• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.7 Asumsi-asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Proses produksi berjalan secara normal.

2. Jarak antara lokasi pabrik dan distributor diambil dari jarak yang terdekat dengan menggunakan Google Map.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penelitian terdahulu yang pernah dilakukan berkaitan dengan pengukuran atau analisis dampak lingkungan dengan menggunakan Life-Cycle Assessment (LCA), serta dasar teori yang berhubungan dan dapat mendukung penelitian ini.

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan salah satu jenis referensi yang dapat memberikan pemahaman tentang konsep yang sesuai dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang menjadi bahan referensi dapat dilihat pada Tabel 2.1. Deskripsi penelitian terdahulu yang berkaitan dengan metode Life-Cycle Assessment (LCA) adalah sebagai berikut:

1. Hidayat, arif (2015) pada penelitian mengenai analisis dampak lingkungan pada produksi kantong plastik di PT. Flamboyan Jaya Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak lingkungan dari proses produksi dan distribusi produk kantong plastik dan juga mencari alternatif pengurangan dampak lingkungan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Life-Cycle Assessment (LCA) untuk mengetahui dampak lingkungan yang terjadi dan juga dibuat UKL dan UPL untuk menganalisis hal-hal yang tidak dapat dinilai oleh software.

2. Wulandari (2008) melakukan penelitian berjudul “Life Cycle Assessment (LCA) Kemasan Botol PET (Polyethylena Terephtalate) dan Botol Gelas”. Penelitian ini dilakukan di salah satu perusahaan manufaktur penghasil minuman teh. Hasil yang didapatkan pada perbandingan analisis inventori dan dampak lingkungan, kemasan botol PET lebih baik dibandingkan dengan kemasan botol gelas. Namun disisi lain, kemasan botol PET memiliki kelemahan yaitu hanya dapat digunakan satu kali pemakaian, sedangkan botol gelas dapat digunakan kembali minimal 20 kali pemakaian. Berdasarkan Life Cycle Assessment (LCA) dapat disimpulkan bahwa kemasan botol gelas lebih baik terhadap lingkungan dibandingkan kemasan botol PET.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini:

7

Tabel 2.1

Penelitian terdahulu 1

Peneliti Objek penelitian Metode Hasil

Hidayat, arif (2015) Dampak lingkungan pada proses produksi kantong plastik

LCA 1. Dampak terbesar ditimbulkan oleh proses distribusi produk 3,18 kPt dan dampak lingkungan terbesar dari proses produksi adalah human toxicity soil 1,78 kPt.

2. Rata-rata dampak terbesar yang ditimbulkan tiap proses terjadi pada kategori global warming, human toxicity water, dan hazardous waste

Wulandari (2008) Industri kemasan botol PET dan botol gelas

LCA Kemasan botol gelas lebih baik terhadap lingkungan daripada kemasan botol PET karena dapat digunakan sebanyak 20 kali. dalam hal lingkungan daripada pembakaran untuk energi recovery yang memiliki beban lingkungan yang lebih besar.

Selain itu strategi desain disimpulkan yaitu untuk mengurangi jumlah jenis plastik yang digunakan dalam proses manufaktur pembuatan TV set.

3. Dodbiba (2008) melakukan penelitian dengan judul “The recycling of plastic wastes from discarded TV sets: comparing energy recovery with mechanical recycling in the context of life cycle assessment”. Dalam penelitian ini dihadapkan pada dua pilihan penanganan, yaitu pemulihan energi dan daur ulang mekanik limbah plastik dari TV set yang dibuang, serta dibandingkan dalam konteks dari metodologi Life Cycle Assessment (LCA). Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan parameter sistem yang memiliki pengaruh kuat pada hasil dari LCA dalam rangka untuk menemukan cara-cara untuk menurunkan dampak lingkungan dan menyarankan strategi untuk desain TV. Temuan utama dari studi ini adalah bahwa daur ulang mekanik dari plastik adalah pilihan penanganan yang lebih menarik dalam hal lingkungan daripada insinerasi untuk pemulihan energi yang menghasilkan dampak lingkungan yang lebih

besar. Akhirnya, berdasarkan hasil analisis sensitivitas, strategi desain yang disarankan yaitu dengan mengurangi jumlah jenis plastik yang digunakan dalam proses pembuatan TV.

