• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA AHMAD TOHARI

2.1.2 Bagian Tengah .1 Tikaian

Bagian kelima, merupakan tikaian dimulai dengan cerita sorot balik lamaran Karman yang tidak diterima oleh Haji Bakir karena terlambat. Alasan itu tidak diterima begitu saja oleh Karman karena laki-laki yang beruntung meminang

Rifah adalah Abdul Rahman, anak pedagang kaya keturunan Pakistan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut:

Terlambat, itu memang nyata. Tetapi Karman curiga apakah itu satu-satunya alasan. Kecurigaan itu terus berkembang karena Karman sendiri yang mengembangkannya. “Seandainya aku yang melamar Rifah lebih dahulu dan diterima, baru kemudian datang Abdul Rahman. Kurasa lamaranku akan dibatalkan oleh Haji Bakir.” (hlm 87)

2.1.2.2 Rumitan

Rasa dendam Karman terhadap Haji Bakir kian hari semakin bertambah, Karman mulai meninggalkan masjid Haji Bakir dan memilih untuk sembahyang di tempat lain. Dimulai dari menghindari masjid Haji Bakir lama-lama Karman mulai meninggalkan sembahyangnya. Melihat keadaan yang seperti itu Hasyim, paman Karman mencoba menasihatinya untuk kembali bersembahyang dan menjalin silaturahmi dengan keluarga Haji Bakir. Akan tetapi Karman tidak mempan dengan nasihat yang diberikan oleh pamannya, sehingga terjadi perdebatan yang sangat sengit. Hasyim tidak mampu lagi mengubah pendirian Karman yang memang sudah sangat berbeda dengan Karman yang dulu ia kenal. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Hasyim menutup muka dengan kedua tangannya. Tiga kali beristigfar, belum cukup menenangkan kemarahannya.

“Luar biasa,” pikirnya. “ Hati kemenakanku telah penuh dengan ingkar, hati nurani serta akal budinya tertutup. Inilah cikal-bakal kesetanan Karman.” (hlm 96)

Pada bagian keenam, diceritakan Margo yang melaporkan ke atasannya untuk menyumpah Karman menjadi anggota partai. Usulan itu belum diterima oleh atasannya dengan alasan bahwa Karman masih seorang yang perasa, ditambah lagi perasaan Karman terhadap Rifah tumbuh kembali. Rifah telah

menjadi seorang janda, suaminya mengalami kecelakaan yang kemudian merenggut nyawanya. Hal itu sangat tidak di sukai oleh partai Margo karena itu bisa menjadikan Karman kembali ke kehidupannya semula, seorang yang taat beragama. Atas perintah atasannya Margo mencarikan wanita lain yang memang lebih cantik dari Rifah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Dua orang berada di dalam ruangan itu. Margo sedang memberikan laporan rutin kepada atasannya. Sekali ini laporan yang menyangkut Karman menjadi titik pusat pembicaraan…….( hlm 98)

“Ya, saya sudah merasa yakin. Sudah saatnya Karman disumpah menjadi anggota partai,” kata Margo.

“Tidak terlalu tergesa-gesa?”

“Oh, itu hanya usulan saya. Akhirnya Anda yang akan memutuskan.”

“Nanti dulu. Bung lupa melaporkan kelemahan- kelemahan yang ada dalam diri Karman. Nah, Bung bias menyebutnya sekarang.”( hlm 99 ) “Sekali lagi Anda kurang teliti, dan teledor. Triman mengatakan kepadaku bahwa terlihat gejala cinta Karman kepada Rifah kambuh kembali. Bagaimana pendapat Anda?( hlm 100)

“Oh ya saya lupa Anda bujangan. Barangkali Triman lebih cocok untuk menangani masalah ini. Tetapi dengarlah, seorang yang menginginkan satai kambing keinginannya agak berkurang bila kepadanya kita sodorkan satai daging sapi. Mengerti?” (hlm 101 ).

Peristiwa selanjutnya, Karman diajak berlibur ke Semarang oleh Margo yang tentu saja hal itu hanya merupakan taktik partai saja. Karman dikenalkan dengan orang-orang penting dalam partai dalam sebuah rapat partai.

