• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA A. Pengertian Peradilan Agama

B. Argumentasi Empiris Kewenangan Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen dalam Lembaga Keuangan Syariah

1. Putusan Pengadilan Terkait Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen dalam Lembaga Keuangan Syariahdalam Lembaga Keuangan Syariah

Beberapa alasan dan pendapat para hakim Peradilan Agama mengenai kewenangan Peradilan Agama menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen ekonomi syariah telah tertuang di dalam beberapa putusan yang terdapat di dalam pertimbangan hukum terkait dengan permasalahan ini. Banyak diantara para hakim yang sependapat bahwa seharusnya kewenangan menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen ekonomi syariah diselesaikan melalui Peradilan Agama. Hal ini bukan saja dinyatakan oleh Majelis Hakim di Peradilan Agama itu sendiri, beberapa putusan majelis hakim Pengadilan Negeri dalam amar putusannya mengadili bahwa Peradilan Umum tidak berwenang menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen ekonomi syariah. Namun tidak memungkiri dalam putusan yang lain ada putusan majelis hakim Peradilan Agama yang belum berani menyatakan hal yang sama dan masih mengikut kepada peraturan perundang-undangan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa memang permasalahan ini belum sepenuhnya diketahui oleh para hakim di peradilan.

Dari beberapa putusan yang telah penulis baca dan pelajari, pertimbangan hukum yang mendasari pendapat para hakim peradilan mengatakan bahwa sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah merupakan kewenangan absolut Peradilan Agama.

a. Putusan Peradilan Agama Banjarbaru No. 259/Pdt.G/2013/PA. Bjb.

Putusan Peradilan Agama Banjarbaru ini adalah tentang aqad

mudharabah antara penggugat Moses Antonius melalui kuasa hukumnya

Suhatno dkk (YLPKK) dinyatakan sebagai penggugat melawan PT. Bank BNI Syariah kantor cabang banjarmasin. Bahwa penggugat adalah konsumen bank BNI syariah terkait dengan utang piutang untuk pembiayaan pembelian rumah (KPR) dengan sistem syariah. tertunggaknya pembayaran aqad mudharabah ini menyebabkan pelanggaran aqad oleh Bank BNI syariah kepada konsumennya terhadap perjanjian yang disepakati. bahwa hakim berpendapat tentang eksepsi kompetensi tergugat perlu untuk majelis hakim bermusyawarah. Bahwa penunjukan Peradilan Umum dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menurut Majelis Hakim bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut lahir tahun 1999, sedangkan kewenangan Pengadilan Agama terhadap sengketa ekonomi syariah sejak tahun 2006, yakni dalam Pasal 49 huruf (i) Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kemudian dipertegas dengan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Sementara itu kewenangan Peradilan Umum dalam menangani sengketa ekonomi syariah yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf (d) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi

74

Nomor 93/PUU-X/2012, oleh karena itu Pengadilan Agama menjadi satu-satunya pengadilan yang berwenang menangani sengketa ekonomi syariah.

b. Putusan Peradilan Agama Yogyakarta No. 0047/Pdt.G/2012/ PA.Yk

Putusan Peradilan Agama Yogyakarta adalah tentang Antara penggugat dan tergugat terlibat dalam kesepakatan mudharabah muqayyah executing tentang kerjasama investasi bukan utang piutang. Dengan kesepakatan bagi hasil 65% untuk BPRS dan 35 % untuk nasabah BMT. Di dalam aqad, penggugat merasa perjanjian tidak sesuai dengan UUPS karena mengandung klausula baku dan sepihak sehingga bertentangan dengan UUPK. Bahwa tergugat dalam empat poin eksepsinya mengatakan bahwa Peradilan Agama tidak berwenang tentang perkara yang dimaksud melainkan kewenangan Peradilan Umum. Bahwa kemudian atas semua permohonan yang dimohonkan penggugat dalam gugatan eksepsinya kemudian para hakim berpendapat bahwa Pasal 50 UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama yang tergugat katakan bahwa Peradilan Agama Yogyakarta tidak berwenang menyelesaikan perselisihan investasi mudharabah muqayyah adalah tidak tepat karena merupakan salah satu dari kewenangan Peradilan Agama dalam Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama adalah tentang perbankan syariah sebagaimana tercantum di dalam pasal 55 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bahwa kemudian dengan semua pertimbangan yang ada. Majelis Hakim berpendapat perkara yang dimaksud adalah kewenangan yang termasuk dalam lingkungan Peradilan Agama.

c. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta No. 40/Pdt.G/2012/PTA.Yk

Putusan PTA Yogyakarta ini adalah perkara dari putusan PA Yogyakarta di atas yang kemudian dibanding kepada PTA Yogyakarta. Dalam putusan banding ini PTA Yogyakarta menguatkan sepenuhnya putusan PA Yogyakarta terkait sengketa perlindungan konsumen syariah di atas.

d. Putusan Peradilan Agama Gorontalo No. 0527/Pdt.G/2014/ PA. Gtlo

Putusan Peradilan Agama Gorontalo adalah tentang kredit murabahah. Bahwa penggugat I dan II menyerahkan kepada YLKI Gorontalo untuk melawan tergugat Rukmin Ressa mewakili PT Bank Muamalat. Perkara ini adalah tentang isi kalusula baku yang memperlihatkan kerugian kepada nasabah atau konsumen seperti yang dinyatakan UUPK. Selanjutnya PA Gorontalo melihat perkara ini sebagai sengketa perlindungan konsumen secara murni dan majlis hakim merujuk kepada pasal 45 UUPK dan menyatakan perkara yang dimaksud adalah kewenangan PN, meskipun sebenarnya mereka melihat adalah prinsip2 kesyariahan di dalam aqad yang dibangun. Bahwa menurut para hakim perkara yang dimaksud merupakan perkara yang diatur dalam perlindungan konsumen dan harus diselesaikan di peradilan umum. Bahwa kemudian hakim juga merasakan adanya sengketa ekonomi syariah di dalam perkara tersebut. Namun hakim tidak begitu meyakini tentang ini dan menyatakan bahwa perkara tersebut adalah perkara yang diwenangi oleh peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Atas dasar argumentasi ini kemudian para hakim menyatakan tidak dapat menerima perkara tersebut.

76

e. Putusan Peradilan Negeri Martapura No. 03/Pdt.G/2013/PN.MTP

Putusan Peradilan Negeri Martapura ini adalah tentang Perkara antara penggugat Sehatno dkk dari YLPKK (Kalimantan) melawan PT. Al Ijarah Indonesia Finance cabang Martapura. Selanjutnya YLKI mewakili konsumen bernama Ferry Sadli terkait utang piutang secara angsuran untuk pembelian 1 unit mobil. Dalam gugatan ini tergugat menyatakan bahwa perkara ini adalah perkara perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah. hal ini dilihat dari nama perusahaan yang digugat adalah PT. Al Ijarah yang dalam prinsipnya melaksanakan ekonomi yang berbasis syariah. sehingga di dalam putusannya majelis hakim menyatakan perkara bukanlah kewenangan PN Martapura melainkan PA Martapura. bahwa hakim Peradilan Negeri Martapura berpendapat bahwa memang Peradilan Agamalah yang berhak menyelesaikan perkara tersebut. Bahwa badan usaha yang dimiliki tergugat adalah badan usaha yang telah menyatakan diri tunduk kepada prinsip-prinsip syariah, sehingga usaha ini adalah usaha syariah, hal ini terlihat dari namanya PT. Al Ijarah Indonesia Finance Cabang Martapura, dan seluruh nasabah/konsumen badan usaha ini adalah konsumen ekonomi syariah. Maka seharusnya menurut alasan yang sama persis seperti alasan yang disampaikan hakim Peradilan Agma Banjarbaru di atas, Peradilan Agamalah yang menyelesaikan perkara tersebut. Bahwa segala persengketaan yang berkaitan dengan ekonomi syariah adalah kewenangan absolut Peradilan Agama.

2. Tabel Perbandingan Putusan Para Hakim Peradilan Agama dan Peradilan