• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Batasan Istilah

1. Nilai Kepahlawanan

Nilai-nilai kepahlawanan merupakan nilai-nilai yang timbul dari dalam diri seseorang untuk membela baik negaranya, bangsanya, dan masyarakat yang berada di sekitarnya. Nilai kepahlawanan dapat muncul dari terjadinya peristiwa sejarah maupun dari peranan tokoh-tokoh pahlawanan yang menjadi sebuah inspirasi munculnya nilai kepahlawanan dalam diri seseorang.

2. Komunitas

Istilah kata komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berasal dari kata dasar communis yang artinya masyarakat, publik atau banyak orang. Wikipedia Bahasa Indonesia menjelaskan pengertian komunitas sebagai sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang

sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu didalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa (Ambar, 2014:8).

3. Suporter

Menurut Fikret (dalam Bayu Agung Prakoso, 2010:6) dalam berbagai hal, suporter dimaknai sebagai sekelompok orang yang memiliki sikap brutal, anarkis, berhubungan dengan kerusuhan, dan sebagainya.

Penelitian mengenai perilaku suporter telah dilakukan oleh University of Caardiff menunjukan jumlah korban berbanding lurus dengan prestasi klub.

Semakin baik prestasi klub maka semakin banyak korban yang jatuh.

Perayaan kemenangan, pesta alkohol, ataupun ejekan terhadap pendukung tim lawan adalah penyebab terjadinya kerusuhan yang membuat jatuhnya korban. Perilaku mereka menjadi tidak terkontrol. Potensi kerusuhan semakin besar ketika tim yang didukungnya menang.

Suporter merupakan bagian dari penonton sepak bola dimana di setiap laga pertandingan mereka selalu berteriak, bernyanyi mendukung tim kebanggaan. Soemanto (dalam Bachtiar, 2015:8) menyatakan bahwa suporter atau suporters merupakan penonton yang berpihak kepada tim tertentu. Suporter yang dimaksud dalam tulisan ini adalah penonton atau pendukung yang berpihak kepada tim sepak bola Persis Solo atau yang biasa disebut dengan kelompok suporter Pasoepati.

4. Pangeran Sambernyawa

Pangeran Sambernyawa terlahir dengan nama Raden Mas Said.

Beliau lahir di kraton Kartasura pada 7 April 1725 M. Ayahnya, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkoenegara Kartosuro atau Mangkunegara Sepuh, adalah putra tertua Amangkurat Jawi. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I, Pangeran Sambernyawa, Pangeran Prangwedana, Pangeran Suryakusuma atau Raden Mas (RM) Said adalah satu orang yang sama. Perbedaan nama pada diri satu orang semacam itu adalah hal wajar bagi manusia Jawa.

Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) memihak kaum pemberontak sejak 1740 M (waktu berumur 14 tahun) dan terus berjuang hingga tahun 1757 M (umur 31 tahun). Musuh-musuh utama pada awalnya adalah Susuhunan Pakubuwana II (bertahta 1726-1749 M) dan Kompeni Belanda (VOC). Raden Mas Said sejak meninggalkan kraton Kartasura hingga memungkasi pertempuran-pertempurannya menghabiskan waktu hingga 16 tahun. Perlawanan antara tahun 1740-1757 M tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah babak bergabungnya Raden Mas Said dengan pasukan Sunan Kuning (1741-1742 M). Bagian kedua sekitar tahun 1743-1752 M Raden Mas Said bergabung dengan Pangeran Mangkubumi dan bagian ketiga, antara tahun 1752-1757 Raden Mas Said berjuang sendiri melawan tiga pihak : Belanda (VOC), Sri Sultan Hamengkubuwono I atau Pangeran Mangkubumi dan Susuhan Pakubuwono III (Mangkoehadiningrat, 2011:9).

5. Suporter Pasoepati

Pasoepati terlahir semenjak adanya klub Pelita Solo yang waktu itu hadir di Kota Solo. Klub Pelita Solo merupakan sebuah klub milik keluarga Bakrie yang awalnya bernama Pelita Jaya FC. Animo masyarakat terhadap tim Pelita Solo membuat mereka selalu antusias ketika melihat Pelita Solo bermain di Stadion Manahan kala itu. Stadion selalu penuh dan ramai dengan kehadiran penonton karena Pelita Solo bertanding.

