• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebugaran

2. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara gizi kurang, baik dan gizi lebih (Almatsier, 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi kebugaran adalah gizi. Gizi merupakan suatu proses yang dilakukan makhluk hidup mulai dari pencernaan didalam rongga mulut hingga sekresi. Gizi berkontribusi dalam aspek kebugaran yakni: ketahanan dan kekuatan tubuh yang berkaitan dengan status gizi, meliputi : pemenuhan gizi makanan dengan kemampuan melaksanakan tugas sehari-hari. Sehingga dalam pelaksanaannya, tubuh membutuhkan asupan gizi yang sesuai berdasarkan fungsi dari zat gizi dalam makanan (sebagai sumber energi, bahan pembangun dan bahan pengatur). Oleh sebab itu, untuk mencapai kebugaran diperlukan gizi karena gizi mampu meningkatkan kebugaran.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ali (2012) menunjukkan bahwa Status gizi dan motivasi belajar secara bersama-sama memberi kontribusi terhadap kebugaran mahasiswa Program Studi Pendidikan Olahraga Kesehatan Universitas Jambi sebesar 45,83% (Ali, 2012). Parameter status gizi pada penelitian ini dilihat berdasarkan indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh responden.

a. Penilaian Status Gizi

Menurut Gibson (2005), penilaian status gizi didefinisikan sebagai interpretasi dari informasi yang diperoleh dari studi diet, biokimia, antropometri dan klinis. Anthropometricmemiliki asal kata dari antrophos dan metros, antrophos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Pengukuran antropometri ada 2 tipe, yaitu pertumbuhan dan ukuran komposisi tubuh yang dibagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa tubuh yang bebas lemak. Anthropometric gizi adalah pengukuran yang berhubungan dengan

pengukuran dimensi dan komposisi tubuh yang bervariasi dari berbagai tingkatan seperti umur dan kebutuhan gizi (Gibson, 2005).

Kelebihan dari pengukuran antropometri, yaitu memberikan informasi tentang riwayat gizi seseorang di masa lalu, mampu mendeteksi malnutrisi tingkat sedang maupun parah yang tidak dapat diperoleh dari metode pengukuran lainnya. Selain itu, kelebihan dari pengukuran ini adalah relatif cepat, mudah dan reliable karena telah memiliki metode yang terstandardisasi serta peralatan yang terkaliberasi. Namun, metode ini tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi status kekurangan (defisiensi) gizi tertentu (Gibson, 2005). Cara ukur yang biasa digunakan meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, atas dan tabal lemak dibawah kulit

1) Indeks Massa Tubuh

Index Massa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supriasa, 2002). Berikut rumus (2.4) untuk mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang :

(2.4)

Menurut Depkes (2004) Kategori IMT terbagi atas : Tabel 2.3

Klasifikasi IMT

Kategori IMT Klasifikasi < 18.5 Kg/m2 Kurang 18.5 – 24.9 Kg/m2 Normal

≥ 25 Kg/m2 Lebih

Sumber : (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

IMT = Berat Badan (Kg)

Indeks massa tubuh yang lebih akan menimbulkan timbunan lemak dalam tubuh. Timbunan lemak dalam tubuh akan membungkus jaringan viseral yang menyebabkan jaringan bekerja lebih kuat dalam menyuplai oksigen guna menghasilkan energi oleh karena itu jantung perlu memompa pada frekuensi yang sering. Selain itu, efek samping dari berat badan berlebih, yakni terdapat sel dan otot yang membesar mempengaruhi kebutuhan nutrisi yang lebih besar dan menyebabkan peningkatan denyut jantung. Hal ini menimbulkan ketidakefisienan fungsi jantung sehingga seseorang dengan berat badan lebih tersebut akan mengalami kelelahan jauh lebih dini daripada kondisi normal (Martins D dkk., 2003). Sehingga, kelebihan berat badan umumnya menyebabkan penurunan kebugaran karena peningkatan kebutuhan energi pada sistem aerobik untuk melakukan pergerakan.

