• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PAMBORUM ANAK KADORIH STUNTING YANG TERABAIKAN . 131

5.3. Stunting yang terabaikan

5.3.4. Karakteristik keluarga

Hasil pengamatan selama penelitian, mata pencaharian utama masyarakat desa Tumbang Anoi adalah mendulang atau sedot emas. Dengan mata pencaharian tersebut, tidak bisa menjadi parameter penghasilan perbulan atau perhari. Menurut pak CB,

“....untuk warga yang bekerja di ladang memang tidak bisa dipastikan dapatnya berapa. Soalnya tergantung dari

Bagan 5.1. Pola pernikahan di desa Tumbang Anoi ego

: Laki-laki : Perempuan

dapatnya ketika menambang. Kadang-kadang dapat banyak mas, namun juga dapat sedikit...”

Ketika mendapatkan banyak emas atau “cair”, maka mereka mengadakan pesta dengan membeli baram, membunuh beberapa hewan untuk dimakan. Ketika pesta dilakukan, mereka tidak hanya mengundang tenaga kerja yang mendulang atau “menyedot” saja namun juga mengundang warga masyarakat yang lain. Pesta dan makan-makan dilakukan setelah mereka menjual hasil emas yang didapat. Menurut cerita dari beberapa warga, pesta dan makan-makan merupakan sebagai wujud gembira atas hasil yang mereka peroleh.

Setelah melakukan pesta atau makan-makan, warga yang mendapatkan banyak emas memilih untuk membeli perhiasan yang banyak. menurut pak CB, warga desa membeli perhiasan dikarenakan sebagai simpanan atau tabungan. Hal ini dikarenakan jarak rumah mereka jauh ke bank untuk menyimpan uang. Selain sebagai penyimpan uang, menurut pak CB dengan memiliki emas dan menunjukkannya ke orang lain merupakan sebuah prestise bagi mereka. Dengan memiliki emas, mereka menunjukkan kesuksesan dalam mendulang atau sedot emas. Setelah melakukan pesta, membeli emas, mereka membeli beberapa kebutuhaan dasar mereka (makan mereka).

Hasil pengamatan menunjukkan secara kasat mata, tingkat status ekonomi sebagian besar penduduk Tumbang Anoi cukup baik. Hal ini tampak dari bangunan rumah yang berbentuk rumah panggung dengan kualitas bahan kayu yang bagus. Tampak juga mobil ranger dobel gardan yang terparkir di halaman rumah mereka. Mata pencaharian penduduk sebagai “penyedot” emas cukup membuahkan hasil yang besar. Namun demikian, walaupun tergolong mampu dalam sisi ekonomi, kesadaran terhadap kesehatan terutama terhadap asupan makanan yang bergizi untuk anak-anak masih kurang. Sehingga berdampak pada kasus stunting pada balita.

5.3.4.2 Pengetahuan dan mitos

Beberapa masyarakat Tumbang Anoi sebagian besar

berpendidikan SD, SMP bahkan terdapat warga yang tidak tamat SD. Sumber informasi yang didapat pun hanya berasal dari orangtua dan

139 orang yang dituakan. Mitos, pantangan, unsur kebudayaan dan kemasyarakatan semua bersumber dari orangtua dan orang yang dituakan.

Pengetahuan terkait masalah kesehatan atau lebih spesifik masalah gizi lebih ke arah mitos. Dengan adanya mitos tersebut, maka terdapat pandangan oleh masyarakat desa Tumbang Anoi mengenai makanan yang boleh dikonsumsi atau tidak. Mitos yang ada lebih cenderung bertujuan untuk melindungi ibu hami, melahirkan dan anak kecil. Hal ini dikarenakan ketika ada ibu hamil, ibu melahirkan, menyusui dan anak kecil masuk dalam masa transisi dimana secara psikis belum matang. Oleh karena itu terdapat beberapa pantangan dan keharusan yang harus dilakukan ketika masa tersebut. Sering kali pantangan pantangan tersebut bertolak belakang dengan nilai nilai kesehatan. Petugas kesehatan sendiri masih dirasa kurang dalam memberikan promosi kesehatan ke masyarakat Desa Tumbang Anoi.

