• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebugaran

3. Asupan Gizi

Asupan gizi adalah salah satu faktor penentu kebugaran. Asupan gizi yang baik akan menghasilkan energi yang cukup, karena energi dibutuhkan oleh tubuh untuk beraktivitas. Energi merupakan zat yang sangat esensial bagi manusia dalam menjalankan metabolisme basal (proses tubuh yang vital), melakukan aktivitas, pertumbuhan dan pengaturan suhu (Hardinsyah, dkk, 2012). Energi dapat diperoleh dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat di dalam makanan. Karbohidrat sendiri menyumbang sebesar 4,1 kkal/g, sedangkan lemak dan protein masing-masing menyumbang energi sebesar 8,87 kkal/g dan 5,65 kkal/g (Almatsier, 2010). Kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Institute Of Medicine, 2005).

Kebutuhan energi seseorang merupakan konsumsi energi yang berasa dari makanan sumber penghasil energi berdasarkan ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas sesuai untuk memelihara kesehatan jangka panjang. Angka kecukupan energi adalah banyaknya asupan makanan dari seseorang yang seimbang dengan pengeluarannya sesuai dengan susunan dan ukuran tubuh, tingkat kegiatan jasmani dalam keadaan sehat dan mampu menjalankan fisiologis tubuh dalam waktu lama (Hardinsyah dkk., 2012).

Tabel 2.4

Angka Kecukupan Gizi Mahasiswa 2013 Zat Gizi Laki-Laki (19-29 tahun) Perempuan (19-29 tahun) Energi (Kkal) 2550 1800 Protein (gr) 60 50 Vitamin A (RE) 600 500 Vitamin D (µg) 5 5 Vitamin E (mg) 15 15 Vitamin K (µg) 65 55

Zat Gizi Laki-Laki (19-29 tahun) Perempuan (19-29 tahun) Tiamin (mg) 1.2 1.0 Riboflavin (mg) 1.3 1.1 Niasin (mg) 1.6 14 Asam Folat (µg) 400 400 Piridoksin (mg) 1.3 1.3 Vitamin B12 (µg) 2.4 2.4 Vitamin C (µg) 90 90 Kalsium (mg) 800 800 Fosfor (mg) 600 600 Magnesium (mg) 290 250 Besi (mg) 13 26 Yodium ((µg) 150 150 Zinc (mg) 13 9.3 Selenium (µg) 30 30 Mangan (mg) 2.3 1.8 Flour (mg) 3 2.5 Sumber : (AKG, 2013) a. Pengukuran Asupan Gizi

Asupan energi banyak dipengaruhi oleh asupan zat gizi makro yang menjadi sumber energi utama dalam tubuh. Keberadaan zat makro memiliki peranan penting dalam menjaga kebugaran, seperti berikut ini :

1) Karbohidrat

Karbohidrat adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen yang tersimpan didalam otot dan hati serta dapat diubah dengan cepat ketika tubuh membutuhkan energi (Wilkins, 2007). Kebutuhan karbohidrat harian laki-laki usia 19-29 tahun adalah sebesar 375g dan 292g untuk perempuan (AKG, 2013). Untuk memelihara kesehatan, konsumsi karbohidrat yang dianjurkan dalam sehari sekitar 50%-65% dari konsumsi energi total yang berasal dari karbohidrat kompleks dan 10% berasal dari karbohidrat sederhana (Almatsier, 2010).

Karbohidrat kompleks merupakan zat gizi yang terikat dengan zat gizi lain yaitu protein, lemak, vitamin dan mineral serta serat. Karbohidrat kompleks ini akan lebih lama diserap dan dicerna sehingga didalam tubuh akan bertahan lebih lama, pemecahannya berupa glukosa (Fatmah, 2011).