Pribris,dkk (2010) menggunakan IMT sebagai salah satu komponen pengukuran kebugaran dalam evaluasi komposisi tubuh. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hubungan langsung yang signifikan antara nilai rata-rata VO2maks dengan IMT mahasiswa (p <0,001) (Pribis dkk.,

2010). Sementara, penelitian Sarwono (2000) menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara IMT dan kebugaran mahasiswa (Pvalue= 0,0103). Hal tersebut disebabkan oleh kesadaran untuk melakukan aktivitas fisik pada individu dengan IMT lebih, lebih besar dibanding individu yang memiliki IMT normal ataupun kurang(Sarwono, 2000). Lain halnya dengan penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara status gizi berdasarkan IMT dengan kebugaran (P= 0,0004)(Sari, 2014). Penelitian Anam dkk (2010) sejalan dengan kedua penelitian

sebelumnya, yaitu IMT subjek yang inaktif lebih tinggi dibandingkan IMT subjek yang aktif (p=0,011). Sehingga, menyebabkan kebugaran subjek inaktif lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang aktif (Anam dkk., 2010).Sementara, hasil penelitianlainnya menyatakan bahwa IMT sangat terkait dengan persentase lemak tubuh (p = 0,01). Diketahui terdapat hubungan positif yang kuat dan signifikan antara kebugaran dan IMT pada anakunderweight dan perempuan overweight dengan skor kebugaran yang tinggi (Monyeki MA dkk., 2012).

Hasil berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan terhadap pekerja Indocement di Bogor, yakni tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan VO2maks. Hasil uji hubungan memiliki nilai koefisiensi negatif, yang berarti semakin tinggi nilai IMT maka semakin rendah nilai VO2maks nya. Hubungan yang tidak signifikan ini disebabkan oleh perubahan perilaku seperti meningkatkanya pengetahuan mengenai kesehatan sehingga terjadi peningkatan dalam frekuensi atau durasi olahraga sehingga hal tersebut dapat meningkatkan nilai VO2maks (Kharisma TamimidanRimbawan, 2015). Hasil yang samayakni tidak terdapat perbedaan bermakna antara IMT dengan kebugaran peserta club. Berdasarkan uji korelasi diketahui tidak ada hubungan signifikan antara nilai IMT dengan VO2maks kelompok tersebut. Hasil itu disebabkan karena banyak faktor lain yang mempengaruhi kebugaran seseorang selain nilai IMT dan pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan kecil sehingga korelasi bivariat menghasilkan hubungan yang tidak signifikan.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk peningkatan kebugaran adalah senam aerobik low impact yang dilakukan 3 kali dalam seminggu selama dua bulan. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Galih (2012) bahwa terdapat pengaruh dari latihan senam aerobik low impact yang dilakukan 3 kali seminggu selama 2 bulan pada remaja putri obesitas terhadap penurunan berat badan sebesar 66,78% yang disertai dengan peningkatan kebugaran pada remaja tersebut (Galih Tri Utomo dkk., 2012).

a) Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu pengukuran anthropometric yang paling sering digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan status gizi. Pengukuran berat badan mampu menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang manusia. Hasil pengukuran berat badan banyak digunakan sebagai alat ukur laju pertumbuhan fisik yang berkaitan dengan kecukupan status gizi pada individu sehat. Lain halnya dengan individu yang memiliki kelainan dalam metabolisme ataupun memiliki riwayat penyakit lain. Gangguan tersebut tentu akan mempengaruhi berat badan individu tersebut (Gibson, 2005).

Menurut Supriasa (2002)pengukuran status gizi dengan menggunakan indikator berat badan adalah pilihan utama yang didasari oleh berbagai pertimbangan, antara lain: 1) parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan, 2)memberikan gambaran status gizi saat ini dan secara periodik mampu

menggambarkan pertumbuhan seseorang, 3) ukuran Anthropometric yang digunakan secara umum di Indonesia 4)ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur, 5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisian, 6) penilaian berat badan terhadap tinggi badan sudah terbukti sebagai indeks yang tidak tergantung pada umur, 7) alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal masyarakat.

b) Tinggi Badan

Tinggi badan mampu menggambarkan status gizi masa lalu dan masa kini,apabila umur seseorang tidak diketahui dengan tepat. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting dalam pengukuran status gizi karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Supriasa, 2002).

