• Tidak ada hasil yang ditemukan

Awal Mula Posbakum dan Perkembangannya

Persoalan bantuan hukum di Indonesia merupakan salah satu persoalan yang hingga saat ini masih cukup memprihatinkan dan belum dapat terpecahkan secara memuaskan. Masih banyak para pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomi tidak dapat menikmati haknya untuk dapat memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma.1

Dalam tatanan normatif, tentunya pemerintah mempunyai kebijakan hukum untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi para pencari keadilan yang tidak mampu, Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28 D (1), pasal 56 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekeuasaan Kehakiman, pasal 68 B dan 68 C UU No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum, pasal 60 B dan 60 C UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama dan pasal 144 C dan 144 D UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang tersebut menunjukan bahwa setiap orang yang bersangkutan perkara berhak memperoleh bantuan hukum serta negara

1

Didi Kusnadi, Rahmat Ari Jaya, Perana Peradilan Agama Dalam Pengembangan Access To Justice di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Peradilan Agama Republic Indonesia, 2012), h. 16.

dalam hal ini menanggung biaya perkaranya bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

Pada tahun 2011, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum yakni Undang-Undang No. 16 Tahun 2011, dalam upaya memenuhi access to justice, dalam rangka mengatasi persoalan hukum dan pemberian bantuan hukum secara optimal bagi pencari keadilan.

Salah satu bentuk respon positif dari lahirnya Undang-Undang tersebut adalah Mahkamah Agung Republik Indonesia merumuskan tiga kebijakan penting yang berkaitan dengan access to justice, yakni pembebasan biaya perkara, sidang keliling, dan Pos Bantuan Hukum (Posbakum).

Sebelumnya, pada Agustus 2010 Mahkamah Agung telah mengambil langkah signifikan dalam mendorong upaya agar akses masyarakat miskin dan marginal dapat ditingkatkan. Langkah strategis yang ditempuh Mahkamah Agung adalah menyempurnakan mekanisme bantuan hukum pada pengadilan.2

Langkah tersebut antara lain adalah dikeluarkannya Surat Edar Mahkamah Agung (SEMA) No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan. Pembebasan biaya perkara, sidang di luar gedung pengadilan, dan

2

Direktorat Jenderal Peradilan Agama Republik Indonesia, Peringatan 130 tahun Peradilan Agama 1882-2012 Bukan Sekedar Perayaan, (T.tp: Direktorat jenderal Peradilan Agama Republik Indonesia, 2013), h. 236-237.

pembentukan Posbakum menurut ketentuan SEMA No. 10 Tahun 2010 adalah tiga bentuk bemberian layanan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu di pengadilan.

Posbakum di pengadilan adalah layanan yang dibentuk oleh dan ada pada setiap Pengadilan tingkat pertama untuk memberikan layanan hukum berupa informasi, konsultasi, dan advis hukum, serta perbuatan dokumen hukum yang dibutuhkan sesuai dengan Peraturan Undang-Undang yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara.3

Posbakum ternyata sudah lama eksis keberadaannya. Yakni pada awal tahun 1976, Yan Apul sebagai Sekretaris Peradin pada waktu itu, adalah orang yang menggagas perlu adanya advokat pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma di pengadilan.

Gagasan Yan Apul, bermula dari kepusingan menyalurkan anak didiknya di sekolah kursus advokat. Hingga suatu waktu, Apul pergi ke PN Jakatra Barat, bersama dengan adanya kunjungan Ketua Asosiasi Advokat dari Jepang.4 Siang itu ketika melihat sejumlah tahanan di giring ke Pengadilan, advokat dari Jepang menanyai Apul tentang ketidak didampingi sejumlah tahanan tersebut oleh pengacara, dengan berdiskusi bersama Jaksa

3

PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.

4

Hukumonline.com, “Pos Bantuan Hukum Perlu di Tata Ulang”, artikel ini diakses pada 19 Januari 2008 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18378/pos-bantuan-hukum-perlu-ditata-ulang.

Agung, hingga akhirnya Yan Apul mendirikan Pos-Pos Bantuan Hukum di pengadilan. Maka lahirlah Posbakum, dengan nama yang dipakai hingga kini.

Adapun dana Posbakum saat itu, dibantu oleh Departemen Kehakiman, sebagian lagi di dapat dari klien, dan dalam perkembangannya, Posbakum tersebut tidak hanya menangani perkara pidana saja, Posbakum juga menyediakan layanan konsultasi dan penangan perkara perdata, dari penanganan perkara perdata tersebut ternyata, advokat yang bertugas di Posbakum pengadilan negeri dapat menghidupi diri.

Berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan bahwa ternyata Pos Bantuan Hukum cuma-cuma tersebut tidak geratis yang dibanyangkan, sehubungan sejak lembaga peradilan di dalam administrasi keuangannya di satu atapkan ke Mahkamah Agung.

Posbakum merupakan pranata baru di pengadilan agama. Keberadaanya merupakan implementasi dari amanat pasal 60 C ayat 1 Undang-Undang No. 50 Tahun 2009, yang mewajibkan pembentukan Posbakum pada setiap Peradilan Agama/Mahkamah syar’Iyah untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.5 Pada tahun 2010, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia melakukan persiapan dan perencanaan untuk pendirian

5

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peran Peradilan Agama dalam Pengembangan Access to justice di Indonesia, (T,tp: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2012), h. 86.

Posbakum. Posbakum di peradilan agama mulai beroperasi pada tahun 2011.

Walaupun berdasarkan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 itu Posbakum harus ada di setiap peradilan agama, namun implementasinya dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2011 Posbakum ada di 46 Peradilan Agama, Tahun 2012 Posbakum meningkat menjadi 69 di Peradilan Agama, tahun 2013 Posbakum tidak beroperasi sebagai akibat dari adanya UU No. 16 Tahun 2011 dimana penyelenggaraan dan anggaran Posbakum dari Mahkamah Agung kepada Menkum HAM belum berjalan, dan tahun 2014 Pobakum bertambah menjadi 74 Posbakum.

Pada tahun 2011, peradilan agama memperoleh anggaran untuk Posbakum sebesar Rp. 4.182,500.000 anggaran tersebut dialokasikan untuk

46 Peradilan Agama /Mahkamah Syar’iyah seluru Indonesia sebagai proyek

percontohan (pilot project) Posbakum yang mulai aktif berjalan sejak Maret 2011. Target layanan Posbakum PA pada tahun 2011 sebanyak 11.553. hingga akhir Desember 2011 terjadi peningkatan tajam menjadikan peningkatan sebesar 300% yaitu dengan jumlah 34.647 jasa layanan.6

Penyelenggaraan Posbakum pada tahun 2011 di 46 peradilan agama yang dibiayai oleh DIPA dinilai berhasil. Pejabat Jendral pada pengadilan agama melakukan kunjungan hampir ke semua pengadilan agama penyelenggara Posbakum dan mendapatkan apresiasi dari para pencari

6

keadilan. Laporan secara nasional yang di himpun oleh Badilag menunjukan adanya kebutuhan yang besar dari masyarakat yang tidak mampu terhadap Posbakum.7

Adapun DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Angaran) yang diserahkan kepengadilan adalah biaya untuk melaksanakan layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu dipengadilan yang dibebankan kapada negara melalui Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan setelah itu diserahkan dana tersebut kepada Direktorat Jenderal Peradilan Agama.

Purwosusilo merinci, pada tahun 2012, Posbakum di 69 peradilan agama diberikan target 11.553 jasa layanan dengan anggaran Rp. 4,249 miliar. Hasilnya, ke 69 Posbakum berhasil memberikan 55. 860 jasa layanan, dengan serapan anggaran mencapai Rp. 3, 272 miliar.8

Di tahun 2013, penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum yang diselenggarakan oleh dan berada Mahkamah Agung dialihkan kepada Kementrian Hukum dan Hak Azasi manusia sebagai implementasi dari Undang-Undang No. 16 Tahun 2011.

7

Wahyu Widiana, “Posbakum Oh Posbakum”, artikel ini diakses pada 1 Mei 2012 dari http://badilag.net/index.php?option=com&view=artkel&id=10832&caid=170& itemid=101

8Hermansyah, “Dirjen Badilag Kami Ingin Tahun ini Posbakum ada di 100 PA 63”,

artikel ini di akses pada 06 maret 2013 dari http://.badilag.net/sepurat-ditjen- badilag/seputar-ditjen-badilag/dirjen-badilag-kami-ingin-tahun-ini-posbakum-ada-di-100-pa-63.

Rencana awalnya bantuan hukum oleh Kementerian harus sudah mulai berjalan pada tahun 2013, ternyata banyak hal teknis yang belum selesai.

Dan terakhir pada tahun 2014 Posbakum bertambah 5 menjadi 74 Posbakum.9 Dan dari jumlah Posbakum pengadilan agama yang bertambah maka layanan yang telah dicapai secara Nasional sebanyak 82,145 layanan dari data laporan tahun 2014 Mahkamah Agung Republik Indonesia.10 Dengan jumlah anggaran sebesar 4, 3 Miliar dan target 43.152 jam layanan.11