• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian Waris bagi perempuan Batak Toba pada masyarakat Batak Toba

PORSI WARIS BAGI PEREMPUAN BATAK TOBA TERHADAP HARTA WARISAN DI MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA

B. Bagian Waris bagi perempuan Batak Toba pada masyarakat Batak Toba

Hukum waris adat Batak Toba memungkinkan anak perempuan untuk mendapat sebagian dari harta orang tuanya, cara-cara memperoleh harta orang tua

121 Hasil wawancara dengan Jamaluddin, Hakim Pengadilan Negeri Medan, pada tanggal 9 April 2018

122 Hasil wawancara dengan Raja Aritonang, Ketua Adat Suku Batak Toba di Kecamatan Medan Perjuangan, hari Senin, Tanggal 4 April 2018

tersebut tidak begitu saja secara otomatis diberikan, tetapi harus melalui tata cara adat tertentu yaitu di mana anak perempuan tersebut harus membawa makanan secara adat dan pada upacara adat itu harus dipanggil keluarga dekat (dalihan na tolu) untuk menghadirinya. Pada saat upacara adat inilah anak perempuan itu memohon kepada orang tuanya atau hula-hula agar diberikan sebagian harta orang tuanya kepadanya. Dalam masyarakat Batak pemberian seperti itu (apabila anak perempuan telah memenuhi tata acara adat), merupakan kewajiban moral yang menurut keyakinan masyarakat lebih kuat dari pada kewajiban hukum.

Sepanjang penelitian yang dilaksanakan, belum pernah orang tua menolak permohonan dari anak perempuan seperti tersebut diatas.123

Tetapi perlu ditegaskan bahwa setiap pemberian harus dihadiri keluarga dekat/dalihan na tolu, barulah pemberian tersebut sah. Pada umumnya seorang anak perempuan baru mau memohon agar diberikan sebahagian dari harta orang tuanya kepadanya, apabila ternyata orang tua tersebut sanggup untuk memberikannya, dan seorang orang tua wajib untuk memenuhi permohonan anak perempuannya apabila benar-benar ternyata memang sanggup memberikan.

Sesuatu hal yang sangat tercela di dalam pandangan masyarakat Batak apabila seorang anak perempuan memohon kepada orang tuanya dan orang tuanya tidak mau atau enggan memenuhi permohonan anak perempuannya padahal sanggup memberikannya.124

Secara kultural konseptualisasi Batak Toba mengenai anak mengacu hanya kepada anak laki-laki dan bukan anak perempuan. Dampak dari hubungan

123 Mahkamah Agung Proyek Penelitian Hukum Adat, op.cit., h. 11.

124 Ibid., h. 12.

kekuasaan yang timpang antara laki-laki dan perempuan ini hanya laki-laki yang mempunyai hak waris tanah, dan perempuan tidak mempunyai hak semacam itu.

Perempuan memang dianggap patut untuk meminta sebidang tanah kepada ayah atau saudara laki-lakinya, yang dihubungkan dengan peristiwa yang sangat khusus yaitu perkawinan (pauseang), atau meminta untuk anak laki-lakinya (indahan arian). Dalam arti ini, berbeda dengan anak laki-laki, hak perempuan terbatas pada “hak meminta” berdasarkan cinta kasih. Ia tidak akan meminta bila ia tahu tidak akan diberi, misalnya karena orang tua memang tidak banyak hartanya.

Namun ia harus meminta sebab bila tidak, maka ia akan diberi. Bila orang tua memang ada hartanya, maka permintaan ini secara normatif tidak boleh ditolak.

Singkatnya, perempuan dianggap patut untuk menerima bagian dari harta, sedangkan laki-laki berhak atas bagian tertentu dari harta waris.125

Pada masyarakat Batak Toba ada pemberian yang disampaikan parboru kepada boru serta suaminya ketika parboru mengawinkannya yaitu harta bawaan mempelai perempuan. Harta bawaan itu diberikan pada waktu perkawinan dilangsungkan atau bisa juga setelahnya. Harta tersebut biasanya berupa sebidang tanah, terutama sawah. Pemberian pauseang adalah salah satu bentuk utama pengalihan hak milik tanah. Dalam masyarakat Batak Toba, hampir setiap anak perempuan yang kawin akan mendapatkan pauseang.

Wujud rasa kasih sayang orang tua masyarakat Batak Toba kepada anaknya dapat dilakukan dengan berbagai cara dan salah satunya adalah melalui pemberian hadiah. Pada masyarakat Batak Toba secara umum dikenal adanya

125 Sulistyowati Irianto, op.cit.,h. 9-10.

pemberian yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya, baik kepada anak laki-laki maupun anak perempuan. Faktor holong ni roha (kasih sayang) dalam adat Batak Toba dapat dilihat seperti pemberian holong ate yaitu pemberian sebahagian dari harta warisan menurut rasa keadilan kepada anak perempuan apabila seseorang meninggal dunia tanpa keturunan laki-laki, dan pemberian dondon tua yaitu pemberian yang diharapkan akan memberikan keberuntungan yang pindah kepada si penerima. Pemberian dondon tua ini diberikan kepada anak perempuan yang mandul sehigga nantinya diharapkan akan turun tuah kepada perempuan tersebut dalam bentuk kesuburan.126 Hal ini menunjukkan bahwa sejak dulu bentuk rasa kasih sayang itu telah ada dalam masyarakat adat Batak Toba yang akhirnya telah berkembang mencari keadilan dalam hal kedudukan yang sama dalam pewarisan, bukan hanya pemberian semata.

Pembagian harta warisan yang sama rata antara anak laki-laki dan anak perempuan telah menunjukkan bahwa kedudukan antara anak perempuan dan anak laki-laki telah sama dalam hal waris dan hal ini menunjukkan bahwa mereka telah melakukan pembagian harta warisan berdasarkan kasih sayang yang sama dan ingin menjadi orang tua yang adil bagi anak-anaknya. Menurut Erwin Nainggolan nilai utama dalam hidup yang menyangkut kekayaan dan kehormatan selalu dikaitkan dengan anak yaitu keberhasilan anak dalam bidang pendidikan dan keberhasilan anak dalam kebahagiaannya berkeluarga, jika kedua keberhasilan itu telah terwujud maka semua orang tua akan bahagia, oleh karena itu bahagia tidak dapat ditafsirkan dengan uang. Sesuai dengan pepatah Batak

126 T.O Ihromi, op.cit.,h. 118.

“anakonhi do hamoraon di ahu” (anak adalah harta yang paling berharga). Oleh karena itu jika ada sesuatu yang salah dengan anak dan ada anak yang merasa tidak mendapatkan kasih sayang maka seseorang tidak akan merasa kaya dan terhormat.127

Faktor holong ni roha ini dapat dilihat dari pembagian harta warisan yang dilakukan oleh para ketua adat yang dalam pembagian warisan memberikan kedudukan yang sama antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Faktor holong ni roha ini telah mempengaruhi pergeseran waris secara adat pada masyarakat Batak Toba yang berdasarkan hasil wawancara hampir sebagian besar telah membagi dan setuju bahwa kedudukan antara anak perempuan dan laki-laki sama dalam berbagai hal bagi orang tua begitu juga dalam hal pewarisan.128

Tabel 1