Proses pemecahan karbohidrat dimulai di dalam mulut. Saat makanan dicerna/dikunyah didalam rongga mulut, kelenjar saliva (khususnya kelenjar parotis) mensekresi enzim ptialin yang bertugas untuk menghidrolisis pati menjadi disakarida (maltosa dan isomaltosa). Makanan yang tertinggal didalam mulut dalam waktu singkat (sekitar 3%-5% dari semua pati yang dimakan) dihidrolisis menjadi maltosa dan isomaltosa pada waktu makanan tersebut menuju tahap pencernaan selanjutnya. Kerja ptialin berlangsung selama 15-30 menit setelah makanan masuk ke dalam lambung dan dicampur dengan sekret lambung. Kemudian aktivitas ptialin dihambat oleh asam dari sekret lambung. Ptialin pada hakekatnya tidak aktif sebagai enzim bila pH < 4,0. Sebelum makanan bercampur sempurna dengan sekret lambung, kurang lebih sebanyak 30%-40% pati telah diubah menjadi maltosa dan isomaltosa. Asam getah lambung dapat menghidrolisis pati dan disakarida (Guyton, 1997). Hasil akhir pencernaan karbohidrat yang diabsorpsi ke dalam darah berupa monosakarida. Kadar glukosa darah akan naik dalam jangka waktu ± 30 menit setelah makan dan secara perlahan kembali ke kadar gula normal (70-100 mg/100 ml) dalam waktu 90-180 menit(Elizabeth J.Corwin, 2009). Kadar gula darah maksimal dan kecepatan untuk kembali pada kadar normal bergantung pada jenis makanan. Indeks glikemik (IG) dengan rentang nilai 0-100 dapat mengukur efek asupan makanan pada kadar glukosa darah. Makin

rendah IG dalam makanan, maka kenaikan glukosa darah semakin kecil sehingga lambat menghasilkan energi. Sebaliknya, makin tinggi nilai IG, makin cepat melepaskan energi yang ditandai dari meningkatnya kadar gula darah (Fatmah, 2011). Hal ini tentu akan mempengaruhi tubuh saat beraktivitas.

Pada saat melakukan aktivitas, karbohidrat menjadi sumber energi utama dalam proses pembakar glukosa menjadi tenaga. Tubuh mensuplai glukosa yang berasal dari hati dalam bentuk glikogen kedalam otot (BoyledanLong, 2010). Jika energi yang terbentuk hanya digunakan sebagian untuk melakukan aktivitas fisik, maka kelebihannya disimpan dalam bentuk glikogen di hati (70g), otot (20g) dan jaringan lemak cadangan. Semakin lama durasi, intensitas dan frekuensi aktivitas atau olahraga, semakin besar tubuh membutuhkan suplai glukosa.Seseorang yang melakukan aktivitas fisik antara 2-4 jam pada tingkat ringan sampai berat setelahnya dapat menurunkan cadangan karbohidrat serta glikogen dalam tubuh (Fatmah, 2011). Sehingga, kegiatan seperti berlari akan lebih cepat menguras cadangan glikogen dibandingkan dengan jogging atau jalan cepat yang menuntut tubuh menggunakan glikogen secara konservatif.

Ketika seseorang mulai berolahraga, tubuh menggunakan sekitar seperlima dari total cadangan glukosa dalam 20menit pertama. Jika aktivitas berlanjut dan melebihi 20menit, maka penggunaan glikogen melambat. Hal tersebut bertujuan untuk menghemat pasokan glikogen yang tersisa. Sehingga, tubuh mulai lebih mengandalkan cadangan lemak untuk bahan bakar (BoyledanLong, 2010). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Sugiarsi (2012) menyatakan bahwa terdapat 28,3% ibu PKK yang tidak bugar akibat asupan karbohidrat yang tidak cukup. Hal ini dapat terjadi karena karbohidrat berfungsi pada proses metabolik dari anabolisme dan katabolisme menjaga persediaan karbohidrat tubuh, memastikan persediaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dan fungsi senyawa penting lainnya(Sugiarsi, 2012). Fungsi lain dari karbohidrat diantaranya sebagai penghemat protein selama proses produksi energi, membantu dalam pembakaran lemak, sumber energi, membantu fungsi usus, membantu serta proses absorpsi kalsium (Wilkins, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 64 karyawan Indocement di Bogor diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupankarbohidrat dengan kebugaran (p >0,05). Hasil yang tidak signifikan kemungkinan karena terdapatnya faktor lain yang lebih mempengaruhi nilai VO2maks subjek seperti faktor genetika serta konsumsi pangan pada masa lampau yang tidak diukur dalam penelitian (Kharisma TamimidanRimbawan, 2015).

2) Protein

Protein merupakan cadangan energi bagi tubuh apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi untuk menghasilkan energi pada saat melakukan latihan intensif (Fatmah, 2011). Protein tersusun atas komponen - komponen kompleks, besar, setiap sel kehidupan.Pencernaan protein dimulai di organ lambung. Sebagian protein yang ada di lambung dicerna menjadi peptida oleh enzim pepsin. Pepsin biasanya mengawali proses pencernaan, memecahkan protein menjadi protease, pepton dan polipeptida besar. Pemecahan protein ini merupakan suatu proses

hidrolisis yang terjadi pada ikatan peptida antara asam-asam amino. Saat protein meninggalkan lambung, protein biasanya dalam bentuk proteosa, pepton, polipeptida besar, dan sekitar 15% asam amino. Setelah masuk ke usus halus, hasil pemecahan parsial dibantu oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan karboksipeptidase pankreas untuk melakukan hidrolisis terhadap hasil pemecahan parsial protein menjadi asam amino. Asam amino mengikuti aliran yang sama dengan yang ditempuh monosakarida. Dalam waktu yang bersamaan, dipeptida dan tripeptida dibawa oleh sel epitel melalui transport aktif. Dipeptida dan tripeptida dihidrolisis menjadi asam amino di dalam sel dan melewati kapiler yang ada di dalam villi. Dari kapiler, asam amino diangkut ke dalam darah menuju ke hati melalui sistem peredaran darah portamenuju otot(Elizabeth J.Corwin, 2009).

Otot sebagian besar dibentuk oleh protein, sehingga wajar apabila seorang atlet membutuhkan protein lebih banyak dari kebutuhan biasanya. Kebutuhan protein untuk ketahanan dalam melakukan latihan intensif adalah 5-15% dari total energi. Protein banyak dibutuhkan pada awal program latihan (Fatmah, 2011, BoyledanLong, 2010). Kenaikan awal massa otot, jumlah sel darah merah untuk membawa oksigen dan jumlah enzim aerobik pada otot untuk menggunakan bahan bakar secara efisien dapat meningkatkan kebutuhan protein seorang atlet. Selain itu, perubahan hormonal selama latihan sementara dapat memperlambat jumlah protein otot dan dapat mendorong otot untuk memecah cadangan proteinnya. Jumlah protein yang digunakan seorang atlet sebagai bahan bakar tergantung pada intensitas latihan dan durasi, tingkat kebugaran atlet dan simpanan glikogen dalam otot atlet. Ketika simpanan glikogen terisi

dengan baik, protein hanya menyumbang 5% dari kebutuhan bahan bakar untuk energi (BoyledanLong, 2010).

