• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Daya Saing Daerah

BAB VIII KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

2.4. Aspek Daya Saing Daerah

2.4.1. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah a. Nilai Tukar Petani

NTP Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dihitung menggunakan tahun dasar 2012 = 100. Nilai Tukar Petani (NTP) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara tahun 2014 yaitu 97,47 persen. Jika dilihat dari sisi usaha, Nilai Tukar Usaha Petani di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 102,23 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan petani di Kabupaten Bolaang Mongondow

77 | II Utara pada tahun 2014 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2012 (tahun dasar) dari sisi usaha pertaniannya saja.

Akan tetapi jika dilihat secara umum dengan mempertimbangkan seluruh kebutuhan petani mulai dari kebutuhan untuk memproduksi hasil pertanian dan juga utamanya kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga, petani yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memiliki kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun dasar (tahun 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa petani di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memiliki kesejahteraan yang lebih rendah dikarenakan peningkatan harga barang/jasa untuk konsumsi rumah tangga. Nilai indeks yang diterima petani, indeks yang dibayar petani, nilai tukar petani dan nilai tukar usaha petani dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 2.13

Kondisi NTP Tahun 2015

Sumber : Analisis NTP Kab. Bolaang Mongondow Utara, 2015

Lebih jauh dari sisi harga yang dibayar oleh petani di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara menunjukkan bahwa kenaikan harga paket

komoditi yang harus dibayar petani adalah sebesar 11,93 persen dibandingkan dengan tahun dasar (hal ini dapat dilihat dari nilai indeks

yang dibayar petani sebesar 111,93).

109.09

111.93

97.47

102.23

Indeks Diterima

Petani Indeks Dibayar

Petani Nilai Tukar

Petani Nilai Tukar Usaha Petani

78 | II

Pembangunan pertanian tujuannya bukan hanya peningkatan produksi pertanian saja tetapi juga peningkatan pendapatan petani atau peningkatan kesejahteraan petani. Oleh karena itu pertanian harus dipandang sebagai sistem agribisnis yang tidak terpisahkan antar program kegiatan pada proses perencanaan dibidang pembangunan pertanian, sehingga akan terjadi saling tergantung dan saling membutuhkan antara sektor terkait mulai sektor hulu sampai hilir. Untuk itu strategi memperkuat pemberdayaan petani perlu dilakukan dengan menciptakan kemandirian petani dalam menyedian sarana produksi pertanian. Untuk menjamin ketersediaan faktor produksi ada beberapa alternative kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara seperti : 1. Melatih petani dan kelompok tani cara pembuatan pupuk organic karena bahan dari pupuk organik sudah banyak tersedia disekitar petani.

2. Mengurangi ketergantungan petani terhadap biaya non factor produksi (pupuk) dari pabrik, dengan cara meningkatkan kemandirian petani supaya bisa memproduksi pupuk organik sendiri.

3. Menjamin harga produksi pertanian pada saat panen tetap terjaga dengan memperbaiki tata niaga komoditi pertanian.

4. Diupayakan petani bisa menaikkan harga hasil pertanian dengan cara penanganan pasca panen sehingga ada nilai tambah yang diterima petani.

b. Nilai Tukar Nelayan

Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan salah satu proxy indicator untuk melihat tingkat kesejahteraan nelayan di pedesaan pada tahun dan bulan tertentu dibandingkan dengan tahun dasarnya. NTN dapat menjadi alat ukur kemampuan tukar barang-barang yang dihasilkan nelayan terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan produksi.

NTN adalah rasio antara indeks harga yang diterima nelayan (It) dengan indeks harga yang dibayar nelayan (Ib), yang dinyatakan dalam persentase.

79 | II NTN lebih dari 100 artinya nelayan memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan pengeluarannya, atau mengalami surplus. NTN kurang dari 100 berarti bahwa pengeluaran nelayan untuk konsumsi rumah tangga dan biaya produksi lebih tinggi daripada pendapatan hasil usahanya.

Sedangkan NTN sama dengan 100 artinya bahwa pendapatan hasil usaha sama dengan pengeluaran untuk biaya konsumsi rumah tangga dan kebutuhan produksi.

