• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Pembangunan .1 Pendidikan

BAB VIII KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

4.1 Permasalahan Pembangunan .1 Pendidikan

Dalam rangka upaya mewujudkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang optimal (Tahun 2017 sebesar 65,60), diharapkan pendidikan dapat memberikan dukungan yang lebih baik. Saat ini, pendidikan memiliki berberapa permasalahan yang kompleks, antara lain:

1. Rata-rata lama sekolah relatif masih rendah, karena baru mencapai 7,86 tahun 2017. Artinya rata-rata penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow Utara tidak tamat SMP;

2. Masih rendahnya angka partisipasi murni jenjang SMP sederajat;

3. Kualitas pendidik dan tenaga kependidikan masih kurang;

4. Penyebaran tenaga guru yang belum merata pada semua sekolah;

5. Masih rendahnya prestasi generasi muda dan olahraga; dan 6. Masih rendahnya kunjungan masyarakat ke perpustakaan.

Capaian Angka Harapan Lama sekolah mengalami peningkatan yang lebih baik, pada tahun 2013 sebesar 11,60, tahun 2014 sebesar 11,84, tahun 2015 sebesar 11,85, tahun 2016 sebesar 11,86 dan tahun 2016 sebesar 11,87.

Peningkatan capaian tersebut atas dukungan semua pihak, baik melalui penyelenggaraan pendidikan formal, maupun non formal. Namun peningkatan ini ternyata masih menempatkan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara di peringkat 9 (sembilan) setelah Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa, Kota Manado, Kota Kotamobagu, Kota Bitung, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Talaud.

Sedangkan capaian Angka Rata-Rata Lama Sekolah yang didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani

3 | IV menunjukkan trend peningkatan dari tahun 2013 menjadi 7,34, tahun 2014 sebesar 7,51, tahun 2015 sebesar 7,52, tahun 2016 sebesar 7,67 dan tahun 2017 sebesar 7,86. Capaian peningkatan rata-rata lama sekolah ini ternyata masih menempatkan posisi Kabupaten Bolaang Mongondow Utara pada posisi ke 12 diantara 15 kabupaten/kota se-Provinsi Sulawesi Utara.

Standar kompetensi pendidik juga belum memberikan daya dukung pada IPM, hal ini mengingat capaian pemenuhan kualifikasi akademik (S1/DIV) belum optimal atau yang berarti belum mencapai 100 persen. Capaian tahun 2014 sebesar 61 persen, tahun 2015 sebesar 61 persen, dan tahun 2016 sebesar 71 persen. Mendasar pada capaian tersebut maka diperlukan upaya peningkatan kapasitas pendidik. Kendala yang dihadapi selama ini dari sisi motivasi tenaga pendidik yang memasuki/menjelang purna tugas, pada kondisi itu untuk meningkatkan kapasitasnya sangatlah sulit.

Di sisi yang lain, selaras dengan kebijakan nasional, bahwa sertifikasi profesi dilakukan bertahap, tidak secara bersama atau dengan kuota tertentu, sehingga ada jeda juga ada jarak waktu yang membuat seluruh pendidik mengantri melakukan sertifikasi profesinya. Baru berakhirnya moratorium PNS, berdampak pada belum adanya rekruitmen guru baru yang sesuai standar kompetensi.

Selain itu, masih rendahnya prestasi pemuda dan olahraga juga merupakan permasalahan bersama, selain itu belum terkelolanya institusi-institusi yang membawahi cabang-cabang olahraga secara optimal. Melihat permasalahan tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan prestasi pemuda dan olahraga untuk menjadi yang terbaik di Provinsi Sulawesi Utara.

Hal yang terakhir adalah minat kunjungan masyarakat ke perpustakaan yang masih rendah. Kondisi masih rendahnya kunjungan masyarakat ke perpustakaan diperlukan adanya dukungan sarana dan prasarana yang layak, serta aktivitas/kegiatan/event yang mendukung minat kunjungan masyarakat kunjungan perpuspustakan, tentu akan menghasilkan peningkatan kapasitas pada aspek minat baca masyarakat, baik melalui layanan perpustakaan klasik maupun digital, baik perpustakaan di kabupaten, di kecamatan, di satuan pendidikan dan tempat khusus lainnya.