Mitos mengenai pantangan makanan berakibat ke masalah gizi, salah satunya asupan makanan yang dimakan ibu kadang kurang tepat begitu juga pada anaknya. Salah satu contohnya adalah kolostrum yang harus diberikan kepada bayi. Masyarakat Tumbang Anoi mempercayai bahwa kolostrum dapat membawa penyakit terhadap anak mereka. sehingga cenderung dibuang. Padahal pada hakikatnya kolostrum sangat berguna bagi janin diantaranya memberi antibodi kepada bayi, mengandung sedikit efek pencahar untuk membersihkan sistem pencernaan bayi dari mekonium, mengurangi konsentrasi “bilirubin” (yang menyebabkan bayi kuning). Pantangan yang lain tidak diperbolehkannya mengkonsumsi ikan ketika hamil. Ibu My bercerita;

“....ketika saya hamil, sama ibu saya dan ibu bapaknya na dikasih tahu kalau tidak boleh akan ikan yang bersisik, terus ASI yang warnanya keruh pada waktu melahirkan tidak boleh dikasihkan ke bayi na karena bisa sakit... “

Dengan adanya pantangan-pantangan tersebut, maka ibu My ketika hamil hanya mengkonsumi nasi dan minum teh dan kopi saja. Menurut bapak CB, mitos-mitos tersebut diberitahukan kepada seorang ibu semenjak belum nikah.

“...pengetahuan mengenai pantangan baik makanan maupun perilaku diberikan sebelum perempuan atau laki-laki menikah oleh orang taunya mas... soalnya biar ketika sudah menikah sudah tahu harus bagaimana. Waktu hamil, melahirkan sama nyusui trus dikawal sama orang tuanya. Orang sini (Tumbang Anoi) kalau dikasih tahu sama orang tua pada takut nglawan mas. Orang sini bilangnya tulah...” Dengan adanya “tulah” atau ucapan dari orang tua ketika sangat tersinggung maka ibu hamil hingga menyusui selalu mengikuti apa yang sudah dikatakan oleh orang tua mereka dan orang yang dituakan.

5.3.4.3 Tinggi badan ibu

Tim peneliti melakukan pengukuran tinggi badan beberapa ibu yang mempunyai balita stuntingdan non stunting. Tujuan pengukuran ingin mengetahui apakah tinggi badan ibu yang mempunyai balita stunting juga “pendek” dan sebaliknya. Tabel 5.2 menunjukkan hasil pengukuran tinggi badan ibu yang mempunyai balita stunting dan non stunting.

Tabel 5.2

Tinggi Badan ibu yang mempunyai balita stunting dan non stunting di Desa Tumbang Anoi, 2015

Nama Ibu

Tinggi badan ibu

Balita stunting Balita non

stunting

Ibu. Md 150,5 cm

Ibu My 138 cm

Ibu. Nya doni 145 cm

Ibu. Nv 158 cm

Ibu. nya Aprilia 159 cm

Sumber: Dokumentasi peneliti, 2015

Dari tabel 5.2. tampak bahwa informan dengan anak stunting mempunyai tinggi badan < 155 cm sedangkan informan dengan anak nonstunting memiliki tinggi badan > 155 cm.Tinggi badan ibu < 155 cm lebih berisiko untuk mempunyaianak stunting (Yang XL dkk, 2010). Postur tubuh ibu juga mencerminkan tinggi badan ibu dan lingkungan

141 awal yang akan memberikan kontribusi terhadap tinggi badan anak (Taguri AE, et al, 2008).

Kecenderungan diatas dikhawatirkan akan menjadi kasus stunting lintas generasi. Hal ini adalah masalah serius jika tidak ditangani secara optimal. Dikhawatirkan akan berdampak sistemik pada perkembangan motorik dan mental anak. Setelah ditelusuri lebih dalam pernikahan usia dini merupakan salah satu yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Faktor genetik memang salah satu faktor risiko. Walaupun faktor genetik tidak bisa diintervensi, namun ada hal lain yang bisa di lakukan intervensi antara lain kecukupan gizi, sejak dalam kandungan hingga saat tumbuh kembang selama usia balita.

Gambar 5.1. Ibu dengan anaknya yang stunting Sumber: Dokumentasi

peneliti, 2015

Dokumen terkait