• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Faktor yang Berhubungan dengan Kebugaran Mahasiswa Program Studi Kesehatan

3. Asupan Zat Gizi

a. Asupan Karbohidrat

Asupan karbohidrat memiliki pengaruh terhadap kebugaran seseorang. Hal ini berkaitan dengan fungsi karbohidrat dalam tubuh yaitu senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen yang tersimpan didalam otot dan hati serta dapat diubah dengan cepat ketika tubuh membutuhkan energi (Wilkins, 2007). Pada saat melakukan aktivitas, karbohidrat menjadi sumber energi utama dalam proses pembakar glukosa menjadi tenaga. Tubuh menyuplai glukosa yang berasal dari hati dalam bentuk glikogen kedalam otot (BoyledanLong, 2010). Jika energi yang terbentuk hanya digunakan sebagian untuk melakukan aktivitas fisik, maka kelebihannya disimpan dalam bentuk glikogen di hati (70g), otot (20g) dan jaringan lemak cadangan. Semakin lama durasi, intensitas dan frekuensi aktivitas atau olahraga, semakin besar tubuh membutuhkan suplai glukosa.

Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki asupan karbohidrat yang cukup. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa perempuan memiliki rata-rata asupan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan oleh konsumsi cemilan perempuan yang cenderung berbahan dasar karbohidrat lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan kebugaran pada mahasiswa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan terhadap 64 karyawan Indocement di Bogor menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan protein dengan kebugaran (p >0,05). Hasil yang tidak signifikan kemungkinan karena terdapatnya faktor lain yang

lebih mempengaruhi nilai VO2maks subjek seperti faktor genetika serta konsumsi pangan pada masa lampau yang tidak diukur dalam penelitian (Kharisma TamimidanRimbawan, 2015). Hasil sejalan juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Sugiarsi (2012), yaitu terdapat 28.3 % ibu PKK yang tidak bugar akibat asupan karbohidrat yang tidak cukup. Hal ini dapat terjadi karena karbohidrat berfungsi pada proses metabolik dari anabolisme dan katabolisme menjaga persediaan karbohidrat tubuh, memastikan persediaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dan fungsi senyawa penting lainnya(Sugiarsi, 2012). Fungsi lain dari karbohidrat diantaranya sebagai penghemat protein selama proses produksi energi, membantu dalam pembakaran lemak, sumber energi, membantu fungsi usus, membantu serta proses absorpsi kalsium (Wilkins, 2007).

Peneliti melakukan kategorisasi untuk variabel asupan karbohidrat berdasarkan kurang dan cukup dari angka kecukupan gizi. Diperoleh hasil yang berbeda dari uji hubungan sebelumnya, yakni diketahui adanya hubungan antara asupan karbohidrat dengan kebugaran berdasarkan uji Mann Whitney. Sehingga saran untuk peneliti selanjutnya, untuk perhitungan asupan zat gizi speperti karbohidrat dapat dilakukan dengan melakukan kategorisasi pada variabel tersebut yang kemudian dihubungkan dengan variabel independennya. Hal ini dapat terjadi karena data asupan tidak terdistribusi normal yang menyebabkan perbedaan hasil hubungan dari kedua jenis data asupan karbohidrat (numerik dan kategorik).Hasil penelitian ini sejalan dengan uji korelasi Pearsonyang dilakukan Ferry dkk (2014) menunjukkan bahwa pola konsumsi karbohidrat berhubungan signifikan dengan kebugaran cardioespiratory atlet sepakbola PERSIBA Bantul degan korelasi positif, yang

berarti semakin besar asupan karbohidrat, maka kabugaran kardiorespirasi atlet akan semakin baik, dan sebaliknya. Nilai r = 0,175 menunjukkan bahwa pola konsumsi karbohidrat memberikan kontribusi sebesar 17,5% terhadap kesegaran kardiorespirasi (Fery Lusviana Widiany dkk., 2014).

Intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kebugaran mahasiswa melalui intervensi asupan diet karbohidrat selama delapan minggu yang diikuti penurunan asupan karbohidrat sesuai dengan kebutuhan harian individu tersebut. Intervensi ini berhasil meningkatkan kebugaran seperti yang dikemukakan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Anam dkk (2010) pada anak obesitas dan kaitannya dengan kebugaran.

b. Asupan Protein

Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pengganti sel tubuh yang rusak, dan sebagai katalisator. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002). Protein juga memiliki fungsi secara fisiologis dalam membantu mengoptimalkan performa kebugaran. Sebuah penelitian menyatakan asam amino berfungsi dalam membangun dinding sel, jaringan otot, hormon, enzim dan berbagai molekul lainnya. Darah akan membawa protein untuk pembentukan albumin dalam menahan tenaga, kemudian fibrinogen untuk pengumpulan dan hemoglobin. Latihan kebugaran akan menghasilkan protein enzim untuk latihan aerobik dan protein yang berkontraksi untuk tenaga pada saat latihan (Sharkey J. Brian, 2013). Sehingga, dari penjelasan tersebut diketahui bahwa protein memiliki hubungan yang tidak langsung terhadap kebugaran seseorang.

Teori tersebut didukung dengan hasil penelitian ini yaitu sebagian besar mahasiswa memiliki asupan protein yang cukup. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa perempuan memiliki rata-rata asupan protein lebih tinggi dibandingkan laki-laki serta tidak ditemukannya hubungan antara asupan protein dengan kebugaran pada mahasiswa. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa otot tidak menanggapi kelebihan protein dengan hanya menerimanya karena cara untuk membuat sel-sel otot tumbuh adalah untuk membuat otot bekerja (Williams, 2002). Otot akan merespon dengan mengambil nutrisi termasuk asam sehingga otot tersebut dapat tumbuh. Sehingga, kelebihan protein justru menurunkan kebugaran seseorang.

Seperti halnya hasil uji korelasi penelitian, teori tersebut didukung dengan sebuah penelitian yang dilakukan pada 80 anak dan remaja di Georgia, AS diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dan kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) dengan pola hubungan negatif, yakni semakin tinggi asupan protein maka kebugaran responden tersebut akan semakin rendah (Bernard Gutin dkk., 2002). Penelitian lain yang juga mendukung hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat 3,3% ibu PKK yang tidak bugar akibat asupan protein yang tidak cukup (Sugiarsi, 2012). Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan kebugaran pada pekerja Indocement di Bogor (p>0,05) (Kharisma TamimidanRimbawan, 2015). Penelitian yang juga sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Anam dkk (2010) yang menunjukkan bahwa asupan protein tidak mempengaruhi daya tahan jantung dan paru dengan nilai p= 0,461. Penelitian lain juga mendapatkan hasil yang sama, yakni konsumsi protein

tidak berhubungan dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul (p-value = 0,378) (Fery Lusviana Widiany dkk., 2014).

Intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kebugaran mahasiswa melalui intervensi asupan diet protein selama delapan minggu yang diikuti penurunan asupan penurunan sesuai dengan kebutuhan harian individu tersebut. Intervensi ini berhasil meningkatkan kebugaran seperti yang dikemukakan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Anam dkk (2010) pada anak obesitas dan kaitannya dengan kebugaran.

c. Asupan Lemak

Lemak merupakan penghasil energi terbesar yaitu dua kali lebih besar dibanding energi yang dihasilkan oleh karbohidrat maupun protein. Lemak akan berperan sebagai sumber energi untuk cabang olahraga dengan intensitas latihan sedang dalam waktu yang lama. Lemak tidak banyak digunakan sebagai bahan bakar untuk latihan minimal selama 20menit pertama dan tidak digunakan sebagai bahan bakar utama sampai setelah 2jam. Semakin moderat intensitas latihannya seperti : jogging, menari aerobik, serta semakin lama durasinya, maka semakin besar lemak yang digunakan untuk bahan bakar. Sedangkan, Semakin tinggi intensitas kegiatannya (berlari, rintangan, dayung) maka semakin besar karbohidrat yang digunakan untuk bahan bakar. Pada 20 menit pertama penggunaan lemak hanya sekitar 15% dari kebutuhan total, namun apabila latihan terus dilakukan dalam waktu yang lama (>2 jam), maka penggunaan lemak sebagai energi meningkat hingga 85% (BoyledanLong, 2010). Ketika berolahraga, simpanan lemak di seluruh tubuh akan terbakar, khususnya pada orang dengan jumlah simpanan lemak dalam jumlah besar.

