Hasil analisis regresi memperlihatkan adanya hubungan yang cukup kuat (r= -0.81) antara tutupan karang keras (dependent variable: Y) dengan tutupan makroalga (independent variable: X). Model persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Y = 47.56 - 29.34 X (p =0.00 , R2: 0.62) ... (1)
Besarnya koefisien determinasi model tersebut adalah 62%. Hal ini berarti bahwa tutupan karang keras di lokasi penelitian dipengaruhi oleh tutupan makroalga. Peningkatan tutupan makroalga menyebabkan penurunan pada tutupan karang keras sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 38. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi kompetisi antara tutupan karang keras dan tutupan makroalga pada pembentukan asosiasi antara karang keras dengan makroalga. Sebagai produsen di ekosistem terumbu karang keduanya membutuhkan tempat menempel untuk menerima cahaya matahari dalam melakukan proses fotosintesis (Cronin&Hay, 1996). Lengkapnya sistem jaringan tumbuhan seperti daun dan batang (Ladrizabal 2007) pada tubuh makroalga
membuat dia mampu untuk menyerap cahaya matahari lebih banyak dibandingkan dengan zooxanthellae yang berukuran sangat kecil (mikroskopik) dan hanya memiliki sel tunggal (Veron 1995; Supriharyono 2007).
Gambar 38 Hubungan antara tutupan karang keras dengan makroalga.
Rendahnya laju pertumbuhan karang keras dibandingkan dengan makroalga membuat karang keras kalah dalam kompetisi memperebutkan tempat. Dalam kondisi banyak nutrien, kecepatan pertumbuhan makroalga yang pesat dapat membuat makroalga menutupi karang keras (overgrowth). Karang yang kalah dalam kompetisi spasial tersebut mengalami kekurangan cahaya matahari sehingga terjadi penurunan metabolisme untuk tumbuh dan bereproduksi (Hay 1997).
Secara alami makroalga merupakan biota yang sangat cepat menempati setiap ruang yang kosong. Jika ikan herbivor dihilangkan dari kawasan tersebut, membuat larva karang (planula) sulit untuk mendapatkan substrat keras sebagai tempat menempel dan tumbuh. Kehadiran ikan herbivora tidak hanya membantu
planula untuk menempel dan tumbuh, namun juga membantu karang-karang muda mendapatkan cahaya matahari (Lirman 2001). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran ikan herbivor di ekosistem terumbu karang merupakan pengendali makroalga sehingga planula dan karang-karang muda dapat tumbuh dan berkembang.
Bentuk-bentuk pertumbuhan karang keras erat kaitannya dengan kelompok makroalga terutama pada pembentukan asosiasi antara karang keras dengan
y = 47.57 -29.34 X R² = 0.63 -10,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 -0,50 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00
% Tutupan Karang Keras
makroalga. Hasil dari analisis keras dengan tipe pertumbuhan
encrusting yang memiliki tutupan < 4% berkompetisi dengan kelompok fungsi
berasosiasi dengan kelompok
antar mereka. Hal yang sama juga terlihat pada berasosiasi dengan kelompok fungsi
Bentuk pertumbuhan di dasar perairan (Veron 1995)
algae yang memiliki pertumbuhan merambat Bentuk pertumbuhan branching
ke atas permukaan menuju cahaya matahari. Bentuk tubuh ini membuat kelompok turf algae sulit untuk mendapatkan tempat
matahari yang dibutuhkan oleh kelompok
telah melakukan penelitian terhadap tipe karang keras massive
brown algae (Lobophora) yang
dengan makroalga mengalami pemutihan
Gambar 39 Grafik hasil analisis koresponden dengan kelompok fungsi makroalga
Hasil dari analisis faktorial koresponden menunjukkan bahwa karang keras dengan tipe pertumbuhan massive yang memiliki tutupan < dari 15% dan
yang memiliki tutupan < 4% berkompetisi dalam pemakaian n kelompok fungsi turf algae. Tipe pertumbuhan branching cenderu berasosiasi dengan kelompok turf algae namun tidak terlihat terajdi kompetisi antar mereka. Hal yang sama juga terlihat pada tipe pertumbuhan encrusting
berasosiasi dengan kelompok fungsi Crustose Alga (Gambar 39).
pertumbuhan massive dan encrusting yang mendatar dan mengerak di dasar perairan (Veron 1995) merupakan tempat yang cocok bagi kelompok
yang memiliki pertumbuhan merambat (Diaz-Pullido & McCook 2008)
branching umumnya berukuran kecil dan cenderung tumbuh permukaan menuju cahaya matahari. Bentuk tubuh ini membuat
sulit untuk mendapatkan tempat karena menghalangi cahaya matahari yang dibutuhkan oleh kelompok turf algae. Jompa & McCook (2002)
litian terhadap tipe karang keras massive (Porites
) yang mengemukakan bahwa Porites yang berkompetisi mengalami pemutihan kemudian mati.