4 | IV

Dari beberapa aspek di atas, bahwa upaya meningkatkan kapasitas bertujuan agar adanya peningkatan kualitas pendidikan masyarakat dan prestasi generasi muda, sehingga dalam menghadapi tantangan global, baik dari urusan pendidikan, kepemudaan, keolahragaan serta perpustakaan optimal. Masyarakat dimaksud tidak hanya usia sekolah (PAUD 0- 6 tahun, SD 7-12 tahun, SMP 13-15 tahun, maupun SMA/SMK 16-18 tahun), namun termasuk mereka yang mengikuti pendidikan non formal, kelompok pemuda, cabang olahraga, maupun kelompok masyarakat lainnya. Generasi muda mendasar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, bahwa pemuda adalah warga yang berusia 16-30 tahun, tentu menjadi perhatian yang sama. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan, maka Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara akan lebih kompetitif.

4.1.2 Kesehatan

Secara umum, permasalahan kesehatan dapat diukur dengan tiga indikator yang merupakan gambaran dari keadaan derajat kesehatan masyarakat, yakni:

1. angka kematian ibu, 2. angka kematian bayi, dan 3. angka harapan hidup.

Dari tiga indikator tersebut, Angka Harapan Hidup Kabupaten Bolaang Mongondow Utara termasuk rendah di Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini dapat terlihat dengan adanya beberapa kasus kematian ibu dan kematian bayi yang menunjukkan belum optimalnya derajat kesehatan, khususnya masyarakat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang disebabkan oleh beberapa aspek dasar, yakni : (1) masih rendahnya kualitas kesehatan keluarga, dan (2) belum optimalnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan bukan hanya tentang sarana prasarana di fasilitas kesehatan, akan tetapi akses pelayanan kesehatan juga termasuk segi pembiayaan. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, ditetapkan bahwa seluruh masyarakat Indonesia akan dijamin kesehatannya dan

5 | IV kepesertaannya bersifat wajib. Untuk masyarakat miskin, pembiayaan individu akan ditanggung oleh pemerintah. Ke depan, seluruh masyarakat miskin berdasarkan data kemiskinan dan pemutakhiran Basis Data Terpadu yang selama ini dibiayai oleh Jamkesda secara bertahap akan diikutsertakan menjadi peserta BPJS kesehatan dan iuran setiap bulannya ditanggung oleh pemerintah daerah. Akan tetapi untuk mengantisipasi masih adanya masyarakat miskin yang belum terjaring dalam basis data tersebut, dana buffer tetap dibutuhkan.

Cakupan keluarga sehat tercermin dari hasil analisis pencapaian perilaku Hidup bersih dan sehat masih rendah dengan beberapa masalah pokok terutama BABS (Buang Air Besar Sembarangan).

Sumber daya kesehatan yang terdiri dari dokter spesialis, dokter, dokter gigi, perawat, bidan sampai tenaga administrasi, epidemolog, kesehatan lingkungan dan tenaga penyuluh kesehatan adalah ujung tombak sukses tidaknya pembangunan kesehatan. Tenaga perawat yang ada memang telah melebihi rasio ideal, tetapi disisi lain ketersediaan tenaga medis lainnya, terutama dokter dan dokter spesialis masih jauh dari yang diharapkan.

Dari aspek sarana kesehatan, belum optimalnya Rumah Sakit Umum Daerah juga menjadi masalah utama dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Bolaang Mongondow Utara. Kualitas layanan dengan indikator Akreditasi baru terdapat 5 (lima) puskesmas dari 11 (sebelas ) puskesmas yang ada. Situasi ini dipengaruhi oleh keberadaan SDM di atas, ketersedian sarana dan alat kesehatan serta pembiayaan kesehatan yang harus difasilitasi oleh pemerintah terutama golongan masyarakat kurang mampu secara ekonomi.

4.1.3 Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi

Pertumbuhan dan pemerataan merupakan kondisi yang dapat digambarkan dengan pertumbuhan ekonomi, penurunan angka kemiskinan dan gini rasio. Laju pertumbuhan ekonomi Bolaang Mongondow Utara apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata di Provinsi Sulawesi Utara cukup fluktuatif dan tidak signifikan perbedaannya.