Gambar 2.14

Kondisi NTN Prov. Sulawesi Utara Tahun 2016

Sumber : https://data.go.id/dataset/nilai-tukar-nelayan Dilihat dari data diatas, rata-rata NTN kab/kota di Sulawesi Utara adalah sebesar 107,05. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2016 secara rata-rata nelayan mengalami surplus dari hasil usahanya dibandingkan dengan pengeluarannya akibat dari kenaikan harga produksi (It) lebih besar dari kenaikan harga barang konsumsi dan biaya produksinya (Ib) terhadap tahun dasar. Rata-rata It adalah sebesar 133,44 artinya harga ikan hasil tangkapan nelayan mengalami kenaikan sebesar 27,17 persen dibandingkan dengan harga pada tahun dasar untuk jenis ikan yang sama dan kuantitas yang sama. Sedangkan rata-rata Ib adalah sebesar 124,66 berarti bahwa harga barang/jasa yang dibelanjakan nelayan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga dan kebutuhan produksi mengalami kenaikan

133.44 124.66 107.05

Indeks Harga yang Diterima Indeks Harga yang Dibayar Nilai Tukar

80 | II

19,80 persen dibandingkan dengan tahun dasar untuk jenis barang/jasa yang sama dan kuantitas yang sama.

2.4.2. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur

a. Ketaatan Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sampai dengan tahun 2017 rasio kesesuaian rencana pembangunan dengan RTRW adalah sebesar 96,43 persen.

Hal ini menggambarkan bahwa dalam memanfaatkan ruang masih taat pada aturan yang berlaku sehingga hal ini dapat menggambarkan ketaatan warga pada regulasi RTRW serta pencapaian dalam hal optimalisasi pengendalian tata ruang.

b. Luas Wilayah Produktif

Rasio luas wilayah produktif di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 45,89 persen. Hal tersebut mengambarkan bahwa belum seluruh kawasan budidaya digunakan untuk budidaya. Oleh karena itu, ke depan perlu peningkatan budidaya tanaman pangan, hortikultura, kacang-kacangan, peternakan dan perikanan. Di samping hal tersebut juga perlu didorong peningkatan pemanfaaatan pekarangan, mengurangi tanaman yang tidak produktif dan menggantikan dengan tanaman yang produktif. Adapun luas lahan produktif yang dimanfaatkan adalah sebesar 19.426,74 Ha dari total luas wilayah produktif yang sebesar

±42.330,49 Ha.

2.4.3. Fokus Iklim Berinvestasi

Dinamika perkembangan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang pesat dengan kemajemukan masyarakat akan berdampak pada perubahan sosial di masyarakat. Disisi lain peningkatan jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan ketersediaan fasilitas akan berdampak negatif seperti semakin bertambahnya tingkat pengangguran, bertambahnya angka kemiskinan, akan memicu meningkatnya angka kriminalitas.

Secara umum, penanganan tingkat kriminalitas 2 (dua) tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 tercatat dari 153 tindak pidana yang dilaporkan 85 diantaranya dapat diselesaikan atau mencapai 55,56 persen. Tren ini terus mengalami kenaikan menjadi 77,39 persen pada tahun 2016, yakni 219 tindak pidana yang dapat diselesaikan dari 283 kasus yang dilaporkan. Kondisi ini diharapkan dapat mempengaruhi

81 | II iklim investasi, dimana investorlebih yakin untuk menanamkan sahamnya apabila tingkat keamanannya cenderung stabil.

Selain angka kriminalitas, kebijakan yang mendukung iklim usaha juga sangat berpengaruh terhadap iklim investasi daerah sehingga perlu diupayakan suatu produk hukum daerah yang dapat mendorong geliat iklim usaha di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Hingga saat ini belum ada produk hukum daerah yang mendukung iklim usaha.

2.4.4. Fokus Sumber Daya Manusia

a. Kualitas Tenaga Kerja (Rasio Lulusan S1/S2/S3)

Kualitas tenaga kerja yang rendah mengakibatkan kesempatan kerja semakin kecil dan terbatas, karena mayoritas perusahaan-perusahaan atau lapangan kerja lainnya lebih memilih tenaga kerja yang berkualitas baik.

