• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA AHMAD TOHARI

2.2.7 Tokoh Bawahan 6: Margo

berikut:

Tini sudah 17 tahun, dan kurang menyadari bahwa ibunya mewariskan bentuk rahang yang menarik. Seandainya Tini ingin naik pentas membawakan tarian klasik, tukang rias tidak perlu merubah bentuk alisnya. Alis itu sudah bagus secara alami. Memang ada bekas cacar disamping cuping hidungnya. Hanya sebuah, dan tak ada yang menganggap noda kecil itu mengurangi kecantikannya. (hlm 33)

…Ditatapnya wajah gadis itu lama-lama. Hidung itu persis hidung Karman, juga bibir Tini. “Anakku, kukira benar kata orang. Kau cantik. Mudah-mudahan kau lebih beruntung dalam hidupmu….(hlm 44)

Ditinjau dari kehidupan sosial Tini digambarkan merupakan anak kedua Karman. Sejak masih kecil ia harus tinggal bersama ayah tiri karena Marni, ibunya kawin lagi setelah ayahnya menjalani hukuman di pulau B. Meskipun ia tinggal bersama ayah tiri ia tetap tumbuh seperti gadis biasa yang selalu riang, dan mulai menyukai lawan jenisnya saat menginjak remaja. Tini sangat rajin beribadah dan mempunyai kemampuan membaca Al-quran yang bagus.

Ditinjau dari fisiknya Tini digambarkan sebagai seorang yang rendah hati dan mawas diri. Ia selalu merasa hina karena ayahnya seorang tahanan politik. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Bagaimana kuatnya rasa rendah diri pada Tini dapat dibaca dalam surat pertamanya pada Jabir. “Apakah engkau tidak malu berkenalan dengan seorang gadis terlantar sebagai aku ini? Ayahku seorang tahanan, sekarang tinggal di tempat yang jauh.” (hlm 33)

2.2.7 Tokoh Bawahan 6: Margo

Ditinjau dari fisiknya Margo digambarkan sebagai seorang yang mempunyai perawakan sedang dengan rambut agak berombak, dengan alis tumbuh terlalu dekat mata. Hal ini terlihat dalam berikut:

….Perawakannya sedang dengan rambutnya agak berombak. Hanya kebetulan, alis matanya tumbuh terlalu dekat di atas matanya; mirip alis Lenin. (hlm 70)

Ditinjau dari kehidupan sosial Margo merupakan seorang bekas anggota Tentara Pelajar yang menjadi guru sekolah di Pegaten. Ia juga menjadi kader partai PKI pilihan karena kecerdikannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Seorang bekas Tentara Pelajar menjadi guru sekolah di Pegaten, Margo namanya. Bung Margo, demikian dia dipanggil kawan-kawan separtai, adalah seorang kader pilihan. Sabar dan cerdik, dan sangat gemar membaca. (hlm 70)

Dari perwatakannya Margo digambarkan sebagai seorang yang sabar dan cerdik . Dengan segala tipu dayanya Karman dapat terhasut untuk masuk menjadi anggota partainya.

2.3 Latar

Latar yang akan dibicarakan pada bagian ini meliputi latar tempat, latar waktu, latar sosial. Ketiga latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

2.3.1 Latar Tempat

2.3.1.1 Latar tempat yang berada di Markas Komando Distrik Militer, tempat pertama kali Karman menginjakkan kaki setelah keluar dari pengasingan. Hal ini dilukiskan pengarang dan ditunjukan dalam kutipan berikut:

Sampai di dekat pintu keluar ia tertegun. Menoleh kekiri dan kekanan seperti ia sedang ditonton oleh seribu mata. Akhirnya dengan gemetar ia menuruni tangga gedung Markas Komando Distrik Militer itu. (hlm 7)

Dari depan gedung Kodim, Karman berjalan ke barat. Rasnya ia menjadi seekor kutu yang merayap dalam barisan sapi. Beberapa kali ia hampir bertubrukan dengan orang yang berjalan berlawanan. Ia selalu berjalan menunduk. Bimbangnya kambuh lagi ketika ia sampai di

simpang empat. Ke mana? Oh ke kiri tentu. Dengan demikian ia tidak usah menyeberang. (hlm 8)

2.3.1.2 Latar tempat yang berada di alun-alun Kabupaten. Hal ini ditunjukan pengarang dalam kutipan berikut:

Dan laki-laki 42 tahun itu mendapatkan tempat yang dicarinya, di bawah pohon beringin alun-alun Kabupaten. (hlm 10)

Selanjutnya

Karman duduk di atas tonjolan akar. Disampingnya ada gulungan kertas yang berisi kain sarung. Angin bergerak ke utara menggoyangkan daun-daun tanaman hias di halaman Kabupaten…(hlm 11)

2.3.1.3 Latar tempat yang berada di pulau B. Hal ini ditunjukan pengarang dalam kutipan berikut:

Waktu menerima surat istimewa itu di Pulau B, mula-mula Karman sangat gembira. Surat dari isteri adalah belaian mesra bagi suami yang sedang dalam pengasingan…(hlm 13)

2.3.1.4 Latar yang berada di rumah Gono adik ipar dari Karman. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Rumah yang dituju Karman terletak di tepi kali kecil. Itu petunjuk yang jelas, meski misalnya sudah terjadi banyak perubahan. “Mudah-mudahan Gono belum pindah,” pikir Karman. (hlm 27)

2.3.1.5 Latar tempat di desa Pegaten . hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Geger Oktober 1965 sudah dilupakan orang, juga di Pegaten. Orang-orang yang mempunyai sangkut paut dengan peristiwa itu, baik yang pernah ditahan atau tidak, telah menjadi warga masyarakat yang taat. Kecuali mereka yang meninggal…(hlm 31)

Desa Pegaten yang kecil itu dibatasi oleh kali Mundu di sebelah barat. Bila datang hujan sungai itu berwarna kuning tanah. Tetapi pada hari-hari biasa air kali Mundu bening dan sejuk…(hlm 31)

2.3.1.6 Latar tempat yang berada di ruang perpustakaan. Hal ini di lukiskan dan ditunjukan pengarang dalam kutipan berikut:

Kamar itu tidak bisa dikatakan sebagai ruang perpustakaan yang baik. Tidak cukup luas, lemari bukunya terbuat dari kayu murahan. Peliturnya sudah botak di sana-sini. Diatas lemari terpasang potret Yahudi Jerman yang terkenal itu, pada latar belakang berwarna merah…(hlm 98) 2.3.1.7 Latar yang berada dirumah Kastagetek. Rumah yang berada di pinggir kali Sikura desa Pangkalan. Hal ini digambarkan pengarang dalam kutipan berikut:

Kalau bilik yang ditutupi atap ilalang dan bertopang diatas empat buah tiang bamboo itu disebut rumah, maka Kastagetek pernah memilikinya. Letaknya terpencil ditepi sungai Sikura, di desa Pangkalan…(hlm 144)

2.3.1.8 Latar tempat yang berada di Astana Lopajang, makam yang dikeramatkan, dan terletak di atas bukit kecil yang di kelilingi hutan puring. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Astana Lopajang! Itu makam yang dikeramatkan, yang terletak diatas bukit kecil yang di kelilingi hutan puring. Cungkupnya tak pernah di buka orang kecuali setahun sekalipada Maulud. (hlm 157)

2.3.1.9 Latar tempat yang berada di rumah orang tua Karman. Hal ini dilukiskan dan ditunjukan pengarang sebagai berikut:

Di rumah orang tuanya, Karman sedang dirubung oleh para tamu, tetangga-tetangga sudah amat lama ditinggalkan. Ia merasa heran dan terharu, ternyata orang-orang Pegaten tetap pada watak mereka yang asli…(hlm167)

2.3.1.9 Latar tempat yang berada di masjid Haji Bakir. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Masjid Haji Bakir menjadi makin tua, seusia pemiliknya. Temboknya retak-retak di sana-sini. Ubin di serambi banyak yang lepas. Langit-langit yang terbuat dari bilik bambu rapuh oleh air yang menetes dari genteng yang pecah. Serta kubah masjid itu! Bila angin bertiup akan terdengar suara derit seng yang saling bergesekan. Rupanya seng yang melapisi kubah itu telah lepas patrinya, atau aus termakan karat.

Para jamaah sepakat hendak memugar masjid itu. Pikiran demikian makin mendesak karena jumlah jamaah terus bertambah banyak. (hlm 182)

2.3.2 Latar Waktu

Penggambaran latar waktu dalam novel kubah terjadi pada peristiwa pagi, siang, sore, petang, malam hari, pukul berapa, berapa hari, berapa tahu dan ditunjukkan dengan kata-kata yang sama artinya dengan latar waktu, misalnya isya, fajar.