Sementara itu persentase penduduk miskin Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dari tahun 2013 sampai dengan

6 | IV

tahun 2017 secara umum mengalami tren fluktuatif, dimana pada tahun 2015 kemiskinan meningkat menjadi 9,72 persen setelah sebelumnya pada tahun 2014 sebesar 9,27 persen, namun turun kembali menjadi 9,38 persen pada tahun 2016, dan menurun kembali pada tahun 2017 menjadi 8,89 persen.

Sedangkan jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara tingkat kemiskinan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara tahun 2013-2017 berada di atas angka kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara dan pada tahun 2017 tingkat kemiskinan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara berada pada posisi ke 9 dari 15 kabupaten/kota se-Provinsi Sulawesi Utara.

Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara perkembangan Gini Rasio dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Jika dibandingkan dengan Gini Rasio Provinsi Sulawesi Utara maupun Nasional, Gini Rasio Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih dibawahnya. Hal tersebut menggambarkan kondisi ketimpangan antar penduduk di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih relative lebih baik dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Utara dan Nasional. Meskipun demikian Rasio Gini Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih berada pada kisaran ketimpangan sedang.

Peningkatan pendapatan masyarakat, ditunjukkan dengan peningkatan PDRB perkapita Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan pengurangan angka pengangguran terbuka. PDRB perkapita Kabupaten Bolaang Mongondow Utara berada pada 4 (empat) Kabupaten/Kota terendah di Provinsi Sulawesi Utara. PDRB perkapita yang rendah mengambarkan nilai tambah bruto sektoral masih rendah. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Bolaang Mongondow Utara pada 3 tahun terakhir selalu berada pada posisi terendah ketiga setelah Kabupaten Kepulauan Sitaro dan Kabupaten Kepulauan Talaud. TPT Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dari tahun 2015 menuju tahun 2017 mengalami peningkatan yang cukup besar.

Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara rendahnya PDRB perkapita dan tingkat pengangguran terbuka terkait dengan beberapa aspek penting yakni nilai usaha industri belum optimal, nilai usaha perdagangan belum optimal, kurangnya

7 | IV kualitas KUMKM, produksi pertanian belum optimal, produksi perikanan belum optimal, rendahnya kunjungan wisata, realisasi Investasi yang relatif, tingginya angka PMKS, produktifitas tenaga kerja yang masih rendah, tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah.

Penjabaran dari aspek tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kualitas KUMKM

KUMKM di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara merupakan sektor yang potensial. Namun, volume usaha koperasi maupun UMKM setiap tahun cenderung mengalamin penurunan. Hal ini, dapat dilihat dari banyaknya UMKM dan koperasi yang tidak aktif bila dibandingkan dengan UMKM dan koperasi yang terdaftar. Hal lain yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut adalah masih rendahnya kualitas pelaku UMKM dan koperasi, untuk itu diperlukan pendampingan tenaga professional dan pendampingan pemerintah daerah.

2. Produksi pertanian

Potensi pertanian di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih besar. Sektor pertanian kehutanan dan perikanan merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 906,30 milyar pada tahun 2016 walaupun fluktuatif selama lima tahun ke belakang.

Berdasarkan tabel distribusi PDRB (tabel 2.28) dapat dilihat kontribusi sektor pertanian peternakan perburuan dan jasa pertanian pada tahun 2016 sebesar 47,11 persen. Bila dibandingkan lima tahun ke belakang pertumbuhan PDRB sektor pertanian kehutanan dan perikanan cenderung menurun. Hal ini membuktikan bahwa produksi pertanian belum optimal. Masih rendahnya produktifitas pertanian karena kualitas SDM petani yang masih rendah serta dukungan sarana dan prasarana yang belum memadai.

3. Produksi Perikanan

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara merupakan daerah yang potensial dalam perikanan baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Potensi perikanan budidaya dapat dilihat dari sisi potensi lahan perikanan tangkap di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara 295.610,31 Hektar pada Tahun 2017. Pemanfaatan potensi lahan budidaya belum maksimal bila dibandingkan dari potensi luas lahan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan capaian

8 | IV

produksi pada Tahun 2016 sebesar 4.956,44 Ton. Hal ini menunjukkan bahwa potensi perikanan tangkap dan budidaya di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara belum dikelola secara optimal.

