• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA AHMAD TOHARI

2.1.1 Bagian Awal .2 Paparan

Alur cerita dalam novel Kubah diawali dengan perkenalan tokoh Karman, yang baru saja keluar dari pengasingan. Karman merasa asing dan hina setelah menjalani tahanan di pulau B, hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut:

Anehnya ia merasa asing. Jelas dapat dirasakannya ada pemisah antara dirinya dengan alam sekeliling. Ia tidak terpadu dengan semua yang dia lihat.” Tentu saja, akukan hanya seorang bekas Tapol, Tahanan Politik!” begitu ia berkali-kali meyakinkan dirinya. (hlm. 8)

Karman beristerikan seorang perempuan bernama Marni, dari pernikahannya Karman telah memiliki tiga orang anak. Sebenarnya Marni tidak ingin mengkhianati suaminya, dengan menerima pinangan Parta. Sanak saudaranya menghendakinya berumah tangga kembali, namun tidak dihiraukannya. Setelah didesak terus-menerus oleh sanak saudaranya, akhirnya ia mengubah pendiriannya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :

Tahun 1971 Marni merubah pendiriannya. Ia mengikuti kehendak sanak familinya. Sehelai surat ditulis untuk suaminya. Dengan surat itu ia meminta keikhlasan dan pengertian, karena ia telah memutuskan hendak kawin lagi (hlm13)

2.1.1.3 Rangsangan

Peristiwa selanjutnya, kepulangan Karman ke rumah Gono adik iparnya. Karman memutuskan pulang ke sana setelah sempat bingung ke mana dia harus pulang. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke rumah Gono adik iparnya. Di sana ia bertemu dengan anak bungsunya, Rudio. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut :

Terpaksa Karman memasuki halaman dan mendekati jendela. “Oh, pasti dia Rudio, anakku sendiri!” Jantung Karman seperti dipacu. Ingin ia memanggil anaknya yang dulu baru berusia 7 tahun ketika ditinggalkan. Dengan gentar Karman melangkah ke pintu dan mengetuk. Terdengar langkah mendekat. Daun pintu terbuka. Rudio menatap laki-laki berewokan yang berdiri di depan. (hlm 27)

Bagian kedua, pengarang mengkisahkan orang-orang Pegaten yang terlibat dalam peristiwa tahun 1965 kini telah kembali ke masyarakat. Setiap ada kegiatan kerja bakti pastilah mereka yang selalu berada di barisan paling depan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Geger Oktober 1965 sudah dilupakan orang, juga orang Pegaten. Orang-orang yang mempunyai sangkut paut dengan peristiwa itu, baik yang pernah ditahan atau tidak, telah menjadi warga masyarakat yang taat. Kecuali mereka yang telah meninggal. Tampaknya mereka ingin sebagai orang yang sungguh-sungguh bertobat. Bila ada perintah kerja bakti, mereka yang pertama kali muncul. Sikap mereka yang demikian itu cepat mendatangkan rasa persahabatan di antara sesama warga desa Pegaten. (hlm 31)

Peristiwa selanjutnya percakapan Tini dengan ibunya, Marni. Setelah mendapat berita tentang kebebasan Karman, timbul konflik batin di hati Marni. Tini juga menyadari perasaan ibunya yang telah mengkhianati kesetiaan Karman dengan menikahi laki-laki lain. Hal ini terlihat pada kutipan berikut :

Tini menunggu jawaban ibunya. Tapi Marni bahkan tertunduk. Rasa getir menyapu hati perempuan itu. Tangan Tini digenggamnya erat-erat. Kelenjar air mata Marni bekerja, meskipun ia berusaha menahannya. Kini Marni tidak menyembunyikan tangisnya.

“Tini kau sudah besar. Kita sama-sama mempunyai hati perempuan. Tentu kau dapat menduga apa yang sedang kurasakan sekarang. Aku takut kepada ayahmu. Dimata ayahmu aku pasti seorang perempuan tidak bermartabat. Aku…” (hlm 38)

2.1.1.4 Paparan

Peristiwa selanjutnya merupakan peristiwa sorot balik, usia perkawinan Marni dengan Karman baru empat bulan. Karman berusaha untuk menjadi seorang suami yang baik. Ia ingin selalu membahagiakan isterinya, apalagi saat isterinya hamil muda. Karman selalu menuruti kemauan Marni, hingga pada suatu malam karena Marni ingin makan buah kedondong. Ia harus menebang pohon kedondong tersebut karena tidak bisa memanjatnya. (hlm 44-47).