Selain itu, kualitas tenaga kerja juga ditentukan oleh kondisi internal tenaga kerja itu sendiri seperti: motivasi kerja, keahlian/ketrampilan, pengalaman kerja, serta sikap dan perilaku. Salah satu ukuran kualitas SDM yang terkait dengan kualitas tenaga kerja adalah tingkat pendidikan angkatan kerja.

Tabel 2.44

Penduduk Usia Kerja Menurut Pendidikan Tahun 2013-2017

Tingkat

Pendidikan Sat. Jumlah Penduduk Usia Kerja 2013 2014 2015 2016 2017

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

< SD Sederajat Org 18.200 16.458 14.546 18.185 28.119 SMP Sederajat Org 4.974 5.124 6.607 5.877 12.550 SMA Sederajat Org 4.404 5.779 6.792 6.200 10.331

D1/D2/D3 Org 366 473 779 885 958

Universitas Org 1.396 1.688 2.131 2.980 3.369 Jumlah 27.314 29.340 29.522 30.855 55.327 Sumber: Disnakertrans Kab. Bolaang Mongondow Utara, 2018

Dari tabel di atas dapa diketahui bahwa struktur angkatan kerja masih didominasi oleh tidak lulus SD dan lulusan SMP sederajat. Sedangkan lulusan DI/DII/DIII dan universitas baru mencapai sekitar 4,67 persen di tahun 2016. Sehingga program-program peningkatan kompetensi tenaga kerja seperti pelatihan kerja dan kewirausahaan mutlak diperlukan agar angkatan kerja sehingga mampu bersaing di dunia kerja.

82 | II

b. Tingkat Ketergantungan (Dependency Ratio)

Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk umur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun (angkatan kerja). Indicator ini dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu daerah apakah tergolong maju atau sedang berkembang. Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.

Gambar 2.15

Rasio ketergantungan Tahun 2013-2017

Sumber: data diolah 61.35

61.27

61.23

61.21

61.20

2013 2014 2015 2016 2017

83 | II

84 | II

85 | II

86 | II

87 | II

88 | II

89 | II

90 | II

91 | II

92 | II

1 | III Penyusunan gambaran pengelolaan keuangan daerah dilakukan untuk menganalisis capaian dan memperoleh proyeksi yang tepat mengenai kemampuan daerah dalam mendanai perencanaan pembangunan daerah. Dengan melakukan analisis keuangan daerah yang tepat akan melahirkan kebijakan yang efektif dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya belanja daerah sebagai komponen keuangan daerah dalam rangka ekononi makro diharapkan dapat memberikan dorongan atau stimulan terhadap perkembangan ekonomi daerah secara makro ke dalam kerangka pengembangan yang lebih memberikan multiplier effect yang lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang lebih merata.

Untuk mengetahui gambaran tentang kapasitas atau kemampuan keuangan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pembangunan daerah dibutuhkan analisis realisasi kinerja keuangan daerah sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelumnya, meliputi:

pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap perkembangan neraca daerah, meliputi: aset dan hutang daerah serta ekuitas dana.

2 | III

Kapasitas keuangan daerah harus diketahui, agar daerah mampu mengoptimalkan penerimaan dari pendapatan daerah untuk memahami perilaku atau karakteristik penerimaan, sehingga belanja pembangunan dapat dilakukan secara optimal, efektif dan efisien.

Analisis proyeksi pendapatan daerah untuk memperoleh gambaran kapasitas pendapatan daerah dengan proyeksi 5 (lima) tahun kedepan, untuk penghitungan kerangka pendanaan pembangunan daerah. Analisis kinerja keuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara periode tahun 2013–2017 didasarkan pada data yang diperoleh dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Adapun gambaran keuangan daerah dari sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan yang telah dilaksanakan 5 (lima) tahun masa lalu, pelaksanaan tahun RPJMD Tahun 2013-2018 dan proyeksi kedepan tahun 2019-2023 sebagai berikut:

3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu