• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Aspek Fisiologi 1 Asimilasi Makanan

Dalam interaksi internal serangga-tanaman ada beberapa tahapan yang dilalui oleh serangga yaitu penemuan habitat inang, penemuan inang, pengenalan inang, penerimaan inang, dan kesesuaian inang (Kogan 1982, Scoonhoven 2005). Pada fase penemuan habitat inang dan penemuan inang, serangga memanfaatkan warna tanaman yang terdeteksi oleh mata (visual) serta senyawa kimia yang bersifat volatile yang terdeteksi oleh organ penciuman (antena). Setelah serangga melewati fase penemuan habitat inang dan inang, ada pertimbangan dalam memilih tanaman inang berupa stimulus sebagai nutrisi, racun, atau keberadaan metabolit sekunder (Schoonhoven 2005).

Pada serangga terdapat sistem kemoreseptor berupa gustatori dan olfaktori. Sistem gustatori terdiri dari 2 sensila stilokonika pada galea masing- masing maksila. Masing-masing sensila tersebut memiliki spesifikasi deteksi (air, garam, sukrosa, glukosa, inositol, dan senyawa kimia sekunder). Olfaktori terutama yang terdapat pada organ antena dan palpus maksila. Pada masing- masing antena terdapat 16 sel olfaktori, dan pada masing-masing palpus terdapat 19 sampai 24 sel olfaktori (Dethier 1970).

Informasi diterima oleh syaraf pusat dalam bentuk pesan dengan pola khusus. Setelah menerima impuls, sistem syaraf pusat akan memproses berbagai impuls tersebut dan memerintahkan organisme untuk menerima atau menolak suatu makanan. Input mungkin akan menyebabkan suatu spesies tanaman diterima dan lainnya ditolak. Atau bisa juga pada konsentrasi zat tertentu pada tanaman tertentu di terima dan pada konsentrasi lainnya di tolak. Formulasi B. javanica menunjukkan efek penghambatan makan mencapai 100% pada konsentrasi tinggi yaitu LC85, tetapi pada konsentrasi rendah yaitu LC5 justru menunjukkan efek perangsang makan (Lina et al. 2010).

Serangga kemudian memasuki tahap penerimaan inang sampai pada fase kesesuaian inang. Indikator yang menentukan kesesuaian serangga dengan inang tersebut antara lain nutrisi yang terkandung dalam tanaman inang berupa karbohidrat, protein, lemak dan asam amino. Faktor pembatas bagi serangga adalah keberadaan senyawa metabolit sekunder tanaman (Fraenkel 1969). Serangga juga membangun pertahanan terhadap metabolit sekunder tanaman berupa adaptasi biokimia terkait sistem pencernaan dan asimilasi makanan. Kategori nutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu makanan merupakan informasi yang berasal dari hasil pencernaan.

Schoonhoven (2005) menjelaskan bahwa kesesuaian serangga dengan tanaman inang akan mempengaruhi kebugaran serangga dan keturunannya. Semakin baik kualitas tanaman bagi serangga serta tercukupi kuantitasnya maka serangga akan mencapai kondisi optimal. Sebaliknya jika makanan tersebut tidak sesuai dalam arti bersifat antifeedant dan atau bersifat insektisida. Pada saat tidak ada pilihan maka serangga akan terpaksa memakan makanan yang tidak sesuai untuk bertahan hidup atau memutuskan tidak makan sama sekali. Keputusan yang diambil serangga akan menimbulkan konsekuensi berupa penghambatan pertumbuhan dan perkembangan bahkan kematian. Pengujian asimilasi makanan dengan metode gravimetri (Waldbauer 1968) dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak campuran terhadap asimilasi makanan oleh serangga C.

pavonana. Parameter yang diamati adalah Laju Konsumsi (LK), Laju Konsumsi

Relatif (LKR), Laju Pertumbuhan (LP), Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), Daya Cerna (DC), Efisiensi Konversi Makanan Dikonsumsi (EMK), dan Efisiensi Konversi Makanan Dicerna (EMC).

Fraenkel (1969) telah melakukan beberapa percobaan asimilasi makanan terhadap Prodenia eridania instar 5 pada beberapa spesies tanaman dari 7 famili yang berbeda yaitu Leguminosae, Malvaceae, Compositae, Serophulariaceae, Ulmaceae, Violaceae dan Solanaceae. Selanjutnya dijelaskan bahwa metabolit primer pada setiap tanaman hampir sama, yang membedakannya adalah metabolit sekunder tanaman. Keberadaan senyawa sekunder secara langsung mempengaruhi asimilasi makanan oleh serangga. Wiyantono et al. (2001) melaporkan bahwa fraksi diklorometana biji A. harmsiana mempengaruhi berbagai sifat biologi C.

pavonana termasuk menurunkan keperidian dan reproduksi telur imago betina.