Di bidang perikanan tangkap, belum adanya pelabuhan perikanan yang beroperasi sehingga menyulitkan untuk penerapan sistem rantai dingin dalam penanganan hasil perikanan. Keterampilan nelayan dalam mengakses teknologi menangkap ikan juga perlu ditingkatkan karena selama ini masih mengandalkan sistem penangkapan ikan secara tradisional atau berburu. Teknologi fishfinder dan alat bantu penangkapan ikan modern hanya bisa diterapkan pada kapal motor dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih dominan menggunakan perahu motor tempel 4. Pariwisata

Destinasi wisata di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara didukung oleh panjang garis pantai mencapai 153,07 km sehingga terdapat banyak spot wisata pantai disepanjang jalurnya. Dengan dukungan alam tersebut, sehingga dimungkinkan untuk dilakukan pengembangan-pengembangan kawasan wisata di Bolaang mongondow utara. Penetapan kawasan pantai batu pinagut menjadi destinasi wisata unggulan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, diharapkan mampu memberikan peluang bagi pengembangan kepariwisataan di Bolaang Mongondow Utara. Hal ini diperkuat dengan ditetapkannya kawasan wisata pantai batu pinagut sebagai salah satu kawasan strategis provinsi yang masuk dalam agenda wisata provinsi tiap tahunnya sehingga perlu mendapat perhatian dengan upaya pengembangan kawasan pariwisata baik itu sarana prasarana wisata maupun kapasitas pelaku pariwisata untuk dapat meningkatkan kunjungan wisata yang masih rendah.

5. Investasi

Realisasi investasi yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara prosentase pertumbuhannya cenderung mengalami penurunan walaupun nilai investasi dari tahun ke tahun selalu naik. Hal ini menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan adalah investasi yang sifatnya menambah modal bukan merupakan investasi baru sehingga mengalami penurunan secara persentase. Walaupun ditunjang dengan

9 | IV potensi investasi yang besar, namun kabupaten Bolaang Mongondow Utara belum didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana penunjang investasi, seperti : pasokan listrik yang belum memadai, tenaga kerja terampil serta potensi yang belum terpetakan. Disisi lain, kondisi perekonomian yang terus mengalami pertumbuhan, serta adanya komitmen pemerintah daerah dalam menciptaan iklim investasi yang kondusif merupakan jaminan investasi di Bolaang Mongondow Utara akan terus berkembang.

6. Produktivitas Tenaga Kerja

Masalah pokok ketenagakerjaan adalah produktivitas tenaga kerja yang masih rendah. Produktivitas tenaga kerja yang masih rendah diakibatkan tingkat pendidikan dan keterampilan. Berdasarkan struktur angkatan kerja Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terlihat bahwa angkatan kerja terbesar tingkat pendidikan sekolah dasar pada tahun 2016. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.

Analisis yang telah dilakukan membawa pada sebuah kesimpulan bahwa permasalahan inti yang dihadapi oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Utara adalah:

1. rendahnya pendapatan masyarakat, 2. produksi pertanian belum optimal, 3. produksi perikanan belum optimal, 4. rendahnya kunjungan wisata,

5. realisasi Investasi yang relatif rendah, dan 6. produktivitas tenaga kerja masih rendah.

Permasalahan inti tersebut di atas disebabkan oleh : 1. volume usaha, produksi, peluang kerja belum optimal, 2. kompetensi dan produktivitas tenaga kerja, dan

3. kerentanan dalam bidang sosial ekonomi

Hal ini berimplikasi secara langsung terhadap rendahnya pendapatan perkapita, tingginya kemiskinan dan pengangguran di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

10 | IV

4.1.4 Tata Kelola Pemerintahan

Kinerja pemerintahan yang masih bernilai C pada penilaian akuntabilitas SAKIP oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menunjukkan hasil yang cukup baik namun masih perlu peningkatan. Beberapa hal penyebab belum efektifnya kinerja pemerintah dapat dilihat dari beberapa kondisi yang masih ada. Diantaranya belum optimalnya kualitas perencanaan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor penyebab, diantaranya masih belum terpenuhinya kuantitas maupun kualitas SDM perencana pada semua OPD dan belum diterapkannya e-Planning dalam perencanaan pembangunan daerah.

