• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persyaratan Tumbuh Cendana dan Hutan Tanaman Cendana Alor 1. Iklim

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR HASIL LITBANG (Halaman 82-86)

HUTAN TANAMAN CENDANA DI OMTEL DAN AMAKLAT KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR

A. Persyaratan Tumbuh Cendana dan Hutan Tanaman Cendana Alor 1. Iklim

Cendana pada umumnya dijumpai pada daerah dengan kisaran curah hujan 500 – 3.000 mm pertahun, temperatur antara 0 – 400

C, ketinggian tempat hingga 1.800 m.dpl tergantung seberapa dingin daerah tersebut dan pada jenis tanah antara berpasir hingga tanah berbatu. Namun lebih sering dijumpai pada tanah merah liat (Troup, 1921). Sedangkan menurut Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1979) dikatakan bahwa pohon cendana dapat tumbuh subur pada beberapa jenis tanah termasuk tanah berbatu, kecuali tanah rawa, pada daerah kering dengan musim kemarau yang nyata yaitu sekitar 14 hari hujan selama 120 hari kering, dengan curah hujan ideal berkisar antara 1.000-2.000 mm/th. Pada curah hujan yang rendah menyebabkan adanya hutan-hutan belantara yang tidak rimbun dan keadaan tersebut memberi peluang bagi pertumbuhan cendana.

Meskipun kisaran tempat tumbuh cendana cukup luas, namun harus berhati-hati dalam memilih lokasi untuk penanaman cendana. Cendana memerlukan banyak cahaya, meskipun selama di persemaian dan tahap awal penanaman di lapangan memerlukan naungan terlebih dahulu untuk menghindari kekeringan dan panas terik matahari. Ketinggian tempat optimal untuk cendana antara 700 m.dpl hingga 1200 m.dpl (Neil, 1990). Sementara itu, Hamzah (1976) menambahkan bahwa habitat asli cendana biasanya mempunyai musim kering yang lama dan hujan yang pendek, 2-3 bulan per tahun.

Curah hujan yang terbatas tidak menjadi kendala utama dalam usaha penanaman cendana karena species ini tidak membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Cendana membutuhkan air yang cukup pada tahun pertama sampai tahun ketiga penanaman, setelah itu kebutuhan akan air sangatlah kecil. Jika curah hujan pada awal-awal penanaman terlalu tinggi, dapat menyebabkan warna kuning pada daun bahkan kematian pada tanaman.

72

Cendana memang dapat tumbuh dan beradaptasi dalam kondisi tapak yang sangat bervariasi, kondisi iklim pada dua lokasi hutan tanaman cendana di kabupaten Alor termasuk dalam iklim tipe F berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson

(1951) dengan jumlah bulan kering berkisar 7-9 bulan dan kisaran suhu 26,5–320C, lahan kering di daerah ini lebih banyak dibandingkan dengan lahan basah. Curah hujan rata-rata pada dua lokasi mencapai 1.916,6 mm/tahun. Dalam sejarahnya Kabupaten Alor merupakan salah satu daerah sentra produksi cendana setelah pulau Sumba dan Timor. Hal ini menunjukkan bahwa tipe iklim F juga dapat menjadi daerah pertumbuhan cendana, meskipun Surata (2004) mengatakan bahwa tipe iklim D merupakan tipe iklim yang cocok untuk pertumbuhan cendana. Intensitas pemeliharaan, pengelolaan yang tepat serta kondisi tapak yang cocok menjadi prasyarat utama dalam mendukung keberhasilan pembuatan tanaman cendana.

Berdasarkan persyaratan tumbuh cendana, maka wilayah Omtel dan Amaklat cocok untuk pembangunan tanaman cendana karena rata-rata curah hujan pada kedua wilayah 1916,6 mm/tahun dan temperatur berkisar 26,5–320C. Demikian juga jika ditinjau dari aspek ketinggian tempat dimana Omtel terletak pada ketinggian 710-800 m.dpl dan Amaklat berada pada ketinggian sekitar 560 m.dpl.

2. Tanah

Menurtu Hamzah (1976) cendana tidak menyukai daerah tergenang air, terutama pada saat tanaman masih muda. Daerah yang selalu basah kurang baik untuk pertumbuhan cendana. Tanah-tanah di pulau Timor umumnya didominasi tanah lempung (clay) yang berat dan berasal dari endapan di laut. Kenyataan menunjukkan banyak cendana tumbuh baik di atas tanah dangkal yang berbatu dan hasil kayu terbaik diperoleh dari cendana yang tumbuh di hutan terbuka pada tanah kurang subur dan berbatu.

Cendana dapat tumbuh dengan baik pada tanah sarang (berdrainase baik), reaksi tanah alkalis, solum tanah tipis-dalam. Pada wilayah NTT cendana tumbuh pada daerah batuan induk berkapur-vulkanis, tanah dangkal berbatu, tekstur tanah lempung, pH tanah netral-alkalis, warna tanah hitam, merah-cokelat, jenis tanah umumnya litosol, mediteran dan tanah kompleks (Surata, 2004). Cendana dapat tumbuh pada tanah dangkal yang berbatu-batu (± 30 cm) atau pada tanah liat dan galuh, akan tetapi lebih baik di tanah galuh. Selang pH tanah kecil sekali, mulai dari dibawah netral sampai sedikit alkalis, dengan kadar nitrogen dalam tanah dari rendah sampai sedang. Sementara itu warna yang baik untuk pertumbuhan cendana adalah dari warna hitam,

73

merah sampai cokelat, pada tanah putih pertumbuhan cendana kurang baik. Ini berarti cendana menyukai tanah litosol dan red mediteran, pada umumnya cendana dapat tumbuh pada tanah yang miskin cadangan mineral.

Material penyusun tanah yang berbeda akan berpengaruh terhadap komposisi dan tekstur tanahnya, sehingga respon yang diberikan tanaman dalam pertumbuhannya besar kemungkinan juga berbeda. Hal ini terlihat dari pengamatan di lapangan bahwa terdapat perbedaan diameter pohon cendana antara dua lokasi, pada hutan Omtel memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter lebih baik dibandingkan dengan hutan Amaklat. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh tersebut diperlukan penelitian yang komprehensif. Analisis sifat kimia tanah pada dua lokasi terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis tanah di kawasan hutan tanaman cendana Omtel dan Amaklat

No Lokasi Analisis Kimia Tanah

H2O KCL C-Org N C/N 1. Omtel

Tanah Bagian Atas 5,26 5,00 6,68 0,87 7,68 Tanah Bagian Bawah 5,51 5,11 6,45 0,59 10,93 2. Amaklat

Tanah Bagian Atas 4,27 4,10 0,42 0,41 0,58 Tanah Bagian Bawah 5,22 5,05 1,00 0,26 3,85 Sumber : Hasil Analisis laboratorium Tanah Universitas Nusa Cendana Tahun 2009

Menurut Hardjowigeno, (1995) berdasarkan tabel kriteria sifat kimia tanah, diketahui bahwa kondisi pH H2O tanah pada lokasi hutan tanaman cendana Omtel, baik pada tanah bagian atas maupun pada tanah bagian bawah bersifat masam. Begitu juga halnya pada hutan tanaman cendana Amaklat, tanah bagian bawahnya bersifat masam, sedangkan tanah pada bagian atasnya bersifat sangat masam. Sifat tanah yang sangat masam pada bagian atas di Amaklat salah satunya disebabkan oleh letak lahan yang berlereng sehingga proses pencucian dan erosi tanah lebih tinggi dibandingkan dengan tanah di Omtel. pH tanah menggambarkan tingkat ketersediaan unsur hara makro maupun mikro dalam tanah yang akan menjadi unsur tersedia bagi pertumbuhan tanaman. pH tanah yang berada pada kisaran netral dapat memberikan ketersediaan unsur hara tanah pada tingkat optimum karena sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air. Sinaga dan Surata (1997) mengatakan bahwa tanah dengan pH netral merupakan tanah yang sesuai untuk pertumbuhan cendana, seperti kebanyakan pada pulau timor yang menjadi daerah sebaran alami cendana

