• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN PANGERAN SAMBERNYAWA PADA KOMUNITAS SUPORTER PASOEPATI DI SURAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN PANGERAN SAMBERNYAWA PADA KOMUNITAS SUPORTER PASOEPATI DI SURAKARTA SKRIPSI"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

i

NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN

PANGERAN SAMBERNYAWA PADA KOMUNITAS SUPORTER PASOEPATI DI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

Oleh:

Istiyoko Hendrawan 3101415068

JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2020

(2)

ii

(3)
(4)

iv

(5)

v

Cintai hidup yang anda jalani. Jalani hidup yang anda cintai. - (Robert Nesta Marley).

Persembahan :

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT atas segala karunianya, saya persembahkan skripsi ini untuk :

1. Kedua orangtua atas kasih sayang serta limpahan dukungan dan doa yang tak berkesudahan.

2. Kedua kakek dan nenek saya yang selalu memberikan doa dan semangat selama ini.

3. Jurusan Sejarah, yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu pengetahuan dan keterampilan.

4. Keluarga besar KSG Social Adventure Club yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang luar biasa.

5. Teman-teman Pendidikan Sejarah Rombel B dan teman-teman mahasiswa jurusan sejarah angkatan 2015.

6. Almamaterku Universitas Negeri Semarang.

(6)

vi

Kata kunci : Kesadaran Sejarah, Nilai Kepahlawanan, Pangeran Sambernyawa.

Pendidikan sejarah merupakan proses enkulturasi dalam rangka national building, dan proses pelembagaan nilai-nilai positif, seperti nilai-nilai warisan leluhur, nilai-nilai heroism dan nasionalisme, nilai-nilai masyarakat industri, maupun nilai-nilai ideologi bangsa. Nilai- nilai tersebut yang diharapkan menjadi tuntunan semua orang dalam menumbuhkan kesadaran sejarah serta dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai positif yang terkandung dalam pendidikan sejarah harus mampu diambil maknanya oleh setiap orang baik dalam lingkup pendidikan formal maupun secara keseluruhan. Proses menumbuhkan kesadaran sejarah dan nilai-nilai karakter ini dapat dilakukan dengan cara menanamkan nilai- nilai kepahlawanan yang ada pada sosok Pangeran Sambernyawa. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui pentingnya nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa kepada suporter Pasoepati. (2) Mengetahui implementasi nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa terhadap suporter Pasoepati; (3) Mengetahui kendala dalam pemahaman nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa terhadap Suporter Pasoepati.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini adalah manajemen Persis Solo, DPP Pasoepati, anggota Komunitas Supporter Pasoepati. Sumber data yang dipilih yaitu data primer dan data sekunder menggunakan teknik observasi, wawancara dan kajian dokumen.

Uji validitas data menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukan (1) Nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa dapat menumbuhkan kesadaran sejarah dan membentuk sikap positif untuk Pasoepati, akan tetapi perlu intensitas yang lebih terkait pentingnya nilai kepahlawanan Samberyawa (2) Belum adanya kegiatan khusus dari manajemen Persis Solo maupun DPP Pasoepati terkait pemahaman nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa dan hanya sebatas mengenalkan sosok Pangeran Sambenyawa sebagai figure kebanggaan kota Surakarta dan juga pemahaman Pasoepati terkait ketokohan Pangeran Sambernyawa yang masih sederhana, sikap rela berkorban, cinta tanah air, kerja keras, solidaritas, dan loyalitas merupakan hasil implementasi dari nilai kepahlawanan Pangeran Samberyawa (3) Kendala dalam pemahaman nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa kepada Pasoepati terbagi menjadi kendala internal dan eksternal, kendala internalnya adalah minimnya kegiatan yang bertujuan untuk mengenalkan nilai-nilai kepalahwanan Pangeran Sambernyawa, kendala eksternalnya yaitu sering terjadinya konflik antara Pasoepati dan supporter lawan yang tidak bisa dihindari, hal ini pastinya tidak sesuai dengan nilai-nilai kepahlwanan Pangeran Sambernyawa, selain kendala internal dan eksternal kendala berikutnya yaitu minimnya informasi dan kegiatan tentang ketokohan Pangeran Sambernyawa kepada Pasoepati.

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan agar manajemen Persis Solo dan DPP Pasoepati agar lebih interaktif dan informatif dalam menanamkan nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa kepada anggota Pasoepati.

(7)

vii

Keywords: Historical Awareness, Heroism Value, Pangeran Sambernyawa.

Historical education is an acculturation process in the framework of national building, and the process of institutionalizing positive values, such as the values of ancestral heritage, the values of heroism and nationalism, the values of industrial society, and the ideology of the nation. These values are expected to guide everyone in fostering historical awareness in the life of the nation and the state. The positive values contained in the history of education must by everyone both within the scope of formal education and as a whole part of national value in general. The process of fostering historical awareness and character values can be done by instilling the heroic values that exist in the figure of Pangeran Sambernyawa.

This study aims to: (1) Determining the importance of Pangeran Sambernyawa's heroic values to Pasoepati supporters. (2) Investigating the implementation of Pangeran Sambernyawa's heroic values to Pasoepati supporters. (3) Analyzing the obstacles in comprehension the value of Pangeran Sambernyawa's heroism towards the Pasoepati Supporters.

The researcher used a qualitative research method with a fenomenology approach.

The primary data source in this study are the management of Persis Solo, DPP Pasoepati, and members of the Pasoepati Supporter Community. The selected data sources are primary data and secondary data are taken using observation, interview and document study techniques.

The researcher uses source triangulation and technical triangulation as the data validation test.

The results shows that (1) The value of Pangeran Sambernyawa's heroism could foster historical awareness and form a positive attitude for Pasoepati. However, it still needs more intense planting process related to the importance of the value of the heroism of Pangeran Sambernyawa‟s. (2) The absence of specific activities from Persis Solo management and the Pasoepati DPP related to the comprehension of Pangeran Sambernyawa's heroic values are only limited to introduce the figure of Pangeran Sambenyawa as a famous figure of the city of Surakarta. In addition, the understanding of Pasoepati related to Pangeran Sambernyawa's figure which is still in a superficial teaching related to: attitude of self-sacrifice, patriotism, hard work, solidarity, and loyalty are the results of the implementation of the heroism value of Pangeran Sambernyawa's. (3) Obstacles in comprehension the value of Pangeran Sambernyawa's heroism to Pasoepati are divided into internal and external constraints,where the internal constraints is the lack of activities aimed to introduce Pangeran Sambernyawa's heroism values. The external obstacle is the frequent occurrence of conflicts between Pasoepati and supporters of the opponent that is unavoidable, this is certainly not in accordance with the values of heroism Pangeran Sumbernyawa In addition to internal and external constraints, the next obstacle is the lack of information and activities about the figure of Pangeran Sambernyawa to Pasoepati teaching and implementation.

Based on the results of the study, the researcher recommends the management of Persis Solo and the DPP of Pasoepati to be more interactive and informative in instilling the value of Pangeran Sambernyawa's heroism to the members of Pasoepati.

(8)

viii

Komunitas Suporter Pasoepati di Surakarta.” Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan serta kerjasama dari semua pihak. Oleh karena itu rasa terima kasih dan hormat penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Moh. Solehatul Mustofa, MA., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah membantu memberikan kemudahan administrasi dalam perijinan penelitian.

3. Dr. Cahyo Budi Utomo, M.Pd. Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah membantu memberikan kemudahan administrasi dalam perijinan penelitian.

4. Dr. YYFR. Sunarjan, MS. dan Drs. Jayusman, M.Hum., sebagai Dosen Penguji Skripsi.

5. Dr. Nina Witasari, M.Hum. Dosen Pembimbing I yang telah memberikan petunjuk serta arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Langgeng Jatmiko. Manajer klub Persis Solo yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di manajmen klub Persis Solo.

7. Aulia Haryo Utomo Presiden DPP Pasoepati yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di komunitas supporter Pasoepati.

8. Anggota komunitas Pasoepati yang telah memberikan dukungan dan bersedia membantu dalam kelancaran penelitian.

(9)

ix manfaat bagi pembaca.

Semarang, 10 Juni 2020

Penulis

(10)

x

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

SARI ... vi

ABSTRACT ... vii

PRAKATA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Batasan Istilah ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teoritis ... 15

B. Kajian Pustaka ... 44

C. Kerangka Berpikir ... 52

BAB III METODE PENELITIAN A. Latar Penelitian ... 54

B. Fokus Penelitian ... 56

C. Pendekatan Penelitian ... 58

D. Sumber Data ... 60

E. Alat dan Teknik Pengumpulan Data ... 62

F. Uji Validitas Data... 66

G. Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian ... 70

B. Hasil Penelitian ... 196

C. Pembahasan ... 127

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 136

(11)

xi

(12)

xii

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1. Kerangka Berpikir ... 48 Bagan 3.1. Analisis Data Model Interaktif ... 67 Bagan 4.1. Pengurus Pasoepati ... 75

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel. 4.1 Pokok-Pokok Temuan Rumusan Masalah 1 ... 105

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Wawancara Manajemen Persis Solo ... 145

Lampiran 2 Instrumen Wawancara DPP Pasoepati ... 148

Lampiran 3 Instrumen Wawancara Anggota Pasoepati ... 151

Lampiran 4 Transkrip Manajemen Persis Solo ... 154

Lampiran 5 Transkrip Wawancara DPP Pasoepati ... 161

Lampiran 6 Transkrip Wawancara Anggota Pasoepati ... 166

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian Manajemen Persis Solo ... 196

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian Skripsi DPP Pasoepati ... 197

Lampiran 9 Surat Keterangan Selesai Skripsi Manajemen Persis Solo ... 198

Lampiran 10 Surat keterangan Selesai Skripsi DPP Pasoepati ... 199

Lampiran 11 Dokumentasi ... 200

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sejarah merupakan proses enkulturasi dalam rangka national building, dan proses pelembagaan nilai-nilai positif, seperti nilai-nilai

warisan leluhur, nilai-nilai heroism dan nasionalisme, nilai-nilai masyarakat industri, maupun nilai-nilai ideologi bangsa (Kartodirdjo, 1999:33). Nilai-nilai tersebut yang diharapkan menjadi tuntunan semua orang dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai positif yang terkandung dalam pendidikan sejarah harus mampu diambil maknanya oleh setiap orang baik dalam lingkup pendidikan formal maupun secara keseluruhan.

Salah satu nilai yang dapat diambil dari pendidikan adalah nilai heroisme atau nilai kepahlawanan. Nilai kepahlawanan merupakan salah satu

tujuan dalam mempelajari sejarah, bagaimana setiap orang mampu meneladani seseorang pahlawan yang dianggap berjasa bagi daerah maupun bangsanya.

Seorang pahlawan atau tokoh penting di berbagai daerah tentunya mempunyai kharisma tersendiri bagi para pengagumnya. Hal demikian yang menjadi perhatian bahwa seorang pahlawan yang dikagumi mampu menjadi tuntunan bagi penerus bangsa dengan meneladani perjuangan dan pengorbanan mereka.

Nilai kepahlawanan berpangkal pada suatu tindakan yang didalamnya terdapat rasa keberanian diri, kesabaran dan pengorbanan dari seorang yang rela berkorban demi tercapainya tujuan yang diinginkan dengan dilandasi oleh

(16)

sikap tanpa pamrih. Nilai kepahlawan bukan hanya sekedar berani bertempur di medan pertempuran sampai darah penghabisan yang mungkin hal ini sudah tidak bisa diterapkan di masa modern seperti sekarang. Nilai tersebut memang benar akan tetapi lebih dari itu kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Diantaranya adalah bagaimana seseorang mampu menanamkan sikap kritis, jujur, tanggung jawab, disiplin, kasih sayang dan ikhlas. Selain itu dalam meneladani nilai kepahlawanan juga diharapkan dapat mempunyai sifat keberanian, kesabaran dan pengorbanan baik untuk keluarga, daerah asal maupun Negara serta menumbuhkan kesadaran sejarah yang baik untuk para penerus bangsa.

Kesadaran akan sejarah pada dasarnya dimiliki oleh setiap masyarakat dan mereka sudah sering mengajarkan sejarah secara informal dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh dalam keluarga adalah bagaimana sejak kecil seorang anak akan dikenalkan dengan silsilah keluarga oleh orang tua agar anak tersebut mengetahui siapa saja saudara mereka. Untuk tingkat masyarakat, pendidikan sejarah secara informal sering disampaikan melalui folklore atau tradisi sejarah lisan, misal cerita mengenai asal-usul nama suatu daerah atau cerita-cerita kepahlawanan pada masa lalu (Amin, 2010:5). Dalam hal ini diharapkan pemahaman nilai-nilai kepahlawanan dapat menjadi salah satu stimulus bagi masyarakat dalam proses menumbuhkan kesadaraan sejarah.

Di era sekarang, nilai-nilai kepahlawanan dapat diaplikasikan dalam berbagai hal salah satunya adalah di Sepak bola. Sepak bola adalah olahraga yang mempunyai penggemar yang besar di dunia. Olahraga ini menjadi sebuah

(17)

daya tarik bagi masyarakat untuk mencari sebuah hiburan. Baik langsung menonton di stadion maupun melalui media televisi, pertandingan sepak bola mampu menarik perhatian bagi para masyarakat. Kecintaan mereka kepada tim yang mereka dukung dibuktikan dengan berbagai hal seperti membeli atribut tim kesayangan hingga selalu hadir di stadion baik di kandang tim mereka maupun harus menempuh jarak yang cukup jauh menuju stadion tim lawan demi membela klub kebanggaan mereka bertanding.

Pengaruh yang kuat dari sepak bola menjadikannya sebagai olahraga paling populer di dunia. Populer karena dikenal, dimainkan, ditonton, dan digemari orang diseluruh penjuru dunia. Hal ini menjadi sebuah foneman yang besar khususnya para penikmat sepakbola. Menurut penelitian Nielsen Sport, sepak bola adalah olahraga terpopuler di negara Indonesia. Dilihat dari seluruh populasi penduduk Indonesia, 77%-nya tertarik dengan sepak bola. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara penggemar sepak bola peringkat kedua di bawah Nigeria (83%). Namun sayangnya, Indonesia hanya gemar menonton sepak bola, bukan memainkannya. Masih menurut survei yang sama, tercatat hanya 17% penduduk Indonesia yang aktif bermain sepak bola setidaknya satu pekan sekali. Itu menjadikan Indonesia ada pada urutan ke-22 dari 34 negara yang disurvei. Di Asia Tenggara, Indonesia masih kalah jauh dari Thailand (41%) (Dex Glenniza, 2019. https://www.asumsi.co/post/bukan-sepak-bolanya- pak, di akses tanggal 10 Maret 2020).

Dalam sepak bola tentunya ada elemen suporter yang selalu menjadi pendukung atau sering disebut “pemain kedua belas” di sebuah tim sepak bola.

(18)

Di Indonesia, suporter tersebar sampai pelosok daerah, baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Papua mempunyai basis suporter yang sangat fanatik terhadap klub bola daerah mereka. Suporter-suporter itu menamakan diri dengan berbagai nama, diantaranya The Jak Persija Jakarta (1997), Viking Persib Bandung (1993), Bonek Persebaya Surabaya (1998), dan di Jawa Tengah ada beberapa basis suporter seperti Panser Biru PSIS Semarang (2001), Banaspati Persijap Jepara (2002), dan Pasoepati Persis Solo (2000).

Persatuan Sepakbola Indonesia Solo (disingkat PERSIS Solo) adalah salah satu klub sepakbola di Indonesia yang didirikan pada 8 November 1923 di Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia oleh Sastrosaksono, tokoh dari Klub Mars, R. Ng. Reksodiprojo dan Sutarman dari Klub Romeo, di bawah kepemimpinan Voetbal Bond (VVB). Pada tahun 1928, dibawah kepemimpinan Soemokartiko, Vorstenlandsche Voetbal Bond resmi berganti nama menjadi Persatuan Sepakbola Indonesia Solo, disingkat PERSIS (Devi, 2016:77).

Persis Solo yang menjadi klub sepak bola bersejarah di Indonesia dan memiliki basis suporter yang banyak dan hampir merata di Solo Raya.

Sebagian besar anggota Pasoepati merupakan warga asli Solo yang setia mendukung ketika tim Persis Solo berlaga baik di Solo maupun ketika berlaga di luar kota mereka. Hal yang menjadi sebuah kewajaran bagi para suporter mendukung timnya berlaga di lapangan. Dukungan selalu diteriakkan dari awal hingga akhir laga, apalagi suporter Pasoepati yang mendukung Persis Solo yang merupakan klub bersejarah di Indonesia.

(19)

Pasoepati merupakan wadah bagi para suporter sepak bola di Solo raya untuk menuangkan kreatifitas mereka dalam mendukung klub Pelita Solo (2000), Persijatim Solo FC (2002) dan Persis Solo dari tahun 2004 sampai sekarang. Lahirnya Pasoepati tak bisa terlepas dari kedatangan klub Pelita Solo (2000). Klub sepak bola Pelita Solo memicu warga Solo Raya untuk mendukung tim Pelita Solo karena membawa nama Solo Raya di kancah persepak bola-an nasional. Permainan yang menarik membuat kreatifitas para pendukung Pelita Solo juga semakin tinggi. Pembentukan komunitas suporter ini bahkan tanpa seruan dari pihak klub melainkan spontanitas dari warga Surakarta. Dalam pembentukannya banyak sekali ajuan nama untuk pendukung Pelita Solo. Di dalam forum pembentukan kelompok suporter tersebut, ada beberapa usulan nama seperti Pelitamania, Pelita Solomania, dan beberapa nama yang lain yang nantinya akan dipilih melalui voting. Nama Pasoepati yang mempunyai kepanjangan dari “Pasukan Soeporter Pelita Sejati” akhirnya dipilih menjadi nama suporter dari Pelita Solo tersebut. Nama Pasoepati adalah usulan dari Suwarmin Mulyadi salah seorang wartawan Harian Solo Pos yang turut hadir dalam acara pembentukan suporter tersebut (Devi, 2016:32).

