• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA PERTUNJUKAN SERTA TEKSTUAL KETOPRAK DOR PADA CERITA JOKO BODO

4.13 Babak Pertunjukan

4.13.1 Babak pertama perkenalan ( eksposisi )

Maksud dari perkenalan atau eksposisi ialah untuk mengantarkan penonton memperoleh keterangan pertunjukan yang disampaikan oleh pemimpin rombongan dari kelompok Ketoprak Dor. Istilah perkenalan atau pengantar dalam kesenian Ketoprak Dor disebut dengan Panembromo. Menurut Bapak Suriat dan Bapak Jumadi, bagian perkenalan ataupanembromoini seluruh pemain dikeluarkan atau diperkenalkan kepada penonton serta menjelaskan cerita yang akan disampaikan kepada penonton. Biasanya para pemimpin Ketoprak Dor

memberikan salam dan ucapan terima kasih terlebih dahulu kepada pihak yang telah mengundang mereka.

Ketika bagian perkenalan atau Panebromo ini berlangsung diiringi musik yang bertempo sedang serta menyanyikan syair atau teks yang ditembangkan. yaitu keluar semua ke depan panggung dengan diawali musik atau gending

sampak. Sampak ialah gending yang dimainkan pada awal pertunjukan teater ketoprak di Jawa dengan memainkan laras pelog. Setelah itu menyanyikan atau menembangkan lagu sambil menari secara improvisasi, lagu yang dinyanyikan

seperti lagu putri solo yang mengartikan bahwa memperkenalkan diri para pemain, dan memperkenalkan sanggar. kemudian setelah semua perkenalan selesai maka pemain menyanyikan lagu lalen mundur, yaitu lagu mengajak kembali kebelakang panggung.

Gambar 4.39

Bagian Pembuka atauPanembromo

Setiap kelompok Ketoprak Dor Jawa Deli mempunyai syair yang berbeda beda. Menurut Bapak Jumadi perbedaan syair ini bermula ajaran dari guru atau orang tua mereka dan menjadi ciri khas dari kelompok Ketoprak Dor tersebut. Berikut adalah contoh syair perkenalan atau teks Panembromo yang biasa dilagukan oleh kelompokKetoprak DorLangen Budi Setio Lestari:

Tabel 4.5

Lirik LaguPanembromo

Teks Arti

Atur kulo dumateng poro piyantun Sepah mewah, anom kakung Anem kakung mewah putri Samiwo sugeng

Sedoyo rawuh ipun Ingkang sami mreksani Mreksani stambul Jawi Ingkang sami mreksani Mreksani stambul Jawi Ingkang nami

Nami ipun Langen Setio Budi Lestari Sekian dan terima kasih

Selamat datang para penonton Tua muda, abang adik

Laki-laki perempuan Semua selamat Para hadirin sekalian Sama-sama melihat

Ketoprak stambul khas Jawa Sama-sama melihat

Ketoprak stambul khas Jawa Dengan ketoprak

Bernama Langen Setio Budi Lestari Sekian dan terima kasih

Secara semiosis, teks diatas menggunakan salah satu peringkat bahasa dalam kebudayaan Jawa, yakni bahasa kromo madyo. Teks tersebut terdiri dari tiga eksplanasi. Yang pertama adalah ucapan selamat datang kepada semua penonton, dari semua kalangan (golongan) dan usia. Yang kedua adalah selamat menonton Ketoprak Dor yakni grup Langen Setio Budi Lestari. Yang ketiga adalah ucapan terima kasih kepada semua penonton yang telah sudi menghadiri pertunjukan ini. Kelompok kata pertama terdiri dari 13 kata, yang terdiri dari kata dasar penunjuk diri atau kata ganti nama seniman penyaji (kulo), kata kerja (atur, dumateng), juga kata-kata ganti nama orang lain (piyantun, sepah, mewah, anomkakung, anom kakung, mewah putri). Penyebutan kata ganti ini mengandung aspek-aspek binari dalam kebudayaan Jawa, yakni ada tua pasti ada muda, ada lelaki juga ada perempuan, ada abang ada pula adik. Dalam filsafat Jawa dua aspek yang saling menjalin kerjasama selalau ada di dunia ini, dan itu sudah

menjadi kodrat Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam cerita-cerita Jawa seperti

Ramayana dan Mahabarata, Seribu Satu Malam,danPanji, tetap ditampilkan dua aspek baik dan jahat di dunia ini.

Bahagian teks kedua terdiri dari dua puluh lima kata yang keseluruhannya adalah kosa kata bahasa Jawa (boso Jawi). Terdiri dari kata harapan keadaan selamat (samiwo sugeng), kata ganti nama (sedoyo), kata kerja (mreksani), nama grup seni (Langen Setio Budi Lestari), kata penjelasan (nami, ingkang sami, stambul Jawi). Tema teks bahagian kedua ini adalah meneruskan tema bagian pertama ucapan selamat menikmati tontonan Ketoprak Dor, yang disajikan oleh kelompok seni yang bernama Langen Setio Budi Lestari. Bahagian kedua ini adalah penjelasan secara eksplisit tentang kelompok kesenian. Secara semiotik, khususnya semiotik budaya, bahwa dengan menonton grup kesenian Ketoprak Dor ini, maka para penonton sudah ikut serta melestarikan kebudayaan Jawa di Tanah Deli, dan memiliki cita-cita yang sama dengan para seniman dan budayawan kelompok Ketoprak Dor Langen Setio Budi Lestari. Demikian makn semiotik budaya yang disampaikan kelompok kata kedua ini.

