• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN 4 : KONSEPSI DAN IMPLEMEN TASI STRATEGI PEMBERDAYAAN

4.1 Konsepsi Program Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan masyarakat yang “ditawarkan” dalam buku ini adalah bentuk dan strategi pemberdayaan masyarakat yang merupakan hasil pengamatan langsung atas praktek penerapan model pemberdayaan masyarakat di Desa Argosari dan Argorejo (Bantul-Yogyakarta), dengan pendekatan Total Solution dan Zero Waste Approach. Implementasi model pengembangan masyarakat pada suatu lokasi (desa) ini, dilakukan dengan memanfaatkan segenap potensi yang ada menuju masyarakat perdesaan yang lebih sejahtera, dimana masyarakat desa itu sendiri bertindak sebagai pelaku (subjek) dan sekaligus sasaran (objek) pembangunan itu sendiri.

Terdapat 3 (tiga) komponen utama dalam program pemberdayaan ini, yakni:

1) Subyek program: yaitu suatu desa beserta segenap masyarakat dan potensinya;

hingga teknis, yang merupakan pendorong/penguat atau penggerak;

3) Indikator perkembangan/ keberhasilan sebagai sasaran ataupun titik yang harus dicapai.

Tujuan program pemberdayaan, adalah: 1) pengembangan desa mandiri melalui pendampingan dan pemberdayaan dengan pendekatan “Total Solution”, dalam upaya optimalisasi pengelolaan potensi sumber daya lokal secara komprehensif-integratif dan terpadu untuk mewujudkan desa mandiri pangan, mandiri energi dan masyarakat mandiri; serta 2) menciptakan socio-enterpreneur yang berpengaruh pada pemberdayaan masyarakat di suatu kawasan.

Pendekatan “Solusi Total” merupakan pola pemberdayaan dengan perhatian pada keseluruhan aspek yang perlu dikembangkan, dalam mengantarkan masyarakat ke arah kehidupan lebih baik. Contoh, misalnya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tidak dapat dilakukan hanya dengan memberikan bantuan teknologi berupa peralatan semata, tetapi masyarakat juga harus didampingi untuk pembelajaran teknologi dalam proses awal pemanfaatan peralatan baru tersebut hingga pengembangannya. Hal yang juga tidak kalah penting ialah, bagaimana mendampingi masyarakat melakukan perhitungan- perhitungan usaha (bisnis) dalam bentuk pelatihan sederhana tentang proses pembuatan laporan keuangan, sekaligus mendekatkan mereka kepada jejaring pasar.

Ruang lingkup tersebut tergambar dalam konsep dasar program, seperti terlihat pada skema pengembangan di bawah ini:

Gambar 4.1 Konsep Dasar Program Pemberdayaan Masyarakat (Sumber : Agus, 2015)

Sudah menjadi kelaziman, suatu konsep dan ide baru tentang model pemberdayaan masyarakat, haruslah memiliki prinsip dasar dalam pelaksanaanya. Prinsip total solusi dalam program pemberdayaan ini, adalah:

1) Inisiatif pada suatu bidang perlu diikuti pengembangan bidang atau aspek-aspek yang menjadi pendukung dalam pengembangannya;

2) Setiap inisiatif pengembangan perlu dilengkapi analisa terhadap resiko beserta langkah-langkah antisipasinya.

Contoh pemberdayaan masyarakat terkait pembangunan sarana-prasarana produksi, sistem pengelolaannya didorong pada “kepemilikan bersama”. Untuk pengembangannya, perspektif total solusi perlu diikuti proses-proses penguatan kelembagaan sosial ekonomi dan aspek manajerialnya, demikian juga terhadap sebuah inisiatif perlu dianalisa tentang resiko yang akan muncul dan dipersiapkan langkah-langkah antisipasinya. Cakupan program pemberdayaan yang diterapkan pada Desa Argorejo dan Argosari cukup luas, dikarenakan program ini menyentuh pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Berdasarkan konsep dasar tersebut, terdapat “berbagai ruang lingkup kehidupan masyarakat” yang disentuh program pemberdayaan ini, baik yang menyangkut sosial budaya, teknologi, kelembagaan ekonomi dan juga infrastruktur kawasan. Dampak yang diharapkan adalah desa akan mengalami perkembangan cukup signifikan dan terukur dalam kurun waktu tertentu. Indikator perkembangan sebagai dasar mengukur keberhasilan program pemberdayaan, tertulis dalam kotak indikator perkembangan pada gambar konsep dasar program diatas.