Itulah sebabnya sehat secara fisik akan membuat orang terlihat langsing karena simpanan lemak di seluruh tubuh berkurang.

Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa telah memiliki asupan lemak yang cukup. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa laki-laki memiliki rata-rata asupan lemak lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan oleh porsi makan laki-laki cenderung lebih besar dibandingkan perempuan khususnya dalam pemilihan lauk dan pauk. Sementara, hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan kebugaran pada mahasiswa. Konsumsi tinggi lemak berdampak buruk pada tubuh karena tidak dapat menghasilkan VO2 maks lebih dari 60%. Konsumsi tinggi lemak (>30% total kalori) diketahui menurunkan asupan karbohidrat, sehingga glikogen otot tidak dapat dijaga. Selain itu, asupan makanan tinggi lemak juga dapat menyebabkan obesitas, meningkatkan risiko jantung koroner, stroke dan kanker. Hasil penelitian yang dilakukan Sugiarsi (2012) diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan kebugaran kelompok ibu PKK di Kecamatan Banjarsari.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kebugaran mahasiswa melalui lemak sesuai dengan kebutuhan harian individu tersebut. Intervensi ini berhasil meningkatkan kebugaran seperti yang dikemukakan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Anam dkk (2010) pada anak obesitas dan kaitannya dengan kebugaran. Intervensi lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengonsumsi susu rendah lemak sebagai pengganti susu yang biasa dikonsumsi mahasiswa. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Kameswara (2015) bahwa terdapat perbedaaan nilai VO2maks dan jarak

tempuh lari atlet pada pemberian susu rendah lemak (p<0,05). Pemberian susu rendah lemak dapat meningkatkan nilai VO2 maks dan jarak tempuh lari yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian minuman lainnya (Iqbal Kameswara P.S., 2015).

d. Asupan Vitamin B1

Thiamin pirofosfat berperan sebagai koenzim pada metabolisme karbohidrat dalam mengubah energi. Koenzim tersebut berfungsi memisahkan karbondioksida dari asam piruvat, sedangkan sisanya selanjutnya dirombak menjadi karbondioksida dan air (Irawan, 2007).

Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa asupan thiamin mahasiswa sudah sesuai dengan kebutuhan hariannya. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa perempuan memiliki rata-rata asupan vitamin B1lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Sementara, hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan vitamin B1 dengan kebugaran pada mahasiswa. Vitamin B1 memiliki pengaruh tidak langsung pada kebugaran seseorang yakni melalui fungsinya dalam tubuh sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat dan glikogen dalam otot karena Thiamin dan vitamin B lainnya secara signifikan meningkatkan daya tahan kardiorespiratori seseorang.

Hasil penelitian Vaz, dkk (2011) yang dilakukan pada anak-anak sekolah usia 7-10 tahun di Banglore, India menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara komponen kebugaran yakni berupa kapasitas aerobik dan daya tahan fisik yang disertai dengan peningkatan status vitamin B1 dalam tubuh bersamaan dengan mikronutrien lain yang dikonsumsinya(Mario Vaz dkk., 2011).

e. Asupan Zat Besi

Zat besi sangat diperlukan dalam haemopoiesis (pembentukan darah) yaitu dari sintesa hemoglobin (Hb). Hubungan fungsi zat besi dengan kebugaran yakni dalam penggunaan oksigen dalam tubuh. Zat gizi akan bersatu dengan protein dan hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah merah dan bersama-sama berkontribusi untuk melepaskan energi sebagai bahan bakar untuk kerja sel tubuh selama beraktivitas (HoegerdanHoeger, 2011a).

Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa asupan zat besi mahasiswa sudah sesuai dengan kebutuhan hariannya. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa perempuan memiliki rata-rata asupan zat besilebih tinggi dibandingkan laki-laki. Sementara, hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kebugaran pada mahasiswa. Tidak ditemukannya hubungan antara asupan zat besi dengan kebugaran karena konsumsi fe dari makanan yang dikonsumsi mahasiswa sehari-harinya mengandung cukup fe dan pada saat pelaksanaan tes kebugaran seluruh mahasiswa dalam keadaan sehat dan tidak menunjukkan adanya gejala anemia dan lainnya, sehingga hal tersebut tidak mempengaruhi kebugarannya. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vaz, dkk (2011) pada anak usia 7-10 tahun di Banglore, India yakni diketahui adanya hubungan antara asupan besi terhadap kapasitas aerobik dan daya tahan fisik apabila zat besi tersebut dikonsumsi bersamaan dengan mikronutrien lainnya seperti vitamin C dan B kompleks(Mario Vaz dkk., 2011). Penelitian lain menyebutkan bahwa, penurunan kebugaran berdasarkan nilai V02maks pada wanita tanpa anemia dengan defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh

faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya simpanan zat besi di dalam tubuh.

Hasil penelitian Sugiarsi (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang antara kecukupan gizi besi, frekuensi olah raga terhadap kebugaran. Yang berarti terdapat pengaruh antara kecukupan gizi, frekuensi olahraga terhadap kebugaran. Fungsi utama besi adalah mengantarkan oksigen ke dalam jaringan tubuh dan turut mekanisme oksidasi seluler (Sugiarsi, 2012). Bila zat besi tidak cukup tersedia maka secara tidak langsung tenaga akan berkurang.

f. Asupan Mangan

Mangan berkaitan dengan sejumlah enzim dalam beberapa proses metabolisme, termasuk piruvat dan karboksilase asetil-CoA dan dehidrogenase isositrat dalam siklus Krebs dan mitokondria, bentuk mitokondria, dismutase superoksida yang membantu melindungi membran mitokondria, arginase, enzim terminal dalam produksi urea, enzim sitosol lain yang terlibat dalam lintasan pentosa-fosfat-shunt, glikolisis (glukokinase) metabolisme serin (tranferase hidroksimetil) (Linder, 2006).

Hasil analisis univariat diketahui bahwa asupan mangan mahasiswa sudah sesuai dengan kebutuhan hariannya. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa laki-laki memiliki rata-rata asupan mangan lebih tinggi dibandingkanperempuan. Sementara, hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan mangan dengan kebugaran pada mahasiswa.

Sebagai kofaktor berbagai enzim, mangan berperan dalam membantu penyelenggaraan metabolisma tubuh untuk menghasilkan energi. Mangan membantu metabolisma vitamin B1 dan vitamin E. Mangan juga diperlukan untuk mengaktivasi enzim-enzim yang membantu metabolisma karbohidrat, asam amino, dan kolesterol. Mangan juga membantu tubuh untuk menyerap berbagai jenis vitamin. Beberapa defisiensi vitamin tertentu dapat diatasi dengan memberikan suplemen mangan guna mengangkat penyerapan vitamin secara maksimal. Mangan juga sangat berhubungan dengan fungsi otak dan saraf, metabolisme glukosa serta saluran pencernaan.