Pemecahan protein otot mendominasi selama latihan berat dan pertumbuhan otot meningkat setelah latihan. Pelatihan yang konsisten akan meningkatkan penumpukan protein otot setelah latihan. Untuk mengatasinya, otot menggunakan cadangan asam amino untuk memperbaiki dan membangun serta membersihkan penumpukan protein otot tersebut. The American Dietetic Association merekomendasikan bahwa protein untuk dewasa adalah 0,8g/kg/hari, sedangkan untuk ketahanan seorang atlet konsumsi protein yang direkomendasikan sebesar 1,2 -1,6 g/kg/hari. Sementara atlet dengan latihan yang sangat berat, maka asupan protein yang disarankan sebesar 1,6–1,7g/kg/hari(BoyledanLong, 2010).Namun, dianjurkan konsumsi protein tidak melebihi 2kg/kgBB/hari karena kelebihan protein akan menyebabkan specific dynamic action (SDA) yang tinggi dan akan merugikan metabolisme serta memperberat kerja ginjal apabila kelebihan protein tersebut terjadi dalam waktu yang lama (Fatmah, 2011). Perlu diketahui, bahwa otot tidak menanggapi kelebihan protein dengan hanya menerimanya. Sebaliknya, mereka menanggapi hormon yang mengatur mereka dan tuntutan membebankan mereka (Williams, 2002). Dengan demikian, cara untuk membuat sel-sel otot tumbuh adalah untuk membuat otot bekerja. Mereka akan merespon dengan mengambil nutrisi termasuk asam sehingga otot tersebut dapat tumbuh.Hal tersebut dibuktikan dengan sebuah penelitian yang menyatakan bahwa terdapat 3.3% ibu PKK yang tidak bugar akibat asupan protein yang tidak cukup (Sugiarsi, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 80 anak dan remaja di Georgia, AS diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dan kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) dengan pola hubungan negatif, yakni semakin tinggi asupan protein maka kebugaran responden tersebut akan semakin rendah (Bernard Gutin dkk., 2002). Penelitian lain yang juga mendukung hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat 3,3% ibu PKK yang tidak bugar akibat asupan protein yang tidak cukup (Sugiarsi, 2012). Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan kebugaran pada pekerja Indocement di Bogor (p>0,05) (Kharisma TamimidanRimbawan, 2015). Penelitian yang juga sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Anam dkk (2010) yang menunjukkan bahwa asupan protein tidak mempengaruhi daya tahan jantung dan paru dengan nilai p= 0,461. Penelitian lain juga mendapatkan hasil yang sama, yakni konsumsi protein tidak berhubungan dengan kesegaran kardiorespirasi atlet sepakbola PERSIBA Bantul (p-value = 0,378) (Fery Lusviana Widiany dkk., 2014).

3) Lemak

Lemak merupakan penghasil energi terbesar yaitu dua kali lebih besar dibanding energi yang dihasilkan oleh karbohidrat maupun protein. Lemak akan berperan sebagai sumber energi untuk cabang olahraga dengan intensitas latihan sedang dalam waktu yang lama. Didalam pemecahannya, lemak menghasilkan 9kkal dan nilai anjuran konsumsi lemak dalam sehari sebesar 20-25% dari total kebutuhan energi. Jumlah tersebut sudah memenuhi kebutuhan asam lemak esensial dan membantu penyerapan

vitamin larut lemak. Sekitar 3-7% berasal dari lemak tidak jenuh dan10% diantaranya berasal dari lemak jenuh serta kolesterol (Fatmah, 2011).

Konsumsi kolesterol dibatasi yaitu tidak lebih dari 300mg per hari. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah penumpukan kolesterol di beberapa organ tubuh yang tentunya akan membahayakan kesehatan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010). Seseorang dapat menyimpan 25-30pon lemak tubuh tetapi pada karbohidrat hanya tersimpan sekitar 1 pon. Bila mengonsumsi lemak kurang dari kebutuhan kalori total tidak akan memberi keuntungan pada kinerja dan kebugaran fisik. Demikian pula dengan mengonsumsi lemak lebih dari 35% dari kebutuhan kalori total maka akan berbahaya untuk kesehatan. HDL (High Density Lipoprotein) dan LDL (Low Density Lipoprotein) adalah jenis lemak yang berkombinasi dengan protein yang disebut lipoprotein. Apabila mengandung banyak sedikit lemak dan banyak protein disebut HDL dan bila banyak mengandung lemak dan kurang protein disebut LDL (Murray, 2009). Olahraga aerobik secara teratur dapat meningkatkan kadar HDL. Kolesterol dibutuhkan olah tubuh untuk membangun membran sel, sintesis vitamin D, hormon adrenal, estrogen dan hormon lain serta membangun garam empedu (Murray, 2009).

