• Tidak ada hasil yang ditemukan

7.1 Adopsi Inovasi Terintegrasi: Suatu Tinjauan Analisis

Kegiatan pengelolaan sumber daya ekonomi yang bersifat terbatas untuk memperoleh keuntungan/manfaat (profit/ benefit) maksimal, upaya sistematis dalam pengembangan sektor peternakan tentu merupakan satu bentuk kegiatan usaha produktif dan bernilai ekonomi. Beberapa aktivitas ekonomi produktif yang dikerjakan oleh rumah tangga dalam skala mikro khususnya di Indonesia yaitu: Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (GaPokTan), Koperasi, Koperasi Tani, dan Koperasi Unit Desa. Fokus utama dari setiap kegiatan ekonomi produktif tersebut yang hendak “disasar” adalah meningkatkan pendapatan, penciptaan lapangan kerja dan perwujudan ketahanan pangan masyarakat berbasis sumber daya lokal.

Sebagai negara kepulauan berciri Nusantara, Indonesia adalah negara yang memiliki banyak daerah dengan penduduk

yang dominan berdomisili di wilayah perdesaan dan pinggiran. Kultur sosial ekonomi yang berkembang pada masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan dan pinggiran tersebut, umumnya menjadikan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama. Dalam struktur ekonomi sendiri, sektor peternakan berada di bawah atau merupakan sub-sektor pertanian. Pola dan metode yang dikerjakan penduduk perdesaan dengan mengandalkan sektor pertanian saja, sudah terbukti kurang memberikan manfaat kesejahteraan yang optimal bagi para petani. Di samping oleh karena mode produksi yang diterapkan masih bersifat tradisional, optimalisasi peran sektor peternakan juga tidak mendapatkan perhatian serius.

Penekanan isu “peternakan” sebagai sektor unggulan dalam pengembangan usaha produktif berbasis sumber daya lokal, ingin menegaskan bahwa saat ini dibutuhkan suatu konsep baru dalam pengelolaan sektor ekonomi primer kita. Sebuah konsep terintegrasi yang berpijak pada pemanfaatan inovasi dan invensi pada perkembangan mutakhir. Pemanfaatan inovasi dan invensi tersebut, diproyeksikan mampu menciptakan nilai tambah atas pengelolaan sumber daya ekonomi lokal yang potensial untuk “disulap” menjadi komoditas ekonomi sebagai sumber pendapatan ekstra bagi masyarakat.

Komoditas baru tersebut, perlu dikembangkan pada skala ekonomi dengan kualitas tertentu sehingga mampu bersaing dengan produk lain yang sudah ada di pasaran. Proses adopsi inovasi peternakan terintegrasi dimaksudkan untuk menciptakan perbaikan metode atau cara berproduks, yang selama ini diterapkan masyarakat dalam mengelola potensi sumber daya unggulan lokal yang dimilikinya. Paradigma klasik bahwa sektor peternakan sebagai sub-sistem dari sektor pertanian sudah

saatnya diperbaharui.

Gejala yang “menonjol” dalam suatu inovasi adalah pemanfaatan teknologi yang mudah dipahami masyarakat. Mengutip pernyataan Bahri & Tiesnamurti (2012), suatu inovasi akan mudah diadopsi jika adopter benar-benar membutuhkan dan dapat merasakan manfaatnya secara langsung. Fakta riil di lapangan membuktikan, bahwa adopsi inovasi pengembangan peternakan terintegrasi telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Meningkatnya pendapatan karena perluasan skala ekonomi usaha, dengan aneka sumber mata pencaharian baru adalah bukti kongkrit yang kembali menegaskan urgensi diterapkannya adopsi inovasi terintegrasi. Adopsi inovasi pengembangan peternakan terintegrasi yang diterapkan adopter, dikembangkan secara mandiri dalam kegiatan usaha guna meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan akses pasar.

Pengelolaan sumber daya ekonomi secara terintegrasi, melalui pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan “limbah” peternakan dan pertanian dapat mendorong optimalisasi pengelolaan sumber daya unggulan lokal. Namun faktanya, kegiatan tersebut masih banyak dikerjakan secara terpisah oleh masing-masing kelompok dan bahkan secara individual oleh masyarakat di daerah perdesaan. Para petani dan peternak Indonesia di perdesaan belum menerapkan konsep pengembangan kegiatan terintegrasi secara vertikal dan horizontal. Dampaknya jelas, nilai tambah dan daya saing produk yang dihasilkan rendah dan tidak memiliki keunggulan komparatif ketika sudah masuk ke pasaran.

Tahapan dalam proses adopsi inovasi, dimulai dari adanya pengetahuan dan pemahaman atas inovasi yang

diperkenalkan oleh fasilitator dan narasumber. Pengenalan inovasi tersebut selanjutnya direspon oleh masyarakat, hingga pada akhirnya menyimpulkan dan megambil keputusan untuk menerapkan inovasi tersebut pada skala kecil (Demplot). Demplot yang diuji-cobakan terkait dengan pengembangan budidaya, pengolahan produk, pengemasan hingga distribusi dan pemasaran produk yang dikembangkan. Berkenaan dengan fakta ini, relevansi teori Rogers (1994) tentang tipologi pembuatan keputusan, proses adopsi inovasi pengembangan peternakan terintegrasi di Desa Argorejo dan Argosari merupakan keputusan kolektif. Yakni proses inovasi yang dimulai dengan penemuan gagasan, sampai implementasinya sebagai konsensus kelompok untuk mengadopsi inovasi baru tersebut.

Tahapan proses pengambilan keputusan inovasi, adalah: 1) mengetahui (knowledge), anggota kelompok sebagai sasaran sudah mengetahui adanya inovasi dan mengerti bagaimana eksistensi, keuntungan, manfaat, serta alur proses suatu inovasi berfungsi; 2) persuasif (persuasive), anggota kelompok sasaran sudah membentuk sikap terhadap inovasi, dengan menilai apakah sesuai atau tidak sesuai bagi dirinya; 3) mengambil keputusan (making decision), anggota kelompok sasaran sudah terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pembuatan keputusan menerima atau menolak inovasi; 4) implementasi (implementation), ketika para anggota atau kelompok pengambil keputusan menetapkan penggunaan suatu inovasi; 5) konfirmasi (confirmation), anggota kelompok sasaran mencari penguat bagi keputusan inovasi yang dibuat.

Penerapan konsep inovasi pengembangan peternakan terintegrasi telah memberi pengaruh yang signifkan terhadap perkembangan kegiatan usaha kelompok. Dampak yang

dirasakan antara lain adanya ragam komoditas ekonomi baru yang bisa diproduksi dari pengolahan atas potensi sumber daya yang tersedia. Sebagai contoh, adopsi inovasi yang diterapkan kelompok Mekar Harapan Dusun Metes dalam kegiatan usaha pembuatan pupuk organik. Sebelum penerapan inovasi, kotoran sapi teronggok di sekitar kandang atau dijual mentah. Proses adopsi inovasi telah menggerakan kegiatan masyarakat untuk mengelola limbah ternak menjadi pupuk organik, sehingga menciptakan nilai tambah dan mendorong pengembangan budidaya tanaman produktif di persawahan maupun lahan pekarangan yang baik untuk kesehatan dan bernilai ekonomi.

Faktor lainya yang juga ikut menentukan keberhasilan pemberdayaan ekonomi lokal adalah pemasaran produk yang diterima konsumen. Pasar menjadi aspek penting yang menjadi kunci akses kelompok masyarakat sebagai produsen dan pedagang. Kemampuan mengembangkan jejaring mitra kerja akan memperkuat posisi tawar dalam kegiatan usaha. Untuk mencapai sasaran tersebut, setiap kelompok usaha produktif bersama fasilitator harus mampu melakukan analisis mengenai “kesesuaian” produk yang dibutuhkan pasar dan konsumen dengan produk yang dikembangkan.

7.2 Adopsi Inovasi Bernilai Surplus Ekonomi

Adopsi inovasi pengelolaan peternakan terintegrasi ditujukan untuk mendorong peningkatan produktivitas dan nilai tambah, serta menumbuhkan kegiatan usaha baru, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pengelolanya. Penghasilan masyarakat dari usaha ternak dapat dioptimalkan, antara lain dengan mengolah limbah peternakan menjadi pupuk organik. Keuntungan tambahan (ekstra) dapat diperoleh melalui

pemanfaatan pupuk organik tersebut untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya potensial lainnya dalam kegiatan budidaya tanam produktif bernilai ekonomi dan pelestarian lingkungan. Manfaat ekonomi dapat diperoleh peternak, bukan lagi hanya terbatas pada penjualan ternak dan dagingnya saja, atau sekedar pengunaan tenaga sapi untuk keperluan pembajakan sawah.

Proses adopsi inovasi peternakan terintegrasi, dalam penerapannya pada kegiatan usaha produkitif berbasis sumber daya unggulan lokal akan mampu mendatangkan “surplus” keuntungan optimal jika adopter bersungguh-sungguh mengaplikasikan konsep tersebut secara benar. Alur mata rantai input-output dan skema operasional dalam konsep integrasi, baik secara vertikal maupun horizontal pada setiap tahapan pengelolaan ragam potensi ekonomi, akan sekaligus meningkatkan produktivitas peternak dan petani. Input yang digunakan oleh petani pada kegiatan budidaya tanaman, tidak lain merupakan output yang dihasilkan oleh peternak dari proses pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik yang mendukung peningkatan kesuburan tanaman.

Kenyataan ini senada dengan ungkapan Stigler (1951), bahwa integrasi vertikal dan horizontal perlu dilakukan dalam kegiatan usaha untuk mengatasi persoalan persediaan bahan baku yang terkadang tidak stabil, sementara kontinuitas bahan baku sangat diperlukan demi kelangsungan proses produksi. Strategi integrasi dapat menjaga efisiensi usaha dalam hal menyediakan bahan baku sendiri, sehingga hambatan produksi terkait rantai pasok bahan baku dapat diminimalisir serta menjamin persediaan dan kontinuitas proses produksi.

Secara teoritis, strategi integrasi vertikal dan horizontal mampu menciptakan efisiensi. Kegiatan usaha produksi yang terintegrasi dengan industri pemasok komponen hulu mampu meningkatkan produktivitasnya. Selain itu, strategi integrasi vertikal dan horizontal menciptakan keunggulan kompetitif, sehingga industri yang terintegrasi akan mampu menghasilkan komoditi yang memiliki daya saing tinggi di pasar internasional (Atikah, 2008).

Kelompok usaha yang menguasai pengadaan input atau distribusi output berarti telah menghilangkan barriers to entry, artinya perusahaan berintegrasi dengan perusahaan lain yang dapat memenuhi pasokan bahan baku produksi yang saling berkaitan. Menurut Stigler (1951) tujuan perusahaan melakukan integrasi vertikal antara lain untuk: 1) menurunkan biaya transaksi, contohnya dalam pembuatan pupuk organik dan pemanfaatannya dalam budidaya pertanian kelompok pengelola. Hal tersebut tidak bergantung pada pihak lain terutama penyediaan bahan baku berupa kotoran ternak dari peternakan masyarakat sendiri, sehingga kelompok usaha tidak terganggu dengan biaya transaksi yang fluktuatif; 2) menjamin persediaan, dengan mengatur kapasitas produksi untuk terpenuhi kelangsungan proses produksi dan terjaga efisiensi karena kelompok usaha dapat menyediakan bahan baku sendiri secara kontinu; 3) menghapus pengaruh eksternal, dengan tidak bergantung kepada pihak lain dalam penyediaan bahan baku produksi maka standar mutu produksi tetap terjaga; 4) menghindari intervensi pemerintah, kelompok usaha pembuatan pupuk organik dengan memiliki stok bahan baku kotoran ternak dari lingkungan kelompok, pasokan bahan baku tidak perlu membeli dengan harga pasar tapi dapat disepakati yang didasarkan pada harga pokok penjualan (HPP) dan harga

produk di pasar. Hal tersebut dapat menghindari kontrol harga yang dilakukan pemerintah.

Pola pengembangan kegiatan integrasi horizontal adalah penggabungan dari beberapa kelompok yang memiliki proses produksi sama dan produk yang dihasilkan serupa. Strategi integrasi horizontal merupakan salah satu strategi pertumbuhan, dengan memperluas kegiatan lini produk atau membangun di lokasi lain yang tujuannya untuk meningkatkan aneka jenis produk. Perusahaan yang melakukan integrasi horizontal dapat memperluas jaringan pasar, fasilitas produksi maupun teknologi, serta pengembangan internal maupun eksternal melalui akuisisi, joint venture dengan perusahaan lain dalam industri yang sama.

Kegiatan pola integrasi horizontal merupakan pengelolaan kegiatan aspek hulu hingga aktifitas hilir, yakni mulai dari penyiapan bahan baku, proses pengolahan aneka produk, pengemasan lalu dipasarkan. Kegiatan tersebut dilakukan Kelompok Wanita Tani (KWT), dalam pengembangan kegiatan usaha pembuatan baglog dilanjutkan dengan pengembangan budidaya jamur, dan pengolahan produk jamur atau diversifikasi produk diantaranya dibuat kerupuk jamur. Pemanfaatan limbah ternak berupa sludge padat ditambah dengan bahan bekas baglog media jamur sebagai bahan pembuatan pupuk organik untuk pengembangan tanaman jahe dilahan pekarangan, kemudian dilakukan pengolahan produk serbuk jahe instant. Kegiatan tersebut telah berkembang dan berhasil optimal dikelola KWT, dengan melebarkan sayap kegiatan usaha produksi bahan baku, pengolahan produk pangan organik dan secara sinergis terintegrasi dengan kegiatan usaha produktif lainnya.

Konsep utama pemberdayaan adalah bagaimana memberikan kesempatan luas bagi masyarakat, untuk menentukan sendiri “nasib” dan arah kehidupan dalam komunitasnya. Peningkatan kompetensi SDM yang dibutuhkan dalam optimalisasi pengelolaan potensi sumber daya lokal, harus dibangun masyarakat itu sendiri. Pelatihan dan pendampingan sekedar instrument manajemen dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan, sebagai upgrading kapasitas individual dan kelompok kinerja secara umum.

Adopsi inovasi pengembangan peternakan terintegrasi adalah bagaimana melakukan kegiatan usaha produktif yang terintegrasi dengan berbagai potensi sumber daya unggulan yang tersedia pada lokalita tertentu, sehingga dihasilkan output dari kegiatan usaha bernilai tambah dan berdaya saing di pasaran. Keberhasilan adopsi inovasi atau penyebaran teknologi tepat guna tidak terlepas dari peran mediasi yang dilakukan seorang pendamping (fasilitator) lapangan yang berfungsi sebagai jembatan proses adopsi yang menjalankan tugas fungsionalnya sebagai agen pembaharu. Van den Ban dan Hawkins (1999) mengemukakan peranan utama penyuluhan (fasilitator), pada masa lalu dipandang sebagai alih teknologi dari peneliti ke petani. Sekarang peranan penyuluhan lebih dipandang sebagai proses membantu petani dan peternak untuk mengambil keputusan sendiri dengan cara menambah pilihan bagi mereka, dan menolong mengembangkan wawasan mengenai konsekuensi dari masing-masing pilihan itu.

Peran fasilitator hampir sama dengan mediator atau pendamping dalam membimbing petani dan peternak, dimana pada setiap daerah biasanya disebut penyuluh. Tupoksi penyuluh ialah membekali petani dengan pengetahuan, keterampilan,

pengenalan teknologi sebagai inovasi baru di bidang agriculture science dengan sistem pendampingan satu arah. Kegiatan tersebut secara metodologi berbeda dengan pendampingan pengembangan kegiatan terintegrasi, yaitu bertugas mendampingi anggota kelompok dan mediator peningkatan pengetahuan dan kemampuan teknis dalam pengembangan kegiatan terintegrasi. Peran pendamping tidak hanya memberikan sebuah ilmu atau inovasi teknologi, melainkan juga memunculkan inovator di kelompok sebagai tokoh yang membantu fasilitator dalam menumbuhkan adopter-adopter lain pada setiap kegiatan usaha untuk lebih efektif, efisien dan berdaya saing.

Kompetensi anggota kelompok perlu tingkatkan pengetahuan dan keterampilannya (skill), untuk pengembangan bidang usaha yang lebih kompetitif. Penekanan fasilitator dalam peningkatan kompetensi SDM adalah tidak membiarkan anggota kelompok mengadopsi sebuah ilmu pengetahuan dan teknologi secara tidak terstruktur, melainkan fasilitator mempersiapkan inovator dari dalam kelompok sebagai tiang penyangga sekaligus menjadi panutan yang dapat dijadikan acuan dalam adopsi inovasi bagi anggota kelompok atau masyarakat lainnya. Hal tersebut diharapkan dapat memacu motivasi anggota untuk berfikir kritis dan kreatif bahwa dalam mengadopsi suatu inovasi tidak sulit dan mustahil, karena inovator dari dalam kelompok menjadi contoh keberhasilan (best practice) dalam mengadopsi sebuah inovasi. Best practice merupakan contoh yang dapat diterapkan dan dipelajari anggota kelompok dan masyarakat daerah lainnya. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang diawali dengan peningkatan kompetensi dan pendampingan dalam penerapan teknologi kepada anggota kelompok, memberi dampak sangat signifikan dalam pengembangan usaha dan meningkatkan

pendapatan. Berkembangnya usaha yang dikelola masyarakat sebagai wujud nyata penerapan konsep pengembangan kegiatan integrasi vertikal dan horizontal, menjadi contoh keberhasilan adopsi inovasi yang diterapkan kelompok. Keberhasilan KWT dalam kegiatan usaha budidaya jamur, juga menumbuhkan “kepercayaan” (trust) bagi pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) di daerah tersebut. Dampaknya masyarakat lebih aktif dan kreatif dalam pengembangan budidaya dan pengolahan produk jamur secara individu atau usaha pribadi, sehingga membuka kesempatan kerja dan unit usaha baru.

Fakta tersebut memberi gambaran eksplisit bahwa hal terpenting dalam pendampingan adalah mengubah perilaku dan sikap anggota kelompok menjadi adopter agar mereka mempunyai inisiatif untuk tahu dan mau menerapkan inovasi, sehingga proses pendampingan menjadi dua arah dan memunculkan sinergi antara pendamping dan adopter dalam mempraktekan konsep kegiatan usaha terintegrasi. Pendampingan yang berfokus pada peningkatan kapasitas masyarakat dan perubahan perilaku, dapat menambah kesungguhan para anggota kelompok untuk menerima adopsi inovasi pengembangan kegiatan terintegrasi. Peran pendamping sangat penting dalam mengimplementasikan inovasi sesuai konsepnya, dan pengembangan nilai-nilai yang didasarkan pada filosofi: rajin, kooperatif, inovatif, kreatif dengan menghadirkan inovator dari dalam sebagai tokoh kegiatan adopsi inovasi pengembangan kegiatan terintegrasi.