2.2 Plastik

Plastik merupakan bahan baru yang semakin berkembang. Dewasa ini, plastik banyak digunakan untuk berbagai macam bahan dasar. Penggunaan plastik dapat dipakai sebagai bahan pengemas, konstruksi, elektroteknik, automotif, mebel, pertanian, peralatan rumah tangga, bahan pesawat, kapal mainan dan lain sebagainya. Penggunaan plastik di berbagai bidang seperti di atas didasarkan pada alasan bahwa bahan plastik mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan lain antara lain, seperti tidak mudah berkarat, kuat, tidak mudah pecah, ringan, dan elastis.

Ada beberapa proses yang terjadi pada industri plastik, yaitu bahan dasar biji plastik mengalami pemanasan, kemudian dikirim ke tempat pembentukan. Pembentukan bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain: pencetakan, pengepresan, dan pembentukan dengan pemanasan atau dengan vakum. Setelah mengalami pembentukan, selanjutnya dilakukan proses pendinginan. Proses ini bertujuan agar plastik yang sudah terbentuk tidak mengalami perubahan bentuk lagi.

2.2.1 Jenis Plastik

Secara umum plastik dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu : 1. Thermo halus

Thermo halus adalah plastik yang mempunyai sifat apabila dipanaskan akan menjadi halus. Jenis plastik ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena sifat plastik ini mudah dibentuk sesuai keinginan konsumen.

2. Thermo kasar

Thermo kasar adalah plastik yang mempunyai sifat apabila dipanaskan akan menjadi keras dan tidak akan menjadi lunak. Jenis plastik ini sering digunakan pada industri-industri besar dan juga digunakan pada pesawat ruang angkasa.

Selain pengelompokkan plastik seperti di atas, plastik secara komersial dikenal dengan berbagai macam nama. Menurut Ahvenainen (2003) Penamaan ini dibuat berdasarkan bahan penyusunnya yaitu:

1. Polyethylene Terephthalate (PET atau PETE)

Bahan ini berwarna bening dan tembus pandang, biasanya digunakan sebagai kemasan minuman, minyak goreng, sambal, dan sebagainya. Plastik jenis ini direkomendasikan hanya untuk sekali pakai saja.

2. High Density Polyethylene (HDPE)

HDPE digunakan sebagai bahan pembuatan botol susu atau jus yang berwarna putih, galon air minum, plastik belanja, dan sebagainya. Bahan ini memiliki sifat bahan yang keras.

3. Polyethylene (PVC atau V)

PVC digunakan dalam pembuatan botol deterjen, botol sabun, botol shampo, pipa saluran, dan sebagainya.

4. Low Density Polyethylene (LDPE)

LDPE sering digunakan sebagai kantong belanja, plastik kemasan, pembungkus makan segar, dan botol-botol lembek. Bahan ini memiliki daya resistensi atau perlindungan yang baik terhadap reaksi kimia.

5. Polypropylene (PP)

Polypropylene digunakan dalam pembuatan botol minuman, kotak makanan, dan wadah penyimpanan makanan lainnya yang dapat dipakai berulang-ulang.

6. Polystyrene (PS)

Jenis plastik ini digunakan sebagai bahan pembuatan styrofoam, wadah makanan beku dan siap saji, piring, garpu, dan sendok plastik.

7. Other (O)

Terdapat 4 jenis plastik yang tergolong jenis Other, antara lain: Styrene Acrylonitrile (SAN), Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS), Polycarbonate (PC), dan Nylon.

2.3. Recycle Plastik

Recycle adalah istilah yang mencakup banyak bidang proses, tapi terlalu luas untuk digunakan dengan dirinya sendiri. Beberapa contoh metode dari proses ini adalah pemisahan, primer, tersier dan kuaterner. Banyak negara-negara berkembang yang menggunakan recycle dan reuse untuk mengurangi limbah dan menjadi lebih sustainable.

Polusi dari recycle muncul sebagai isu masa depan pembangunan dan dampak lingkungan.

Reuse adalah cara pasti untuk menjaga produk plastik dalam siklus dan menghindari pemborosan. Rumah sakit misalnya, yang beralih ke sterilizable polyvinyl chloride sementara mereka memiliki banyak sampah berbasis Polyethylene (PVC) yang biasanya

dibakar di tempat atau dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) barang-barang berbahaya khusus.