Awal mula pemikiran untuk membentuk sebuah paguyuban atau suporter bagi warga Solo adalah ketika mereka terinspirasi dengan para Aremania (Suporter Arema Malang) ketika berkunjung ke Manahan.

Ribuan Aremania yang hadir pada waktu itu bersorak sorai dan memberikan yel-yel dalam mendukung tim Arema Malang. Hal itu seolah menjadi pencerahan bagi masyarakat Solo dalam mendukung tim Pelita Solo.

Rencana sejumlah pihak untuk mendirikan kelompok suporter setia Pelita Solo akhirnya terwujud pada hari Rabu tanggal 9 Februari 2000 di Griya Grupe Mayor Jalan Kolonel Sugiyono 37 Solo. Sekitar 20 orang yang hadir mewakili kelompok suporter masing-masing sepakat memilih nama Pasukan Suporter Pelita Sejati yang disingkat “Pasoepati”.

Sebelumnya nama pilihan lain seperti Pelita Mania, namun melalui voting menjatuhkan pilihan pada Pasoepati. Kini setelah Pelita Solo maupun Persijatim Solo FC tidak lagi berada di Solo, Pasoepati meng-update

kepanjangannya menjadi Pasukan Suporter Solo Sejati (Hermawan, Danu, 2009:36).

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teoritis

1. Nilai Kepahlawanan a. Nilai

Secara umum nilai adalah hal yang menunjukan terhadap hal-hal yang berharga di dalam hidup manusia. Nilai tersebut adalah sesuatu yang dianggap baik, layak, benar, pantas, dan dikehendaki oleh masyarakat dalam kehidupannya. Sesuatu yang dianggap nilai apabila mempunyai kegunaan dan manfaat bagi kehidupan.

Nilai merupakan satu prinsip umum yang menyediakan anggota masyarakat dengan satu ukuran atau standard untuk membuat penilaian dan pemilihan mengenai tindakan dan cita-cita tertentu. Nilai adalah konsep, suatu pembentukan mental yang dirumuskan dari tingkah laku manusia. Nilai adalah persepsi yang sangat penting, baik dan dihargai (Mustari, 2011:4).

Menurut Clyde Kluckhohn (dalam Mustari, 2011:4) menyatakan bahwa nilai adalah standard yang waktunya agak langgeng. Dalam pengertian yang luas, suatu standard yang mengatur sistem tindakan.

Nilai juga merupakan keutamaan (preference), yaitu sesuatu yang lebih disukai, baik mengenai hubungan sosial maupun mengenai cita-cita serta usaha untuk mencapainya.

b. Kepahlawanan

Kepahlawanan tidak terlepas dari pengertian dari pahlawan.

Dalam pengertian secara umum, pahlawan berarti seorang tokoh penting yang mempunyai jiwa patriotisme dan selalu berkorban bagi orang lain maupun tempat dia berada dan keberadaanya diakui oleh masyarakat sekitar dengan simbol atau nama tertentu. Kata pahlawan sendiri berasal dari bahasa Sansekerta phala-wan. Arti dari istilah Sansekerta tersebut adalah orang yang dirinya menghasilkan buah phala yang berkualitas bagi bangsa, Negara, dan Agama.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Penetapan, Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan Pasal 1, yang dimaksud dengang Pahlawan adalah Warga Negara Republik Indonesia yang gugur atau tewas atau meninggal dunia karena akibat tindak kepahlawanannya yang cukup mempunyai mutu dan nilai jasa-perjuangan dalam suatu tugas perjuangan untuk membela Negara dan Bangsa.

Menurut KBBI, kepahlawanan memiliki arti perihal sifat pahlawan(seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan). Menurut Badrun dalam Soleh (2018:15) Semangat anti penjajahan adalah nilai-nilai patriotisme yang diperjuangkan oleh para pahlawan pada dekade abad-19 hingga abad-20. Hanya sedikit orang yang menjadi pahlawan bagi dunia. Karenanya kepahlawanan seseorang sangant interpretatif, subyektif sekaligus menjadi hasil dari proses obyektivikasi sosial yang melingkupinya.

c. Nilai Kepahlawanan

Dalam membentuk kesadaran sejarah, setiap orang perlu mempelajari, memaknai dan meneladani tokoh-tokoh pahlawan yang mempunyai andil besar dalam perjuangan bangsa Indonesia. Menurut Kartodidjo (dalam Aman, 2011:30) Sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau nation di masa lampau. Pada pribadi pengalaman membentuk kepribadian seseorang dan sekaligus menentukan identitasnya. Proses serupa terjadi pada kolektifitas, yakni pengalaman kolektivitas, yakni pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang membentuk kepribadian nasional dan sekaligus identitas nasionalnya. Bangsa yang tidak mengenal sejerahnya dapat diibaratkan seorang individu yang telah kehilangan memorinya, ialah orang yang pikun dan sakit jiwa, maka dia kehilangan kepribadian atau identitasnya.

