• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SELAYANG PANDANG TUMBANG ANOI

2.6. Religi

2.6.1 Praktek keagamaan dan kepercayaan

2.6.1.1 Basarah

Masyarakat desa Anoi yang menganut agama Hindu Kaharingan mengadakan ibadah Basarah. Untuk sementara ini ibadah Basarah dilaksanakan 1 tahun sekali di malam tahun baru. Menurut bapak SUB, sebenarnya ibadah kaharingan dilakukan tidak hanya di malam tahun baru, namun sebenarnya harus dilaksanakan di setiap hari Jumat. Bapak SUB salah seorang warga desa Tumbang Anoi yang dipercaya oleh masyarakat desa sebagai pemimpin ibadah Basarah. Beliau menjadi dan mengemban tugas ini sudah selama 5 tahun.

Penunjukan beliau sebagai pemimpin Basarah dilakukan dengan cara pemilihan dan semua warga Hindu Kaharingan sepakat memilih atau menunjuk beliau untuk memimpin upacara Basarah di desa Tumbang Anoi.

Selain ibadah hari Jumat juga dilaksanakan di beberapa kesempatan lainnya, seperti ketika anak sedang melaksanakan ujian, membangun rumah, membuka ladang baru, dan lain sebagainya. Dalam penelitian kali ini, peneliti berkesempatan untuk mengikuti ibadah Basarah yang dilaksanakan di salah satu warga masyarakat yang bernama bapak SIU. Pelaksanaan Basarah dilaksanakan di hari Jumat. Sebelum melaksanakan ibadah Basarah, pihak tuan rumah mempersiapkan 4 ekor ayam untuk menjadi sajian setelah berlangsungnya ibadah Basarah. Di pagi hari sebelum dilaksanakan ibadah Basarah mempersiapkan beberapa makanan yang akan disajikan untuk masyarakat yang ingin mengikuti ibadah Basarah. Sementara di rumah sedang mempersiapkan makanan untuk sajian, tuan rumah (bapak SIU) berkeliling desa untuk memberitahukan kepada warga yang beragama Hindu Kaharingan bahwa akan diadakan ibadah Basarah di rumahnya.

Setelah malam menjelang persiapan tempat dan perlengkapan untuk Basarah segera dipersiapkan sambil menunggu kedatangan masyarakat lainnya. Malam telah menunjukkan pukul 19.30 baru sekitar 20 orang yang datang. Kemudian pihak tuan rumah bertanya kepada salah satu warga yang datang, dimana lainnya. Setelah bertanya, banyak warga yang tidak datang dikarenakan bertepatan warga lainnya pergi ke ladang untuk panen padi. Dikarenakan waktu semakin malam (pukul 20.00), maka warga yang datang dan tuan rumah memutuskan untuk segera memulai ibadah Basarah. Dengan akan segera dimulainya ibadah Basarah, persiapan Basarah segera dikeluarkan. Beberapa perlengkapan Basarah, antara lain;

a. Sangku b. Beras.

c. Bulu Ekor Tingang

d. Sipa (Giling Pinang) dan Ruku (Rukun Tarahan). e. Duit Singah Hambaruan

f. Behas Hambaruan g. Undus Tandak

41 h. Tampung Tawar

i. Parapen Garu

j. Benang Lapik Sangku k. Kambang

Gambar 2.9. Peralatan yang digunakan upacara Basarah Sumber: Dokumentasi Peneliti

Ketika semua peralatan atau perlengkapan siap, kemudian pemimpin ritual maju untuk mengambil dan memakai gelang atau yang sering disebut dengan manik. Setelah memakai gelang tersebut maka pemimpin ritual melakukan doa awal sebagai pembuka upacara Basarah. Setelah doa awal dipanjatkan kemudian diikuti sambutan dari tuan rumah dengan mengucapkan kata-kata selamat datang di rumahnya untuk melakukan Basarah dan direstui oleh Ranying Hatalla Langit. Bagi etnis Dayak Ot Danum Ranying Hatalla Langit disebut dengan Mahatara. Namun banyak warga masyarakat desa Tumbang Anoi menyebutnya dengan Ranying Hatalla Langit. Ketika sambutan tuan rumah selesai dilanjutkan dengan urutan pelaksanaan Basarah dari pemimpin ritual. Tata laksana upacara Basarah yang diikuti oleh peneliti, terdiri dari:

a. Manggaru Sangku Tambak Raja b. Do’a tamparan Basarah

c. Kandayu Manyarh Sangku Tambak Raja

d. Mambasa pampeteh Ranying hatalla langit Huang Buku Panaturan

e. Kandayu Mantang Erang

g. Kandayu Parawei h. Doa Kahaus Basarah.