Banyak penelitian yang masih dalam proses dan telah menciptakan beberapa bahan plastik yang bisa disterilkan tanpa harus membuang plastik. Inisiatif seperti ini, terutama dalam contoh ini dari lembaga-lembaga besar dapat sangat mengurangi dan menghindari pemborosan. Di beberapa bagian negara Amerika Serikat dan Kanada memiliki Blue Box yaitu layanan pengambilan sampah di rumah yang mirip dengan truk sampah yang ditemukan di banyak negara-negara maju. Di rumah orang-orang mengumpulkan plastik mereka yang termasuk dalam pedoman yang diatur untuk pemrosesan dan reuse di daerah masing-masing (Heinberg, 2005).

2.3.1 Langkah-langkah recycle plastik

Berikut adalah langkah-langkah recycle plastik secara umum menurut Randall (1986) yaitu:

1. Pengumpulan

Plastik dikumpulkan dari rumah-rumah untuk di daur ulang. Botol Polyethylene (PET) dan High Density Polyethylene (HDPE) adalah plastik yang paling umum dikumpulkan.

2. Pemilihan

Plastik yang sudah dikumpulkan kemudian dipilih berdasarkan jenis plastik. Pemilihan dapat dilakukan secara manual atau dengan sistem otomatis. Penggunaan sistem pemilihan otomatis berkembang pesat. Sistem ini meningatkan efisiensi dan kualitas, mengurangi biaya dari daur ulang plastik. Pemilihan plastik dan pemisahan harus mengikuti persyaratan yang diperlukan karena plastik yang tercampur dapat mempengaruhi kualitas serpihan dan biji plastik yang dihasilkan.

3. Pencucian

Pencucian bisa menggunakan air, namun ada juga yang menggunakan air dan deterjen maupun zat kimia lainnya untuk membersihkan plastik. Setelah dicuci, deterjen dan zat kimia lainnya harus dihilangkan juga dari plastik tersebut.

4. Pengeringan

Serpihan plastik harus kering, mesin pengering menggunakan udara panas untuk menghilangkan kelembaban dari serpihan plastik. Semua sterilisasi harus dihapus untuk memastikan kualitas dan kemurnian.

5. Reklamasi

Setelah serpihan plastik menjadi kering, serpihan plastik meleleh dan plastik dikonversi menjadi pelet. Sebagian besar produk seperti botol dan produk rumah tangga dapat dibuat dari serpihan plastik atau pellet.

6. Akhir penggunaan

Serpihan plastik dan pelet dapat digunakan untuk menghasilkan produk plastik baru seperti botol.

2.4 Life-Cycle Assessment (LCA)

ISO 14040 mendefinisikan LCA sebagai kumpulan dan evaluasi dari input dan output serta potensi dampak lingkungan dari siklus hidup sebuah sistem produk. Menurut Curran (1996) LCA adalah suatu metode pengukuran dampak suatu produk tertentu terhadap ekosistem yang dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengukur, menganalisis, dan menakar besarnya konsumsi energi, bahan baku, emisi serta faktor-faktor lainnya yang berkaitan dengan produk tersebut sepanjang siklus hidupnya. LCA merupakan suatu tujuan dari proses yang digunakan untuk mengevaluasi beban lingkungan yang berhubungan dengan produk, dan proses atau aktivitas produksinya. LCA dilengkapi dengan identifikasi serta kuantifikasi energi dan penggunaan bahan dan juga pelepasan ke lingkungan.

Penggunaan LCA juga dapat diterapkan pada strategi bisnis perusahaan agar menghasilkan produk-produk yang ramah lingkungan (green product) dan melalui proses-proses yang bersih (clean production). LCA tidak harus mencakup keseluruhan daur hidup produk, mulai dari bahan mentah, proses, distribusi sampai pada pembuangan produk.

LCA dapat juga dilakukan di bagian-bagian tertentu dalam daur hidup yang dianggap memiliki dampak paling besar terhadap lingkungan.

LCA dapat diterapkan dalam pengembangan strategis dan pemasaran produk.

Metodologi LCA telah dikembangkan secara ekstensif selama dekade terakhir ini. Selain itu, sejumlah standar yang terkait LCA (ISO 14040-14043) dan laporan teknis telah diterbitkan dalam ISO untuk merampingkan metodologi tersebut (Curran, 1996).

LCA dapat digunakan untuk membantu strategi bisnis dalam pembuatan keputusan, untuk peningkatan kualitas produk dan proses, untuk menetapkan kriteria eco-labelling, dan untuk mempelajari aspek lingkungan dari suatu produk. Elemen utama dari LCA antara lain:

1. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan semua bahan yang terlibat, misalnya energi dan bahan baku yang dikonsumsi, emisi dan limbah yang dihasilkan.