Kelahiran Pasoepati 9 Februari 2000, di Kota Surakarta yang awalnya diprakarsai oleh Mayor Haristanto dkk, pada awalnya (para pendiri) tidak menyangka kalau Pasoepati bisa sedemikian besar. Pada masa awal keberadaan Pasoepati didalam mendukung Pelita Solo “hanya bersorak tanpa nyanyian dan tarian tapi dengan iringan drum dan terompet” yang anggotanya tidak melebihi angka ratusan (Waskito, 2014:88). Setelah era Pelita Solo berakhir

(20)

munculah tim Persijatim Solo FC (2002) dan barulah Persis Solo (2004) muncul kembali dan mendapat dukungan Pasoepati dari seluruh karesidenan Surakarta.

Fanatisme Pasoepati dalam mendukung Persis Solo memang sudah tidak diragukan lagi. Menjadi hal biasa apabila setiap Persis Solo berlaga pasti selalu ada Pasoepati yang mendukung. Dibalik fanatisme suporter tentunya ada sebagian kecil hal-hal negatif yang menjadi efek dari fanatisme dari para suporter Pasoepati. Gesekan-gesekan sering kali terjadi ketika para suporter bertemu dengan suporter klub lain baik didalam stadion maupun di luar stadion. Gesekan antar suporter pada zaman kemajuan teknologi sekarang juga sering terjadi di beberapa media sosial. Saling menghina tim lain maupun suporter sudah menjadi hal yang sering terjadi pada masa kini. Persis Solo dan Pasoepati tentunya tidak mengharapkan hal-hal negatif terjadi.

Persis Solo yang menamakan diri sebagai “Laskar Sambernyawa”

sebagai julukan tim mereka tentunya bukan tanpa alasan. Tokoh Pangeran Sambernyawa merupakan tokoh pahlawan yang dikagumi perjuangannya oleh rakyat Surakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden R.I. No.

048/TK/tahun 1988 tertanggal 17 Agustus 1988, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia dan Bintang Mahaputera Adipurna Kelas I Kepada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (Pangeran Sambernyawa).

Pangeran Sambernyawater lahir dengan nama Raden Mas Said. Beliau lahir di kraton Kartasura pada 7 April 1725 M. Ayahnya, Kanjeng Gusti

(21)

Pangeran Haryo Mangkoenegara Kartasuro atau Mangkunegara Sepuh, adalah putra tertua Amangkurat Jawi yang sempat menjadi kandidat calon raja (Soedibyo, 2011:1).

Pada awal perjuangannya, Pangeran Sambernyawa meninggalkan Kraton Kartasura dan melakukan pertempuran yang membutuhkan waktu 16 tahun lamanya. Pertempuran berlangsung pada tahun 1740-1757 M dan dibagi menjadi tiga periode atau tiga bagian. Bagian pertama adalah ketika Pangeran Sambernyawa bergabung dengan pasukan Sunan Kuning di Randulawang pada tahun 1741-1742 M, bagian kedua pada masa Pangeran Sambernyawa bergabung dengan Pangeran Mangkubumi pada tahun 1743-1752 M, bagian ketiga ketika Pangeran Sambernyawa melawan Belanda (VOC), Sultan Hamengkubuwono I dan Susuhan Pakubuwono III pada tahun 1752-1757 M.

Pangeran Sambernyawa menjadi sosok yang pantas diteladani karena perjuangan dan pengorbanan beliau dalam mendirikan Mangkunegara.

Keteladanan Pangeran Sambernyawa yang menjadi alasan Persis Solo ketika menjadi julukan dari Persis Solo. Hal yang menjadi perhatian adalah penamaan Laskar Sambernyawa menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Persis Solo maupun Komunitas Pasoepati untuk dapat meneladani perjuangan Pangeran Sambernyawa. Kesadaran sejarah yang kurang dikalangan suporter terhadap Pangeran Sambernyawa dapat menjadi sebuah kerugian bagi Pasoepati sendiri karena nilai perjuangan Pangeran Sambernyawa yang dapat membentuk Pasoepati kearah yang lebih baik lagi.

(22)

Figur Pangeran Sambernyawa sebagai tokoh pahlawan di Surakarta menjadi harapan agar Pasoepati sebagai suporter dari Persis Solo dapat meneladani nilai-nilai perjuangan Pangeran Sambernyawa ketika masa perjuangan baik melawan penjajah maupun ketika berjuang mendirikan Mangkunegara. Oleh karena itu peneliti tertarik mengangkat judul “ Pemahaman Nilai Kepahlawanan Pangeran Sambernyawa Pada Komunitas Suporter Pasoepati di Surakarta” dengan harapan suporter Pasoepati dapat meneladani nilai-nilai perjuangan Pangeran Sambernyawa dalam mendukung klub Persis Solo demi tercapainya perilaku fanatisme yang positif dari para anggota Pasoepati.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengapa nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa perlu dipahamkan kepada suporter Pasoepati?

2. Bagaimana cara implementasi nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa terhadap suporter Pasoepati?

3. Apa yang menjadi kendala dalam pemahaman nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa terhadap Suporter Pasoepati?

C. Tujuan Penilitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:

(23)

1. Mengetahui pentingnya nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa perlu ditanamkan kepada suporter Pasoepati.

2. Mengetahui implementasi nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa terhadap suporter Pasoepati.

3. Mengetahui kendala dalam pemahaman nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa terhadap Suporter Pasoepati.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Manfaat bagi Peneliti, memberi kesempatan kepada peneliti untuk menambah kajian ilmiah tentang nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa pada komunitas suporter Pasoepati.

b. Manfaat bagi masyarakat, menambah wawasan sejarah masyarakat terutama untuk suporter Pasoepati dan juga untuk dapat lebih memaknai ketokohan Pangeran Sambernyawa baik dalam kehidupan sehari-hari maupun ketika dalam mendukung tim Persis Solo, serta dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain terkait penelitian yang berhubungan dengan pemahaman nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa.

c. Manfaat bagi Pendidikan, sebagai bahan acuan dalam pembelajaran sejarah terutama pada materi sejarah lokal dan materi perang melawan kolonialisme dan imperialisme terutama tentang perlawanan Pangeran Sambernyawa.

(24)

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat praktis bagi peneliti adalah dapat mengetahui nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa pada Suporter Pasoepati

b. Manfaat praktis bagi masyarakat adalah sebagai sarana meneladani ketokohan Pangeran Sambernyawa khususnya untuk warga Surakarta dan sekitarnya.

c. Manfaat praktis bagi dunia Pendidikan adalah menanamkan rasa cinta terhadap daerah khususnya melalui keteladanan Pangeran Sambernyawa.

E. Batasan Istilah

1. Nilai Kepahlawanan

Nilai-nilai kepahlawanan merupakan nilai-nilai yang timbul dari dalam diri seseorang untuk membela baik negaranya, bangsanya, dan masyarakat yang berada di sekitarnya. Nilai kepahlawanan dapat muncul dari terjadinya peristiwa sejarah maupun dari peranan tokoh-tokoh pahlawanan yang menjadi sebuah inspirasi munculnya nilai kepahlawanan dalam diri seseorang.

2. Komunitas

Istilah kata komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berasal dari kata dasar communis yang artinya masyarakat, publik atau banyak orang. Wikipedia Bahasa Indonesia menjelaskan pengertian komunitas sebagai sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang

(25)

sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu didalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa (Ambar, 2014:8).

3. Suporter

Menurut Fikret (dalam Bayu Agung Prakoso, 2010:6) dalam berbagai hal, suporter dimaknai sebagai sekelompok orang yang memiliki sikap brutal, anarkis, berhubungan dengan kerusuhan, dan sebagainya.

Penelitian mengenai perilaku suporter telah dilakukan oleh University of Caardiff menunjukan jumlah korban berbanding lurus dengan prestasi klub.

Semakin baik prestasi klub maka semakin banyak korban yang jatuh.

Perayaan kemenangan, pesta alkohol, ataupun ejekan terhadap pendukung tim lawan adalah penyebab terjadinya kerusuhan yang membuat jatuhnya korban. Perilaku mereka menjadi tidak terkontrol. Potensi kerusuhan semakin besar ketika tim yang didukungnya menang.

Suporter merupakan bagian dari penonton sepak bola dimana di setiap laga pertandingan mereka selalu berteriak, bernyanyi mendukung tim kebanggaan. Soemanto (dalam Bachtiar, 2015:8) menyatakan bahwa suporter atau suporters merupakan penonton yang berpihak kepada tim tertentu. Suporter yang dimaksud dalam tulisan ini adalah penonton atau pendukung yang berpihak kepada tim sepak bola Persis Solo atau yang biasa disebut dengan kelompok suporter Pasoepati.