4. Status Merokok

Merokok mampu mempengaruhi daya tahan kardiovaskuler karena 4% pada asap tembakau mengandung karbonmonoksida (CO). Afinitas (daya ikat CO pada hemoglobin) sebesar 200-300 kali lebih besar dibandingkan dengan oksigen, berarti CO mampu mengikat hemoglobin lebih cepat dibandingkan dengan oksigen sehingga CO didalam darah menghambat pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh. Terhambatnya pengangkutan oksigen akan mengurangi suplai oksigen dari darah menuju jaringan dan sel tubuh. Selain karbonmonoksida, nikotin adalah zat aditif yang merugikan tubuh. Nikotin menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan menghalangi laju peredaran darah yang dapat mengganggu bahkan menurunkan tingkat kebugaran seseorang akibat dari rusaknya metabolisme oksigen didalam darah (Aula, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui persentase responden yang berstatus perokok sebesar 6,7% dan 93,30% lainnya bukan perokok. Hasil uji hubungan antara status merokok dengan kebugaran pada mahasiswa diketahui bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kebugaran pada mahasiswa. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eli Erawati (2014) pada 40 dosen laki-laki di Universitas RIAU menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan ketahanan kardiorespirasi (kebugaran) dengan kekuatan korelasi sedang dan arah korelasi negatif. Dalam penelitian ini, status merokok tidak memiliki hubungan yang signifikan karena status merokok mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cenderung homogen, yakni hampir seluruh mahasiswa berstatus bukan perokok.

Dampak rokok dimulai dengan peninggian denyut nadi istirahat yang kemudian diikuti dengan peningkatan denyut nadi selama beraktivitas, hingga penurunan pencapaian pemompaan. Penurunan oksigen yang disebabkan oleh merokok menyebabkan perokok memiliki tingkat jantung istirahat yang lebih tinggi dibandingkan yang bukan perokok, berarti jantung mereka selalu bekerja keras untuk memompa darah dan oksigen ke tubuh bahkan untuk kegiatan sehari-hari, seperti berjalan menaiki tangga (Bustan, 2013). Daya tahan perokok 7,2 % lebih kecil dibandingkan yang bukan perokok. Semakin tinggi denyut nadi istirahat berarti perokok harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga perokok akan mengalami cepat lelah. Sehingga, intervensi yang dapat dilakukan untuk menjaga kebugaran agar ketahanan kardiorespirasi dapat berfungsi dengan baik bagi perokok adalah dengan melakukan gaya hidup sehat seperti olahraga teratur, berhenti merokok secara perlahan dan kontrol berat badan (Eli Erawati dkk., 2014).

5. Kapasitas Vital Paru

Kapasitas vital paru adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dari penarikan napas yang dalam. Kapasitas vital paru menentukan volume oksigen yang masuk kedalam tubuh. Semakin tinggi kapasitas vital paru yang dimiliki seseorang, maka akan semakin banyak oksigen yang dapat digunakan untuk beraktivitas. Tingkat kapasitas vital paru berhubungan dengan kebugaran. Seseorang dengan kebugaran yang baik mampu melaksanakan tugas sehari-hari secara efektif dan efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa mengalami kelelahan(HerrydanEram.T.P, 2009).

Seseorang yang terlatih memiliki daya untuk menghisap udara lebih banyak dalam periode waktu yang lebih lama mampu menghembuskan keluar sisa-sisa pembakaran lebih banyak dibandingkan yang tidak terlatih. Sehingga, otot di sekeliling paru-parunya telah terlatih untuk bekerja lebih banyak. Peningkatan kebugaran melalui aktivitas fisik berhubungan erat dengan peningkatan kapasitas vital paru yang melibatkan mekanisme jantung dan pembuluh darah. Hal tersebut terjadi karena berhubungan dengan proses ekspirasi dan inspirasi dalam melakukan aktivitas gerak (HoegerdanHoeger, 2011a). Teori tersebut didukung oleh hasil penelitian, yakni berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa nilai tengah dari kapasitas vital paru mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015 adalah 3,48 ml. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa rata-rata kapasitas vital paru laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Hasil uji hubungan menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara rata-rata kapasitas vital paru dengan kebugaran pada mahasiswa.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yanh dilakukan pada murid SD Kecamatan Bacukiki Kota Pare-Pare bahwa diketahui terdapat perbedaan kapasitas vital paru (Ad’dien, 2011). Penelitian lainnya yang sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Alifian (2012)diperoleh rata-rata kapasitas vital paru siswa yang tidak berjalan kaki lebih rendah dibandingkan siswa yang berjalan kaki. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Magutah (2013) pada mahasiswa Universitas Kenyan yang menunjukkan adanya hubungan antara kapasitas vital paru dengan kebugaran mahasiswa. Mahasiswa dengan volume dan kapasitas paru-paru lebih tinggi akan lebih bugar dibandingkan dengan mahasiswa lainnya dengan volume dan kapasitas paru-paru lebih rendah. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa UNISSULA menunjukkan bahwa dari uji pearson diperoleh adanya hubungan antara kapasitas vital paru terhadap VO2 maks, dengan tingkat korelasi lemah karena ada konstribusi sistem respirasi terhadap VO2 maks(Rahmaan InnashdanIka Rosdiana, 2013).