2.3.2.1Latar waktu pagi hari, berikut kutipannya:

(1) Sampai pagi, mulut Marni tak berhenti mengunyah kedondong. (hlm 47)

(2) Di pagi hari burung-burung gelatik dan murai terbang berkelompok-kelompok menuju sawah. (hlm57)

(3) Anak-anak yang tidur di serambi masjid menghapal dua suara yang menandakan fajar telah tiba, kicau burung sikatan di atas kolam masjid atau bunyi terompah kayu Haji Bakir. (hlm58) (4) Demikian, sumur selalu ramai selagi fajar memerah di timur. (hlm

59)

(5) Pagi-pagi sarapan nasi rajalele yang masih hangat, lauknya oseng-oseng jagung muda. (hlm 60)

(6) Hari minggu pagi-pagi Karman dijemput. (hlm 106) 2.3.2.2 Latar waktu siang hari, berikut kutipannya:

(7) Terik matahari menyiramnya begitu ia melangkahkan kaki di halaman. (hlm 7)

(8) Hari masih agak siang ketika Tini mandi di belik itu. (hlm 32) 2.3.2.3 Latar waktu sore hari, berikut kutipannya:

(9) Sore itu pun Marni membersihkan beras sambil menangis. (hlm 36)

(10)Tadi sore ibu telah memberinya bekal. (hlm 42) 2.3.2.4Latar waktu petang hari, kutipannya sebagai berikut:

(11)Sebelum matahari terbenam rombongan itu tiba di Semarang. (hlm107)

2.3.2.5 Latar waktu malam hari, kutipannya sebagai berikut

(12)Di bawanya bau tanah yang habis dicangkul dan kena gerimis tadi malam. (hlm 35)

(13)“Kemarin Jabir bertamu sampai malam, tidak pantas bukan?”. “ Ah Bu, kan dia kusuruh pulang ketika beduk isya. Ibu percaya dia anak baik-baik, bukan?”. (hlm39)

(14)“Sering, Bu. Pada malam Mauludan yang lalu aku duduk berdampingan dengan…”. (hlm40)

(15)Malam yang menarik bagi Tini. (hlm 42)

(16)Tengah malam perempuan itu masih duduk gelisah. “Apa yang harus kuperbuat bila Karman, bekas suamiku, benar-benar kembali ke kampung ini?”. (hlm 43)

(17)Selesai sembayang malam, ia bersimpuh memohon diberi ketabahan. (hlm 44)

(18)Tengah malam Karman tertidur pulas di sampingnya. (hlm 45) (19)“Karman kau sudah gila? Malam-malam begini menebang

pohon?” seru ibu Karman sambil mengusap matanya. (hlm 46) (20)“Nanti malam?” Hasyim memburu. “Jangan tergesa-gesa. Besok

malam pukul delapan.” (hlm 77)

(21) Malam pertama di kota itu tidak menyenangkan Karman. Pada malam kedua Karman merasa sehat kembali. (hlm 107)

(22)Malam itu bulan muda hanya sebentar memberikan sinar temaram . (hlm 109)

(23) Pasti waktu itu sudah lewat tengah malam, dan Rifah masih duduk berdoa. (hlm112)

2.3.2.6Latar waktu dengan menunjukkan berapa hari, kutipannya sebagai berikut: (1) Terkadang ia berhari-hari mondar-mandir dengan truk buatan

Jepang itu. (hlm 41)

(2) Hanya tiga hari Karman tinggal di rumah ibunya. (hlm 57) (3) Sekali lagi ia meminta permisi barang empat-lima hari, mulai

besok pagi. (hlm 58)

(4) Selama tujuh hari itu ia gelisah, ia berdoa. (hlm 80)

(5) Berhari-hari Karman terombang-ambingoleh pikirannya sendiri. (hlm 103)

2.3.2.7. Latar waktu dengan menunjukkan pukul berapa, kutipannya sebagai berikut:

(1) Pukul tujuh malam Karman keluar dari masjid. (hlm 26) (2) Pukul dua malam Marni bangkit. (hlm 43)

(2) “Jangan tergesa-gesa. Besok malam, saya tunggu pukul delapan.” (hlm 77)

2.3.2.8Latar waktu yang menunjukan tahun, kutipannya sebagai berikut:

(1) Satu tahun penuh Margo mencari calon yang demikian, dan belum diketemukannya. (hlm 71)

(2) Hanya setahun sejak perkenalannya dengan kelompok Margo, perubahan besar terjadi pada kepribadian Karman. (hlm 90)

(3) Sudah dua tahun Karman berusaha keras melupakan anak Haji Bakir itu. (hlm 101)

2.3.3 Latar Sosial

Latar sosial yang mencakup penggambaran tradisi, kebiasaaan hidup, keyakinan, cara berpikir, sikap yang tergolong latar spiritual.

2.3.3.1 Latar sosial yang menggambarkan tradisi yang terpengaruhi budaya Jawa-Islam. Hal ini ditunjukan pengarang dalam kutipan berikut ini:

Astana lopajang! Itu makam yang dikeramatkan, yang terletak diatas bukit yang dikelilingi hutan puring. Cungkupnya tidak pernah dibuka orang kecuali setahun sekali pada bulan Maulud. Pada bulan tersebut, makam dan tanah sekelilingnya dibersihkan. Kelambu yang mengelilingi pasarehan. (hlm 157)

2.3.3.2 Latar sosial yang menggambarkan kebiasaan masyarakat, kebersamaan dalam melakukan kegiatan sosial. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Para jamaah sepakat hendak memugar masjid itu. Pikiran demikian makin mendesak karena jumlah jamaah terus bertambah banyak.