(26)

4. Pangeran Sambernyawa

Pangeran Sambernyawa terlahir dengan nama Raden Mas Said.

Beliau lahir di kraton Kartasura pada 7 April 1725 M. Ayahnya, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkoenegara Kartosuro atau Mangkunegara Sepuh, adalah putra tertua Amangkurat Jawi. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I, Pangeran Sambernyawa, Pangeran Prangwedana, Pangeran Suryakusuma atau Raden Mas (RM) Said adalah satu orang yang sama. Perbedaan nama pada diri satu orang semacam itu adalah hal wajar bagi manusia Jawa.

Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) memihak kaum pemberontak sejak 1740 M (waktu berumur 14 tahun) dan terus berjuang hingga tahun 1757 M (umur 31 tahun). Musuh-musuh utama pada awalnya adalah Susuhunan Pakubuwana II (bertahta 1726-1749 M) dan Kompeni Belanda (VOC). Raden Mas Said sejak meninggalkan kraton Kartasura hingga memungkasi pertempuran-pertempurannya menghabiskan waktu hingga 16 tahun. Perlawanan antara tahun 1740-1757 M tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah babak bergabungnya Raden Mas Said dengan pasukan Sunan Kuning (1741-1742 M). Bagian kedua sekitar tahun 1743-1752 M Raden Mas Said bergabung dengan Pangeran Mangkubumi dan bagian ketiga, antara tahun 1752-1757 Raden Mas Said berjuang sendiri melawan tiga pihak : Belanda (VOC), Sri Sultan Hamengkubuwono I atau Pangeran Mangkubumi dan Susuhan Pakubuwono III (Mangkoehadiningrat, 2011:9).

(27)

5. Suporter Pasoepati

Pasoepati terlahir semenjak adanya klub Pelita Solo yang waktu itu hadir di Kota Solo. Klub Pelita Solo merupakan sebuah klub milik keluarga Bakrie yang awalnya bernama Pelita Jaya FC. Animo masyarakat terhadap tim Pelita Solo membuat mereka selalu antusias ketika melihat Pelita Solo bermain di Stadion Manahan kala itu. Stadion selalu penuh dan ramai dengan kehadiran penonton karena Pelita Solo bertanding.

Awal mula pemikiran untuk membentuk sebuah paguyuban atau suporter bagi warga Solo adalah ketika mereka terinspirasi dengan para Aremania (Suporter Arema Malang) ketika berkunjung ke Manahan.

Ribuan Aremania yang hadir pada waktu itu bersorak sorai dan memberikan yel-yel dalam mendukung tim Arema Malang. Hal itu seolah menjadi pencerahan bagi masyarakat Solo dalam mendukung tim Pelita Solo.

Rencana sejumlah pihak untuk mendirikan kelompok suporter setia Pelita Solo akhirnya terwujud pada hari Rabu tanggal 9 Februari 2000 di Griya Grupe Mayor Jalan Kolonel Sugiyono 37 Solo. Sekitar 20 orang yang hadir mewakili kelompok suporter masing-masing sepakat memilih nama Pasukan Suporter Pelita Sejati yang disingkat “Pasoepati”.

Sebelumnya nama pilihan lain seperti Pelita Mania, namun melalui voting menjatuhkan pilihan pada Pasoepati. Kini setelah Pelita Solo maupun Persijatim Solo FC tidak lagi berada di Solo, Pasoepati meng-update

(28)

kepanjangannya menjadi Pasukan Suporter Solo Sejati (Hermawan, Danu, 2009:36).

(29)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teoritis

1. Nilai Kepahlawanan a. Nilai

Secara umum nilai adalah hal yang menunjukan terhadap hal-hal yang berharga di dalam hidup manusia. Nilai tersebut adalah sesuatu yang dianggap baik, layak, benar, pantas, dan dikehendaki oleh masyarakat dalam kehidupannya. Sesuatu yang dianggap nilai apabila mempunyai kegunaan dan manfaat bagi kehidupan.

Nilai merupakan satu prinsip umum yang menyediakan anggota masyarakat dengan satu ukuran atau standard untuk membuat penilaian dan pemilihan mengenai tindakan dan cita-cita tertentu. Nilai adalah konsep, suatu pembentukan mental yang dirumuskan dari tingkah laku manusia. Nilai adalah persepsi yang sangat penting, baik dan dihargai (Mustari, 2011:4).

Menurut Clyde Kluckhohn (dalam Mustari, 2011:4) menyatakan bahwa nilai adalah standard yang waktunya agak langgeng. Dalam pengertian yang luas, suatu standard yang mengatur sistem tindakan.

Nilai juga merupakan keutamaan (preference), yaitu sesuatu yang lebih disukai, baik mengenai hubungan sosial maupun mengenai cita-cita serta usaha untuk mencapainya.

(30)

b. Kepahlawanan

Kepahlawanan tidak terlepas dari pengertian dari pahlawan.

Dalam pengertian secara umum, pahlawan berarti seorang tokoh penting yang mempunyai jiwa patriotisme dan selalu berkorban bagi orang lain maupun tempat dia berada dan keberadaanya diakui oleh masyarakat sekitar dengan simbol atau nama tertentu. Kata pahlawan sendiri berasal dari bahasa Sansekerta phala-wan. Arti dari istilah Sansekerta tersebut adalah orang yang dirinya menghasilkan buah phala yang berkualitas bagi bangsa, Negara, dan Agama.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Penetapan, Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan Pasal 1, yang dimaksud dengang Pahlawan adalah Warga Negara Republik Indonesia yang gugur atau tewas atau meninggal dunia karena akibat tindak kepahlawanannya yang cukup mempunyai mutu dan nilai jasa-perjuangan dalam suatu tugas perjuangan untuk membela Negara dan Bangsa.

Menurut KBBI, kepahlawanan memiliki arti perihal sifat pahlawan(seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan). Menurut Badrun dalam Soleh (2018:15) Semangat anti penjajahan adalah nilai-nilai patriotisme yang diperjuangkan oleh para pahlawan pada dekade abad-19 hingga abad-20. Hanya sedikit orang yang menjadi pahlawan bagi dunia. Karenanya kepahlawanan seseorang sangant interpretatif, subyektif sekaligus menjadi hasil dari proses obyektivikasi sosial yang melingkupinya.

(31)

c. Nilai Kepahlawanan

Dalam membentuk kesadaran sejarah, setiap orang perlu mempelajari, memaknai dan meneladani tokoh-tokoh pahlawan yang mempunyai andil besar dalam perjuangan bangsa Indonesia. Menurut Kartodidjo (dalam Aman, 2011:30) Sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau nation di masa lampau. Pada pribadi pengalaman membentuk kepribadian seseorang dan sekaligus menentukan identitasnya. Proses serupa terjadi pada kolektifitas, yakni pengalaman kolektivitas, yakni pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang membentuk kepribadian nasional dan sekaligus identitas nasionalnya. Bangsa yang tidak mengenal sejerahnya dapat diibaratkan seorang individu yang telah kehilangan memorinya, ialah orang yang pikun dan sakit jiwa, maka dia kehilangan kepribadian atau identitasnya.

Nilai kepahlawanan adalah suatu sikap dalam pengambilan hikmah dan keteladanan dari para pahlawan yang dapat menjadi pemicu menjadi orang yang lebih baik lagi dalam berkehidupan di masyarakat.

Menurut Wahyu Widiyatanto (dalam Rini, 2016:8) terdapat 8 nilai kepahlawanan yaitu :

a. Keteladanan, suatu sikap positif yang dapat dijadikan sebagai acuan oleh masyarakat;

b. Rela berkorban, sikap bersedia dengan ikhlas, senang hati, dengan tidak mengharapkan imbalan, dan mau memberikan sebagian yang dimiliki sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya;

(32)

c. Cinta tanah air, perasaan cinta terhadap bangsa dan negaranya sendiri;

d. Kerja keras, berusaha dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga untuk berupaya mendapatkan keinginan pencapaian hasil yang maksimal pada umumnya;

e. Kejujuran, keserasian atau berita yang disampaikan dengan fakta yang ada;

f. Loyalitas, memiliki makna patuh, setia, komitmen dan juga pengorbanan diri seseorang;

g. Nasionalisme, sikap paham kebangsaan yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu terhadap bangsa dan tanah air dengan memandang bangsanya merupakan bagian dari bangsa lain di dunia;

h. Patrotisme, Sikap gagah berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara.