Penggunaan glikogen dan lemak tubuh sebagai sumber energi selama beraktivitas seperti alur berikut : 1) Hati dapat mengkonversi keterbatasan cadangan glikogen dalam membantu memenuhi kebutuhan energi untuk otot, 2) Tubuh juga dapat membantu memenuhi kebutuhan energi dari kerja otot dengan trigliserida menjadi asam lemak, 3) Sistem peredaran darah membawa bahan bakar (glukosa dan asam lemak) ke otot, 4) Otot

dapat mengkonversi cadangan glikogen menjadi glukosa untuk digunakan sebagai energi. Selain itu, Trigliserida otot juga bisa dikonversi menjadi asam lemak dan digunakan untuk energi, 5) Otot-otot yang bekerja dapat mengambil glukosa dan asam lemak yang beredar di tubuh dari dalam darah dan metabolisme mereka sebagai energi. Otot dilatih untuk mampu menggunakan lemak sebagai sumber energi, sehingga ketika latihan dapat menggunakan lebih lemak untuk energi daripada glukosa (BoyledanLong, 2010). Hal tersebut dapat menghemat pasokan glikogen untuk jangka waktu yang lama.

Lemak tidak banyak digunakan sebagai bahan bakar untuk beraktivitas minimal selama 20 menit pertama dan tidak digunakan sebagai bahan bakar utama sampai setelah 2 jam. Semakin moderat intensitas latihannya seperti : jogging, menari aerobik, serta semakin lama durasinya, maka semakin besar lemak yang digunakan untuk bahan bakar. Sedangkan, Semakin tinggi intensitas kegiatannya (berlari, rintangan, dayung) maka semakin besar karbohidrat yang digunakan untuk bahan bakar. Pada 20 menit pertama penggunaan lemak hanya sekitar 15% dari kebutuhan total, namun apabila latihan terus dilakukan dalam waktu yang lama (> 2 jam), maka penggunaan lemak sebagai energi meningkat hingga 85% (BoyledanLong, 2010). Ketika berolahraga, simpanan lemak di seluruh tubuh akan terbakar, khususnya pada orang dengan jumlah simpanan lemak dalam jumlah besar. Itulah sebabnya sehat secara fisik akan membuat orang terlihat langsing karena simpanan lemak di seluruh tubuh berkurang.

Konsumsi tinggi lemak berdampak buruk pada tubuh karena tidak dapat menghasilkan VO2maks lebih dari 60%. Konsumsi tinggi lemak (>30% total kalori) diketahui menurunkan asupan karbohidrat, sehingga glikogen otot tidak dapat dijaga. Selain itu, asupan makanan tinggi lemak juga dapat menyebabkan obesitas, meningkatkan risiko jantung koroner, stroke dan kanker. Hasil penelitian yang dilakukan Sugiarsi (2012) diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan kebugaran kelompok ibu PKK di Kecamatan Banjarsari.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan mengonsumsi susu rendah lemak sebagai pengganti susu yang biasa dikonsumsi mahasiswa. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Kameswara (2015) bahwa terdapat perbedaaan nilai VO2maks dan jarak tempuh lari atlet pada pemberian susu rendah lemak (p<0,05). Pemberian susu rendah lemak dapat meningkatkan nilai VO2 maks dan jarak tempuh lari yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian minuman lainnya (Iqbal Kameswara P.S., 2015).

4) Air

Air merupakan zat yang dibutuhkan tubuhdalam kehidupan sehari-hari, walaupun tidak mengandung kalori. Kebutuhan tubuh akan air dalam sehari sesuai dengan banyaknya air yang keluar atau hilang dari tubuh. Jumlah pemasukan dan pengeluaran air dari tubuh untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh disebut dengan water turnover(Fatmah, 2011). Pemberian cairan (air) sebelum, beristirahat dan sesudah olahraga bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Salah satu fungsi air pada darah yaitu mengangkat panas

yang dihasilkan oleh kerja otot (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013a). Tubuh akan memanas akibat pelepasan energi selama beraktivitas termasuk kehilangan air melalui keringat.