Selain itu, pedoman teknis perencanaan dalam hal-hal tertentu belum dirumuskan, diantaranya penentuan pagu anggaran OPD dan penentuan bobot serta progres capaian fisik kinerja. Hal ini menimbulkan adanya multi tafsir dan kurangnya akurasi data kinerja. Selain itu permasalahan lain yang terjadi di fungsi perencanaan adalah belum tepatnya sasaran perencanaan untuk mampu menjawab permasalahan daerah.

Semua permasalahan dalam fungsi perencanaan di atas berimplikasi pada belum optimalnya kualitas perencanaan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja pemerintah daerah yang belum optimal.

Namun demikian, dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah memenuhi standar akuntansi pemerintahan terbukti mampu memperoleh WTP pada 2 tahun terakhir. Hal ini perlu dipertahankan melalui upaya tertib pengelolaan pendapatan, tertib pengelolaan belanja dan tertib pengelolaan asset daerah.

Pelaksanaan pengawasan pelaksanaan pembangunan daerah juga belum optimal. Indikasi permasalahan ini adalah adanya tren temuan pemeriksaan cenderung mengalami fluktuasi sepanjang 5 (lima) tahun terakhir. Hal ini dimungkinkan karena faktor implementasi Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) yang belum optimal. Dokumentasi atas praktik pengendalian intern perlu dilakukan dengan baik melibatkan seluruh unit organisasi dan efektivitas pengendalian

11 | IV perlu dievaluasi untuk memetakan penanganan atas kelemahan yang ada.

Keterbatasan pemahaman SDM atas urgensi SPIP dan implementasinya menjadi faktor penyebab permasalahan ini.

Hal ini ditunjang dengan kondisi SDM terbatas dengan beban tugas multitasking yang dialami oleh sebagian besar SKPD.

Ketidakseimbangan antara penambahan dengan pengurangan pegawai menjadi penyebab munculnya permasalahan ini. Pengadaan CPNS sebagai jalur utama dalam penambahan pegawai tidak efektif dikarenakan adanya kebijakan moratorium CPNS pada 4 tahun terakhir.

Penambahan pegawai yang dimungkinkan hanya melalui penerimaan mutasi pegawai dari luar daerah dan pengangkatan pegawai non PNS. Penerimaan mutasi dari luar daerah tidak bisa ditentukan targetnya karena Pemerintah Daerah yang sebatas pasif menerima secara selektif atas permohonan mutasi yang masuk. Sedangkan pengangkatan pegawai non PNS terkendala oleh belum adanya regulasi manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) sebagai salah satu kategori Aparatur Sipil Negara selain PNS.

Di sisi lain kualitas pegawai yang ada pun belum memenuhi semua standar syarat dalam menduduki jabatan. Hal itu terlihat dengan belum terpenuhinya kompetensi pejabat dalam hal unsur pemenuhan diklat kepemimpinan. Melihat kesenjangan yang ada dapat dipahami bahwa sangat dibutuhkan pemenuhan SDM sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mendukung tercapainya kinerja pemerintahan daerah.

Belum optimalnya kinerja pemerintah desa dalam mengimplementasikan Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 dan Peraturan pelaksanaannya, dimana dalam aturan tersebut mengamanatkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa berjalan dengan baik. Selama ini, masih dijumpai adanya ketidaksesuain/ketidaktepatan dalam penyusunan dan penetapan dokumen perencanaan RPJM Desa, RKP Desa, penetapan APB Desa serta pelaporan penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Hal ini disebabkan oleh karena masih kurangya pemahaman terhadap regulasi dan materi cara penyusunan dokumen perencanaan dan pengelolaan keuangan desa oleh aparatur desa. Hal ini mengakibatkan masih banyaknya temuan dari hasil pengawasan yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah desa.