Bagian ketiga, dikisahkan tempat kelahiran dan asal-usul Karman. Ia merupakan anak seorang mantri pasar, Ayahnya sangat bangga dengan jabatannya

itu. Pada zaman Jepang orang-orang Pegaten makan ubi rebus sebagai ganti nasi, priyayi tersebut berkeyakinan bahwa ia tidak pantas untuk makan ubi rebus dan lebih pantas makan nasi kelas satu. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Pada zaman Jepang orang-orang Pegaten terpaksa makan ubi rebus sebagai pengganti nasi. Tidak terkecuali keluarga Pak Mantri. Priyayi itu amat tersiksa, bukan karena ia harus makan ubi rebus. Menurut keyakinannya, seorang priyayi harus selalu makan nasi jenis kelas satu. Ubi rebus tak pantas buat Pak Mantri, baik pada jaman jepang atau jaman Belanda (hlm 48-49).

Peristiwa selanjutnya kisah persahabatan Karman dengan Rifah anak Haji Bakir, ia bahkan sering mendapat sarapan nasi dari Rifah. Setelah Karman berteman dengan Rifah cukup lama, Haji Bakir berbaik hati untuk memperkerjakan Karman di rumahnya. Haji Bakir merupakan orang yang baik, Karman dianggap seperti anaknya sendiri. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Ternyata keluarga Haji Bakir tidak pernah memperlakukan Karman sebagai pembantu rumah tangga yang sebenarnya. Anak itu diberi kesempatan untuk menamatkan pendidikannya di sekolah rakyat yang sudah dua tahun ditinggalkannya. Pekerjaan yang diberikan kepada Karman adalah pekerjaan sederhana yang bisa diselesaikan oleh seorang anak seusianya; mengantarkan makanan bagi orang yang bekerja di sawah, menyapu rumah dan halaman, memelihara ikan di kolam dan melayani si manja Rifah (hlm 55).

2.1.1.5 Gawatan

Bagian keempat, merupakan gawatan dimulai dengan peristiwa sorot balik sesudah Pengakuan Keadaulatan pada tahun 1949, banyak anggota laskar Hisbulah yang meletakkan senjata. Mereka kembali, salah satunya adalah paman Karman adik dari Bu Mantri. Pamannya menghendaki Karman untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah. Pada awal ajaran 1950 Karman sudah menjadi murid SMP di sebuah kota Kabupaten yang terdekat.

Peristiwa selanjutnya adalah sorot balik, peristiwa di Madiun pada bulan September 1948 yang merupakan usaha makar. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Di Madiun pada bulan September 1948 terjadi makar. Usaha itu gagal. Para pelaku yang tertangkap di hukum. Tampaknya, urusan dengan Muso sudah selesai (hlm 70).

Ada beberapa dari mereka yang meloloskan diri, salah satu di antaranya adalah bekas Tentara Pelajar yang menjadi guru sekolah di Pegaten, Margo namanya. Margo masih aktif menyebarkan pengaruhnya, dicarinya para pemuda yang cerdas dan berpotensi untuk menjadi pemikir. Anggota Margo telah mencium keberadaan Karman yang baru saja lulus SMP, Karman kebingungan mencari kerja. Margo merupakan orang yang cerdik, dilaporkannya penemuannya kepada atasannya, strategi telah dipersiapkan untuk menarik Karman menjadi anggota. Karman dicarikan kerja di Kecamatan Kokosan, bekerja di Kecamatan benar-benar di luar dugaannya. Dengan demikian Karman merasa berhutang budi, sehingga mudah bagi Margo untuk mempengaruhinya. Secara tidak sadar Karman telah dijauhkan dari keluarga Haji Bakir, yang memberikan ajaran keagamaan kepadanya (hlm 70-83).

2.1.2 Bagian Tengah

Dokumen terkait