dengan keabsahan kontrak pada umumnya, hal ini dikarenakan kontrak operasi bersama tidak diatur dan ditentukan secara khusus oleh perundang-undangan di Indonesia. Pasal 1320 KUHPerdata merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak.76 Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat77 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

:

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian. 3. Megenai suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama disebut syarat subyektif, karena mengenai orang- orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjajian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjian sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.78

75

Rudi M Simamora, Op.Cit., hlm. 112. 76

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 157. 77

Subekti, Op.Cit., hlm. 17. 78

1. Syarat subyektif

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Pihak- pihak yang mengadakan perjanjian harus bersepakat dan setuju mengenai hal-hal pokok yang diadakan dalam perjanjian itu.Pernyataan atas kesepakatan itu bisa dilakukan secara tegas atau secara diam-diam.79

Kesepakatan bisa dianggap tidak ada apabila dapat dibuktikan bahwa kesepakatan terjadi karena kekhilafan (dwaling),paksaan (dwang), maupun penipuan (bedrog).80Kekhilafan dapat membatalkan suatu perjanjian apabila mengenai orang atau barang yang menjadi tujuan dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Paksaan terjadi, jika seseorangmemberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Paksaan yang dimaksud dalam KUHPerdata tidak hanya yang berbentuk kekerasan, teapi paksaan dalam arti yang lebih luas, yaitu meliputi ancaman terhadap kerugian kepentingan hukum seseorang.81

b. Kecakapan untuk bertindak

Selain itu, penipuan juga merupakan salah satu penyebab batalnya perjanjian, apabila penipuan itu dilakukan oleh salah satu pihak sedemikian hingga secara terang dan nyata bahwa jika pihak lainnya mengetahui hal tersebut ia tidak akan menyepakati perjanjian tersebut.

Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Pada dasarnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya

79

Ibid. 80

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 95.

81

adalah sakap menurut hukum.82

1) Orang-orang yang belum dewasa

Dalam pasal 1330 KUHPerdata disebut sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :

2) Mereka yang ditaruh dalam pengampuan

3) orang perempuan dalam hal yang ditetapkan undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Orang yang sudah dewasa adalah orang yang sudah berumur 18 tahun atau sudah menikah, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Menurut hukum nasional yang berlaku sekarang, perempuan bersuami sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, sehingga tidak lagi diharuskan untuk melakukan perbuatan hukum dengan ijin suami yang bersangkutan.Perbuatan hukum yang dilakukan perempuan tersebut sah menurut hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim.Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963. 2. Syarat obyektif

a. Mengenai suatu hal tertentu

Suatu perjanjian haruslah memiliki obyek tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan jenisnya.Undang-undang tidak mengharuskan barang tersebut sudah

82

ada di tangan pihak lainnya atau tidak, ketika perjanjian tersebut dibuat.Namun para pihak dilarang untuk memperjanjikan warisan yang belum terbuka.83

Perkataan “tertentu” dalam hal ini tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit haus sudah ada pada saat kontrak tersebut dibuat, tetapi memungkinkan juga apabila obyek tertentu tersebut sekedar ditentukan jenis, sedangkan mengenai jumlahnya dapat ditentukan dikemudian hari.84

b. Suatu sebab yang halal

Sebab yang dimaksud dalam hal ini adalah substansi atau isi dari perjanjian itu sendiri.85Sebab yang dimaksud dalam hal ini bukanlah desakan jiwa ataupun motif dari seseorang untuk mengadakan suatu kontrak atau perjanjian.Hukum pada dasarnya tidak menghiraukanapa yang ada dalam gagasan atau pemikiran seseorang, yang diperhatikan adalah tindakan yang nyata yang dilakukan dalam masyarakat.86

Syarat sahnya kontrak ini bersifat komulatif, artinya keseluruhan dari persyaratan tersebut harus dipenuhi agar kontrak tersebut menjadi sah. Dengan tidak dipenuhinya salah satu atau lebih dari syarat tersebut akan menyebabkan kontrak tersebut dapat diganggu gugat keberadaannya.

Sebab yang tidak diperbolehkan adalah sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

87

83

Subekti, Op.Cit., hlm. 19. 84

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 192. 85

Subekti, Op.Cit., hlm. 20.

86

Ibid., hlm. 21. 87

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 199.

Tidak dipenuhinya syarat subyektif membuat suatu kontrak atau perjanjian dapat dibatalkan. Hal yang menjadi penting untuk digaris bawahi disini adalah apabila perjajian tersebut tidak dibatalkan maka perjanjian tersebut akan tetap mengikat. Tidak dipenuhinya

syarat obyektif membuat suatu kontrak atau perjanjian menjadi batal demi hukum.Artinya dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian dan perikatan.Tujuan para pihak untuk membuat suatu perjanjian dan perikatan adalah gagal.88