2) Persen Lemak Tubuh

Persen lemak tubuh merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam penilaian status gizi seseorang. Metode yang dapat digunakan untuk memprediksi persen lemak tubuh adalah under water weighing dan skinfold dan Bioelectrical impedance analysis (BIA). BIA adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui persen lemak tubuh dengan memanfaatkan aliran listrik kecil (tidak dapat dirasakan). Lemak merupakan isolator listrik yang baik sehingga tingginya persen lemak tubuh seseorang dapat dilihat dari

lambatya aliran listrik sampai dari satu kutub ke kutub lain. Saat ini telah berkembang alat pengukuran persen lemak tubuh yang portable dan telah ter komputerisasi, sehingga hasil dapat segera terlihat pada monitor langsung setelah pengukuran dilakukan (Nieman, 2011). Metode ini adalah yang paling populer digunakan karena selain faktor ketersediaan, BIA juga mudah digunakan untuk masyarakat umum.Seperti metode pengukuran pada umumnya, metode BIA memiliki kelemahan yaitu sangat sensitif terhadap status hidrasi seseorang dan latihan fisik yang dapat menyebabkan dehidrasi. Sehingga pemeriksaan harus melibatkan populasi dengan status hidrasi sama. Pada penelitian ini, pengukuran persen lemak tubuh dilakukan sebelum tes kebugaran berlangsung.

Pribris, dkk (2010) menggunakan persen lemak tubuh sebagai salah satu indikator yang dikaitkan dengan kebugaran mahasiswa Andrew University. Hasil studi cohort yang dilakukan sejak tahun 1996-2008 pada 5101 mahasiswa di Andrew University menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan linier yang signifikan antara persen lemak tubuh dan tahun baikpada laki-lakimaupun pada perempuan serta terdapathubungan tidak

langsung yang signifikan antara VO2maks dengan persen lemak tubuh

mahasiswa dengan nilai (r = -0,489; p< 0,001) untuk laki-laki dan (r = -0,416 , p<0,001) untuk perempuan. Hal tersebut dapat terlihat dari rata-rata peningkatan persen lemak tubuh mahasiswa dalam 13 tahun terakhir, yaitu sebesar 0,513% pertahun pada laki-laki dan 0,654% pertahun pada perempuan (Pribis dkk., 2010).

Hasil berbeda diperoleh dari penelitian Macmurray dan Ondrak (2008) yang menyatakan bahwa tingkat kebugaran juga dipengaruhi oleh massa otot dan massa lemak (Ira WolinskydanJudy A. Driskell, 2006). Penelitian lainnya juga menyatakan hal yang sama bahwa remaja yang memiliki tingkat daya tahan paru-paru dan jantung yang tinggi secara signifikan memiliki total simpanan lemak tubuh yang rendah (Jonatan R Ruiz dkk., 2006).

Pada penelitian Hermanto (2012) diketahuibahwa sebagian besar wanita vegetarian memiliki tingkat kebugaran sangat kurang. Namun, IMT dan persentase lemak tubuh dalam kategori normal (65,1%) dan baik (62,8%). Sehingga, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara persen lemak tubuh dengan kebugaran jasmani dengan nilai r = -0,243 dan p = 0,117. Pola makan menghindari bahan makanan hewani diduga menjadi penyebab IMT dan persentase lemak tubuh subjek sebagian besar berada dalam kategori normal. Pola konsumsi vegetarian yang lebih banyak mengonsumsi serat, sedikit asam lemak jenuh kalori menyebabkan akumulasi lemak tubuh yang sedikit.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk peningkatan kebugaran adalah senam aerobik low impact yang dilakukan 3 kali dalam seminggu selama dua bulan. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Galih (2012) bahwa terdapat pengaruh dari latihan senam aerobik low impact yang dilakukan 3 kali seminggu selama 2 bulan pada remaja putri obesitas terhadap penurunan persen lemak tubuh sebesar 86,42% dan peningkatan kebugaran pada remaja tersebut (Galih Tri Utomo dkk., 2012).

Dokumen terkait