Nilai kepahlawanan adalah suatu sikap dalam pengambilan hikmah dan keteladanan dari para pahlawan yang dapat menjadi pemicu menjadi orang yang lebih baik lagi dalam berkehidupan di masyarakat.

Menurut Wahyu Widiyatanto (dalam Rini, 2016:8) terdapat 8 nilai kepahlawanan yaitu :

a. Keteladanan, suatu sikap positif yang dapat dijadikan sebagai acuan oleh masyarakat;

b. Rela berkorban, sikap bersedia dengan ikhlas, senang hati, dengan tidak mengharapkan imbalan, dan mau memberikan sebagian yang dimiliki sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya;

c. Cinta tanah air, perasaan cinta terhadap bangsa dan negaranya sendiri;

d. Kerja keras, berusaha dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga untuk berupaya mendapatkan keinginan pencapaian hasil yang maksimal pada umumnya;

e. Kejujuran, keserasian atau berita yang disampaikan dengan fakta yang ada;

f. Loyalitas, memiliki makna patuh, setia, komitmen dan juga pengorbanan diri seseorang;

g. Nasionalisme, sikap paham kebangsaan yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu terhadap bangsa dan tanah air dengan memandang bangsanya merupakan bagian dari bangsa lain di dunia;

h. Patrotisme, Sikap gagah berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara.

Nilai kepahlawanan berpangkal pada suatu tindakan yang didalamnya terdapat rasa keberanian diri, kesabaran dan pengorbanan dari seorang yang rela berkorban demi tercapainya tujuan yang diinginkan dengan dilandasi oleh sikap tanpa pamrih pribadi. Nilai kepahlawan bukan hanya sekedar berani bertempur di medan pertempuran sampai darah penghabisan yang mungkin hal ini sudah tidak bisa diterapkan di masa moderen seperti sekarang. Nilai tersebut memang benar akan tetapi lebih dari itu kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Diantaranya

adalah bagaimana seeorang mampu menanamkan sikap kritis, jujur, tanggung jawab, disiplin, kasih sayang dan ikhlas. Selain itu dalam meneladani nilai kepahlawanan juga diharapkan dapat mempunyai sifat keberanian, kesabaran dan pengorbanan baik untuk keluarga, daerah asal maupun negara.

Oleh karena itu dalam penelitian ini bermaksud untuk menanamkan nilai-nilai luhur kepahlawanan agar dapat dimaknai dan diteladani oleh masyarakat khususnya para suporter Pasoepati pendukung dari klub Persis Solo agar dapat meneladani Pangeran Sambernyawa sebagai pahlawan yang patut dicontoh sikap dan ketokohannya dalam membela rakyat dan kedaulatan Mangkunegara pada saat itu.

2. Kesadaran Sejarah

a. Pengertian Kesadaran Sejarah

Bangsa yang baik adalah bangsa yang mengenal akan sejarahnya, hal ini membuktikan bahwa sejarah menjadi elemen yang penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. Sejarah yang mempunyai nilai-nilai yang luhur pada masa lampau yang dapat dipetik dan diteladani untuk hidup berbangsa dan bernegara. Hal inilah yang membuat pentingnya masyarakat Indonesia dalam memahami dan memaknai pentingnya kesadaran sejarah.

Kesadaran sejarah adalah kesadaran yang menunjukkan satu tingkat penghayatan pada makna serta hakikat sejarah (dinamika sejarah) sebagai tuntunan menghadapi masa kini dan masa yang akan datang.

Untuk bisa melangkah sampai pada pemaknaan sejarah yang benar

diperlukan dua prakondisi (kondisi objektif) yang perlu dikembangkan (Nurcahyo, 2012:23).

Memahami secara benar peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lalu dapat menumbuhkan kesadaran bahwa masa kini merupakan produk masa lalu dan masa depan ditentukan masa kini. Kesadaran sejarah tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi terus diupayakan.