Kuantitas keringat yang dihasilkan bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas atau latihan. Hal tersebut biasa terjadi pada atlet. Semakin intens latihan, semakin tinggi panas yang dihasilkan dan semakin banyak keringat yang dikeluarkan (Fatmah, 2011). Jika tidak segera mengganti air yang hilang, volume plasma dalam tubuh akan berkurang dan tubuh akan menarik air dari otot-otot dan organ. Ketika air ditarik dari otot, maka terjadi kram yang bersamaan dengan prematur kelelahan dan penurunan kinerja serta penurunan kadar plasma darah (BoyledanLong, 2010).

Kadar plasma darah yang rendah (volume darah lebih rendah) akan memaksa hati untuk berdetak lebih cepat untuk memasok oksigen yang cukup ke otot (BoyledanLong, 2010). Sehingga, akibat dari kurangnya plasma yang beredar untuk mengangkut panas pada kulit, maka panas menumpuk dan suhu tubuh internal akan terus meningkat. Semua perubahan ini memaksa tubuh untuk bekerja pada intensitas yang lebih tinggi. Defisit cairan sebanyak 1% dari berat badan yang keluar dalam bentuk keringat saat berolahraga terbukti mengurangi toleransi tubuh terhadap kebugaran. Sedangkan, kehilangan air sebesar 2%-10% dari berat badan selama mengikuti olahraga dapat mengurangi kapasitas kerja otot sebesar 20-30%. Sehingga, konsumsi air yang dianjurkan untuk atlit yaitu 150 – 250 ml pada suhu 10ºc antara 30-60 menit sebelum olahraga dan 10-15 menit ketika beristirahat. (Fatmah, 2011, Williams, 2002).

5) Vitamin & Mineral

Aktivitas fisik mampu meningkatkan kegiatan metabolisme zat gizi yang diikuti oleh meningginnya kebutuhan zat-zat gizi oleh tubuh termasuk vitamin. Vitamin adalah penghubung dan regulator yang memproduksi energi. Mineral merupakan zat organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang kecil dan hanya 4% keberadaaannya didalam tubuh. Mineral membantu dalam reaksi fungsional tubuh, seperti memelihara keteraturan metabolisme (Fatmah, 2011). Adapun fungsi vitamin dan mineral selama melakukan aktivitas fisik, diantaranya:

Tabel 2.5

Fungsi Vitamin dan Mineral

Vitamin atau mineral Fungsi

Thiamin, riboflavin, Energy-releasing reactions pantothenic acid, niacin, magnesium

Melepaskan energi

Vitamin B6, zinc Membangun protein otot

Folate, vitamin B12, copper Membangun sel darah merah untuk membawa oksigen

Biotin Mensistesis lemak dan glikogen

Vitamin C Pembentukan kolagen untuk integritas jaringan sendi dan lainnya serta kemampuan antioksidan dapat mengurangi kerusakan jaringan oksidatif

Vitamin E Melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif

Iron Transpor oksigen didalam darah ke otot Calcium, vitamin D, vitamin A,

phosphorus

Membangun struktur tulang, kontraksi otot dan transmisi saraf

Sodium, potassium, chloride Pemeliharaan keseimbangan cairan ; transmisi impuls saraf untuk kontraksi otot

Chromium Asistensi insulin

Magnesium Kontraksi jantung dan otot-otot lainnya Sumber : (Fatmah, 2011, BoyledanLong, 2010)

Menurut Gibson (2005) metode untuk pengukuran asupan gizi terbagi atas empat level. Pada penelitian ini, metode yang akan peneliti gunakan untuk mengetahui jumlah asupan energi dan zat gizi makro yang dikonsumsi responden yaitu asupan harian individu level empat (asupan zat gizi individu untuk mengetahui hubungannya dengan kebugaran mahasiswa prodi Kesehatan Masyarakat). Pada level ini metode yang dapat digunakan bervariasi yaitu Food Record, Food recall 24 jam, Semi Quantitative Food Frequency Questioner dan Dietary History(Gibson, 2005). Namun, metode yang digunakan peneliti adalah record dan recall 3 x 24 jam yang dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi selama 24 jam yang lalu. Data yang didapatkan dari Record dan Recall 3 x 24 jam dapat dikonversikan menjadi energi dan nurient intake dengan menjumlah konsumsi makanan individu sesuai dengan jumlah yang dikonsumsinya yang akan dimasukan kedalam softwareyaitu Nutrysurvey 2007 (versi Indonesia).