74

Kandungan C-organik pada dua lokasi menunjukkan perbedaan yang signifikan, berada pada tingkat sangat rendah sampai sangat tinggi. Bila dipadukan dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (1995), maka lokasi hutan tanaman cendana Omtel memiliki kandungan bahan organik yang sangat baik. Kandungan C-organik yang rendah merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik yang tersedia dalam tanah. Salah satu penyebab rendahnya kandungan bahan organik pada lokasi di Amaklat diduga karena letak lahan yang berlereng sehingga terjadi pencucian unsur hara yang cukup tinggi pada saat hujan, hal ini berakibat pada partikel-partikel tanah yang dibutuhkan oleh tanaman ikut terhanyut. Sementara itu kawasan hutan tanaman cendana Omtel berada pada wilayah yang relatif datar. Ketersediaan unsur N dan C/N di wilayah Omtel juga tinggi, sehingga sangat mendukung pertumbuhan tanaman cendana. Sementara itu ratio unsur C/N pada wilayah Amaklat sangat rendah sehingga berdampak pada terganggunya proses pertumbuhan tanaman cendana. Perbedaan yang terjadi tidak terlepas dari perbedaan yang terdapat pada dua lokasi penelitian, seperti pemanfaatan, bahan penyusun tanah, keragaman jenis tanaman, kondisi topografi maupun pemeliharaannya.

Tanah litosol, red-mediteran dan tanah yang miskin kandungan unsur hara disebutkan dapat menjadi tempat pertumbuhan cendana, sehingga jenis tanah pada dua lokasi dengan kandungan bahan organik yang beragam dapat menjadi lokasi pengembangan cendana, meskipun pengaruhnya terhadap pertumbuhan cendana akan berbeda. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pada 2 (dua) lokasi tanahnya berwarna hitam serta merupakan tanah dangkal berbatu.

Perbandingan antara persyaratan tumbuh cendana dengan kondisi hutan tanaman cendana pada 2 (dua) lokasi berdasarkan faktor iklim dan tanah secara ringkas dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan antara persyaratan tumbuh cendana dan kondisi site hutan tanaman cendana Alor

No Parameter Persyaratan Tumbuh Hutan Tanaman Cendana Omtel Amaklat 1. Curah Hujan 500 – 3000 mm/tahun (a) 1916 mm/tahun 2. Ketinggian 700 – 1200 m dpl (b) 710–800 mdpl 563 mdpl 3. Temperatur 00 – 400 C (a) 26,50 - 320 C 4. Tanah Tanah berpasir hingga berbatu, tanah

merah liat (a), tanah dangkal berbatu, tanah kurang subur dan berbatu dan tanah lempung (c), litosol, mideteran, kompleks, tanah lempung, tanah dangkal berbatu, warna tanah hitam, merah dan coklat (d),

tanah dangkal berbatu dan berwarna hitam tanah berbatu dan berwarna hitam

75

Selain faktor lahan potensial dengan kondisi biofisik yang memenuhi persyaratan tumbuh, faktor pemeliharaan terutama selama masa persemaian dan pada awal penanaman di lapangan, keberhasilan budidaya cendana juga sangat ditentukan oleh keberadaan tanaman inang yang membantu mensuplai beberapa unsur hara esensial bagi pertumbuhan cendana. Menurut Surata (1997) inang primer yang dapat digunakan selama tanaman di persemaian adalah Althernanthera sp, Desmanthus virgatus dan Crotalaria juncea, sedangkan inang di lapangan (inang sekunder) antara lain Casuarina junghuhniana, Cassia siamea, Dalbergia latifolia, Accacia villosa, Leucaena leucocephala dan Sesbania grandiflora.

B. Model Pengelolaan Hutan Tanaman Cendana

Dalam dokumen PROSIDING SEMINAR HASIL LITBANG (Halaman 82-86)

Dokumen terkait