Proses penyadaran sejarah dapat dilakukan secara bertahap melalui pembinaan baik secara formal maupun nonformal. Membangun, menumbuh kembangkan kesadaran sejarah diharapkan dapat mendorong, memotivasi generasi muda untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik (Subagyo, 2010:253).

b. Indikator Kesadaran Sejarah

Menurut Kartodirdjo dalam Aman (2011:34) kesadaran sejarah pada manusia sangat penting artinya bagi pembinaan budaya bangsa.

Kesadaran sejarah bukan hanya sekedar memperluas pengetahuan, melainkan harus diarahkan pula kepada kesadaran penghayatan nilai-nilai budaya yang relevan dengan usaha pengembangan kebudayan itu sendiri.

Kesadaran sejarah dalam konteks pembinaan budaya bangsa dalam pembangkitan kesadaran bahwa bangsa itu merupakan suatu kesatuan sosial yang terwujud melalui suatu proses sejarah, yang akhirnya mempersatukan sejumlah nation kecil dalam suatu nation besar yaitu bangsa. Dengan demikian indikator-indikator kesadaran sejarah tersebut dapat dirumuskan mencakup: menghayati makna dan hakekat sejarah

bagi masa kini dan masa yang akan datang; mengenal diri sendiri dan bangsanya; membudayakan sejarah bagi pembinaan budaya bangsa; dan menjaga peninggalan sejarah bangsa.

Menurut Kartodirdjo (1982:4) pembentukan kesadaran sejarah masa kini tidak terlepas dari proses perubahan yang berlangsung di sekitarnya: yaitu lingkungan etnis, sosiokultural, politik, edukasi, kulturasi, dari kanak-kanak hingga dewasa. Dua pengalaman simbolis dan empiris berperan penting dalam kesadaran sejarah, terutama di lingkungan anak didik. Kesadaran sejarah akan dipengaruhi oleh lingkaran masa kehidupan dari anak sampai dewasa. Ada proses evolusi pembentukan kesadaran sejarah yang berlangsung dua tahap:

a. Tahap mitos-legendaris

Kesadaran mitos legendaris terdapat pada masyarakat tradisional yang masih sederhana tingkat kebudayaannya dan peradabannya. Pada tingkat ini kesadaran sejarah masih non historis atau kesadaran non historis, salah satu cirinya masih belum ada pemilikan waktu yang jelas.

b. Tahap kesadaran historis

Kesadaran sejarah yang historis terdapat pada masyarakat yang sudahmaju dimana kesadaran sejarah sudah menggunakan pemikiran perspektif waktu yang tajam dan bersikap kritis. Evaluasi perkembangan kesadaran sejarah nasional terutama dalam

perkembangan kesadaran sejarah nasional terutama dalam perkembangan sejarah Indonesia.

3. Pendekatan Andragogi

Dalam pemahaman nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa kepada suporter Pasoepati, perlu menggunakan pendekatan tertentu mengingat Pasoepati merupakan sebuah komunitas yang anggotanya terdiri dari berbagai latar belakang dan berbagai usia. Anggota komunitas suporter Pasoepati terdiri dari pelajar, mahasiswa hingga para pekerja, dan dari usia anak-anak hingga orang tua pun ikut serta dalam keanggotaan komunitas suporter Pasoepati. Dalam proses peningkatan kesadaran sejarah pada penelitian ini dimana diharapkan Pasoepati sebagai subyek penelitian mampu mendalami dan meneladani peran tokoh Pangeran Sambernyawa sebagai panutan dan teladan bagi Persis Solo dan khususnya bagi Pasoepati.

Melihat animo yang tinggi terhadap tim Persis Solo khususnya di Karesidenan Surakarta membuat peneliti ingin mengetahui pemahaman Pasoepati terhadap nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa yang merupakan julukan bagi tim yang selalu mereka dukung dan banggakan.

Menjadi perhatian besar bahwa nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa dapat menjadi teladan bagi Pasoepati dalam kehidupan sehari-hari dan mendukung tim Persis Solo.

Pasoepati merupakan sebuah komunitas yang terdiri dari berbagai latar belakang usia dan pendidikan. Banyaknya orang dewasa yang menjadi

anggota komunitas Pasoepati membuat peneliti menggunakan teori pendekatan andragogy untuk teori belajar sebagai pendekatan bagi para anggota Pasoepati dalam memahami dan menanamkan nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa dalam kesehariannya.