2. Mengevaluasi dampak yang potensial dari bahan-bahan tersebut terhadap lingkungan.

3. Mengkaji beberapa pilihan yang ada untuk menurunkan dampak tersebut.

Konsep dasar dari LCA didasarkan pada pemikiran bahwa suatu sistem industri tidak lepas kaitannya dengan lingkungan tempat industri itu berada. Dalam suatu sistem industri terdapat input dan output. Input dalam sistem adalah material-material yang diambil dari lingkungan dan outputnya akan dibuang ke lingkungan kembali. Input dan output dari sistem industri ini tentu saja akan memberikan dampak terhadap lingkungan. Pengambilan material (input) yang berlebihan akan menyebabkan semakin berkurangnya persediaan material, sedangkan hasil keluaran dari sistem industri yang bisa berupa limbah (padat, cair, gas) akan banyak memberi dampak negatif terhadap lingkungan.

Tujuan LCA adalah untuk membandingkan semua kemungkinan kerusakan lingkungan yang dapat diakibatkan dari suatu produk maupun proses, agar dapat dipilih produk maupun proses yang mempunyai dampak paling minimum.

Salah satu manfaat yang diperoleh dalam penerapan metode Life Cycle Assessment adalah membantu perusahaan untuk mengerti dampak lingkugan dari keseluruhan operasinya, barang dan jasa yang kemudian digunakan untuk mengidentifikasi peluang perbaikan proses di perusahaannya (Lewis and Demmers, 1996)

Badan internasional yang menaungi LCA adalah ISO. ISO (International Organization for Standardization) adalah organisasi swasta di seluruh dunia, termasuk badan-badan nasional dari kedua negara industri dan berkembang, yang bertujuan untuk membakukan berbagai macam produk dan kegiatan. Salah satu kegiatan utamanya adalah pengembangan dari seri 9000 standar, yang ditujukan untuk integrasi aspek kualitas dalam praktek bisnis.

ISO 14000 adalah serangkaian standar ISO termasuk standar 14001 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Sistem, serta serangkaian standar yang berkaitan dengan LCA (seri 14040). Kegiatan ISO ini dimulai pada tahun 1994 dan bertujuan untuk menghasilkan seri pertama standar LCA. Perkembangan LCA dalam ISO bisa dilihat pada Tabel 2.2.Sumber:

EPA (1993) Tabel 2.2

Dokumen ISO pada LCA

Number Type Title Year

14040 International standard Principle and framework 1996, 2006 14041 International standard Goal and scope definition and

inventory analysis

19981

Number Type Title Year 14042 International standard Life cycle impact assessment 20001 14043 International standard Life cycle interpretations 20001 14044 International standard Requirements and guidelines 20061 14047 Technical report Examples of application of ISO

14042

2003

14048 Technical report Data documentation format 2001

14049 Technical report Examples of application of ISO 14041

2000

1Updated in 2006 and merged into 14044

2Replaces 14041, 14042, and 14043 Sumber: Curran (2012:16)

Badan internasional ketiga dibidang LCA adalah UNEP (United Nations Environmental Programme), yang direpresentasi oleh Departemen Teknologi, Industri dan Ekonomi di Paris. Fokus UNEP terutama pada penerapan LCA, khususnya di negara-negara berkembang. Kontribusi penting dari UNEP adalah publikasi pada tahun 1996 dari user-friendly panduan untuk LCA, yang berjudul “Life Cycle Assessment: What it is, and what to do about it.” Publikasi kedua yaitu “Towards Global Use of Life Cycle Assessment”, yang diterbitkan pada tahun 1999. Selain itu, serangkaian karya internasional yang berhubungan dengan berbagai aspek LCA sedang diselenggarakan oleh Environmental Protection Agency AS (US-EPA) dan CML di Belanda, di bawah naungan UNEP. SETAC dan UNEP kini bekerja beroperasi di tugas baru yang besar, mengenai identifikasi praktik terbaik yang tersedia di bidang penilaian siklus hidup, atas prakarsa kelompok kerja SETAC Eropa. Tugas ini melibatkan identifikasi praktik terbaik yang tersedia dalam membangun database untuk tahap persediaan siklus hidup, dan daftar kategori dampak lingkungan dan faktor yang menyertainya untuk mengatasi kategori dampak tersebut.