Nilai kepahlawanan berpangkal pada suatu tindakan yang didalamnya terdapat rasa keberanian diri, kesabaran dan pengorbanan dari seorang yang rela berkorban demi tercapainya tujuan yang diinginkan dengan dilandasi oleh sikap tanpa pamrih pribadi. Nilai kepahlawan bukan hanya sekedar berani bertempur di medan pertempuran sampai darah penghabisan yang mungkin hal ini sudah tidak bisa diterapkan di masa moderen seperti sekarang. Nilai tersebut memang benar akan tetapi lebih dari itu kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Diantaranya

(33)

adalah bagaimana seeorang mampu menanamkan sikap kritis, jujur, tanggung jawab, disiplin, kasih sayang dan ikhlas. Selain itu dalam meneladani nilai kepahlawanan juga diharapkan dapat mempunyai sifat keberanian, kesabaran dan pengorbanan baik untuk keluarga, daerah asal maupun negara.

Oleh karena itu dalam penelitian ini bermaksud untuk menanamkan nilai-nilai luhur kepahlawanan agar dapat dimaknai dan diteladani oleh masyarakat khususnya para suporter Pasoepati pendukung dari klub Persis Solo agar dapat meneladani Pangeran Sambernyawa sebagai pahlawan yang patut dicontoh sikap dan ketokohannya dalam membela rakyat dan kedaulatan Mangkunegara pada saat itu.

2. Kesadaran Sejarah

a. Pengertian Kesadaran Sejarah

Bangsa yang baik adalah bangsa yang mengenal akan sejarahnya, hal ini membuktikan bahwa sejarah menjadi elemen yang penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. Sejarah yang mempunyai nilai-nilai yang luhur pada masa lampau yang dapat dipetik dan diteladani untuk hidup berbangsa dan bernegara. Hal inilah yang membuat pentingnya masyarakat Indonesia dalam memahami dan memaknai pentingnya kesadaran sejarah.

Kesadaran sejarah adalah kesadaran yang menunjukkan satu tingkat penghayatan pada makna serta hakikat sejarah (dinamika sejarah) sebagai tuntunan menghadapi masa kini dan masa yang akan datang.

Untuk bisa melangkah sampai pada pemaknaan sejarah yang benar

(34)

diperlukan dua prakondisi (kondisi objektif) yang perlu dikembangkan (Nurcahyo, 2012:23).

Memahami secara benar peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lalu dapat menumbuhkan kesadaran bahwa masa kini merupakan produk masa lalu dan masa depan ditentukan masa kini. Kesadaran sejarah tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, tetapi terus diupayakan.

Proses penyadaran sejarah dapat dilakukan secara bertahap melalui pembinaan baik secara formal maupun nonformal. Membangun, menumbuh kembangkan kesadaran sejarah diharapkan dapat mendorong, memotivasi generasi muda untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik (Subagyo, 2010:253).

b. Indikator Kesadaran Sejarah

Menurut Kartodirdjo dalam Aman (2011:34) kesadaran sejarah pada manusia sangat penting artinya bagi pembinaan budaya bangsa.

Kesadaran sejarah bukan hanya sekedar memperluas pengetahuan, melainkan harus diarahkan pula kepada kesadaran penghayatan nilai-nilai budaya yang relevan dengan usaha pengembangan kebudayan itu sendiri.

Kesadaran sejarah dalam konteks pembinaan budaya bangsa dalam pembangkitan kesadaran bahwa bangsa itu merupakan suatu kesatuan sosial yang terwujud melalui suatu proses sejarah, yang akhirnya mempersatukan sejumlah nation kecil dalam suatu nation besar yaitu bangsa. Dengan demikian indikator-indikator kesadaran sejarah tersebut dapat dirumuskan mencakup: menghayati makna dan hakekat sejarah

(35)

bagi masa kini dan masa yang akan datang; mengenal diri sendiri dan bangsanya; membudayakan sejarah bagi pembinaan budaya bangsa; dan menjaga peninggalan sejarah bangsa.

Menurut Kartodirdjo (1982:4) pembentukan kesadaran sejarah masa kini tidak terlepas dari proses perubahan yang berlangsung di sekitarnya: yaitu lingkungan etnis, sosiokultural, politik, edukasi, kulturasi, dari kanak-kanak hingga dewasa. Dua pengalaman simbolis dan empiris berperan penting dalam kesadaran sejarah, terutama di lingkungan anak didik. Kesadaran sejarah akan dipengaruhi oleh lingkaran masa kehidupan dari anak sampai dewasa. Ada proses evolusi pembentukan kesadaran sejarah yang berlangsung dua tahap:

a. Tahap mitos-legendaris

Kesadaran mitos legendaris terdapat pada masyarakat tradisional yang masih sederhana tingkat kebudayaannya dan peradabannya. Pada tingkat ini kesadaran sejarah masih non historis atau kesadaran non historis, salah satu cirinya masih belum ada pemilikan waktu yang jelas.

b. Tahap kesadaran historis

Kesadaran sejarah yang historis terdapat pada masyarakat yang sudahmaju dimana kesadaran sejarah sudah menggunakan pemikiran perspektif waktu yang tajam dan bersikap kritis. Evaluasi perkembangan kesadaran sejarah nasional terutama dalam

(36)

perkembangan kesadaran sejarah nasional terutama dalam perkembangan sejarah Indonesia.

3. Pendekatan Andragogi

Dalam pemahaman nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa kepada suporter Pasoepati, perlu menggunakan pendekatan tertentu mengingat Pasoepati merupakan sebuah komunitas yang anggotanya terdiri dari berbagai latar belakang dan berbagai usia. Anggota komunitas suporter Pasoepati terdiri dari pelajar, mahasiswa hingga para pekerja, dan dari usia anak-anak hingga orang tua pun ikut serta dalam keanggotaan komunitas suporter Pasoepati. Dalam proses peningkatan kesadaran sejarah pada penelitian ini dimana diharapkan Pasoepati sebagai subyek penelitian mampu mendalami dan meneladani peran tokoh Pangeran Sambernyawa sebagai panutan dan teladan bagi Persis Solo dan khususnya bagi Pasoepati.

Melihat animo yang tinggi terhadap tim Persis Solo khususnya di Karesidenan Surakarta membuat peneliti ingin mengetahui pemahaman Pasoepati terhadap nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa yang merupakan julukan bagi tim yang selalu mereka dukung dan banggakan.

Menjadi perhatian besar bahwa nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa dapat menjadi teladan bagi Pasoepati dalam kehidupan sehari-hari dan mendukung tim Persis Solo.

Pasoepati merupakan sebuah komunitas yang terdiri dari berbagai latar belakang usia dan pendidikan. Banyaknya orang dewasa yang menjadi

(37)

anggota komunitas Pasoepati membuat peneliti menggunakan teori pendekatan andragogy untuk teori belajar sebagai pendekatan bagi para anggota Pasoepati dalam memahami dan menanamkan nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa dalam kesehariannya.

Malcolm Knowles terkenal dengan teori andragoginya, oleh karena itu dianggap Bapak Teori Andragogi meskipun bukan dia yang pertama kali menggunakan istilah tersebut. Andragogi berasal dari akar kata “aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yang artinya anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk membantu orang dewasa belajar (Malik, 2008:8).

Di dalam teori andragogi, pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip tertentu sesuai dengan ciri-ciri psikologis orang dewasa. Apabila pembelajaran orang dewasa tidak menggunakan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, bisa jadi materi belajar kurang bisa diterima oleh warga belajar dan hasil belajar juga tidak menyentuh pada kebutuhan warga belajar. Belajar dan membelajarkan orang dewasa tidaklah mudah. Saat belajar terjadi interaksi antara warga belajar dengan sumber belajar. Sumber belajar bisa berupa manusia yakni pamong atau tutor sebagai fasilitator dan bahan belajar seperti buku, siaran radio dan televisi, rekaman suara dan video, alam, serta masalah kehidupan nyata. Di dalam pembelajaran orang dewasa, tutor atau pamong harus memiliki pengetahuan tentang teori belajar orang dewasa, agar tutor atau pamong dapat memilih strategi belajar dengan tepat (Irmawan, 2015:3).

(38)

Malcolm Knowles dalam Sudarwan (2015) mengungkapkan bahwa andragogy didasarkan pada setidaknya lima asumsi krusial tentang karakteristik pelajar dewasa yang berbeda dari asumsi tenang pembelajar anak yang didasarkan pada pedagogi. Asumsi-asumsi yang dimaksud disajikan berikut ini.

a. Self-concept atau konsep diri. Sebagai orang yang matang konsep

dirinya bergerak dari kepribadian tergantung ke sosok manusia yang bias mengarahkan dirinya sendiri.

b. Experience atau pengalaman. Sebagai orang dewasa manusia tumbuh

laksana reservoir akumulasi pengalaman yang menjadi sumber daya yang meningkat untuk belajar.

c. Readiness to leran atau kesiapan untuk belajar. Sebagai orang dewasa

kesediaan untuk belajar menjadi semakin berorientasi kepada tugas- tugas perkembangan dan peran sosialnya.

d. Orientation to Learning atau orientasi untuk belajar. Sebagai orang

dewasa, perspektif perubahan waktu dari salah satu aplikasi pengetahuan ditunda untuk kesiapan aplikasi, dan sesuai dengan pergeseran orientasi belajar dari salah satu subjek berpusat pada satu masalah.

e. Motivation to Learn atau motivasi untuk belajar. Sebagai orang dewasa motivasi untuk belajar adalah internal.