4.2 Transformasi Sosial-Budaya Masyarakat & Akses Pasar

Sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pemberdayaan masyarakat, implementasi konsep pemberdayaan dengan pendekatan “Total Solution” dan “Zero Waste” ini juga melingkupi aspek sosial-budaya setempat hingga mencakup pada aspek pemasaran. Melalui kegiatan ini diharapkan pola kehidupan masyarakat mengalami perubahan (transformasi) dalam ranah sosial dan budaya, ke arah lebih maju atau

modern. Kegiatannya dilakukan melalui proses transfer nilai- nilai sosial budaya atas berbagai program yang dijalankan dan dikembangkan, diantaranya: 1) disiplin dan akuntabilitas lembaga sosial dan ekonomi; 2) peningkatan kualitas hidup melalui upaya optimalisasi potensi keluarga; 3) inovasi dalam merintis dan mengembangkan usaha produktif; 4) kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Pasar merupakan aspek kunci keberhasilan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Peningkatan akses pemasaran diarahkan untuk mendorong masyarakat sebagai produsen, konsumen dan pelaku usaha produktif untuk mampu mengembangkan jejaring mitra kerja dalam proses produksi dan pemasaran produk.

4.3 Infrastruktur, Kelembagaan Ekonomi dan Transfer Teknologi

Dari aspek ketersediaan infrastruktur, aktivitas pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk menyediakan kebutuhan sarana prasarana yang mendukung pengembangan usaha produktif untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Fasilitasi pengembangan infrastruktur digolongkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu: 1) fasilitas publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, antara lain: instalasi air bersih atau air minum, jalan, fasilitas pendidikan; 2) fasilitas mendukung proses berkembangnya aneka usaha produktif masyarakat.

Gambar 4.2. Pusat Pengolahan Bahan Baku Pupuk Organik

Dari aspek kelembagaan, strategi pemberdayaan diarahkan untuk memfasilitasi berkembangnya unit-unit usaha produktif yang dikelola kelompok-kelompok usaha. Fasilitasi dilakukan dalam aspek: 1) produksi; 2) manajemen sumber daya manusia; 3) manajemen keuangan; 4) legalitas usaha. Penguatan kelembagaan dilakukan juga terhadap para pelaku usaha perseorangan, di lokasi-lokasi dalam kawasan program pemberdayaan.

Sementara itu, dalam hal transfer teknologi, kegiatan pemberdayaan diarahkan pada penggunaan teknologi tepat guna yang dimanfaatkan dalam proses produksi sehingga dicapai efektifitas dan efisiensi pengelolaan potensi sumber daya menjadi ekonomi rill berdaya saing. Teknologi yang diperkenalkan, antara lain: 1) pembuatan pupuk organik (dekomposisi/ fermentasi dan mekanisasi); 2) pengolahan pakan (ternak, ikan); 3) energi berkelanjutan (biogas); 4) budidaya pertanian intensif ramah lingkungan; 5) pengolahan pangan.

Dengan adanya payung hukum yang jelas yakni Undang-Undang Nomor: 6 Tahun 2014 Tentang Desa, penguatan kelembagaan untuk mendukung proses adopsi inovasi peternakan terintegrasi tersebut akan menjadi lebih baik. Pemerintah desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) diharapkan mampu “melembagakan” proses adopsi inovasi peternakan terintegrasi tersebut, dengan adanya dukungan keuangan dari dana desa yang secara reguler, menjadi sumber pendanaan rutin setiap desa di Indonesia. Data statistik yang dirilis oleh Kementerian Keuangan (KemenKeu) menyebutkan, Pada 2015 dana desa sebesar Rp 20 triliun yang telah disalurkan kepada setiap desa di seluruh Indonesia. Jumlah itu kemudian naik 100 persen pada 2016 menjadi Rp 46 triliun. Pada tahun ini dan tahun depan, anggarannya meningkat masing-masing menjadi Rp 60 triliun dan Rp 120 triliun. Dana desa tersebut bersumber langsung dari APBN (Kemenkeu, 2017).

Penguatan kelembagaan ekonomi dan pemanfaatan teknologi dapat dilakukan secara luas dengan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pengelola BUMDes akan mampu mengelola bisnis dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi digital yang semakin berkembang. Jika hanya dikelola secara konvensional, hasilnya tak akan banyak. Lain halnya dengan memanfaatkan internet karena produk dapat dikenalkan ke seluruh dunia.

