• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA A. Pengertian Peradilan Agama

C. Analisis Kewenangan Peradilan Agama Menyelesaikan Sengketa Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Syariah

4. Asas Personalitas Keislaman di Peradilan Agama

Asas yang secara khusus hanya terdapat di Peradilan Agama ini adalah salah satu dalil yang mengharuskan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus diselesaikan di lembaga peradilan dalam dalam lingkungan Peradilan Agama. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 kemudian dirubah lagi dengan UU No. 50 tahun 2009. Pasal 2 menegaskan bahwa: “Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yang diatur dalam Undag-undang ini”. Pasal 49 menegaskan bahwa: “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan” dan kewenangan lainnya.

Dengan pernyataan yang terdapat di Pasal 2 dan Pasal 49 UU Peradilan Agama ini sangat sejalan dengan asas yang dimaksud. Bahwa perkara ekonomi syariah adalah perkara yang terdapat prinsip-prinsip keislaman di dalamnya, baik itu orang-orangnya (para pihak) maupun lembaga atau organ yang terdapat di dalamnya. Sehingga seharusnya penyelesaian sengketa ini dikembalikan kepada lembaga peradilan yang secara kewenangannya mengurusi kepentingan perkara yang berkaitan dengan prinsip-prinsip keislaman yaitu Peradilan Agama.

88

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya mengenai kewenangan Peradilan Agama menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam sengketa ekonomi syariah penulis mengambil kesimpulan dan sekaligus sebagai jawaban atas beberapa perumusan masalah yang penulis berikan.

Secara Peraturan Perundang-undangan, sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi telah di atur oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) atau UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini dalam Pasal 45 ayat (1) menyatakan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen yang diselesaikan melalui lembaga peradilan diselesaikan di Peradilan Umum. Bila melihat pasal ini secara umum Peradilan Agama tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen ini secara kewenangan absolutnya karena telah dibatasi oleh kewenangan yang diberikan kepada Peradilan Umum.

Jangkauan kewenangan Peradilan Agama mewenangi penyelesaian sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi yang berbasis syariah ditandai dengan lahirnya UU No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pasal 49 huruf (i) menambahkan kewenangan absolut Peradilan Agama menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Dengan

diberikannya kewenangan ini menimbulkan suatu peralihan yang harus dialihkan dari yang sebelumnya perkara termasuk kedalam kewenangan Peradilan Umum kemudian diselesaikan di Peradilan Agama. UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 55 menyatakan bahwa sengketa dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) diselesaikan di Peradilan Agama. Namun ayat kedua dari Pasal ini membuka celah untuk penyelesaiaan sengketa konsumen keuangan syariah diselesaikan di Peradilan Umum. Hal ini menimbulkan dualisme kewenangan, karena tidak mungkin ada dua peradilan yang menjadi tempat penyelesaian untuk satu kasus yang telah dikhususkan menjadi kewenangannya. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 tentang revisi dan perubahan terhadap Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan jalan keluar dari persoalan dualisme kewenangan ini. Putusan ini menyatakan bahwa Pasal ini dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan putusan ini, segala sengketa yang muncul dalam ekonomi syariah mutlak diselesaikan di Peradilan Agama ketika memilih jalur litigasi.

Secara pendekatan terhadap putusan pengadilan mengenai kewenangan menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah para hakim dalam amar putusannya telah menyatakan bahwa kewenangan ini merupakan kewenangan yang khusus bagi Peradilan Agama. Putusan yang menyatakan demikian bukan hanya terdapat dalam putusan Peradilan Agama saja. Dari delapan putusan yang penulis pelajari, dua putusan Pengadilan

90

Agama menyatakan Pengadilan Agama berwenang menyelesaikan perkara sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah. Satu Pengadilan Tinggi Agama menguatkan putusan Pengadilan Agama yang menyatakan berwenang untuk menyelesaikan perkara sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah. Empat putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan tidak berwenang untuk menyelesaikan perkara sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah. Satu putusan Pengadilan Agama yang menyatakan tidak berwenang untuk menyelesaikan perkara sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah.

