• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan sosiologi dalam penelitian sastra bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat (Semi, 1989:46).

Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh beberapa ahli disebut sosiologi sastra. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis atau pendekatan sosiokultural terhadap sastra (Damono, 1979:2).

Ritzer (dalam Faruk, 1994:2) menganggap sosiologi sebagai sesuatu ilmu pengetahuan yang multiparadigma. Maksudnya di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha merebut hemegoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan. Ada tiga paradigma yang Ritzer temukan ialah paradigma fakta-fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial.

Pendekatan sosiologi sastra yang banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sosial, landasannya adalah gagasan bahwa karya sastra merupakan cermin jamannya. Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan cermin langsung dari pelbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas dan lain-lain. Dalam hal ini tugas ahli sosiologi sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayali dan situasi-situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya. Tema dan gaya yang ada dalam karya sastra yang bersifat pribadi itu, harus diubah menjadi hal-hal yang sosial sifatnya (Saraswati, 2003:4).

Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dalam isi, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi

masalah yang sama. Dengan demikian novel, genre utama sastra dalam jaman industri ini dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial ini. Hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya, politik, negara dan sebagainya. Dalam pengartian dokumenter murni, jelas tampak bahwa novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi dan politik, yang juga menjadi urusan sosiologi (Damono, 1978:7).

Menurut Damono, ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap utama, hanya merupakan ephinomenon (gejala kedua). Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar sastra(Damono, 1979:2-3) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sosiologi sastra menurut pengertian kedua.

1.6.1 Rekonsiliasi

Istilah rekonsiliasi lebih luas digunakan dewasa ini daripada pengampunan. Rekonsiliasi bertautan dengan berbagai proses untuk meluruskan situasi yang tidak adil atau situasi yang kacau ( Fahrenholz, 2005 : 4 ). Kekacauan

yang terjadi di Indonesia yang terjadi 41 tahun silam yaitu saat tragedi G30S / PKI, menimbulkan asumsi yang kacau pula. Kebenaran akan hal tersebut sampai saat ini masih menjadi tanda tanya besar bagi bangsa Indonesia.

Lebih lanjut Fahrenholz mengatakan, rekonsiliasi mencakup perdamaian, keselarasan, dan relasi yang baik dengan sesama, namun ia cenderung diucapkan begitu saja perihal proses berlangkah ke suatu tempat tertentu tanpa menunjukan suatu langkah. Langkah-langkah yang semuanya itu dapat diwujudkan. Proses rekonsiliasi berhubungan dengan kejadia yang telah terjadi pada masa lampau sehingga sulit untuk mengusut, berbeda dengan pelanggaran hukum yang terjadi dalam satu masa. Langkah-langkah yang diambil pun harus berdasarkan fakta yang telah terkubur beberapa tahun bahkan beberapa puluh tahun. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) merupakan komisi yang dapat mewujudkan keadilan bagi pelanggaran pada masa lampau.

Sebenarnya, makna rekonsiliasi yang lebih umum acap bersifat historis, yang memasuki lorong waktu ke belakang. Dalam hal ini tidak bersifat temporer, tetapi lebih permanen karena sumber konfliknya berasal dari perbedaan nilai. Jika perbedaan historis itu dipakai sebagai sarana untuk menganalisis, harus merunut akar persoalannya dalam kurun waktu lama. Mungkin bangsa Indonesia akan mengaduk-aduk kesadaran sejak peristiwa 1965 (Susanto, 2002).

Kini rekonsiliasi lebih bermakna psikologi sosial, politik. Demi menjamin agar masyarakat terhindar dari kekerasan politik berkelanjutan, bahkan untuk tujuan akhir itu berarti individu, kelompok, dan negara harus menanggung ketidakadilan yang memilukan. Rekonsiliasi dengan demikian adalah kasediaan

memaafkan atau melupakan sejarah pahit demi penciptaan tatanan politik yang lebih baik di masa depan. Singkatnya, rekonsiliasi lebih menekankan pencapaian tujuan akhir itu daripada penuntutan pidana (http//www.Tempointeraktif.com).

Penelitian ini memakai teori Fahrenholz yang menyatakan rekonsiliasi sebagai pengampunan,proses meluruskan situasi yang tidak adil dan situasi yang kacau, akan tetapi beberapa tulisan tersebut di atas juga mendukung dalam menemukan proses rekonsilasi.

1.6.2 Metodologi Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini meliputi pendekatan, metode, dan teknik penelitian. Di bawah ini akan dikemukakan pendekatan metode dan teknik penelitian.

1.6.2.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural dan sosiologis. Pendekatan struktural yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menganalisis struktur novel, yang meliputi analisis tokoh, alur, latar, dan tema. Pendekatan sosiologis bertolak dari asumsi bahwa sastra adalah cerminan kehidupan masyarakat. Pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini disebut sosiologi sastra (Damono, 1979:2). Dalam penelitian ini, sosiologi sastra yang dipergunakan adalah sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Teks sastra dianalisis strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam gejala sosial yang ada di luar sastra (Damono,1979:3)

1.6.2.2 Metode

Ada dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a) Metode deskriptif, metode deskriptif adalah prosedur pematahan/

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktor-faktor yang tampak sebagaimana adanya. Untuk memberikan bobot yang lebih tinggi pada metode ini, maka data atau fakta yang ditemukan harus diberi arti. Fakta atau data yang terkumpul harus diolah atau ditafsirkan. Melalui metode ini, peneliti menggambarkan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, kemudian mengolah dan menafsirkan. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut :

Pertama, menganalisis novel kubah secara struktural, yang meliputi analisis alur, tokoh dan penokohan, latar dan tema. Kedua, menggunakan analisis pertama untuk memahami lebih dalam lagi mengenai rekonsiliasi, yang dialami oleh tokoh Karman. Ketiga, mememberikan kesimpulan terhadap hasil pemaparan permasalahan yang diteliti.

b) Metode content analisys / analisis isi, yaitu suatu bentuk penelitian untuk membuat referensi-referensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. (Krippendorff :15). Metode ini dipakai untuk membuat referensi- referensi tentang proses rekonsiliasi, khususnya berhubungan dengan rekonsiliasi dalam penelitian ini.

1.6.2.3 Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat dan teknik kartu. Teknik catat digunakan untuk mengumpulkan data yang terdapat dalam novel Kubah dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Teknik kartu dipergunakan untuk mengklasifikasi data.

Dokumen terkait