• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan dan Alat

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR HASIL LITBANG (Halaman 56-61)

EFEKTIFITAS PESTISIDA NABATI DAN HAYATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA KUTU SISIK (Chionaspis sp.) PADA TANAMAN CENDANA (Santalum

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: tanaman cendana muda yang terserang kutu sisik, Metarhizium anisopleae, Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana, daun mimba (Azadirachta indica), daun kerinyu (Chromolaena odorata), cengkeh (Syzygium aromaticum), dringo (Acorus calamus), media PDA, aquades, alkohol 70%. Alat yang digunakan meliputi cawan petri, pinset, handcounter, termohigrometer, kaca pembesar, laminar air flow, mikroskop, autoklaf, timbangan, kamera, alat tulis dan sprayer.

C. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah formulasi pestisida yang terdiri dari 10 perlakuan, yaitu:

1. Kontrol (P0),

2. Cendawan Metarhizium (P1), 3. Cendawan Beauveria (P2),

4. Campuran cendawan dengan bakteri Metarhizium + Beauveria + Trichorderma + B. thurigiensis (P3),

5. Pestisida mimba (P4, terbuat dari 100 g ekstrak daun mimba dalam 1 l air dan 3 g detergen),

6. Pestisida kerinyu (P5, terbuat dari 100 g ekstrak daun kerinyu dalam 1 l air dan 3 g detergen)),

7. Pestisida mimba + kerinyu (P6, komposisi 50 g ekstrak daun mimba + 50 g ekstrak daun kerinyu dalam 1 l air dan 3 g detergen )

8. Pestisida kerinyu++ (P7, campuran dari 100 g ekstrak daun kerinyu+10 g cengkih+10 g dringo dalam 1 l air dan 3 g detergen)

9. Pestisida mimba++ ( P8, yang terbuat dari campuran 100 g ekstrak daun mimba, 10 g cengkih, 10 g dringo ditambah 1 l air dan 3 g detergen)

46

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap berblok (RCBD) dengan 10 perlakuan dan 3 blok serta setiap blok terdiri dari 3 tanaman, sehingga jumlah total tanaman sebanyak 10 x 3 x 3 = 90 tanaman. Prosedur penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menyiapkan tanaman cendana yang terserang kutu sisik dan memberi label pada tanaman sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan.

b. Melakukan aplikasi pestisida untuk pengendalian hama sesuai perlakuan yang diujikan. Perlakuan diulang setiap 1 minggu sampai bulan ke-2.

c. Mengamati kondisi kesehatan atau tingkat kerusakan tanaman (dari perkembangan sampel luas daun yang terserang kutu sisik) sebelum dan sesudah perlakuan. Sesudah aplikasi pestisida, pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali sampai bulan ke-2. Mencatat data pendukung: suhu, kelembaban relatif dan kondisi paparan sinar matahari di lokasi pengujian.

Parameter yang diamati adalah persentase serangan (PS) pada daun yang terserang kutu sisik sebelum dan sesudah perlakuan. Persentase serangan menunjukkan kuantitas tanaman atau bagian utama tanaman yang sakit dibandingkan dengan kuantitas total, misalnya pada daun, batang, cabang atau buah yang memperlihatkan gejala (Purnomo, 2007). Persentase serangan kutu sisik dihitung dengan rumus:

PS = Luas daun terserang x 100%

(1) Luas seluruh daun

Keterangan:

PS = Persentase Serangan

2. Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis varian dan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang nyata diantara perlakuan, pengelompokan dan peringkat masing-masing perlakuan. Dari pengamatan perbandingan persentase serangan pada masing-masing perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah aplikasi didapatkan persentase efektifitas (efikasi pestisida) yang dihitung dengan rumus Henderson dan Tilton (Martono, 1999; Direktorat Pupuk dan Pestisida, Kementerian Pertanian, 2011) sebagai berikut:

EI = (1- Ta x Cb ) x 100%

(2) Ca Tb

47 Keterangan :

EI = efikasi pestisida yang diuji (%)

Ca = persentase serangan pada kontrol setelah aplikasi pestisida Cb = persentase serangan pada kontrol sebelum aplikasi pestisida Ta = persentase serangan pada perlakuan setelah aplikasi pestisida Tb = persentase serangan pada perlakuan sebelum aplikasi pestisida