Malcolm Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut. Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk membantu orang dewasa belajar (Malik, 2008:8).

Di dalam teori andragogi, pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip tertentu sesuai dengan ciri-ciri psikologis orang dewasa. Apabila pembelajaran orang dewasa tidak menggunakan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, bisa jadi materi belajar kurang bisa diterima oleh warga belajar dan hasil belajar juga tidak menyentuh pada kebutuhan warga belajar. Belajar dan membelajarkan orang dewasa tidaklah mudah. Saat belajar terjadi interaksi antara warga belajar dengan sumber belajar. Sumber belajar bisa berupa manusia yakni pamong atau tutor sebagai fasilitator dan bahan belajar seperti buku, siaran radio dan televisi, rekaman suara dan video, alam, serta masalah kehidupan nyata. Di dalam pembelajaran orang dewasa, tutor atau pamong harus memiliki pengetahuan tentang teori belajar orang dewasa, agar tutor atau pamong dapat memilih strategi belajar dengan tepat (Irmawan, 2015:3).

Malcolm Knowles dalam Sudarwan (2015) mengungkapkan bahwa andragogy didasarkan pada setidaknya lima asumsi krusial tentang karakteristik pelajar dewasa yang berbeda dari asumsi tenang pembelajar anak yang didasarkan pada pedagogi. Asumsi-asumsi yang dimaksud disajikan berikut ini.

a. Self-concept atau konsep diri. Sebagai orang yang matang konsep

dirinya bergerak dari kepribadian tergantung ke sosok manusia yang bias mengarahkan dirinya sendiri.

b. Experience atau pengalaman. Sebagai orang dewasa manusia tumbuh

laksana reservoir akumulasi pengalaman yang menjadi sumber daya yang meningkat untuk belajar.

c. Readiness to leran atau kesiapan untuk belajar. Sebagai orang dewasa

kesediaan untuk belajar menjadi semakin berorientasi kepada tugas-tugas perkembangan dan peran sosialnya.

d. Orientation to Learning atau orientasi untuk belajar. Sebagai orang

dewasa, perspektif perubahan waktu dari salah satu aplikasi pengetahuan ditunda untuk kesiapan aplikasi, dan sesuai dengan pergeseran orientasi belajar dari salah satu subjek berpusat pada satu masalah.

e. Motivation to Learn atau motivasi untuk belajar. Sebagai orang dewasa motivasi untuk belajar adalah internal.

Sujarwo dalam Budiwan mengungkapkan bahwa orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan,

kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri.

Keikutsertaan orang dewasa dalam belajar memberikan dampak positif dalam melakukan perubahan hidup kearah yang lebih baik. Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Melalui proses belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup, tidak hanya pada pencarian ijazah saja. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran orang dewasa memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan pembelajaran pada anak-anak. Andragogi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada karakteristik khusus orang dewasa, khususnya dalam proses belajar.

Dengan teori Andragogi ini dapat memudahkan peneliti untuk melakukan proses pendekatan terhadap komunitas suporter sepak bola Pasoepati yang mempunyai latar belakang usia yang berbeda dari pelajar, mahasiswa dan para pekerja. agar mencapai tujuannya dalam menanamkan nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa guna memberikan dampak positif bagi para suporter dalam kegiatan mereka mendukung tim Persis Solo. Hal ini diharapkan nilai-nilai kepahlawanan yang dapat diteladani dari Pangeran Sambernyawa menjadi potensi untuk memajukan komunitas suporter Pasoepati ke arah yang lebih positif.

Bagan 2.1. Alur berpikir Teori.

4. Pangeran Sambernyawa

Dalam perjalanan panjang sejarah Indonesia, banyak sekali pahlawan-pahlawan lokal yang menjadi sosok ikonik bagi rakyatnya hingga saat ini. Perjuangan dan pengorbanan seorang pahlawan tentunya akan selalu dikenang oleh rakyat bahkan hingga sampai sekarang. Para tokoh daerah ini memimpin perlawanan dan pertempuran melawan para penjajah.