Bahagian ketiga hanya terdiri dari satu kalimat dalam bahasa Indonesia (Melayu), yakni,sekian dan terima kasih.Kalaimat ini menjadi penutup rangkaian komunikasi pada bagian ini, khususnya kelompok teks pertama dan kedua. Teks ini menggambarkan tata susila Jawa yang penuh dengan penghormatan- penghormatan kepada orang lain, dalam hal ini para seniman menghormati tetamu (penonton) yang mau menonton pertunjukan mereka. Kalimat ini menjaadi ciri khas strategi adaptasi orang Jawa Deli dengan kebudayaan setempat.

Ketiga kelompok teks ini keseluruhannya merupakan makna-maka yang cenderung mengandung makna yang sebenarnya (denotatif). Walau denikian berbagai konsep kebudayaan Jawa tersirat dalam teks-teks tersebut. Begitu juga dengan kearifan Jawaa muncul di dalam teksnya, seperti: kearifan berkomunikasi, kearifan melestarikan kesenian, kearifan penghormatan kepada tetamu (penonton), kearifaan tutur persaudaraaan (sederek) dan kekerabatan.

Berikut ini adalah kalimat-kalimat yang digunakan dalam adegan pembuka, yang diucapkan secara verbal oleh pimpinan rombongan Ketoprak Dor, dalam adegan cerita Joko Bodo.

Tabel 4.6

Teks Adegan Pembuka oleh Pimpinan Rombongan

Pemain Kalimat Arti

Pimpinan Rombongan

Assalamualaikum

warahmatullahiwabakatuh Terima kasih kami ucapkan Kepada bapak kita sekar keluarga yang mana telah sudi kiranya mengundang rombogan kami yang jauh- jauh nun di sana Pasar V Sei Mencirim Kecamatan Medan Sunggal dan

Ketoprak yang telah masuk tivi yaitu TVRI dan

bergabung dan disini juga kami bukan keturunan asli Jawa tapi bumi putera anak Sumatera dan disini juga kami serombongan akan membawakan sebuah cerita yang berjudul topeng itam ataupun Joko Bodo andai kata nanti

kejanggalan-kejanggalan, kami serombongan kami minta maaf beribu maaf

para cinta seni budiman, para penonton sekalian dan disini kami sudahi assalamualaikum warah matullahiwabarakatuh.

Secara struktural teks di atas terdiri dari kata-kata ucapan salam, dalam hal ini adalah indeks kepada orang Jawa, yang umumnya beragama Islam. Dilanjutkan dengan ucapan terima kasih kepada pihak tuan rumah yang telah mengundang mereka. Selepas itu dijelaskan dengan keberadaan kelompok Ketoprak Dor ini yang berada di Pasar V Sei Mencirim, Kecamatan Medan Sunggal. Kelompok ini pernah mengisi acara TVRI Medan. Para pemainnya bukan keturunan “asli” Jawa, maksudnya orang yang benar-benar lahir, tumbuh, dan besar di Jawa, tetapi mereka mewakili orang-orang Sumatera. Ini adalah sebagai makna konotatif bahwa mereka adalah lebih bersifat Sumatera daripada Jawa. Sesudah itu pimpinan rombongan ini memohon maaf jika ada kejanggalan, artinya jika tak sesuai dengan rasa estetika pertunjukan penonton. Disudahi dengan salam.

Kosa kata yang digunakan seluruhnya adalah bahasa Indonesia (Melayu) ditambah bahasa Arab. Ada satu kosa kata Melayu yang khas didapati di dalam teks ini, yakni kata nun. Dalam bahasa Melayu artinya adalah itu yang sangat jauh di sana. Kata ini juga adalah indeks dari bahasa Melayu Medan (Sumatera Utara). Secara struktural wacana teks di atas adalah berupa penjelasan atau eksplanasi mengenai kelompok ini. Di dalamnya ada dimensi-dimensi makna denotatif, makna sebenar tentang pengalaman kelompok seni Ketoprak Dor ini. Juga penjelasan mereka lebih mewakili anak Sumatera dari pada Jawa.

Makna konotasi lebih jauh adalah adanya dimensi keagamaan, dalam hal ini Islam, yang diwakili kata-kata asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dedmikian juga dengan makna kesantunan, mohon maaf, merendak diri, sebelumnya jika ada kejanggalan dalam pertunjukan mereka minta maaf. Demikian tafsiran semiotik terhadap teks ini, berdasarkan pikiran Roland Barthes.