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektifitas pestisida nabati dan hayati yang diujikan pada penelitian memperlihatkan hasil yang bervariasi, dari yang terendah 47,2% sampai yang tertinggi 88,1%. Hal ini menjadi indikator positif bahwa pengendalian hama kutu sisik dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati dan hayati. Hasil analisis varian pada akhir pengamatan menunjukan adanya perbedaan nyata atas perlakuan yang diujikan pada taraf uji 5%. Hasil pengamatan efektifitas pestisida untuk pengendalian hama kutu sisik disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan efektifitas pestisida untuk pengendalian hama kutu sisik pada tanaman cendana muda (umur 3 tahun)

Pengamatan ke-1ns Pengamatan ke-2* Pengamatan ke-3*

Perlakuan Efektifitas Pestisida (%) Perlakuan Efektifitas Pestisida (%) Perlakuan Efektifitas Pestisida (%)

Metarhizium 57,3 Mimba 82,6a Mimba 88,1a Kerinyu 32,4 Kerinyu 62,1a Mimba++ 76,9a Mimba++ 31,5 Metarhizium 59,8a Kerinyu 76,3a

Beauveria 29,0 Mimba+Kerinyu 57,6a Mimba+Kerinyu 70,1a Mimba+Kerinyu 28,6 Kerinyu++ 54,3ab Kerinyu++ 68,6a

Kerinyu++ 26,7 Beauveria 48,3ab Metarhizium 62,1ab Mimba 25,7 Mimba++ 43,2ab Beauveria 52,1ab

Metarhizium++ 19,5 Metarhizium+++ 40,4ab Metarhizium++ 47,2ab Pestisida Kimia 16,9 Pestisida Kimia 16,9bc Pestisida Kimia 16,9bc

Kontrol 0 Kontrol 0c Kontrol 0c

Keterangan:

1. ns = perlakuan tidak berbeda nyata

2. * = perlakuan berbeda nyata pada taraf uji 5%

3. Angka-angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom efektifitas pestisida menunjukan perlakuan tidak berbeda nyata dalam uji lanjut DMRT.

Dari data yang diperoleh pada pengamatan diketahui bahwa sejumlah formulasi pestisida lebih efektif untuk mengendalikan hama kutu sisik dibandingkan dengan yang lainnya. Pada akhir pengamatan, formulasi pestisida yang menempati peringkat atas dalam efektifitas pengendalian serangan kutu sisik berturut-turut adalah mimba (88,1%), mimba++ (76,9%), dan kerinyu (76,3%). Dengan kata lain, manfaat yang diperoleh dari pengaplikasian ketiga perlakuan pestisida peringkat atas tersebut adalah

48

efektifitas pengedalian serangan hama dalam kisaran 76,3-88,1% dibandingkan dengan kondisi awal pengamatan sebelum dilakukan tindakan pengendalian.

Sementara itu, penggunaan pestisida kimia berbahan klorfirifos dalam penelitian ini memiliki efektifitas pestisida sebesar 16,9% baik pada pengamatan ke-1, ke-2 dan ke-3. Efektivitasnya masih jauh dibawah perlakuan pestisida nabati berbahan dasar mimba dengan kisaran berturut-turut sebesar 25,7%, 82,6% dan 88,1% pada pengamatan ke-1, ke-2 dan ke-3. Martono (1999) menyebutkan bahwa nilai persentase efikasi pestisida yang umumnya dianggap baik adalah berada di atas 50%, sedangkan Direktorat Pupuk dan Pestisida, Kementerian Pertanian (2011) memberi batasan nilai persentase efikasi pestisida yang efektif adalah t 60%. Dengan demikian, pestisida nabati dari bahan dasar mimba dapat menjadi substitusi bagi pestisida kimiawi yang selama ini umum digunakan dalam pengendalian hama kutu sisik cendana.

Pestisida nabati yang paling efektif mengendalikan serangan kutu sisik pada penelitian ini adalah pestisida dari bahan dasar ekstrak daun mimba (P4). Respon dari penggunaan pestisida berbahan dasar mimba ini adalah efektifitas pengendalian hama mencapai 25,7% (pengamatan ke-1), 82,6% (pengamatan ke-2) dan 88,1% (pengamatan ke-3). Dari pengamatan di lapangan, efektifitas pengendalian dapat diamati secara jelas dengan melihat indikator perubahan kumpulan hama kutu sisik yang menempel di daun (baik di permukaan atas maupun bawah daun), misalnya dari yang semula ¾ atau 75% dari luas daun menjadi ½ atau 50% dari luas daun. Dalam keadaan hidup, kutu sisik secara kasat mata dapat diamati sebagai kumpulan hama berwarna putih yang menempel di permukaan daun. Kematian kutu sisik ditandai dengan tubuh hama yang berwarna kecoklatan dan kering apabila disentuh hingga pada akhirnya terlepas dari permukaan daun. Kematian serangga kutu sisik diduga disebabkan oleh senyawa toksik azadirakhtin, yang merupakan kandungan utama bahan aktif pestisida mimba. Azadirakhtin dalam sistem metabolisme serangga dapat mengganggu sel neurosekretori yang menyebabkan gangguan pada stimulasi protein dan pengaturan metamorfosa. Gangguan yang berat akan menyebabkan mortalitas hama, sedang gangguan yang ringan menyebabkan pertumbuhan terhambat.