Grafik hasil analisis koresponden lifeform penyusun karang dengan kelompok fungsi makroalga
64
koresponden menunjukkan bahwa karang yang memiliki tutupan < dari 15% dan dalam pemakaian tempat cenderung kompetisi
encrusting yang
mengerak merupakan tempat yang cocok bagi kelompok turf
Pullido & McCook 2008). cenderung tumbuh permukaan menuju cahaya matahari. Bentuk tubuh ini membuat karena menghalangi cahaya Jompa & McCook (2002) ) dengan berkompetisi
Hasil analisis faktorial koresponden tidak memperlihatkan berapa besar derajat asosiasi yang terbentuk sehingga perlu dilakukan penentuan nilai derajat asosiasi terutama antara tipe karang massive dan encrusting dengan turf algae. Dari 12 titik pengamatan didapatkan nilai masing-masing pasangan lifeform
dengan turf algae sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 10. Umumnya indek asosiasi pada pasangan lifeform dan turf algae mempunyai nilai asosiasi yang tinggi dengan kisaran antara 0.66 – 0.85. Hasil ini menunjukkan bahwa karang keras dengan makroalga mempunyai peluang untuk hidup bersama. Makroalga merupakan sumber makanan bagi organisme hidup yang ada diekosistem terumbu karang. Diaz-Pullido & McCook (2008) menyebutkan bahwa turf algae adalah produsen primer yang memiliki produktivitas primer lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok fungsi makroalga lainnya, sehingga turf algae sangat digemari oleh ikan herbivor. Begitu juga terumbu karang, dimana terumbu karang yang hidup di lingkungan miskin nutrien (oligothropic) namun dapat menghasilkan energi bagi organisme yang hidup didalamnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karang keras dengan makroalga sama-sama memberikan kontribusi energi bagi organisme yang hidup di ekosistem terumbu karang.
Tabel 11 Indeks Asosiasi masing-masing pasangan
lifeform dengan turf algae
Titik Pengamatan Massive dengan Turf algae Encrusting dengan Turf algae PR 1 0.68 0.69 PR 2 0.70 0.69 PG 1 0.69 0.82 PG 2 0.69 0.69 SD 1 0.85 0.67 SD 2 0.69 0.68 BL 1 0.69 0.67 BL 2 0.67 0.67 KA 1 0.67 0.68 KA 2 0.70 0.68 UJ 1 0.70 0.71 UJ 2 0.71 0.71 Rata-Rata 0.70 0.70
Keterangan: UJ: Untung Jawa; PR: Pramuka; PG: Panggang; SD: Semak Daun; BL: Belanda; KA: Kayu Angin.
66
4.7.2 Peran parameter lingkungan dan ikan herbivor pada pembentukan asosiasi antara terumbu karang dengan makroalga
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa bentuk asosiasi antara terumbu karang dengan makroalga adalah berkompetisi dalam pemakaian tempat untuk mendapatkan cahaya matahari. Keduanya membutuhkan cahaya matahari tersebut untuk proses fotosintesis. Pembentukan asosiasi tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Di Kepulauan Seribu, bentuk pertumbuhan karang massive dan encrusting dengan kelompok turf algae
adalah bentuk asosiasi yang terjadi.
Untuk melihat peran lingkungan dan ikan herbivor pada pembentukan asosiasi antara terumbu karang dengan makroalga maka dilakukan analisis regresi linear berganda dengan menghubungkan antara indek asosiasi antara karang
massive dengan turf algae (Y1) dan indeks asoasiasi antara karang encrusting
dengan turf algae (Y2) dengan parameter arus (X1), kekeruhan (X2), NO3 (X3), total kelimpahan ikan herbivor (X4). Dari hasil analisis regresi diperoleh model regresi yang nyata untuk asosiasi antara karang massive dengan turf algae dengan model sebagai berikut:
Y1 = 0.67 + 1.26 NO3 (R2 = 46.60%) ... (2)
Besarnya koefisien determinasi adalah 46.60% (p <0.05) dapat dikatakan bahwa indek asosiasi antara karang massive dengan makroalga dapat dijelaskan dengan baik oleh parameter NO3. Parameter nitrat memiliki peran yang cukup nyata pada pembentukan asosiasi terumbu karang dengan makroalga. Nilai koefisien determinasi sebesar 46.60% pada model 1 menjelaskan bahwa masih ada 54.40 % parameter lain yang mempengaruhi pembentukan asosiasi tersebut.
Pengaruh aktifitas manusia seperti pembuangan sampah organik, industri pengolahan ikan bandeng mempengaruhi peningkatan kadar nitrat di perairan. Nitrat digunakan oleh makroalga sebagai tambahan nutrisi di dalam proses metabolisme dan peruumbuhan makrolga. Sehingga berpengaruh tehadap bentuk asosiasi yang terjadi antara karang keras dengan makroalga terutama pada tipe karang massive dan turf algae. Kecilnya peran nitrat di dalam proses pembentukan asosiasi (46.60%) menunjukkan bahwa masih ada sebesar 54.40% parameter lain yang mempengaruhi pembentukan asoasiasi, antara lain adalah
proses pemangsaan (grazing) oleh ikan herbivor, kadar oksigen di perairan, dan kadar fosfor yang juga merupakan nutrisi bagi metabolisme dan pertumbuhan makroalga (Hay 1997). Penelitian yang dilakukan oleh Jompa & McCook (2002); Littler et al. (2006) yang menyimpulkan bahwa penambahan nutrien saja tidak dapat menimbulkan kematian pada terumbu karang, begitu juga dengan mengeluarkan ikan herbivor saja tidak secara langsung mematikan terumbu karang. Hal ini disebabkan herbivor lain dapat memangasa makroalga misalnya bulu babi (sea urchin).
Tidak terlihatnya peran ikan herbivor pada model pembentukan asosiasi antara karang keras dengan makroalga disebabkan oleh dominannya ikan-ikan dari famili Pomacentridae di perairan Kepulauan Seribu. Studi tenatang peran Pomacentridae oleh Wilkinson & Sammarco (1983) menemukan bahwa ikan Pomacentridae yang bersifat teritori (Sale 1991) yaitu dengan menjaga area makanannya dapat membuat perubahan pada komposisi jenis makroalga terutama pada jenis dari kelas red algae menjadi blue-green algae. Karena blue green
memiliki kemampuan lebih cepat dalam menfikasi senyawa nitrogen (Purcell & Bellwood 2001) pada saat proses fotosintesis.