Pendampingan dilakukan dalam rangka penerapan konsep adopsi inovasi kegiatan usaha terintegrasi yang mengkaitkan peran aktif antar kelompok untuk saling menguatkan dalam pengembangan usaha. Prinsip agribisnis ditanamkan pendamping untuk memunculkan motivasi yang kuat secara bersama-sama

dalam upaya penciptaan nilai tambah dan mengembangkan usaha, sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan. Menurut Stephen dalam teori sinergitas, sinergi yang dikerjakan bersama memunculkan hasil lebih baik dibanding sendiri-sendiri. Selain itu gabungan beberapa unsur, akan menghasilkan suatu produk yang lebih unggul. Sinergi mengandung arti kombinasi unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran (output) lebih baik dan besar (Sibosnetwork, 2007).

Teori sinergitas diterapkan dalam pendampingan adopsi inovasi peternakan terintegrasi, kegiatan kelompok diintegrasikan untuk menguatkan atmosfir usaha kelompok yang kegiatannya saling terkait. Petani tidak membeli pupuk mahal (non-organik) dan menunggu subsidi pemerintah dalam budidaya padi, karena pupuk organik diperoleh dari kelompok produsen pupuk dengan mutu yang sudah diketahui para petani dan harga terjangkau. Secara ekonomi kegiatan integrasi tersebut memunculkan efisiensi dalam penyediaan pupuk yang berfungsi meningkatkan produktivitas, sehingga biaya penyediaan pupuk dapat ditekan dan potensi keuntungan yang diperoleh dapat lebih besar.

7.4 Model Kegiatan Terintegrasi: Rekomendasi Konsep Adopsi Inovasi

Bidang usaha pertanian umumnya merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat perdesaan pada seluruh wilayah di Indonesia, disamping juga aktivitas memelihara ternak yang menjadi suatu tradisi karena merupakan potensi sumber daya unggulan lokal yang tersedia dan prospektif dikembangkan pada skala ekonomi. Namun pengelolaannya masih bersifat tradisional dan sub-sistem, sehingga perkembangan produktivitas dan

populasinya cenderung sangat lamban serta hasil produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dan tidak ada investasi atas kegiatan usaha yang dilakukan.

Inovasi merupakan pengembangan ide terhadap metode praktis, sebagai upaya merubah kondisi atau keadaan seseorang atau sekelompok masyarakat. Perubahan tersebut dapat diamati dari adanya perbedaan manfaat ekonomi yang dirasakan setelah suatu inovasi diterapkan. Pengelolaan kegiatan terintegrasi merupakan pengembangan usaha yang sinergis antara satu kegiatan usaha produktif dengan usaha lainnya secara efektif dan efisien. Melalui adanya unit-unit usaha yang sinergis, kendala bisnis yang muncul mampu diselesaikan sehingga mendorong peningkatan produktivitas, perbaikan kualitas produk dan penciptaan nilai tambah ekonomi.

Adopsi inovasi peternakan terintegrasi ditujukan untuk mengoptimalkan pengelolaan potensi sumber daya lokal secara komprehensif, integratif dan terpadu guna mewujudkan Indonesia yang mandiri pangan, mandiri energi dan masyarakat mandiri. Peternakan dan pertanian tangguh dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat Indonesia, sehingga mendorong peningatan tabungan (saving) untuk keperluan investasi bagi pengembangan usaha. Meningkatnya pendapatan akan mendorong daya beli masyarakat untuk kebutuhan konsumsi, sehingga pendapatan setiap produsen juga akan meningkat. Meningkatnya produktivitas dan daya beli masyarakat, secara agregat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional secara makro melalui perluasan aktifitas ekonomi, sehingga ujung dari perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia di perdesaan yang mempu mengakselerasi percepatan pembanguan

perdesaan dan wilayah pinggiran.