Biji dan daun mimba selama ini memang dikenal sebagai bahan insektisida nabati dan hayati. Biji dan daun mimba mengandung 4 senyawa kimia nabati dan hayati yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan serangga, penolak makan, dan repelen bagi serangga. Azadirakhtin tidak langsung mematikan

49

serangga, tetapi melalui mekanisme menolak makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin bekerja sebagai penghambat makan serangga. Nimbin bekerja sebagai anti virus, sedangkan meliantriol sebagai penolak serangga (Subiyakto, 2009; Sunarto dan Nurindah, 2009). Dalam penelitian keunggulan mimba sebagai bahan pengendali hama, Subiyakto dan Sunarto dalam Subiyakto (2009) melaporkan efektifitas mimba sebagai larvasida (pembunuh larva) dan ovisida (pembunuh telur): ekstrak biji mimba menyebabkan mortalitas larva Achea janata 79,7% sampai 100%, larva ulat grayak (Spodoptera litura) dan ulat tembakau (Helicoverpa armigera) yang disemprot dengan ekstrak biji mimba 4 ml/ l air sampai 32 ml/ l air menghasilkan ngengat cacat atau mati. Dalam penelitian lain, kematian signifikan Helopeltis sp. karena penggunaan pestisida dari ekstrak biji dan daun mimba juga dilaporkan Wiryadiputra (1998): mortalitas serangan Helopeltis sp. mencapai 83,3% (ekstrak daun mimba dalam aquades, konsentrasi 5%) dan mencapai 96,2% (ekstrak biji mimba hasil perasan langsung, konsentrasi 2%).

Sementara itu, hasil yang kurang baik dari pestisida hayati atau pestisida yang berasal dari bahan aktif mikroorganisme (jika dibandingkan dengan pestisida berbahan dasar mimba) diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan pada saat aplikasi pestisida kurang optimal. Pada akhir pengamatan ditemukan bahwa efektifitas pestisida dari bahan aktif mikroorganisme berturut-turut sebasar 62,1% (Metarhizibium), 52,1% (Beauveria) dan 47,2% (Metarhizibium+++). Mahr dalam Khairani (2007) menyebutkan bahwa dalam penggunaan pestisida dari bahan aktif mikroorganisme, terjadinya mortalitas serangga hama akan dipengaruhi oleh kerapatan konidia, suhu dan kelembaban lingkungan. Cendawan B. bassiana misalnya dapat tumbuh optimal menginfeksi tubuh serangga pada kondisi lingkungan dengan kelembaban 92% dan akan meningkat pada suhu rendah. Sebagaimana entomopatogen lainnya, konidia B. bassiana dan M. anisopleaemudah diinaktifkan oleh paparan ultraviolet sinar matahari. Suhu yang cukup panas (25,9-31,1o C) dan kelembaban yang relatif rendah (66,5-69%) di lokasi penelitian juga dapat menyebabkan B. bassiana dan M. anisopleae tidak dapat tumbuh secara optimal untuk menginfeksi hama kutu sisik cendana.

50

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Pestisida nabati dan hayati memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pestisida alternatif dalam pengendalian hama kutu sisik cendana.

2. Pestisida nabati dan hayati yang efektif untuk mengendalikan serangan kutu sisik berturut-turut adalah mimba (88,1%), mimba++ (76,9%), dan kerinyu (76,3%).

B. Saran

1. Perlu pengujian lebih lanjut dalam skala yang lebih luas untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai potensi pemanfaatan pestisida nabati dan hayati untuk pengendalian hama cendana.

2. Penggunaan pestisida nabati dan hayati yang ramah lingkungan sebagai alternatif pengganti pestisida kimia perlu disosialisasikan lebih giat lagi.

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR HASIL LITBANG (Halaman 56-61)

Dokumen terkait