Sujarwo dalam Budiwan mengungkapkan bahwa orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan,

(39)

kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri.

Keikutsertaan orang dewasa dalam belajar memberikan dampak positif dalam melakukan perubahan hidup kearah yang lebih baik. Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Melalui proses belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup, tidak hanya pada pencarian ijazah saja. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran orang dewasa memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan pembelajaran pada anak-anak. Andragogi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada karakteristik khusus orang dewasa, khususnya dalam proses belajar.

Dengan teori Andragogi ini dapat memudahkan peneliti untuk melakukan proses pendekatan terhadap komunitas suporter sepak bola Pasoepati yang mempunyai latar belakang usia yang berbeda dari pelajar, mahasiswa dan para pekerja. agar mencapai tujuannya dalam menanamkan nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Sambernyawa guna memberikan dampak positif bagi para suporter dalam kegiatan mereka mendukung tim Persis Solo. Hal ini diharapkan nilai-nilai kepahlawanan yang dapat diteladani dari Pangeran Sambernyawa menjadi potensi untuk memajukan komunitas suporter Pasoepati ke arah yang lebih positif.

(40)

Bagan 2.1. Alur berpikir Teori.

4. Pangeran Sambernyawa

Dalam perjalanan panjang sejarah Indonesia, banyak sekali pahlawan-pahlawan lokal yang menjadi sosok ikonik bagi rakyatnya hingga saat ini. Perjuangan dan pengorbanan seorang pahlawan tentunya akan selalu dikenang oleh rakyat bahkan hingga sampai sekarang. Para tokoh daerah ini memimpin perlawanan dan pertempuran melawan para penjajah.

Salah satu tokoh pahlawan lokal yang menjadi sosok ikonik adalah Pangeran Sambernyawa yang berjuang di tanah Mataram.

a. Biografi Singkat Pangeran Sambernyawa

Pangeran Sambernyawa dilahirkan di Keraton Kartasura pada hari Minggu Legi tanggal 4 Ruwah tahun Jimakir 1650 AJ, windu Adiwuku wangagung atau tanggal 7 April 1725 M, dengan nama Raden Mas Said.

Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara yang dibuang Teori Andragogi

Hasil penanaman Pasoepati

Nilai Kepahlawanan Pangeran Sambernyawa

1. Rela Berkorban 2. Kerja keras 3. Solidaritas 4. Loyalitas.

Kendala

(41)

oleh Belanda ke Srilanka (Ceylon). Ibunya bernama R. A. Wulan, putri dari Pangeran Blitar.

Seorang penulis Belanda, De Jonge, menyebutkan bahwa pembuangan terhadap R.A. Mangkunegara disebabkan oleh fitnah yang dikarang oleh Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo, dua orang wali raja (karena raja masih berumur 16 tahun). Dalam fitnah itu dikatakan bahwa ia berzinah dengan seorang selir Pakubuwono II, yakni Mas Ayu Larasati. Pada mulanya ia dijatuhi hukuman mati, namun kemudian diubah menjadi hukuman buang. Persistiwa itu terjadi ketika Pangeran Sambernyawa masih berumur dua tahun. Bencana itu ditambah lagi dengan meninggalnya ibunya ketika melahirkan seorang putra (R.I.W.

Dwidjasuasana, 1972:24).

Dalam didikan dan asuhan eyang putri R. Ayu Kusumonarso, Pangeran Sambernyawa kecil hidup dalam suasana sederhana dan hampir tersisih dari kehidupan istana bersama kedua adiknya R.M. Ambia dan R.M. Sabar. Hal demikian membuat mereka tidak tampak sebagai anak keturuna raja dan nantinya menjadi calon raja. Keadaan seperti inilah yang membuat Raden Mas Said lebih merasa dekat dengan rakyat kecil karena keseharian beliau bercengkrama dengan rakyat biasa.

Keseharian Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) inilah yang membuat dia mendapatkan pendidikan lahir dan batin yang berat hingga membuat beliau menjadi dewasa batinnya dan kuat mentalnya.

(42)

Hasil dari didikan eyang putri R. Ayu Kusumonarso, Raden Mas Said menjadi sangat percaya kepada keagungan Tuhan dan menjadi welas asih.

Raden Mas Said beranggapan bahwa ketika dewasa maka dia akan menjadi buruan dan ditangkap oleh Belanda seperti halnya ayahnya, saudara tua dan pangeran-pangeran lainnya. Beranjak remaja ketika berumur 16 tahun, dia bertekad untuk melarikan diri dari Keraton Kartasura dan Belanda, dengan membawa adik-adiknya yang masih muda.

Pada waktu keluar dari Kraton, Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) diikuti oleh dua tokoh yaitu Ki Kuddanawarsa dan Ki Rongga Penambangan, dan juga oleh pemuda-pemuda Kartasura sebanyak 24 orang. Kejadian ini adalah pada tahun Saka 1666 atau tahun 1741 Masehi, dengan candra sengkala Rasa Retu Ngoyag Jagad, yang berarti Rasa Rusak menggetarkan Dunia (KRT. Sarjono Darmasarkoro,1989:3).

b. Perjuangan Pangeran Sambernyawa

Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa ketika meninggalkan Kraton Kartasura dan melakukan pertempurannya membutuhkan waktu 16 tahun lamanya. Pertempuran berlangsung pada tahun 1740-1757 M dan dibagi menjadi tiga periode atau tiga bagian.

Bagian pertama adalah ketika Raden Mas Said bergabung dengan pasukan Sunan Kuning di Randulawang pada tahun 1741-1742 M,

(43)

bagian kedua pada masa Raden Mas Said bergabung dengan Pangeran Mangkubumi pada tahun 1743-1752 M, bagian ketiga ketika Raden Mas Said melawan Belanda (VOC), Sultan Hamengkubuwono I dan Susuhan Pakubuwono III pada tahun 1752-1757 M.

1) Tahap Pertama (1741-1742 M)

Pada pertempuran periode pertama (1741-1742 M) ini Raden Mas Said dijadikan sebagai panglima perang dan mendapat gelar Pangeran Pragwadana Pamot Besar yang memimpin seluruh pasukan China, yang dikomandani oleh Kapten Sepanjang. Pada awalnya pertempuran ini terjadi karena pemberontakan orang-orang China di Bartavia yang menyebar luas ke daerah-daerah di Pulau Jawa seperti di Rembang, Semarang dan memuncak di Kartasura.

Pemberontakan yang dilakukan oleh etnis China ini bermula ketika adanya rasa saling curiga antara etnis China dengan bangsa Belanda. Pemerintah kolonial Belanda beranggapan bahwa etnis China di Batavia akan merencanakan pemberontakan dan etnis China beranggapan bahwa pemerintah kolonial Belanda akan mengirim orang-orang China keluar dari Batavia karena dianggap sudah melebihi kuota dan terdengar berita bahwa mereka akan dibuang ke laut.

Pemberontakan orang-orang China berakhir sampai di Kartasura pada 1742 M. Pemberontakan tersebut juga didukung oleh sebagian bangsawan dan rakyat Kerajaan Mataram yang sangat anti

(44)

terhadap adanya pemerintahan kolonial. Kejadian tersebut menjadi awal dari peperangan yang ada di Kartasura, termasuk menjadi mulainya perlawanan Raden Mas Said yang dilakukan secara terang- terangan menentang adanya pemerintahan kolonial dan ikut serta mendukung peristiwa Geger Pacinan di Kartasura (RNL,Putri.2016:37).

Dalam pertempuran ini Raden Mas Said sangat terlihat sebagai pejuang yang tangguh dan mendapat pengalaman dan pelajaran berharga dalam bertempur dengan cara gerilya. Karena perjuangan Raden Mas Said yang dianggap berhasil dalam memimpin pasukan maka para pasukan China itu menganggap bahwa Raden Mas Said adalah pemimpin yang baik.

Kerjasama Raden Mas Said dan Sunan Kuning dengan pasukan Chinanya tidak berlangsung terlalu lama, karena Sunan Kuning berkehendak untuk pergi ke daerah Pasuruan, sedangkan Raden Mas Said berkehendak memerangi Belanda di daerah Jawa tengah atau Kraton Kartasura. Semenjak itu Raden Mas Said sepenuhnya berjuang dan memimpin Pasukannya sendiri dengan dibantu oleh Ki Kudawarsa dan Ki Rongga Penambangan (Darmasarkoro. Sarjono, 1989:5).