Peningkatan kesejahteraan sebagai “berkah” atas penerapan adopsi inovasi peternakan terintegrasi secara massif dan konsisten yang akan berdampak pada penurunan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, meningkatnya pendapatan dan skala ekonomi di desa bukanlah sesuatu yang mustahil. Namun, untuk mencapai hal itu, dibutuhkan kerja keras semua pihak,

termasuk - masyarakat setempat sebagai pelaku (subjek) dan juga sekaligus sebagai sasaran (objek) dari proses pemberdayaan masyarakat itu sendiri.

Gambar 43. Proses Pembuatan Pakan Ikan Desa Argorejo. 4.4 Implementasi Program Pemberdayaan TOTAL

SOLUTION

Secara garis besar, ada empat tahapan yang harus ditempuh dalam pelaksanaan proses pemberdayaan masyarakat. Ke-empat tahapan tersebut adalah merupakan satu kesatuan yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Tahapan-tahapan pelaksanaan proses pemberdayaan itu terdiri atas; 1) Pemetaan Sosial (Social Mapping), 2) Rencana Aksi (Action Plan), 3) Pelaksanaan (Implementasi) dan 4) Rencana Keluar (Exit Plan).

Secara kronologis, tahapan proses pemberdayaan masyarakat digambarkan dalam skema operasional sebagai

berikut :

Gambar 4.4 Mekanisme Penyelenggaraan Program Pemberdayaan (sumber: Agus, 2015

Penjelasan secara teknis, dari tahapan proses pemberdayaan masyarakat berdasarkan skema operasional di atas adalah sebagai berikut :

Pemetaan sosial (social mapping)

Pemetaan merupakan proses identifikasi setap sumber daya ekonomi potensial dan kondisi sosial masyarakat. Mengingat aspek sosial ekonomi kehidupan masyarakat sangat luas, maka dalam pelaksanaan ekplorasi terhadap modal sosial (social capital) yang “melekat” pada masyarakat, dilakukan pembatasan dan terfokus secara mendalam terhadap kondisi- kondisi tersebut. Output dari proses kegiatan social mapping adalah data informasi yang detail dan komprehensif tentang berbagai segi kehidupan masyarakat, sebagai basis perencanaan atau penyusunan rencana aksi (action plan) yang nantinya akan

dalam bentuk fasilitasi kegiatan kelompok masyarakat dalam bingkai program pemberdayaan. Kerangka eksplorasi data/ informasi pada tahap social mapping program pemberdayaan :

Pemetaan dilakukan melalui serangkaian kegiatan observasi dan penggalian informasi, dengan pendekatan :1) wawancara terbuka dan diskusi dengan tokoh kunci (key person); 2) wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner; 3) diskusi kelompok atau Focus Group Discussion (FGD).

Informasi dan data dari social mapping, antara lain meliputi:

1) Sumberdaya alam, terdiri: land use (tata guna lahan), sumberdaya air, kondisi lingkungan hidup;

2) Sumberdaya manusia, terdiri: populasi penduduk, mata pencaharian, pendidikan, hingga aspek kesehatan;

3) Aspek sosial dan ekonomi yang terdiri: kelembagaan sosial, tokoh masyarakat, kohesi sosial, masalah-masalah sosial (isu sosial), kepemilikan aset, tingkat pendapatan, tingkat kesejahteraan; dan 4) kondisi infrastruktur yang terdiri dari sarana transportasi, fasilitas umum (ibadah, pendidikan, kesehatan, irigasi), air bersih, sistem pengolahan limbah, listrik (sumber energi).

Setelah melakukan proses pemetaan sosial sebagaimana skema eksplorasi tersebut di atas, untuk tahapan selanjutnya, para tenaga fasilitator pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu menuangkan hasil pemetaan secara sistematis ke dalam satu tabel matriks. Tabel matriks tersebut, harus memuat seluruh data dan informasi yang berkaitan dengan potensi dan kondisi sosial-ekonomi suatu desa. Data dan informasi ini bisa berupa penjelasan deskriptif ataupun data yang bersifat kuantitatif tentang besaran-besaran suatu potensi sumber daya yang bisa dikembangkan.

Dalam tabel matriks, harus mengandung informasi dasar, mengenai: a) jenis potensi yang bisa dikembangkan, b) peluang pengembangan, c) faktor pendukung, d) faktor penghambat, dan e) kebutuhan teknis pengembangan. data dan informasi yang telah dituangkan ke dalam tabel matriks tersebut, selanjutnya akan menjadi dasar untuk penyusunan rencana aksi (action plan), hingga pada tahapan pelaksanaan (implementasi), dan rencana taktis untuk menjaga keberlangsungan proses pemberdaayan tersebut (exit plan).