Perlakuan fraksi tersebut secara kontak pada LD25 menurunkan laju pertumbuhan, efisiensi konversi makanan dikonsumsi, dan efisiensi konversi makanan dicerna larva instar ke-3 C. pavonana. Lina et al.(2006) melaporkan bahwa fraksi aktif A.

harmsiana yang dicampur pada pakan buatan pada LC10 dan LC25 menurunkan

laju pertumbuhan sebesar 33% dan 67% meskipun laju konsumsi tidak terpengaruh pada Spodoptera litura.

2.7.2 Aktivitas Enzim Detoksifikasi pada Serangga

Dethier (1970) menjelaskan adaptasi serangga untuk mengatasi toksin yang masuk ke dalam tubuhnya adalah dengan melakukan modifikasi metabolisme dengan enzim spesifik dan mekanisme detoksifikasi. Senyawa sekunder yang masuk melalui makanan ke dalam tubuh serangga akan didetoksifikasi melalui sistem adaptasi fisiologi dan enzim detoksifikasi (Scoonhoven 2005). Enzim detoksifikasi dalam sistem enzim adalah meningkatkan kelarutan suatu komponen asing (xenobiotic) dalam air sehingga mudah untuk membuangnya melalui sistem ekskresi. Proses detoksifikasi enzim tersebut dibagi oleh toksikolog menjadi dua bagian besar yaitu: fase 1 meliputi reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah senyawa asing menjadi senyawa molekul hidrofilik. Pada fase 2: terjadi konjugasi produk yang dihasilkan pada fase 1 dengan glukosa, gluthation, dan berbagai asam amino sehingga siap untuk dieksresikan.

Sebagian besar serangga herbivora menetralisir alelokimia tanaman melalui degradasi secara enzimatik. Enzim yang paling sering dipelajari dan efektif memetabolisme racun adalah sitokrom P450-monooksigenase yang disebut

juga polisubstrat monooksigenase (PSMOs) atau mixed-function oksidase (MFOs) (Dauterman et al. 1978). Genom setiap serangga membawa kurang lebih 100 gene P450. Hal ini menjelaskan keragaman pada struktur enzim P450 yang membentuk fungsi dasarnya pada banyak jalur metabolik. Sitokrom P450 pada saat berikatan dengan karbon-monoksida di mikrosom akan membetuk komplek tereduksi yang memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 450 nm. Sitokrom P450 menggunakan perbedaan koefisien ekstensi 91 cm-1mM-1 sedangkan sitokrom b5 pada kondisi direduksi menunjukkan pita pada 424 nm. Spektrum oksidasi versi reduksi dapat digunakan untuk menghitung jumlah sitokrom b5 menggunakan koefisien ekstinsi 184cm-1 mM-1 (Kranthi 2005).

Ketika serangga terpapar oleh racun, maka enzim detoksifikasi akan meningkat dalam hitungan menit. Fenomena ini disebut sebagai fenomena induksi, contohnya Peridroma saucia menunjukkan aktivitas P450 yang rendah saat dipelihara pada pakan buatan. Setelah makan pada daun peppermint aktivitasnya meningkat 45 kali lebih tinggi (Schoonhoven et al. 2005). Piperine yang berasal dari Famili Piperaceae menginduksi fase 1 (sitokrom b5, sitokrom P450) dan fase 2 (glutathione S-transferase GST, asam sulfohidril, melondialdehid MDA) enzim PSMO (Perry et al. 1998; Scoot et al. 2007). Perlakuan Drosophilla. melanogaster dengan ekstrak P. nigrum meningkatkan regulasi transkripsi sitokrom P450 pada fase I yaitu metabolism gen Cyp 6a8, Cyp 9b2, dan Cyp 12d1. Begitu juga dengan gluthathion-S-transferase pada fase II yaitu metabolisme gen Gst-S1 (Jensen et al.2006a).

Famili Piperaceae diketahui memiliki sifat sinergis jika dicampurkan dengan ekstrak lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa lignan yang mengandung gugus metilendioksifenil yang dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom P450, yang dapat menurunkan daya racun senyawa asing termasuk insektisida (Metcalf 1967; Bernard et al. 1989). Menurut Bernard et al. (1990) dilapiol yang berasal dari P. aduncum dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom P450 dalam sediaan mikrosom sel-sel saluran pencernaan larva penggerek batang jagung O. nubilalis. Oleh karena itu, ekstrak P. aduncum yang mengandung dilapiol berpotensi sinergis bila dicampurkan dengan ekstrak tumbuhan lain. Sifat sinergis ini sangat menguntungkan untuk pengembangan insektisida nabati sebagai alternatif pengendalian di masa yang akan datang. Pencampurannya dengan ekstrak lain akan dapat meningkatkan bioaktivitas senyawa tanaman terhadap serangga target.