Kegiatan terintegrasi yang dikelola sesuai konsep dasarnya akan mendorong sinergi antar berbagai kelompok usaha, sehingga mampu mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Adopsi inovasi peternakan terintegrasi dengan pendekatan “total solution” dan

“zero waste” sangat membantu mempercepat transfer teknologi tepat guna, untuk membuat produk yang dikembangkan lebih bernilai tambah dan berdaya saing.

Inovasi yang dihasilkan dan dinilai layak secara teknis maupun ekonomi, belum tentu diterima dan diterapkan masyarakat sesuai konsepnya. Berkaitan dengan hal tersebut, buku ini merekomendasikan satu konsep penerapan adopsi inovasi terintegrasi, baik secara vertikal maupun horizontal yang kompatibel untuk diterapkan dimana saja dan mudah untuk dipahami masyarakat. Strategi ini sangat efektif diadopsi sebagai pola baru dalam proses pengelolaan usaha. Hasil analisis proses adopsi inovasi peternakan terintegrasi, disusun “Konsep Model Kegiatan Terintegrasi Berbasis Peternakan” seperti gambar dibawah ini.

Gambar 7.1. Konsep Model Kegiatan Terintegrasi Berbasis Peternakan Pada prinsip dasarnya, skema model tersebut adalah bagaimana mendorong kegiatan usaha setiap kelompok untuk untuk membangun sebuah model bisnis yang terintergrasi secara vertikal dan horizontal, melalui strategi pemberdayaan masyarakat untuk mencapai kemandirian. Kemandirian yang dimaksud, meliputi kemandirian dalam penyediaan bahan pangan, energi terbarukan, kemandirian ekonomi rakyat, dan pelestarian lingkungan.

Konsep model kegiatan terintegrasi berbasis peternakan dirancang dengan mengacu pada nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) setiap masyarakat perdesaan yang ada di Indonesia. Dalam pandangan Gobyah (2009), kearifan lokal adalah kebenaran yang mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Sementara Keraf (2002) menjelaskan, kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Local wisdom sebagai nilai yang baik dan benar serta cenderung berlangsung secara berkelanjutan dan turun-temurun dilaksanakan masyarakat bersangkutan, sebagai akibat adanya interaksi antara manusia dan alam atau lingkungannya.

7.5 Lima Langkah Implementasi Konsep Adopsi Inovasi

Penerapan konsep model kegiatan terintegrasi berbasis peternakan dengan memperhatikan unsur kearifan lokal pada setiap daerah di Indonesia, mencakup berbagai aspek dalam satu kesatuan. Beberapa aspek yang dimaksud antara lain; 1) pemanfaatan sumber daya alam, yang menjadi keunggulan

komparatif suatu daerah untuk dikembangkan dalam usaha kelompok menjadi komoditas bernilai ekonomi dan berdaya saing dengan memperhatikan kohesi sosial dan kelestarian lingkungan; 2) sumber daya manusia, kemampuan atau kapasitas masyarakat diarahkan untuk mendorong kreativitas yang produktif dalam optimalisasi pengelolaan potensi sumber daya unggulan lokal; 3) adat istiadat, yakni kebiasaan yang menuntun prilaku dalam kehidupan suatu komunitas manusia dan lingkungan, dikonsolidasikan sebagai aktifitas yang mengokohkan kegiatan usaha masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar dan pengembangan ekonomi (mandiri pangan, mandiri energi, dan masyarakat mandiri).

Gambar 7.2. Penerapan Konsep Model Adopsi Inovasi Peternakan Terintegrasi Melalui Pemberdayaan.

Langkah Pertama : Pemetaan Potensi Sumber Daya Ekonomi Desa

Pelaksanaan model pengembangan kegiatan terintegrasi berbasis peternakan dimulai dengan aktifitas pemetaan dan penyusunan rencana aksi, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui: a) potensi unggulan sumber daya alam bernilai