Rencanan Aksi, Penganggaran, dan Proyeksi Pengembangan

Penyusunan rencana aksi dan penganggaran ini merupakan rencana detail kegiatan yang akan dilakukan dalam program pemberdayaan tersebut bersama masyarakat, serta memuat detail anggaran yang dibutuhkan dalam suatu periode tertentu (bulanan, triwulan atau semester). Rencana aksi merupakan dasar bagi pelaksanaan kegiatan dan pendampingan untuk dapat dilakukan secara sistematis, terjadwal dan dengan target-target yang rasional berdasarkan kondisi setempat.

Penyusunan rencana aksi dilakukan melalui serangkaian proses:

1) menganalisa kondisi dan potensi serta permasalahan desa bersama masyarakat, berdasarkan social mapping yang telah dilakukan sebelumnya;

2) Menyusun daftar kegiatan usaha berpeluang dikembangkan, untuk mendukung pengelolaan potensi, penyelesaian masalah ekonomi dan lingkungan;

3) Menyusun skala prioritas kegiatan untuk dipilih, menentukan kegiatan yang menjadi fasilitasi program pemberdayaan, dan stakeholders;

4) Menentukan output dan target yang akan dicapai; 5) Menyusun strategi dan teknis pelaksanaan;

6) Melengkapi kebutuhan-kebutuhan pelaksanaan program, antara lain: anggota kelompok usaha, persetujuan lokasi (lahan) yang akan digunakan;

7) Menghitung kebutuhan dan anggaran yang diperlukan

Pelaksanaan kegiatan (implementasi program)

Tindaklanjut dari hasil pemetaan sumberdaya (social mapping) dan penyusunan rencana aksi (Action Plan) adalah dicapainya kesepakatan tentang kegiatan prioritas pemberdayaan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), terutama masyarakat itu sendiri dengan kegiatan utama yang terkait terhadap pembagian peran dan tanggung jawab para pihak termasuk yang berkaitan dengan pendanaan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan di Desa Argorejo dan Argosari, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.

Pelaksanaan kegiatan usaha kelompok dalam program pemberdayaan masyarakat ini, diselenggarakan berdasarkan hasil pemetaan yang menggambarkan peluang pengembangan ekonomi. Dalam tahap pelaksanaanya, diperoleh satu informasi penting tentang kendala dan tantangan utama dalam mendorong pengembangan kegiatan usaha produktif, yakni rendahnya pengetahuan kelompok tentang potensi sumberdaya di wilayahnya untuk dikelola secara optimal, menjadi satu sumber mata pencaharian tambahan, di samping aktivitas utama yang selama ini sudah dijalankan.

Selama proses pelaksanaan setiap rencana kerja bersama yang telah disusun, aktivitas pendampingan oleh tenaga fasilitator pemberdayaan masyarakat sangat menentukan keberhasilan pencapain target dan sasaran pemberdayaan masyarakat, dalam pengembangan usaha berbasis sumberdaya lokal tersebut. Aktivitas pendampingan kepada kelompok masyarakat ini harus dilakukan secara terus-menerus dengan memberikan dorongan motivasi untuk bekerja produktif melalui konsep pemberdayaan

yang lebih aplikatif, dan penyusunan rencana aksi yang tersistem sesuai kondisi lokal berdasarkan pemetaan sumber daya yang telah dilakukan.

Proyeksi pengembangan (Exit plan)

Exit plan merupakan perkiraan pelaksanaan pengembangan program paska fase piloting, yakni dengan terlebih dahulu melihat kondisi capaian target program dalam kurun waktu tertentu. Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat ini diawali dengan proses piloting, dimana volume program saat awal ditetapkan dalam skala demonstration plot (demplot). Fase piloting tidak sama untuk masing-masing program, misalnya pengembangan padi berjalan selama 3-4 bulan, namun fase piloting pengembangan breeding ternak membutuhkan waktu minimal 7 bulan.

Tahapan terakhir ini harus memuat satu perencanaan tindak lanjut secara proyektif dalam menjamin keberlangsungan suatu program di waktu yang akan datang. Dengan demikian, para tenaga fasilitator harus mampu merancang satu desain strategi yang mampu memastikan bahwa, aktivitas sosial ekonomi yang dibangun selama proses pemberdayaan tersebut, memiliki keberlanjutan (sustainability) secara sistematis, meskipun masa kerja tenaga fasilitator pemberdayaan masyarakat tersebut sudah berakhir.

BAGIAN – 5 : ADOPSI INOVASI PETER-