Salah satu tokoh pahlawan lokal yang menjadi sosok ikonik adalah Pangeran Sambernyawa yang berjuang di tanah Mataram.

a. Biografi Singkat Pangeran Sambernyawa

Pangeran Sambernyawa dilahirkan di Keraton Kartasura pada hari Minggu Legi tanggal 4 Ruwah tahun Jimakir 1650 AJ, windu Adiwuku wangagung atau tanggal 7 April 1725 M, dengan nama Raden Mas Said.

Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara yang dibuang Teori Andragogi

Hasil penanaman Pasoepati

Nilai Kepahlawanan Pangeran Sambernyawa

1. Rela Berkorban 2. Kerja keras 3. Solidaritas 4. Loyalitas.

Kendala

oleh Belanda ke Srilanka (Ceylon). Ibunya bernama R. A. Wulan, putri dari Pangeran Blitar.

Seorang penulis Belanda, De Jonge, menyebutkan bahwa pembuangan terhadap R.A. Mangkunegara disebabkan oleh fitnah yang dikarang oleh Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo, dua orang wali raja (karena raja masih berumur 16 tahun). Dalam fitnah itu dikatakan bahwa ia berzinah dengan seorang selir Pakubuwono II, yakni Mas Ayu Larasati. Pada mulanya ia dijatuhi hukuman mati, namun kemudian diubah menjadi hukuman buang. Persistiwa itu terjadi ketika Pangeran Sambernyawa masih berumur dua tahun. Bencana itu ditambah lagi dengan meninggalnya ibunya ketika melahirkan seorang putra (R.I.W.

Dwidjasuasana, 1972:24).

Dalam didikan dan asuhan eyang putri R. Ayu Kusumonarso, Pangeran Sambernyawa kecil hidup dalam suasana sederhana dan hampir tersisih dari kehidupan istana bersama kedua adiknya R.M. Ambia dan R.M. Sabar. Hal demikian membuat mereka tidak tampak sebagai anak keturuna raja dan nantinya menjadi calon raja. Keadaan seperti inilah yang membuat Raden Mas Said lebih merasa dekat dengan rakyat kecil karena keseharian beliau bercengkrama dengan rakyat biasa.

Keseharian Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) inilah yang membuat dia mendapatkan pendidikan lahir dan batin yang berat hingga membuat beliau menjadi dewasa batinnya dan kuat mentalnya.

Hasil dari didikan eyang putri R. Ayu Kusumonarso, Raden Mas Said menjadi sangat percaya kepada keagungan Tuhan dan menjadi welas asih.

Raden Mas Said beranggapan bahwa ketika dewasa maka dia akan menjadi buruan dan ditangkap oleh Belanda seperti halnya ayahnya, saudara tua dan pangeran-pangeran lainnya. Beranjak remaja ketika berumur 16 tahun, dia bertekad untuk melarikan diri dari Keraton Kartasura dan Belanda, dengan membawa adik-adiknya yang masih muda.

Pada waktu keluar dari Kraton, Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) diikuti oleh dua tokoh yaitu Ki Kuddanawarsa dan Ki Rongga Penambangan, dan juga oleh pemuda-pemuda Kartasura sebanyak 24 orang. Kejadian ini adalah pada tahun Saka 1666 atau tahun 1741 Masehi, dengan candra sengkala Rasa Retu Ngoyag Jagad, yang berarti Rasa Rusak menggetarkan Dunia (KRT. Sarjono Darmasarkoro,1989:3).

b. Perjuangan Pangeran Sambernyawa

Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa ketika meninggalkan Kraton Kartasura dan melakukan pertempurannya membutuhkan waktu 16 tahun lamanya. Pertempuran berlangsung pada tahun 1740-1757 M dan dibagi menjadi tiga periode atau tiga bagian.

Bagian pertama adalah ketika Raden Mas Said bergabung dengan pasukan Sunan Kuning di Randulawang pada tahun 1741-1742 M,

bagian kedua pada masa Raden Mas Said bergabung dengan Pangeran Mangkubumi pada tahun 1743-1752 M, bagian ketiga ketika Raden Mas Said melawan Belanda (VOC), Sultan Hamengkubuwono I dan Susuhan Pakubuwono III pada tahun 1752-1757 M.

bagian kedua pada masa Raden Mas Said bergabung dengan Pangeran Mangkubumi pada tahun 1743-1752 M, bagian ketiga ketika Raden Mas Said melawan Belanda (VOC), Sultan Hamengkubuwono I dan Susuhan Pakubuwono III pada tahun 1752-1757 M.

Dokumen terkait