• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan perempuan Batak Toba sebagai ahli waris pada masyarakat Batak Toba Batak Toba

PORSI WARIS BAGI PEREMPUAN BATAK TOBA TERHADAP HARTA WARISAN DI MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA

C. Porsi Waris Perempuan Terhadap Harta Warisan pada Masyarakat Batak Toba Batak Toba

1. Kedudukan perempuan Batak Toba sebagai ahli waris pada masyarakat Batak Toba Batak Toba

1. Kedudukan perempuan Batak Toba sebagai ahli waris pada masyarakat Batak Toba

Kata kedudukan mengandung arti tingkatan atau martabat, keadaan yang sebenarnya, status keadaan atau tingkatan orang, badan atau negara.103 Kedudukan dalam hal ini dapat diartikan sebagai status atau tingkatan seseorang di dalam mengemban dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga, kerabat dari masyarakat.

Ahli waris adalah orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukannya terhadap warisan baik untuk seluruhnya maupun untuk bagian tertentu104 dan ahli waris merupakan seseorang atau beberapa orang yang berhak menerima kekayaan

103W.J.S Poerwadarminta, op.cit.,h. 36.

104 Ali Afandi, op.cit., h. 7.

yang ditinggalkan.105 Menurut Dippu Sinaga, hukum waris adat Batak Toba hanya mengenal anak laki-laki yang merupakan ahli waris dan berhak atas harta peninggalan orangtuanya, ketentuan waris tersebut buka bertujuan untuk membeda-bedakan atau menciptakan ketidakadilan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Untuk memahami hal tersebut, terlebih dahulu diperlukan adanya pemahaman terhadap kebiasaan yang terjadi pada masyarakat Batak secara umum dalam kehidupan keluarga Batak Toba.106

Kedudukan anak perempuan yang bukan merupakan ahli waris orang tuanya menjadi permasalahan. Hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang tidak wajar dan tidak adil karena kedudukan anak laki-laki dan perempuan sama walaupun dikatakan anak laki-laki lebih membutuhkan bagian dari harta kekayaan orang tua untuk mengemban tanggung jawab sebagai penerus orangtua menjadi tulang punggung keluarga dan juga menjadi kepala keluarga yang harus memberi nafkah rumah tangganya setelah menikah, dan anak perempuan kelak juga akan dinikahi dan dipenuhi kebutuhan hidupnya oleh suaminya. Tetapi pada kenyataan anak perempuan yang selalu mengurus orangtunya di usia yang sudah tua dan anak perempuan yang selalu meluangkan waktu, tenaga maupun uangnya untuk orangtuanya.

Perempuan bukanlah ahli waris, ketentuan ini tidak ada pengecualiannya, jadi misalnya walaupun seorang pewaris hanya mempunyai anak perempuan maka anak perempuan tersebut tidak menjadi ahli waris dari sipewaris. Tetapi

105 Soerojo Wignjodipuro, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, PT. Toko Gunung Agung , Jakarta, 1995, h. 13.

106 Hasil wawancara dengan Dippu Sinaga, Ketua Adat Suku Batak Toba di Kecamatan Medan Perjuangan, hari Senin, Tanggal 4 April 2018.

dalam kenyataannya, apabila seorang pewaris mempunyai hanya anak perempuan, maka para keluarga dekat (dalihan na tolu) selalu memberikan sebahagian dari harta pencaharian sipewaris tersebut untuk anak perempuan tadi dengan persetujuan atau musyawarah keluarga dekat (dalihan na tolu).107

Kedudukan anak perempuan jika dihubungkan dengan ada atau tidak adanya saudara laki-lakinya adalah sebagai berikut :108

1. Apabila mempunyai saudara laki-laki

Anak perempuan mendapat harta dari orang tuanya, apabila orang tua tersebut mempunyai harta. Tetapi yang diberikan kepada anak perempuan itu hanyalah mengenai harta pencaharian dari orang tuanya saja. Mengenai harta pusaka yaitu harta yang diwarisi seorang orang tua dari orang tuanya, tetap jatuh kepada anak laki-laki, kecuali ada permufakatan lain yang menyimpang dari ketentuan itu. Akan tetapi apabila ada seorang orang tua atau seorang saudara laki-laki yang tidak mau memberikan harta tersebut kepada anak perempuannya atau saudara perempuannya, padahal ada harta untuk itu, maka mereka mengusulkan agar :

a. Dalihan Na Tolu bermusyawarah untuk membuat suatu keputusan di mana terhadap anak perempuan itu diberikan sebagian tertentu dari harta pencaharian orang tuanya.

b. Apabila orang tua atau sadara laki-laki tersebut tidak mau memenuhi atau mentaati keputusan dalihan na tolu itu, maka sebaiknya kepada

107 Mahkamah Agung Proyek Penelitian Hukum Adat, Penelitian Hukum Adat tentang Warisan di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Medan, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara , Medan, 1979, h. 16.

108 Ibid., h. 6-7.

Pengadilan Negeri diberikan wewenang untuk membuat suatu ketetapan yang menguatkan keputusan dalihan na tolu tersebut, agar dengan demikian mempunyai kekuatan hukum untuk dapat di executie.

c. Besarnya harta yang diberikan kepada anak perempuan itu tidaklah menjadi hal yang mutlak harus ditentukan cukup asal besarnya wajar menurut harta orang tuanya.

2. Apabila tidak mempunyai saudara laki-laki

Dalam hal ini mereka terutama para wanita dapat menerima (mengusulkan) agar anak perempuan itu dapat ditetapkan sebagai ahli waris dalam arti terbatas artinya anak perempuan itu menjadi ahli waris hanya terhadap harta yang berwujud, sesudah dikurangi hutang-hutang. Mengenai garis keturunan tetap menurut garis kebapaan, mengenai harta bersama dari orang tuanya termasuk barang-barang yang dianggap magis/sakti, barang-barang yang tidak dapat dibagi-bagi, tidak termasuk menjadi harta yang ikut dibagi kepada anak perempuan.

Ketentuan pokok dalam hukum waris adat Batak adalah anak laki-laki yang mewarisi harta peninggalan bapaknya. Jika ada anak laki-laki, hanya merekalah yang menjadi ahli waris.109 Apapun yang diperoleh bapak melalui keringatnya sendiri tidak boleh jatuh ke tangan satu anak saja, harus dibagi-bagi di antara semua anak laki-laki, atau tetap tidak dibagikan. Anak perempuan bersama harta peninggalan ayahnya berpindah ke tangan ahli waris yang kemudian berdasarkan kebijaksanaannya sendiri atau adat menentukan bagian

109 JC. Vergouwen, op.cit., h. 309.

yang menjadi perolehan anak perempuan tersebut.110 Sedangkan janda dengan atau tanpa anak laki-laki tidak dapat mewarisi harta peninggalan suaminya. Pada umumnya janda hanya boleh mengelola harta peninggalan suaminya sebelum kemudian beralih ke tangan ahli waris. Jika janda tersebut tidak mempunyai keturunan, atau hanya keturunan anak perempuan, maka harta peninggalan suaminya beralih ke sanak kolateral.111

Jelaslah bahwa ahli waris adalah anak laki-laki, namun anak perempuan dapat meminta bagian dari harta kekayaan ayahnya sebelum atau setelah ayahnya meninggal dunia. Biasanya anak perempuan harus mengajukan permintaannya itu kepada ayahnya di saat ayahnya menjelang ajal, atau kepada saudara laki-lakinya bila ayahnya sudah tiada, melalui upacara manulangi. Namun permintaan ini tidak dapat dilakukan jika masih ada anak laki-laki yang belum kawin atau anak perempuan tersebut belum menikah, atau jika masih ada ibu yang biaya hidupnya harus diambilkan dari harta peninggalan.112

Harta kekayaan dapat dikelola oleh ibu, jika ibu masih hidup dan anak-anak perempuan belum menikah dan ahli waris akan menetapkan besarnya pauseang (hadiah perkawinan) bagi anak perempuan bila ia menikah. Hadiah ini biasanya hanya bagian kecil saja sebagai pengakuan atas hak mereka selaku ahli waris juga. Namun banyak juga keluhan anak-anak perempuan, dan ibu yang hanya melahirkan anak perempuan, karena begitu bapak/suami meninggal, ahli waris bersikeras menjalankan haknya untuk memberlakukan perwalian dan

110 Ibid., h. 317.

111 Ibid., h. 298, Kolateral adalah mempunyai asal-usul yang sama atau berasal dari satu keturunan.

112 Sulistyowati Irianto, op.cit, h. 121.

pengelolaan, menyita segala-galanya. Mereka hanya bersedia memberi kepada perempuan jumlah yang hampir tidak mencukupi untuk menutup keperluan yang paling pokok, dan juga tidak mau memberi apa-apa lagi kepada anak perempuan yang sudah kawin di luar apa yang sudah diterima sebagai pauseang (hadiah perkawinan).113

Dalam hukum adat Batak, dikenal dengan perumpamaan (umpasa) Dompak marmeme anak, ingkondompak marmeme boru, artinya bahwa sikap perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan harus sama selama anak perempuan itu belum kawin. Hak anak perempuan terhadap harta orang tuanya sebelum ia kawin hanya untuk menikmati seluruh harta orang tuanya. Dalam keadaan yang mendesak berhak untuk menjual sementara atau menjual lepas sebahagian dari harta tersebut dengan persetujuan keluarga dekat.114

Akibat dari perkembangan zaman peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat Batak khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak juga dengan adanya persamaan gender dan persamaan hak antara anak laki-laki dan anak perempuan maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Batak Toba sudah mengalami pergeseran yaitu mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Kebanyakan orang-orang yang masih tinggal di kampung atau di daerah yang masih memegang teguh dan

113 Ibid.

114 Mahkamah Agung Proyek Penelitian Hukum Adat, op.cit., h. 8.

menjunjung tinggi adat istiadat menggunakan waris adat seperti yang dijelaskan di atas.115