2) Tahap kedua (1743-175 M)

Periode kedua perjuangan Raden Mas Said terjadi pada tahun 1743-1752 M. Pada tahun 1743, Paku Buwono II memutuskan untuk

(45)

segera memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram yang pada awalnya berada di Kartasura menuju kira-kira 12 Km kearah sebelah timur di dekat Sungai Solo. Paku Buwono II kemudian mendirikan sebuah istana baru Surakarta. Perpindahan pusat pemerintahan tersebut pada akhirnya tidak memberikan hasil keadaan yang stabil dari sebelumnya di Kerajaan Mataram, dikarenakan masih adanya bentuk pemberontakan yang dilakukan oleh 2 kubu kekuatan sekaligus yaitu kubu Pangeran Mangkubumi dan kubu Raden Mas Said (RNL, Putri.2016:40).

Pada saat itu Raden Mas Said diburu oleh Pakubuwono II.

Pakubuwono II membuat sayembara untuk mengusir Raden Mas Said dari wilayah Sukowati. Secara tiba-tiba Pangeran Mangkubumi bersedia menerima tawaran tersebut menyanggupi sayembara tersebut dan melakukan kerjasama dengan Patih Pringgoloyo. Hal itu membuat pertempuran antara Raden Mas Said dengan Pangeran Mangkubumi tidak bisa terhindarkan. Dalam pertempuran tersebut Raden Mas Said terpaksa mundur dan melarikan diri kearah Matesih.

Walau kalah dalam perang Sukawati, Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) selamat dari maut. Dia menyingkir ke wilayah Segawe (Matesih) di wilayah Karanganyar, Jawa Tengah, sebelum akhirnya kembali bermarkas di Nglaroh. Di Nglaroh, dia sempat bersalin menjadi Sultan Adiprakosa dan duduk di singgasana bagaikan raja. Babad Panambangan menuliskan nama Sultan Adiprakosa tidak

(46)

lestari setelah sebuah petir menyambar singgasana sebagi tanda belum saatnya beliau duduk sebagai raja (Mangkoediningrat,2011:8).

Sementara itu janji Pakubuwono II kepada Pangeran Mangkubumi tidak sesuai yang dijanjikan, Pangeran Mangkubumi memilih untuk meninggalkan kraton Surakarta (1746 M). Setelah meninggalkan Kasunanan Surakarta, Pangeran Mangkubumi memilih tanah Sukawati sebagai markasnya. Perihal perjanjian yang tidak ditepati tersebut, Pangeran Mangkubumi mengajak para pangeran bergabung dan melawan Kasunanan, termasuk Pangeran Sambenyawa.

Pertempuran demi pertempuran melawan kekuatan pemerintah kolonial terus dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa dan Pangeran Mangkubumi. Kekuatan kedua Pangeran tersebut sangat berpengaruh terhadap semangat para pengikut setia keduanya, sehingga timbulah banyak dukungan dari rakyat yang masih setia kepada mereka dan beberapa kerabat keratin khusus diberikan kepada kedua pangeran tersebut untuk terus melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial demi cita-cita bersama.

Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi semakin memperluas wilayah kekuasaannya. Raden Mas Said menguasai wilayah bagian timur diantaranya, Madiun, Magetan dan Ponorogo sedangkan Pangeran Mangkubumi menguasai wilayah barat diantaranya, Bagelen, Pekalongan, Batang dan Pemalang. VOC pun

(47)

kemudian mencari cara agar kekuatan Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi bisa dipatahkan, dengan jalan devide et impera atau politik pecah-belah. VOC menyusupkan seorang kerabat keraton bernama Tumenggung Sujanapura ke kubu lawan. Sujanapura berkata kepada Raden Mas Said bahwa sebenarnya Pangeran Mangkubumi tidak suka kepadanya dan khawatir dikhianati. Atas hasutan ini, Raden Mas Said bimbang dan akhirnya memisahkan diri dari pasukan Mangkubumi (Ki Sabdacarakatama, 2009: 93).

3) Tahap ketiga (1752-177)

Pada tahap ketiga, Pangeran Sambernyawa berjuang sendirian memimpin pasukan melawan dua kerajaan Paku Buwono III &

Hamengku Buwono I, serta pasukan Kompeni (VOC). Beberapa pertempuran dahsyat terjadi pada periode 1752-1757 M. Pangeran Sambernyawa dikenal sebagai panglima perang yang berhasil membina pasukan yang militan. Dari sinilah ia dijuluki “Pangeran Sambernyawa”, karena dianggap oleh musuh-musuhnya sebagai

“penyebar maut”. Kehebatan Pangeran Samberyawa dalam strategi perang bukan hanya dipuji pengikutnya melainkan juga disegani lawannya. Tak kurang dari Gubernur Direktur Jawa, Baron van Hohendorff, yang berkuasa ketika itu, memuji kehebatan Mangkunegoro. “Pangeran yang satu ini sudah sejak mudanya terbiasa dengan perang dan menghadapi kesulitan. Sehingga tidak mau bergabung dengan Belanda dan keterampilan perangnya diperoleh

(48)

selama pengembaraan di daerah pedalaman” (Eko Putro Hendro, 2017:45).

Pada Jumat Kliwon, tanggal 16 Sawal tahun Je 1678 (Jawa) tahun 1752 M terjadilah perang Kasatriyan antara Raden Mas Said dengan pasukan Pangeran Mangkubumi di daerah Ponorogo. Desa ini merupakan basis kubu Pangeran Sambernyawa, setelah berhasil menaklukkan kota Madiun, Ponorogo dan Magetan. Namun kemudian kota-kota tersebut dibakar, karena keburu diketahui oleh Pangeran Mangkubumi, yang saat itu berada di Bancar. Pangeran Sambernyawa memerintahkan pasukannya untuk membangun kota pertahanan di barat daya Ponorogo, yakni desa Kasatriyan, namun tetap dikejar oleh Pangeran Mangkubumi. Dilihat dari jumlah pasukan infanteri dan kavalerinya, pasukan Pangeran Sambernyawa tidaklah sebanding dengan pasukan yang dibawa Pangeran Mangkubumi.

Strategi perang yang jitu dengan konsep jejemblungan, dedemitan dan weweludan, merupakan konsep tipu daya dalam menghadapi musuh dalam pertempuran. Ini ketangguhan pasukan Sambernyawa dalam peperangan di desa Kasatriyan. Peperangan ini merupakan momentum perang yang dahsyat, karena jumlah pasukan musuh yang tewas mencapai 600 orang, sementara pasukan Sambernyawa hanya tiga orang yang tewas termasuk punggawa baku yang bernama Jayaprameya. Sisanya ada 29 orang yang luka-luka. Dengan jumlah yang terbatas, prajurit Sambernyawa berhasil memperoleh

(49)

kemenangan. Perang di Kasatriyan ini menunjuk-kan bahwa Pangeran Sambernyawa adalah pemimpin pasukan yang sangat ditakuti musuh (Eko Punto Hendro, 2017:45).

Pada hari Senin Pahing, tanggal 17 Suro tahun Wawu 1681 Jawa (1756 M) terjadi pertempuran yang sangat hebat di hutan Sitakepyak, sebelah selatan Kota Rembang. Pertempuran ini mengakibatkan korban yang begitu besar di pihak kompeni Belanda yakni, 1 detachement pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Van Der Pol yang dapat dihancurkan. Detachement lainnya dibawah Kapten Beiman juga dapat diporak-porandakan oleh Pasukan Pangeran Sambernyawa (R.I.W. Dwidjasusana, 1972:29).

Penyerbuan ke benteng Vredeburg dan keraton Yogya- Mataram terjadi pada hari Kamis, tanggal 3 Sapar, tahun Jumakir 1682 Jawa (1757 Masehi). Peristiwa itu dipicu oleh kekalutan tentara VOC yang mengejar Pangeran Sambernyawa sambil membakar dan menjarah harta benda penduduk desa. Pertempuran ini berlangsung sehari penuh, Pangeran Sambernyawa baru menarik mundur pasukannya menjelang malam. Serbuan Pangeran Sambernyawa ke Kraton Yogyakarta mengundang amarah Sultan Hamengku Buwono I.

Ia menawarkan hadiah 500 real, serta kedudukan sebagai bupati kepada siapa saja yang dapat menangkap Pangeran Sambernyawa, yang masih keponakan dan menantunya itu. Namun tidak ada yang

(50)

berhasil menangkap Pangeran Sambernyawa (Eko Punto Hendro, 2017:46).

c. Akhir Perjuangan Pangeran Sambernyawa

Perjuangan Pangeran Sambernyawa berakhir ketika terjadinya Perjanjian Salatiga. Pada tanggal 17 Maret 1757 M dilakukan penandatanganan surat perjanjian antara Paku Buwono III, Hamengku Buwono I yang diwakili oleh Patih Danureja, dan Pangeran Sambernyawa. Penandatanganan surat perjanjian tersebut dilakukan di daerah Kali Cacing, Salatiga.

Perjanjian Salatiga tersebut Pangeran Sambernyawa (Mangkunegara I) kemudian mendapatkan wilayah Praja Mangkunegaran yang meliputi Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara, dan Kedu (Sri Wintala Ahmad, 2016:274).