Pada bagian ketujuh, diceritakan sorot balik saat peringatan seratus hari kematian suaminya perut Rifah sudah semakin membesar. Tinggal sebentar lagi Rifah akan melahirkan. Di saat kesepian karena di tingal suaminya Rifah teringat

kenangan masa kecilnya bersama Karman yang selalu setia menemaninya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Peringatan seratus hari meninggalnya Abdul Rahman sudah lewat. Kandungan Rifah makin besar, makin besar. Ia berharap bulan depan akan melahirkan anaknya yang pertama. “Andaikata anakku lahir laki-laki, tentu ia gagah seperti ayahnya. Hidungnya manis, matanya galak,”demikian harapan calon ibu yang masih sangat muda itu (hlm 115). Peristiwa selanjutnya ada unsur sorot balik , kesengsaraan rakyat Pegaten yang disebabkan pergolakan-pergolakan yang dimulai oleh masuknya tentara Jepang. Di Pegaten sering terjadi perampokan dan juga penjarahan hutan. Hal ini merupakan taktik politik yang dimainkan oleh Margo. Sementara masyarakat Pegaten sengsara, lain halnya dengan Karman hidupnya semakin mantap, apalagi Karman telah menikah dengan Marni. Tahun pertama pernikahannya dengan Marni Rudio lahir. Karman adalah seorang suami yang baik dan bertanggung jawab, akan tetapi kebahagiaan Marni terasa kurang. Marni sangat taat beribadah, sedangkan Karman secara terang-terangan mengaku menjadi seorang ateis. Hal ini terliaht dalam kutipan berikut:

Yang tidak bersesuaian di antara mereka hanya satu hal. Sementara Marni merasa tidak bisa meninggalkan ibadahnya. Karman bahkan terang-terangan mengaku menjadi seorang ateis. Kalau Marni merasa kebahagiaannya kurang utuh, itulah dia. Sering ia memohon kepada Tuhan agar keberuntungannya disempurnakan. Tidak heran kalau Marni sering bermimpi bersembahyang berjamaah dengan suaminya (hlm 126).

Pada bagian delapan, dimulai dengan sorot balik yang terjadi tahun enam puluhan, keadaan ekonomi memprihatinkan, biaya kehidupan sangat tinggi. Minyak tanah dijatah dan bila ingin mendapatkan gula pasir harus antri. Keadaan alam sendiri menambah penderitaan penduduk. Kemarau sering amat panjang.

Hama tikus dan walang sangit menggagalkan panen. Penjarahan hutan semakin tidak terkendali karena memang rasa lapar tidak tertahan lagi. Busung lapar berjangkit di Pegaten karena penduduk makan makanan seadanya.

2.1.2.3 Klimaks

Peristiwa selanjutnya, merupakan rumitan menceritakan Karman yang mulai gelisah setelah mendengar kabar orang-orang yang terlibat peristiwa 30 September tertangkap satu persatu. Demi menyelamatkan diri, ia lari meninggalkan keluarga yang dicintainya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Kegelisahan Karman tidak mungkin tertahan lebih lama. Sudah beberapa malam ia tidak bisa tidur. Kalau malam tiba, ia bersembunyi di rumah ibunya atau berkerumun dengan orang lain di masjid Haji Bakir. Pada saat ia merasa sesuatu yang mengerikan bakal tiba, ia menemui isterinya. Pukul delapan malam saat itu. Suaranya serak berbata-bata ketika mengatakan, “Marni, aku mau pergi ke rumah Triman. Bila sesuatu terjadi pada diriku, Marni, jagalah dirimu sendiri bersama anak-anak. Kupercayakan Rudio, Tini dan Tono padamu.” (hlm 136)

Bagian sembilan, dimulai dengan sorot balik diceritakan kisah pelarian Karman. Dalam pelariannya ia bertemu dengan Kastagetek yang hidup di pinggir sungai Sikura. Karman banyak belajar dari Kastagetek tentang kehidupan ini, bagaimana cara mensyukuri nikmat yang telah diberikan Tuhan dan berserah diri kepada-Nya. Mulai saat itu hati Karman mulai tergugah dia teringat akan segala kesalahannya.

Kalau bilik yang di tutupi atap ilalang dan tertopang diatas empat buah tiang bambu itu di sebut rumah, maka Kastagetek pernah memilikinya. Letaknya terpencil di tepi sungai Sikura, didesa Pangkalan. …….( hlm 144 )

Tetapi saat itu Karman tidak berani berkata demikian. Kegoncangan yang menimpa dirinya, telah membuat Karman bergeser dari sikap hidup semula.

Sedikit atau banyak. Paling tidak Karman mula berpikir, mengapa orang tidak bersembahyang dan mengapa orang bersembahyang. (hlm 148)

Setelah selama hampir dua bulan pelariannya Karman tertangkap disuatu tempat yang dianggap keramat, makam Astana Lopajang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

Tamat sudah kisah pelariannya, karena seorang gembala kerbau melihat segala gerak-geriknya. Di sioang itu beberapa orang pamong desa datang ke Astana Lopajang. Karman ditangkap dalam keadaan sakit payah. Boleh jadi karena keadaannya itulah orang tidak tega menghabisi nyawanya. (hlm 106)

2.1.3 Akhir

Dokumen terkait