• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan tipe habitat

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR HASIL LITBANG (Halaman 38-43)

KERAGAMAN SPESIES AVIFAUNA HUTAN PENELITIAN OILSONBAI, KUPANG, NTT

B. Perbedaan tipe habitat

Berdasarkan kondisi tipe habitat yang dijumpai, Hutan Penelitian Oilsonbai sebagai lokasi pengamatan dibagi menjadi empat tipe yaitu hutan campuran, hutan jati, ladang dan sungai. Masing-masing tipe hutan tersebut dideskripsikan seperti dalam Tabel 1. Komposisi spesies dan famili yang dijumpai pada masing-masing tipe habitat tampak pada Gambar 3.

Tabel 1. Deskripsi lokasi pengumpulan data avifauna di Hutan Penelitian Oilsonbai

Kode Lokasi Titik pengamatan Deskripsi JU Jalan Utama

(Hutan campuran)

- Jalan aspal dengan vegetasi campuran di sisi kanan kiri

- Vegetasi utama: akasia (Acacia mangium), jati (Tectona grandis), kesambi (Scheichera oleosa) - Merupakan jalan desa dengan aktifitas kendaraan

yang tidak terlalu ramai HJ Hutan jati - Berada di sisi barat stasiun

- Vegetasi utama jati (T. grandis)

LD Ladang - Ladang milik penduduk yang berbatasan dengan pinggir kawasan

- Vegetasi campuran berupa tanaman semusim, semak dan rumput

SU Sungai - Sungai dengan vegetasi yang rapat

- Vegetasi utama: jambu-jambuan (Eugenia spp), pandan (Pandanus spp), Ficus spp

- Pada akhir kemarau biasanya debit air sangat kecil hingga kering

- Terbentuk kolam kecil di bagian utara stasiun pada saat debit air kecil

Gambar 3. Jumlah spesies dan famili avifauna yang dijumpai di Hutan Penelitian Oilsonbai berdasarkan titik pengamatan.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Spesies Famili Spesies Famili Spesies Famili Spesies Famili

JU HJ LD SU

Ju

m

la

28

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 tampak bahwa lokasi hutan campuran di sepanjang jalan umum memiliki komposisi spesies dan famili yang paling tinggi. Kondisi habitat yang terdiri dari berbagai macam jenis vegetasi memberikan kemungkinan ketersediaan pakan yang lebih beragam dari ketiga titik pengamatan lainnya.

Sebagian besar jenis burung endemik bergantung pada habitat hutan. Pada dataran rendah savana atau area yang hutannya dibuka ditemukan burung-burung yang oportunistik, yang sebagian besar berasal dari Australia (Rombang dkk, 2002). Pada saat pengamatan ditemukan dua jenis burung daratan migran yaitu jenis wiwik rimba (Cacomantis variolosus) dan kirik-kirik australia (Merops ornatus). Kedua jenis tersebut dijumpai pada tipe hutan campuran.

Spesies kunci pada habitat sungai di Hutan Penelitian Oilsonbai adalah jenis raja-udang erasia (Alcedo Atthis) dari famili Alcedenidae. Burung pemakan ikan dan serangga berukuran sedang/kecil ini berwarna cerah dengan paruh panjang, kokoh dan berbentuk seperti pisau belati (MacKinnon, 1991). Spesies ini menempati relung habitat yang berbeda dari spesies avifauna lainnya di Oilsonbai. Biasa ditemukan pada kolam kecil di utara stasiun.

Di daratan Timor yang kering, beberapa spesies burung menggunakan sebagian besar atau seluruh waktunya di dalam hutan. Spesies-spesies burung ini sangat tergantung akan hutan, tidak adanya hutan dapat mempercepat proses kepunahannya. Distribusi dan persebaran spesies burung tersebut merupakan indikator yang kuat untuk melihat keberlanjutan kelestarian keanekaragaman di Timor Barat yang berhutan kering dan terpecah-pecah dalam blok hutan kecil yang tidak beraturan (Trainor dkk, 2000). Hutan Penelitian Oilsonbai dengan berbagai tipe habitat di dalamnya merupakan salah satu dari blok hutan kecil yang tidak beraturan tersebut. Keberadaannya sangat penting bagi keberlangsungan proses ekologi. Jika kepunahan terjadi maka akan memberikan dampak yang besar bagi lingkungan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Keragaman spesies avifauna yang dijumpai di Hutan Penelitian Oilsonbai menunjukkan adanya 33 spesies avifauna dari 20 famili yang tersebar pada tipe habitat hutan campuran, hutan jati, ladang dan sungai.

29

2. Komposisi spesies terbanyak yaitu di hutan campuran dengan 18 spesies dari 13 famili yang disebabkan beragamnya jenis pakan di daerah tersebut.