Selain itu, menurut Perjanjian Salatiga kedudukan Pangeran Sambenyawa (Mangkunegara I) tidak berbeda dengan raja-raja Jawa, akan tetapi terdapat beberapa ketentuan. Ketentuan tersebut yaitu Pangeran Sambenyawa (Mangkunegara I) tidak diperkenankan duduk di atas singgasana, tidak diperbolehkan mendirikan “Bale Witana” (Balai Penghadapan), tidak diperbolehkan membuat alun-alun beserta sepasang pohon beringin dan tidak diperbolehkan memutuskan hukuman mati (Eko Punto Hendro, 2017:50).

Setelah terlaksananya Perjanjian Salatiga, maka Kompeni dan Kasultanan Yogyakarta secara resmi mengakui keberadaan Praja/Pura

(51)

Mangkunegaran, yang memiliki pusat pemerintahan di Selatan Kali Pepe.

Pura Mangkunegaran ini dipimpin oleh Pangeran Sambernyawa dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I. Sejak saat itulah, pemerintahan Mangkunegaran yang dipimpin oleh Pangeran Sambernyawa dimulai.

5. Makna Tiji, Tibeh (Mati Siji, Mati Kabeh, Mukti Siji, Mukti Kabeh) Dalam membina kesatuan bala tentaranya, Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) memiliki semboyan tiji tibeh, yang merupakan kependekan dari mati siji, mati kabeh; mukti siji, mukti kabeh (gugur satu, gugur semua; sejahtera satu, sejahtera semua). Dengan semboyan ini, rasa kebersamaan pasukannya terjaga (Hendro, 2017;48). Ikrar bersama ini dicetuskan antara Pangeran Sambernyawa dan pembantu-pembantu terdekat dia yaitu Kyai Tumenggung Kudonowarso dan Kyai Ngabei Ronggo Panambang, pasukan dan seluruh rakyatnya. Konsep kebersamaan antara pemimpin dengan pengikutnya itu dimunculkan sebagai slogan yang terbukti manjur memupuk Kekompakan pasukan Sambernyawa diberbagai medan pertempuran.

Teladan yang menyebutkan bahwa kalau mati satu, ya mati semua oleh Sambernyawa ditunjukkan dengan keterlibatannya secara langsung di medan laga. Perang di hutan Sitakepyak yang terjadi pada tahun 1756 M misalnya. Sambernyawa muncul di tengah medan laga dengan menenteng pedang dan berhasil memenggal pemimpin pasukan Belanda, Kapten Van Der Pol (Babad Lempahan 73:321). Kehadiran pemimpin secara langsung di

(52)

medan laga secara psikologis jelas sangat efektif memompa daya juang pasukan (Mangkoehadiningrat, 2011:22). Tiji Tibeh sebagai semboyan dari pasukan Sambernyawa diharapkan dapat menjadi inspirasi dan teladan untuk anggota suporter Pasoepati dalam mendukung Persis Solo, dimana rasa persaudaraan dan kebersamaan antar anggota suporter Pasoepati dapat terjalin dengan erat dalam mendukung tim Persis Solo baik di dalam maupun luar lapangan.

6. Nilai- Nilai Kepahlawanan Pangeran Sambernyawa

Sebagai seorang tokoh yang dianugerahi sebagai pahlawan, Pangeran Sambernyawa tentunya mempunyai sikap-sikap yang patut diteladani. Aksi heroik Pangeran Sambernyawa dalam melawan keserakahan dan ketidakadilan VOC menjadi bukti bahwa perlu adanya perjuangan yang berat dalam mengusir penjajah. Hal ini menjadi sebuah gambaran bahwa nilai-nilai kepahlawanan seorang tokoh khususnya Pangeran Sambernyawa sangat perlu diteladani oleh siapapun. Sikap rela berkorban, berjuang membela wilayahnya, membantu rakyat kecil dan berbagai sikap yang perlu diteladani.

Nilai kepahlawan bukan hanya sekedar berani bertempur di medan pertempuran sampai darah penghabisan yang mungkin hal ini sudah tidak bisa diterapkan di masa moderen seperti sekarang. Nilai tersebut memang benar akan tetapi lebih dari itu kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Diantaranya adalah bagaimana seeorang mampu menanamkan sikap kritis, jujur, tanggung jawab, disiplin, kasih sayang dan ikhlas. Selain

(53)

itu dalam meneladani nilai kepahlawanan juga diharapkan dapat mempunyai sifat keberanian, kesabaran dan pengorbanan baik untu keluarga, daerah asal maupun negara.

Pangeran Sambernyawa sebagai tokoh tentunya mempunyai nilai- nilai kepahlawan yang dapat diteladani oleh berbagai kalangan dari pelajar sampai masyarakat, khususnya para anggota suporter Pasoepati di Surakarta. Beberapa nilai-nilai kepahlawanan yang dapat diuraiakan dan diteladani dari Pangeran sambernyawa diantaranya:

1) Rela Berkorban

Rela berkorban merpakan sikap bersedia dengan ikhlas, senang hati, dengan tidak mengharapkan imbalan, dan mau memberikan sebagian yang dimiliki sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya Hal ini dicontohkan oleh Pangeran Sambernyawa selama perjuangannya.

Pangeran Sambernyawa pada masa kecilnya harus hidup serba kekurangan tidak selayaknya para penghuni kraton. Selain itu pada masa kecilnya sudah ditinggal wafat ibunya pada usia dua tahun dan ayahnya yang dibuang oleh Belanda ke pengasingan.

Pendidikan mental yang berat ini yang membuat sosok Pangeran Sambernyawa kecil sudah mempunyai bekal yang banyak dalam mengarungi perjuangannya yang keras. Beranjak dewasa dia melakukan banyak sekali pertempuran-pertempuran baik melawan Kasunanan Surakarta, Mangkubumi hingga Belanda.

(54)

Pangeran Sambernyawa selalu terlibat dan memimpin setiap pertempuran yang dihadapi. Hal inilah yang dapat diteladani bahwa dia rela berkorban demi kepentingan orang banyak dan selalu di garda terdepan dalam pertempuran-pertempuran. Bentuk sikap rela berkorban yang dimiliki Pangeran Sambernyawa dituangkan dalam filosofi yang dia buat yang berbunyi “Tiji Tibeh” yang mempunyai kepanjangan Mati siji, Mati kabeh, Mukti siji, Mukti Kabeh. Semboyan tersebut dapat

digambarkan bahwa pentingnya arti kebersamaan dan rela berkorban dalam setiap pertempuran yang dihadapi oleh Pangeran Sambernyawa dan pasukannya.

2) Kerja Keras

Kerja keras memiliki makna berusaha dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga untuk berupaya mendapatkan keinginan pencapaian hasil yang maksimal pada umumnya. Pangeran Sambernyawa tentunya tidak lepas dari kata kerja keras selama hidup dan perjuangannya. Sejak kecil Pangeran Sambernyawa jauh dari kata kemapanan selayaknya anak keturunan bangsawan, dimana dia harus merasakan pahitnya kehidupan dimulai umur dua tahun ditinggal wafat ibunya dan umur tiga tahun ditinggalkan ayahnya yang dibuang ke tempat pengasingan oleh Belanda.

Oleh eyang putri Raden Ayu Kusumonarso, dia dididik untuk menjadi anak yang tumbuh dengan mental kuat dan selalu ingat dengan keagungan Tuhan. Selama perjalanan hidupnya yang dimulai sejak dia meninggalkan keraton, Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) terus

Gambar

Gambar 4.I Sekretariat Pasoepati.
Gambar 4.2Kondisi Pertandingan Pelita Solo vs PSIS Semarang tahun 2000.
Gambar 4.3 Kerusuhan Pasoepati 2014
Gambar 4.4 Pasoepati masuk lapangan ketika Persis Solo mencetak gol  kemenangan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat komoditas buah- buahan di Kabupaten Majalengka pada tahun 2006 adalah sebagai berikut: produksi rambutan sebesar 996,00 ton dengan rata-rata

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah Konfigurasi Wenner dan Konfigurasi Schlumberger untuk melihat perubahan nilai tahanan jenis secara dangkal dan dalam

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jenis praanggapan yang paling banyak muncul dalam setiap iklan operator seluler di televisi dan dapat diklasifikasikan

melakukan prediksi saat terjadi gempa bumi dengan data yang diperoleh dari mini detector earthquake, penelitian ini dilakukan juga berdasarkan beberapa sumber

Dengan menggunakan operator aritmatika modulo dan division (pembagian bilangan bulat), buatlah program yang ditulis dalam Notasi Aleoritmik. untuk membalik suatu bilangan integer

Peningkatan hasil kerja karyawan, faktor yang paling berpengaruh adalah gaji bagi karyawan, karena besar-kecilnya upah yang diterima oleh para karyawan sangat

Note on the financial situation of the commission for the inquiry of the Central Asian village and aul on August 1 st , 1925, TsGARUz,

Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi bisa melihat pada cahaya yang suram dan akan menderita penyakit yang disebut night blindness (buta senja) atau xerophthalmia.