2. Kemudian yang menjadi legalitas tentang kewenangan absolut Pengadilan Agama menyelesaikan sengketa lembaga keuangan syariah dapat dilihat dari analisis yuridis terhadap peraturan undang-undang terkait permasalahan ini dan analisis empiris terhadap putusan-putusan lembaga peradilan yang telah diputuskan terkait sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah. Hasil akhir dari analisis yuridis dan empiris mengenai sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah membuktikan bahwa sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah menjadi kewenangan khusus yang diselesaikan di lingkungan Peradilan Agama. Hal ini kemudian didukung dengan beberapa istilah dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam dunia hukum. Beberapa asas dan istilah yang memperkuat dalil tentang kewenangan Peradilan Agama menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah diantaranya; Asas Lex Specialis derogate legi generali, Lex

posterior Derogat legi priori, kemudian ditambahkan dengan asas personalitas keislaman yang dimiliki oleh lembaga Peradilan Agama.

3. Dalam praktiknya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen syariah pada hakikatnya tidak ada perbedaan yang signifikan dengan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen dalam sistem ekonomi konvensional. Dari beberapa putusan terkait persoalan tersebut menyatakan bahwa kewenangan ini memang merupakan kewenangan lembaga Peradilan Agama. Hal ini bukan saja dinyatakan oleh majelis hakim dalam Peradilan Agama itu sendiri. Hal yang sama juga dinyatakan oleh lembaga Peradilan Umum. Namun bila dilihat dari jumlah perkara yang diselesaikan masih sangat minim persidangan yang dilangsungkan mengenai sengketa perlindungan konsumen di Peradilan Agama. Hal ini bukan hanya karena kewenangannya yang dapat dikatakan masih baru namun juga karena banyaknya kesempatan untuk memilih lembaga lainnya di luar peradilan untuk menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen.

B. Saran-saran

Sebagai penutup dari kesimpulan di atas, penulis menyertakan beberapa saran mengenai kewenangan Peradilan Agama menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen dalam perbankan syariah mengenai ekonomi syariah:

1. Agar kiranya dikeluarkan peraturan atau perundang-undangan yang baru sebagai penyempurna dari peraturan yang ada sebelumnya yang secara rinci dan jelas mengatur tentang ekonomi syariah dan bagaimana proses penyelesaian sengketa yang ada di dalamnya. Hal ini untuk menjamin para konsumen

92

sebagai pemakai atau orang yang mengambil manfaat dari suatu produk barang dan/atau jasa mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya. Sebagaimana seharusnya antara produsen dan konsumen atau semua pihak menjalankan prinsip jual-beli secara Islami dan menyelesaikan persengketaan juga dengan cara-cara yang Islami.

2. Sangat diperlukan adanya penegasan yang secara hukum memiliki kekuatan hukum yang kuat bahwa Peradilan Agama adalah lembaga Peradilan yang memiliki kewenangan absolut untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi syariah. Karena syariah yang dimaksud adalah suatu konsep yang diperkenalkan oleh Islam yang kemudian Peradilan Agama adalah peradilan yang dikhususkan bagi orang-orang yang beragama Islam. Sebagaimana Peradilan Agama memiliki asas personalitas keislaman.

3. Agar Negara memfokuskan suatu upaya untuk menciptakan hakim-hakim yang memiliki kompetensi yang mapan mengenai ekonomi syariah secara keseluruhan. Sebagaimana penulis melihat bahwa tidak dipungkiri banyak Hakim-Hakim di Peradilan Agama sendiri yang belum begitu memahami ekonomi syariah itu sendiri secara mendalam.

4. Penelitian ini masih memerlukan penelitian yang lebih mendalam dan memerlukan lanjutan, khususnya mengenai proses penyelesaian sengketa ekonomi secara lebih mendalam.