Tidak lama kemudian, pelaksanaan upacara Basarah dilakukan dengan pembacaan kedayun. Kedayun merupakan pujian-pujian dan doa. Terdapat 3 kedayun dalam pelaksanaan upacara Basarah, antara lain Manyarah Sangku tambak Raja, kandayu Matang Kayu Erang, Kandayu Parawei, dan Kandayu Mambawur Behas Hambaruan. Setelah selesai melakukan pujian-pujian dan berdoa dalam upacara Basarah kemudian pemimpin menyatakan bahwa upacara ini selesai. Setelah upacara Basarah selesai, maka tuan rumah mengeluarkan beberapa sajian yang dihidangkan dan disantap bersama-sama

2.6.1.2 Pakanan sahur dan Pakanan Patahu

Ketika kita berjalan-jalan di tengah desa Tumbang Anoi, terdapat satu bangunan kecil berukuran 1,5 meter x 0,5 meter. Bangunan tersebut bersusun dua tingkatan dibagian atas berisi tempat bekas sesajian yang berupa gelas, piring, botol minuman, rokok satu bungkus ataupun satu batang. Dibagian bawah terdapat beberapa batu dan bekas sajian. Bangunan tersebuut dikenal dengan istilah patahu. Patahu menurut keyakinan masyarakat Tumbang Anoi, merupakan roh penjaga kampung dari ganguan atau ancaman secara fisik maupun roh gaib. Disamping patahu terdapat beberapa bendera yang berwarna kuning. Menurut keyakinan masyarakat Tumbang Anoi, patahu merupakan penjaga kampung dari bahaya yang mengancam baik secara fisik maupun roh.

a. Pakanan sahur

Pakanan sahur merupakan salah satu ritual yang dilakukan oleh masyarakat Tumbang Anoi. Ritual pakanan sahur dilakukan setiap setahun sekali. Tujuan mengadakan Pakanan Sahur untuk meminta bantuan “penjaga desa” untuk menjaga desa. “Pakanan” mempunyai arti memberikan persembahan kepada roh atau leluhur desa untuk menjaga desa agar tidak mendapat gangguan atau ancaman dari pihak yang akan merugikan desa. Tata cara pakanan sahur dengan menaburkan beras kuning dan meletakkan beberapa sesaji sebagai persembahan. Sahur diartikan sebagai leluhur atau roh baik yang diberi kekuasaan oleh Tuhan untuk membantu manusia yang hidup di dunia untuk menjaga dan memelihara kehidupan manusia,

43 memberikan keselamatan, rezeki, serta menjauhkan bahaya (septa, dkk; 2013). Sesaji yang dipersembahkan berbentuk piring dikasih nasi, lauk (babi), darah hewan kurban, beras kuning, baram, rokok. Sesaji tersebut kemudian ditinggal di patahu. Pakanan Sahur dilakukan oleh perwakilan warga desa.

b. Pakanan Patahu

Selain Pakanan Sahur, salah satu ritual yang dilakukan oleh masyarakat desa Tumbang Anoi adalah Pakanan patahu. Tata cara pelaksanaan hampir sama dengan yang dilakukan di ritual pakan sahur, yang membedakan adalah pakanan ini dilakukan oleh setiap keluarga. Bila terdapat keluarga yang ingin melakukan sebuah acara, memperoleh hasil panen atau sedot emas yang melimpah, keluarga mereka selamat dan sehat semua biasanya melakukan Pakanan Patahu. Ketika akan melakukan hajatan dan pergi bekerja mereka melakukan tawur behas kuning yang dilakukan di depan patahu, sambil bicara di depan patahu apa yang akan mereka lakukan atau kehendaki. Setelah selesai melakukan hajatan atau mendapatkan hasil dari yang diinginkan kemudian membikin makan-makan bersama satu warga desa. Sebelum melakukan makan-makan terlebih dahulu mereka membawa sesaji yang berupa apa yang keluarga tersebut masak. Ketika mereka membunuh babi, maka daging babi yang sudah dimasak dibawa ke patahu.

Gambar 2.10. Patahu desa Tumbang Anoi Sumber dokumentasi

peneliti

Dokumen terkait