1.4.1 Stage Amatan Life-Cycle Assessment

Tahapan siklus hidup yang umum menurut EPA (1993) dapat dilihat pada gambar 2.4 yang terdiri dari raw material acquisition, manufacturing, use/reuse/maintenance, dan recycle/waste management. Penjelasan dari setiap stage sebagai berikut:

a. Material acquisition

Siklus hidup produk dimulai dengan pengambilan/penambangan bahan baku dan sumber energi dari bumi. Misalnya, pemanenan pohon atau tambang bahan terbarukan akan dianggap bahan baku akuisisi. Transportasi bahan-bahan tersebut dari sudut akuisisi ke titik pengolahan juga termasuk dalam tahap ini.

b. Manufacturing

Selama tahap manufaktur, bahan baku diubah menjadi produk atau kemasan. Produk atau kemasan tersebut kemudian dikirim ke konsumen. Tahap manufaktur terdiri dari tiga langkah: bahan baku, fabrikasi produk, dan distribusi.

1. Materials Manufacture - Langkah pembuatan material melibatkan kegiatan yang mengubah bahan mentah menjadi bentuk yang dapat digunakan untuk membuat produk jadi.

2. Product Fabrication - Langkah fabrikasi produk mengambil bahan diproduksi dan mengolahnya menjadi produk yang siap untuk diisi atau dikemas.

3. Filling/Packaging/Distribution - Langkah ini adalah langkah terakhir produk dan mempersiapkan mereka untuk pengiriman. Ini mencakup semua manufaktur dan transportasi kegiatan yang diperlukan untuk mengisi, paket, dan mendistribusikan produk jadi. Produk diangkut baik untuk gerai ritel atau langsung ke konsumen.

Tahap ini menyumbang dampak lingkungan yang disebabkan oleh moda transportasi, seperti truk dan pengiriman.

c. Use / Reuse / Maintenance

Tahap ini melibatkan konsumen yang sedang menggunakan, penggunaan kembali, dan pemeliharaan produk. Setelah produk didistribusikan ke konsumen, semua kegiatan yang berhubungan dengan masa manfaat produk yang termasuk dalam tahap ini. Ini termasuk kebutuhan energi dan limbah lingkungan dari kedua penyimpanan produk dan konsumsi.

Produk atau materi mungkin perlu direkondisi, diperbaiki atau dilayani sehingga akan mempertahankan kinerjanya. Ketika konsumen tidak lagi membutuhkan produk, produk akan didaur ulang atau dibuang.

d. Recycle / Waste Management

Tahap Recycle / Waste Management meliputi kebutuhan energi dan limbah lingkungan yang terkait dengan disposisi produk atau material.

Gambar 2.1 Life Cycle Stages

1.4.2 Ruang Lingkup Life-Cycle Assessment

Ruang lingkup pada LCA dapat dibagi menjadi empat macam ruang lingkup yaitu cradle to grave, cradle to gate, gate to gate, cradle to cradle (Putri, 2014:18).

1. Cradle to grave, ruang lingkup pada bagian ini dilakukan secara keseluruhan mulai dari pengambilan raw material dari bumi untuk pembuatan produk dan berakhir pada titik dimana seluruh material kembali ke bumi.

2. Cradle to gate, ruang lingkup pada sebagian siklus hidup produk mulai dari ekstrasi sumber daya (cradle) sampai gerbang perusahaan (gate) yaitu sebelum produk didistribusikan ke konsumen. Pada lingkup ini fase kegunaan (use) dan pembuangan (disposal) dari produk dihilangkan.

3. Gate to gate merupakan ruang lingkup yang terpendek yaitu hanya menilai pada proses yang memiliki nilai tambah dalam aliran proses.

4. Cradle to cradle merupakan bagian dari analisis daur hidup yang menunjukkan ruang lingkup dari raw material sampai pada daur ulang material.

Gambar 2.2 Ruang Lingkup LCA Sumber: Hermawan (2013:4)

1.4.3 Langkah-langkah Life-Cycle Assessment

Metodologi pembuatan LCA yang mengacu pada ISO 14040 terdiri dari 4 tahap seperti gambar 2.3 yaitu:

Gambar 2.3 Kerangka metodologis umum untuk LCA (ISO 14040) Sumber: Curran (2012:16)

1. Goal and Scope Life-Cycle Assessment

Definisi Goal and Scoping adalah tahap proses LCA yang mendefinisikan tujuan dan metode termasuk siklus hidup dampak lingkungan ke dalam proses pengambilan keputusan. Pada tahap ini, hal-hal berikut harus ditentukan: jenis informasi yang diperlukan untuk menambah nilai proses pengambilan keputusan, seberapa akurat hasilnya harus untuk menambah nilai, dan bagaimana hasilnya harus ditafsirkan dan ditampilkan untuk bermakna dan bermanfaat (Curran, 2006:7).