Masyarakat Indonesia sedang dalam proses menuju ke suatu sistem keturunan berdasarkan persamaan derajat, keseimbangan dan kemitrasejajaran antara pria dan wanita karena adanya perubahan sosial di mana ada faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan keturunan unilateral menuju ke bilateral.116 Demikian pula dengan kedudukan perempuan Batak, khususnya anak perempuan telah mengalami perkembangan ke arah persamaan kedudukan dengan anak laki-laki. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :

1. Faktor pendidikan, di mana dalam perkembangannya saat ini baik anak perempuan maupun anak laki-laki telah memperoleh kesempatan pendidikan yang sama, yang mengakibatkan pembagian warisan menurut hukum adat Batak tidak dapat diterima perempuan dan dengan tingginya pendidikan kaum wanita mengakibatkan timbulnya keberanian dari pihak wanita untuk memasukkan perkara sengketa waris ke pengadilan sehingga hal tersebut mendorong timbulnya putusan-putusan diberikannya hak yang sama dalam pembagian warisan antara anak laki-laki dan anak perempuan.117

2. Faktor migrasi, di mana kemungkinan untuk menerapkan secara murni ketentuan hukum adat Batak di daerah perantauan menjadi kecil karena dipengaruhi akulturasi budaya tempat perantauan. Sebagaimana anak perempuan yang merantau di Kota Medan, telah mengadopsi sistem

115 Hasil wawancara dengan Erwin Nainggolan, Ketua adat Suku Batak Toba di Kecamatan Medan Perjuangan, hari Senin, Tanggal 4 April 2018

116 T.O Ihromi, dkk, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni, Bandung, 2006, h. 115.

117 Togar Nainggolan, op.cit.,h. 89.

kekerabatan parental di mana garis keturunan ditarik menurut garis keturunan ayah dan ibu, sehingga berdampak kepada pemberian bagian harta warisan yang sama antara anak laki-laki dan anak perempuan. 118 Migrasi menyebabkan kehidupan masyarakat Batak Toba khususnya anak perempuan yang pada mulanya berorientasi pada kelompok (kolektif), lambat laun berubah menjadi kehidupan yang cenderung mengarah pada individu.

Sehingga peraturan anak perempuan bukan merupakan ahli waris yang dianggap baik secara kelompok, dianggap sebagai peraturan yang dianggap tidak menguntungkan bagi anak perempuan secara individu.119

3. Faktor agama, khususnya ajaran agama Kristen yang tidak membeda-bedakan setiap manusia sebagai ciptaan Tuhan. Ajaran ini juga turut mempengaruhi pandangan masyarakat dalam pembagian waris yang sama antara anak perempuan dan anak laki-laki.120

4. Faktor kemenangan perempuan di pengadilan

Fenomena perempuan yang banyak dimenangkan oleh pengadilan itu memiliki arti. Pertama, aturan hukum yang sebelumnya menyatakan bahwa perempuan tidak memiliki hak atas waris, ternyata telah dipatahkan melalui kemenangan perempuan di pengadilan. Fenomena ini mengindikasikan telah terjadinya pembaharuan hukum dalam bidang waris. Kekuatan-kekuatan sosial atau kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat, yang disebut sebagai daya hukum, dimunculkan dan dimiliki juga oleh perempuan

118 Ibid., h. 90.

119 Sulistyowati Irianto, op.cit.,h. 77.

120 Hasil wawancara dengan Dippu Sinaga, Ketua Adat Suku Batak Toba di Kecamatan Medan Perjuangan, hari Senin, Tanggal 4 April 2018

Batak Toba, dan itulah yang mampu menciptakan terjadinya pembaharuan hukum. Kedua, kemenangan anak perempuan tidak terlepas dari adanya yurisprudensi atau putusan-putusan hakim Mahkamah Agung yang disebabkan karena pada dasarnya kebanyakan anak perempuan yang mengurus orang tuanya dan masyarakat Batak hampir menyetujui anak perempuan sebagai ahli waris, hal inilah yang dilihat hakim sehingga tercipta yurisprudensi.121

Dalam menanggapi ketentuan waris tentang kedudukan anak perempuan yang bukan merupakan ahli waris orang tuanya, hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang tidak wajar dan tidak adil karena kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan sama walaupun dikatakan anak laki-laki lebih membutuhkan bagian dari harta kekayaan orang tua untuk mengemban tanggung jawab sebagai penerus orang tua menjadi tulang punggung keluarga dan juga menjadi kepala keluarga yang harus memberi nafkah rumah tangganya setelah menikah. Anak perempuan juga kelak akan dinikahi dan dipenuhi kebutuhan hidupnya oleh suaminya. Tetapi pada kenyataannya anak perempuan yang selalu mengurus orang tuanya di usia yang sudah tua dan anak perempuan yang selalu meluangkan waktu, tenaga, maupun memberi uangnya untuk orang tuanya.122

B. Bagian Waris bagi perempuan Batak Toba pada masyarakat Batak