B. Saran

Penelitian ini merupakan studi awal pengumpulan informasi hayati di Hutan Penelitian Oilsonbai. Selanjutnya masih diperlukan pemantauan untuk avifauna, besar kemungkinan masih terdapat beberapa spesies yang belum tercatat. Selanjutnya diperlukan pengumpulan data dan informasi mengenai jenis mamalia, reptil, amfibi dan insekta, sebagai data dasar potensi kawasan.

DAFTAR PUSTAKA

Coates J. Brian, Bishop K. David dan Gardner D. 2000. Panduan Lapangan Burung-Burung di Kawasan Wallacea. Birdlife International Indonesia Programme. Bogor.

Hidayat, O. 2010. Birdwatching (Pengamatan Burung) di Pulau Timor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Warta Cendana Edisi III No.1, BPK Kupang.

MacKinnon, J.1991) A Field Guide to The Birds of Java and Bali. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

M i t t e r m e i e r , R A . & C G . M i t t e r m e i e r . 1 9 9 7 . Megadiversity (Earth Biologicaly Weatlhiest Nations). C a n a d a : Q u e b e c o r P r i n t i n g I n c . C i m e x . Peterson. 1980. Burung. Pustaka Alam”LIFE”. Tira Pustaka. Jakarta.

Rombang, W.M., Trainor, C. dan Lesmana, D. 2002. Daerah Penting bagi Burung : Nusa Tenggara. PHKA/Birdlife Indonesia, Bogor.

Trainor, C., Lesmana, D., dan Gatur, A. 2000. Arti Penting Hutan Di Daratan Timor Bagian Barat – Telaah Awal Informasi Keanekaragaman Hayati dan Sosial-Ekonomi di Pulau Timor Provinsi Nusa Tenggara Timur. PKA/Birdlife International/WWF, Bogor. Laporan No. 13.

30

Lampiran 1. Jenis-jenis burung yang dijumpai di Pulau Moor selama pengamatan No. Spesies Nama Indonesia Famili ENT ET 1. Falco moluccensis Alap-alap sapi Accipitridae

2. Turnix maculosa Gemak totol Turnicidae 3. Streptopelia chinensis Tekukur biasa Columbidae

4. Geopelia maugei Perkutut loreng Columbidae √ 5. Chalcophaps indica Delimukan zamrud Columbidae

6. Ptilinopus regina Walik ratu Columbidae 7. Cacomantis variolosus Wiwik rimba Cuculidae 8. Collocalia esculenta Walet sapi Apopidae 9. Alcedo atthis Raja-udang erasia Alcedinidae 10. Merops ornatus Kirik-kirik australia Meropidae 11. Lalage sueurii Kapasan sayap-putih Campephagidae 12. Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang Pycnonotidae

13. Sphecotheres viridis Burung-ara timor Oriolini √ 14. Saxicola caprata Decu belang Turdidae

15. Saxicola gutturalis Decu timor Turdidae √ 16. Gerygone inornata Remetuk timor Silviidae √ 17. Cisticola juncidis Cici padi Silviidae

18. Zosterops citrinellus Kacamata limau Zosteropidae 19. Rhipidura rufiventris Kipasan dada-lurik Muscicapidae

20. Pachycephala orpheus Kancilan timor Pachycephalidae √ 21. Lanius schach Bentet coklat Laniidae

22. Philemon inornatus Cikukua timor Meliphagidae √ 23. Philemon buceroides Cikukua tanduk Meliphagidae

24. Meliphaga reticulata Meliphaga dada-lurik Meliphagidae √ 25. Licmera indistincta Isap madu australia Meliphagidae

26. Lichmera flavicans Isap madu timor Meliphagidae √ 27. Myzomela vulnerata Myzomela timor Meliphagidae √ 28. Nectarinia solaris Burung-madu matari Nectariidae √ 29. Dicaeum maugei Cabai lombok Dicaeidae

30. Passer montanus Burung-gereja erasia Ploceidae 31. Taeniopygis guttata Pipit zebra Ploceidae 32. Lonchura molucca Bondol taruk Ploceidae 33. Lonchura punctulata Bondol peking Ploceidae

Keterangan:

ENT : Endemik Nusa Tenggara ET : Endemik Timor

PELUANG PENANGKARAN KURA-KURA LEHER ULAR ROTE (Chelodina

mccordi, Rhodin 1994) SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PENDAPATAN

Oleh :