Proses LCA dapat digunakan untuk menentukan potensi dampak lingkungan dari setiap produk, proses, atau jasa. Definisi Tujuan dan scoping dari proyek LCA akan menentukan waktu dan sumber daya yang dibutuhkan. Tujuan dan ruang lingkup yang ditetapkan akan memandu seluruh proses untuk memastikan bahwa hasil yang paling berarti diperoleh. Setiap keputusan yang dibuat untuk seluruh definisi tujuan dan dampak fase scoping baik bagaimana penelitian akan dilakukan, atau relevansi hasil akhir. Bagian berikut mengidentifikasi keputusan yang harus dibuat pada awal studi LCA dan dampak dari keputusan ini pada proses LCA. Enam keputusan dasar berikut harus dilakukan pada awal proses LCA untuk membuat penggunaan efektif waktu dan sumber daya:

a. Tentukan tujuan proyek

b. Tentukan apa jenis informasi diperlukan untuk menginformasikan pengambil keputusan

c. Tentukan yang diperlukan secara spesifik

d. Tentukan bagaimana data harus terorganisir dan hasil ditampilkan e. Tentukan lingkup studi

f. Tentukan dasar aturan pertunjukan kerja 2. Life-Cycle Inventory (LCI)

Life-Cycle Inventory (LCI) adalah proses menghitung energi dan kebutuhan bahan baku, emisi atmosfer, emisi yang ditularkan melalui air, limbah padat, dan lainnya untuk seluruh siklus hidup produk, proses, atau kegiatan (Curran, 2006:19).

Pada tahap Life-Cycle Inventory di LCA, semua data yang relevan dikumpulkan dan terorganisir. Tanpa LCI, tidak ada dasar untuk mengevaluasi dampak lingkungan komparatif atau perbaikan potensial. Tingkat akurasi dan detail dari data yang dikumpulkan tercermin di seluruh sisa proses LCA.

Analisis persediaan siklus hidup dapat digunakan dalam berbagai cara. Mereka dapat membantu organisasi dalam membandingkan produk atau proses dan mempertimbangkan faktor lingkungan dalam pemilihan material. Selain itu, analisis persediaan dapat digunakan dalam pembuatan kebijakan, dengan membantu pemerintah mengembangkan peraturan mengenai penggunaan sumber daya dan emisi lingkungan.

Hasil dari LCI yaitu sebuah analisis persediaan menghasilkan daftar yang berisi jumlah polutan dilepaskan ke lingkungan dan jumlah energi dan materi yang dikonsumsi.

Hasilnya dapat dipisahkan dengan tahap siklus hidup, media (udara, air, dan tanah), proses yang spesifik, atau kombinasi keduanya.

Dalam dokumen EPA (1995), menyediakan kerangka kerja untuk melakukan analisis persediaan dan menilai kualitas data yang digunakan dan hasil. Dokumen tersebut mendefinisikan empat langkah LCI berikut:

a. Mengembangkan diagram alir dari proses yang sedang dievaluasi.

b. Mengembangkan rencana pengumpulan data.

c. Kumpulkan data.

d. Mengevaluasi dan melaporkan hasil.

3. Life-Cycle Impact Assessment (LCIA)

Tahap Life-Cycle Impact Assessment (LCIA) dari LCA adalah evaluasi potensi kesehatan manusia dan dampak lingkungan dari input dan output selama LCI. Penilaian dampak harus membahas efek kesehatan lingkungan dan manusia dan juga harus mengatasi penipisan sumber daya alam. Sebuah penilaian dampak siklus hidup berusaha untuk membangun hubungan antara produk atau proses dan dampak lingkungan potensial.

Sebagai contoh, apa saja dampak dari 9.000 ton karbon dioksida atau 5.000 ton emisi metana dilepaskan ke atmosfer? Mana yang paling buruk? Apa dampak potensial terhadap asap? Pada pemanasan global? (Curran, 2006:46)

Sebagai contoh, apa saja dampak dari 9.000 ton karbon dioksida atau 5.000 ton emisi metana dilepaskan ke atmosfer? Mana yang paling buruk? Apa dampak potensial terhadap asap? Pada pemanasan global? (Curran, 2006:46)

Dokumen terkait