Kelebihan yang didapatkan dari metode recall 24 jamdiantaranya: 1) mudah, murahdan cepat dalam pelaksanaannyasehinggadapat mencakup banyak responden, 3) dapat digunakan untuk responden yang buta huruf, 4) memberikan gambaran nyata konsumsi individu sehingga dapat terlihat hasil perhitungan intake zat gizi sehari(Supariasa, 2002).Sementara kekurangan dari metode Recall 24 jam adalah 1) tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari apabila recall hanya dilakukan satu kali, 2) bergantung pada ketepatan daya ingat responden, 3)The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (overestimate) dan responden yang gemuk, cenderung melaporkan konsumsinya lebih sedikit (underestimate).

a) Vitamin B1

Thiamin merupakan vitamin yang larut dalam air,sehingga mudah rusak akibat proses pengolahan. Data rekaman diet menyatakan bahwa cara pengolahan makanan sangat berpengaruh pada nilai biologis vitamin B1 dalam tubuhdihitung berdasarkan komposisi bahan makanan mentah tiap 100 gram bahan(Institute Of Medicine, 2005).

Vitamin B1 atau thiamin tersedia di dalam tubuh karena diserap usus dari makanan, kemudian diangkut bersama darah ke jaringan tubuh. Thiamin sebagai cadangan dalam jumlah terbatas yang disimpan di dalam hati, buah pinggang, jantung, otot dan otak, sebagai cadangan diperlukan untuk sekedar dapat memelihara fungsi alat-alat tubuh dalam waktu yang singkat. Thiamin pirofosfat berperan sebagai koenzim pada metabolisme karbohidrat untuk mengubah energi. Koenzim tersebut berfungsi memungkinkan karboksilase memisahkan karbondioksida dari asam piruvat, sedangkan sisanya selanjutnya dirombak menjadi karbondioksida dan air. Fungsi thiamin yaitu (1) metabolisma karbohidrat; (2) mempengaruhi keseimbangan air di dalam tubuh; dan (3) mempengaruhi penyerapan zat lemak dalam usus(Irawan, 2007). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak karbohidrat yang dikonsumsi, maka kebutuhan thiamin juga akan meningkat. Rekomendasi asupan thiami untuk orang dewasa sekitar 0,23 mg – 0,65 mg per 1000 kalori setiap harinya(Institute Of Medicine, 2005). Thiamin banyak terkandung dalam padi-padian (umumnya pada bagian lembaga dan bagian luar endospermanya), kacang hijau dan daging.

b) Zat Besi

Zat Besi (Fe) adalah merupakan mikromineral yang paling banyak dalam tubuh manusia. Orang dewasa mengandung Fe dalam tubuhnya antara 2,5 – 4g dimana 2,0 – 2,5g dalam sirkulasi yakni dalam sel darah merah sebagai komponen hemoglobin (Hb) dan 25% merupakan cadangan (iron storage) yang terdiri dari feritin dan haemosiderin terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang (Hartati dkk., 2012). Zat besi sangat diperlukan dalam haemopoiesis (pembentukan darah) yaitu dari sintesa hemoglobin (Hb). Besi dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil penyerapan pada saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut, Fe hasil hemolisis merupakan sumber utama. Bentuk-bentuk senyawa dari fe diantaranya senyawa heme (hemoglobin, mioglobin, enzim heme) dan poliporfirin (tranfirin, ferritin, dan hemosiderin) (Almatsier, 2010).

c) Mangan

Mangan berkaitan dengan sejumlah enzim dalam beberapa proses

Dokumen terkait