Kayat dan Grace S.Saragih ABSTRAK

Kura-kura leher ular rote (Chelodina mccordi) adalah spesies endemik dari Pulau Rote, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada tahun 1970-an satwa ini banyak sekali ditemukan di Pulau Rote. Pada tahun 1977 sampai 2001 kuota ekspor ditetapkan untuk spesies ini dan dalam kurun waktu tersebut tercatat sebanyak 259 ekor C. mccordi secara legal diekspor dari Indonesia. Namun karena banyak kegiatan eksploitasi ilegal yang mencapai ratusan bahkan ribuan ekor, maka sejak tahun 2002 kuota bagi C. mccordi dikurangi hingga mencapai 0 (nol) oleh Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), karena disadari bahwa spesies endemik ini berada di ujung kepunahan. sejak tahun 2002 International Union for Conservation of Nature and Natural Recources (IUCN) sudah mengkategorikan C. mccordi dalam status critically endagered. Penyebab ancaman kepunahan spesies ini adalah nilai ekonominya yang tinggi untuk dijadikan hewan peliharaan. Pada tahun 2005 seekor C. mccordi dapat dihargai Rp. 5.000.000,00 dan diperkirakan nilainya di pasaran internasional lebih tinggi lagi. Oleh karena itu usaha penangkaran untuk mengembalikan populasi C. mccordi dan sebagai sumber pendapatan perlu dilakukan. Saat ini usaha penangkaran C. mccordi sudah dilakukan PT. Alam Nusantara Jayatama (ALNUSA). sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar menyatakan hampir semua jenis satwa liar mempunyai peluang untuk dikembangkan dan diperjualbelikan selama itu adalah hasil pengembangbiakan satwa liar generasi kedua (F2).

Kata kunci: Chelodina mccordi, penangkaran, nilai ekonomi

I. PENDAHULUAN

Kura-kura leher ular rote (Chelodina mccordi) dideskripsikan oleh Anders G.J. Rhodin sebagai spesies endemik Pulau Rote Indonesia pada tahun 1994. Rhodin menyatakan hal ini setelah mengamati koleksi 16 spesimen dari Pulau Rote yang dikumpulkan oleh Dr. William P. McCord serta 2 spesimen hasil koleksi Dr. Ten Kate yang ditangkaap di Danau Naluk pada tahun 1891, lalu dibandingkan dengan spesimen C. pritchardi, C. novaeguineae, C. longicollis, C. reimanni dan C. steindachneri (Rhodin, 1994).

C. mccordi adalah kura-kura kecil berleher panjang, yang di Indonesia hanya ditemukan di lahan basah Pulau Rote. Pada tahun 2000, International Union for Conservation of Nature and Natural Recources (IUCN) red book mengkategorikan spesies ini ke dalam status kritis (critically endangered) dan dievaluasi berada di ambang kepunahan. Kura-kura spesies ini termasuk filum Chordata, kelas Sauropsida, ordo Testudines, sub ordo Pleurodira, famili Chelidae, genus Chelodina, spesies Chelodina mccordi. Spesies ini memiliki bentuk yang unik, berukuran kecil, kepala menyerupai ular, dan sisi kerapas yang melengkung ke atas. Panjang leher hampir sepanjang kerapas, sehingga untuk menyembunyikan kepalanya, leher harus dilipat

32

melingkar kerapas. Dalam konvensi dunia tentang perdagangan spesies satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), perdagangan satwa jenis ini sangat dibatasi oleh peraturan (Appendix II), baik nasional maupun internasional, antara lain hanya dapat dilakukan dari hasil penangkaran (Shepherd dan Bonggi, 2005).

Pada tahun 1970-an satwa ini banyak sekali ditemukan di Pulau Rote, namun tahun 1997 sampai 2001 kuota ekspor ditetapkan untuk spesies ini, dan dalam kurun waktu tersebut 259 ekor C. mccordi secara legal diekspor dari Indonesia. Karena banyak kegiatan eksploitasi ilegal yang mencapai ratusan bahkan ribuan ekor, maka sejak tahun 2002 kuota bagi C. mccordi dikurangi hingga mencapai 0 (nol) oleh Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), karena spesies endemik ini berada di ujung kepunahan.

Menurunnya populasi suatu jenis fauna di alam banyak disebabkan oleh perambahan yang berlebihan tanpa upaya pelestarian sehingga berdampak negatif bagi jenis fauna tersebut seperti yang terjadi pada C. mccordi.

C. mccordi termasuk satwaliar yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga terjadi penangkapan secara terus-menerus yang menyebabkan populasinya menurun dan satwa ini sudah dinyatakan terancam punah. Karena merupakan salah satu jenis satwa yang bernilai ekonomis tinggi, satwa ini memiliki prospek yang menjanjikan untuk dibudidayakan (ditangkarkan) untuk tujuan komersial (ekspor).

II. PROSPEK PENANGKARAN

Dipandang dari kepentingan hidup manusia, satwa disebut bermanfaat apabila secara langsung dapat memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia, yakni dapat dijadikan sebagai bahan penyedia pangan dan sandang atau dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

Beberapa aspek terkait penangkaran C. mccordi adalah sebagai berikut :

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR HASIL LITBANG (Halaman 38-43)

Dokumen terkait