Tanpa membentuk panitia, pekerjaan itu dimulai. Semua orang mendapat bagian menurut kecakapannya masing-masing. (hlm 182)

2.3.4 Tema

Pengarang dalam menghasilkan cerita rekaan tidak hanya ingin menyampaikan sebuah cerita. Dalam sebuah cerita tersebut terdapat konsep sastra dan ada sesuatu di balik cerita tersebut, yang dikembangkan dalam sebuah cerita. Tema cerita novel Kubah tidak diungkap secara eksplisit. Hasil analisis terhadap tokoh, alur dan latar digunakan untuk mendukung pengungkapan tema.

Dengan melihat analisis tokoh, alur dan latar maka dapat dicari tema yang disampaikan pengarang kepada pembaca. Dalam novel Kubah tema dapat ditentukan dengan mengkaitkan antara tiga unsur lainnya yaitu tokoh, alur, latar. Untuk mengungkapkan sebuah tema dalam novel maka sebelumnya dapat dicari hal-hal yang mendukung keberadaannya

Banyak nilai-nilai yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya, antara lain yang terdapat pada novel Kubah ini. Nilai yang dapat menjadikan panutan untuk pedoman kehidupan sehari-hari. Hal ini ditunjukkan pengarang dalam kutipannya berikut ini:

…Setelah kedua tungku itu menyala, dari mulut Kastagetek terdengar suara dendang,

Aku mbiyen ora ana, Saiki dadi ana,

Mbesuk maning ora ana,

Pada bali mering rahmatullah. (hlm 149)

Makna dari tembang tersebut adalah manusia diciptakan oleh Tuhan lahir ke dunia dan nantinya juga akan kembali kepada-Nya. Dengan memegang teguh filsafat ini maka setiap manusia akan memilih jalan Tuhan dan bertakwa kepada-Nya.

Nilai yang menggambarkan bahwa kita sebagai manusia harus senantiasa berserah diri, serta bertakwa kepada-Nya. Dengan demikian setiap cobaan seberat apapun di dunia akan terasa ringan. Hal ini ditunjukan pengarang dalam kutipan berikut:

Bila malam tiba Rifah sudah tidak menangis lagi. Ia sudah dapat menerima ketentuan Tuhan dengan hati yang ikhlas. Ayahnya selalu berkata, “Takdir Tuhan adalah hal yang paling baik bagimu, betapapun getir rasanya. Takwa kepada-Nya akan membuat segala penderitaan ringan.” (hlm 115)

Nilai lain yang menggambarkan bahwa seseorang yang melakukan kesalahan hendaknya berusaha memperbaikinya. Begitu pula kesalahan yang berhubungan dengan masyarakat hendaknya berusaha memperbaiki agar masyarakt memberikan kepercayaan lagi. Bentuk usaha untuk kembali dapat diterima yaitu berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Hal ini digambarkan pengarang dalam kutipan berikut:

Tetapi Karman menganggap pekerjaan membuat kubah itu sebagai kesempatan yang istimewa. Sesen pun ia tidak mengharapkan upah.Bahkan dengan menyanggupi pekejaan itu ia ingin membeli. Bagamanapu sekembalinya dari pengasingan ia merasa ada yang hilang dalm dirinya: kepercayaan masyarakat terhadap dirinya. Ia ingin memperolehnya kembali. Bila ia dapat memberi sebuah kubah yang bagus kepada orang-orang Pegaten, ia berharap akan memperoleh apa yang telah hilang itu. Setidaknya ia akan membuktikan bahwa dari seorang bekas tahanan politok masih dapat diharapkan sesuatu! Selebihnya, adalah bukti bahwa Karman sedang merintis jalan yang lebih dekat kepada Tuhan. (hlm 183)

Dari semua uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel Kubah karya Ahmad Tohari bertemakan tragedi 1965. Berdasarkan temuan akan tema ini, penulis akan membahas mengenai Rekonsiliasi Pasca Tragedi 1965 dalam Bab berikutnya.

BAB III

TRAGEDI 1965 DAN PROSES REKONSILIASI DALAM NOVEL KUBAH

KARYA AHMAD TOHARI

Pada bab ini akan dibahas proses rekonsiliasi dalam novel Kubah, mengkaji proses itu terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai tragedi 1965, peristiwa yang ada dalam novel Kubah. Hal ini untuk mempermudah pemahaman mengenai peristiwa yang ada dalam novel Kubah. Dalam novel Kubah juga sedikit disinggung mengenai peristiwa 1965, yang menjadi latar belakang semua peristiwa dalam novel Kubah.

Dokumen terkait