Kebugaran akan mengalami penurunan ketika memasuki usia lanjut, sama halnya dengan sistem pernafasan yang akan menurun dari kapasitas vital paru, yaitu ketika memasuki usia 40 tahun. Kapasitas vital paru yang paling tinggi dan optimal diperoleh pada usia 20-30 tahun. Mulai terjadi penurunan ketikan menginjak usia 60 tahun. Penurunan fungsi pernafasan tersebut akan terus terjadi kecuali dilakukan intervensi sejak dini untuk memelihara fungsi pernafasan tersebut tetap dalam kondisi yang baik. Intervensi yang dapat dilakukan, yakni dengan melakukan olahraga yang bersifat aerobik seperti basket, sepakbola, voli, renang, dayung, lari jarak jauh dan tenis yang menuntut asupan oksigen dalam jumlah besar. Sehingga, peningkatan kemampuan fisik dan pernafasan akan terjadi apabila dilakukan secara teratur, sistematik dan berkesinambungan . Bila seseorang melakukan olahraga yang

teratur sehingga menjadi terlatih, maka akan terjadi peningkatan efisiensi pernapasan baik ventilasi, difusi maupun perfusi (Hall dan Guyton, 2008). Hal ini yang harus menjadi perhatian bagi semua kalangan, khususnya mahasiswa.

6. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, yaitu peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik. Aktivitas fisik menyebabkan peningkatan efisiensi kerja paru-paru seseorang yang telah terlatih sehingga mampu memproses udara lebih banyak, dengan tenaga yang lebih sedikit. Selama beraktivitas dalam durasi lebih dari 30menit, seseorang yang terlatih mampu memproses udara hampir dua kali lipat per-menit dibandingkan orang yang tidak terlatih. Maka orang yang terlatih bisa menyediakan oksigen lebih untuk dipergunakan dalam proses pembentukan energi yang diikuti dengan peningkatan kebugarannya (Nadia Harira dkk., 2013).

Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa nilai tengah dari aktivitas fisik mahasiswa adalah 1400,35 METs. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa laki-laki memiliki rata-rata aktivitas fisik lebih besar dibandingkanperempuan karena laki-laki cenderung memiliki kegiatan olahraga rutin dalam seminggu seperti: futsal dan basket di kampus dibandingkan perempuan. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kebugaran pada mahasiswa.

Hasil ini didukungoleh penelitian yang dilakukan Güvenç (2011) pada remaja turki juga menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang cukup pada masa anak-anak dan remaja membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kesehatan dan kebugaran

fisik, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Aktivitas fisik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebugaran pada usia muda, usia dewasa dan lansia nantinya (Alpay Güvenç dkk., 2011). Sama halnya dengan hasil review yang dilakukan oleh Sandkiv (2013) menunjukkan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan kebugaran seseorang. Semakin sering seseorang melakukan aktivitas fisik, maka kondisi tubuhnya akan semakin bugar. Penelitian lain yang sejalan dengan dua penelitian di atas ditemukan di Indonesia, yakni penelitian yang dilakukan oleh Sari (201) bahwa ditemukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kebugaran (P 0,0001). Hasil penelitian Sugiarsi (2012) dengan uji chi-square

Dokumen terkait