12 | IV

Peningkatan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang efektif, efisien serta memuaskan dari pegawai pemerintah sebagai pelayan publik semakin populer. Hal ini terkait dengan perkembangan kebutuhan, dan harapan masyarakat yang terus bertambah. Salah satu instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat kualitas pelayanan publik adalah melalui Survei Kepuasan Masyarakat. Hasil survei menunjukkan bahwa pemberian pelayanan publik yang selama ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih belum optimal. Hal ini disebabkan belum terpenuhinya serta masih rendah kualitas sarana dan prasarana pelayanan, masih rendahnya kualitas SDM, belum tersedianya sistem pelayanan publik yang memadai serta belum optimalnya tingkat partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

4.1.5 Infrastruktur Wilayah

Infrastruktur memiliki peran yang luas dan mencakup berbagai konteks dalam pembangunan wilayah, baik dalam konteks fisik-lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, politik, dan konteks lainnya. Permasalahan infrastruktur di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara berkaitan dengan kualitas pelayanan infrastruktur yang tersedia dan kuantitas ketersediaan prasarana transportasi, jaringan irigasi, perumahan, air bersih, listrik dan teknologi telekomunikasi.

Kualitas transportasi jalan masih terbatas hal ini ditunjukkan dengan jalan kondisi baik pada tahun 2016 yang terdiri jalan kabupaten kondisi baik sebesar 44,68 persen.

Jumlah jembatan sebanyak 53 unit yang lebih banyak berada di daerah-daerah dengan tingkat kesulitan geografis. Kondisi jalan kabupaten dalam kondisi baik pada tahun 2016 sebesar 44,68 persen diharapkan akan meningkat pada tahun 2023 .

Sistem transportasi yang ada dimaksudkan untuk melayani mobilitas penduduk dan sumberdaya lainnya yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi. Interaksi antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa. Kondisi pelayanan transportasi belum optimal, disebabkan belum optimalnya terminal induk dan belum adanya moda transportasi dalam kota/perdesaan.

13 | IV Penyediaan prasarana sarana utilitas (air bersih, limbah dan persampahan) masih terbatas, ditunjukkan dengan pelayanan masih belum optimal karena keterbatasan sarana prasarana dan SDM, sedangkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk mengolah limbah tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) masih kurang.

Sarana prasarana gedung pemerintah (kantor PD) sampai dengan saat ini tersedia baru mencapai 86,04 persen, sedangkan beberapa sisanya direncanakan pada tahun anggaran 2019

Penyediaan fasilitas perlengkapan jalan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih belum optimal, hal ini ditunjukkan capaian pemenuhan Fasilitas Perlengkapan Jalan yang masih jauh di bawah target nasional yang ditetapkan Pemerintah Pusat melalui Standar Pelayanan Minimal bidang Perhubungan sebesar minimal 60 persen. Beberapa permasalahan infrastruktur tersebut mengakibatkan belum optimalnya infrastuktur kawasan.

4.1.6 Penataan Ruang

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, ada 4 (empat) aspek penyelenggaraan penataan ruang, yaitu: pengaturan tata ruang, pembinaan tata ruang, pelaksanaan tata ruang, dan pengawasan tata ruang. Dari keempat aspek penyelenggaraan penataan ruang tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu perencanaan tata ruang dan perwujudan rencana tata ruang atau kesesuaian pemanfaatan ruang. Permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan penataan ruang yakni belum optimalnya penyelenggaraan penataan ruang, hal tersebut terkait dengan 2 (dua) aspek yaitu aspek perencanaan tata ruang dan aspek pemanfaatan ruang. Permasalahan aspek perencanaan tata ruang meliputi:

1. RTRW yang ada belum mampu mengakomodir dinamika pembangunan;

2. Belum ditetapkannya Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi sebagaimana yang diamanatkan dalam perda RTRW;

3. Belum ditetapkannya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

14 | IV

4. Belum tersosialisasinya Rencana Tata Ruang yang ada kepada semua pihak yang berkepentingan; dan

5. Kurangnya personil teknis yang membidangi perencanaan tata ruang.

Selain itu Penyusunan RTRW dan RDTR memerlukan

Selain itu Penyusunan RTRW dan RDTR memerlukan