• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Batasan Istilah

Matrikulasi adalah sebuah program penyetaraan ilmu atau pengenalan kampus yang biasanya didapat oleh mahasiswa baru.

2. Profil

Profil adalah sebuah gambaran singkat tentang seseorang, organisasi, benda lembaga ataupun wilayah. Cara menulis profil yang baik ditulis secara singkat dan jelas dan dapat menggambarkan sesuatu yang kita tulis baik itu berupa seseorang benda lembaga ataupun wilayah.

3. Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu yang diperolehnya baik dalam bentuk verbal maupun tulisan kepada orang lain dan tidak hanya sekedar mengingat atau mengetahui ilmu tersebut sehingga orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan.

4. Argumentasi

Kemampuan berargumentasi adalah suatu kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dalam memberikan alasan-alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat dengan mengajukan bukti-bukti

menggunakan prinsip-prinsip logika sehingga orang lain percaya pada pendapat atau alasan

5. Operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat negatif

Operasi penjumlahan adalah proses melakukan penggabungan antara himpunan-himpunan yang ada menjadi suatu kumpulan dan yang dimaksudkan dengan hasil dari operasi tersebut adalah jumlah anggota atau himpunan yang baru, berupa hasil penggabungan kumpulan yang dimaksud.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud operasi penjumlahan bilangan bulat negatif yakni operasi penjumlahan yang melibatkan bilangan bulat negatif.

Operasi pengurangan adalah proses, cara, atau perbuatan mengambil suatu angka dari angka tertentu. Dalam penelitian ini, yang dimaksud operasi pengurangan bilangan bulat negatif yakni operasi penjumlahan yang melibatkan bilangan bulat negatif.

6. Pendidikan untuk orang dewasa

Pendidikan untuk orang dewasa atau andragogi adalah pendidikan dengan metode belajar yang diterapkan pada orang dewasa dengan tujuan membantu mereka belajar.

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Profil Pendidikan di Kabupaten Mappi

Dalam Term of Reference (ToR) “Pendidikan Untuk Kemajuan Papua” Program Guru Penggerak Daerah Terpencil Kabupaten Mappi Tahun 2017 (http://gtpapua.wg.ugm.ac.id/gpdt/wp-content/uploads/2017/09/GPDT-Mappi_Term-of-Reference-ToR-Update-20170902.pdf), disebutkan bahwa,

“Kabupaten Mappi merupakan salah satu wilayah di Provinsi Papua yang merupakan Pemekaran dari Kabupaten Merauke pada tahun 2002. Meskipun Kabupaten Mappi telah menjadi Daerah Otonom Baru selama 15 tahun, namun pembangunan Kabupaten Mappi belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dalam Peraturan Presiden nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 Mappi masih termasuk kategori daerah tertinggal. Penetapan Mappi sebagai daerah tertinggal salah satunya dikarenakan kualitas SDM yang rendah. Selain itu, IPM Kabupaten Mappi tergolong masih rendah, yaitu 56.11 (Capaian Kinerja Pembangunan Provinsi Papua, 2015). Rendahnya IPM disebabkan oleh rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan di Kabupaten Mappi. Akibatnya, pembangunan pendidikan di Kabupaten Mappi masih tertinggal jauh dibandingkan daerah lain di wilayah pantai Papua, terlebih bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia yang lebih maju”.

Jumlah tenaga Guru tingkat SD di Kabupaten Mappi hingga saat ini masih sangat terbatas dan belum mampu memenuhi kebutuhan sesuai standar ketenagaan. Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mappi, dari jumlah kebutuhan guru SD sebanyak 960 guru untuk layanan pendidikan di 162 Kampung realitas hingga saat ini baru mencapai 400 Iebih guru atau masih kurang sekitar 500 guru dari total kebutuhan. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mappi Maria Gorety Letsoin kepada RRI saat meninjau SD Inpres Kampung Waging distrik Nambioman Bapai mengakui kondisi objektif tentang ketenagaan di kampung-kampung.

(http://rri.co.id/post/berita/673326/daerah/jumlah_guru_sd_di_kabupaten_ma ppi_sangat_minim_dan_terbatas.html)

Pembangunan pendidikan menjadi program prioritas Kristosimus Agawemu dan Jaya Ibnu Su’ud sebagai Bupati dan Wakil Bupati Mappi.

Kondisi dan kualitas pendidikan selama ini masih timpang akibat minimnya tenaga pengajar di kampung-kampung. Merujuk kepada data Dinas Pendidikan Mappi, kabupaten ini memiliki sebanyak 1.700 guru sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Mereka tersebar di 153 SD, dan 24 SMP.

Kekurangan guru terutama dialami di sekolah dasar. Kondisi ini mengakibatkan kualitas pendidik menurun di Mappi. (https://www.jubi.co.id/)

B. Pemahaman Konsep

Suharsimi Arikunto (dalam Kusmanto & Marliyana, 2014) dan mengatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seseorang mempertahankan, membedakan menduga (extimates), menerangkan,

memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali dan memperkirakan. Dengan pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Utomo, 2017) pemahaman adalah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan Bahasa sendiri. (Djali, 2009:77)

Menurut Driver (dalam Tulla, 2015) pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Dari pengertian ini ada tiga aspek pemahaman, yaitu: (1) kemampuan mengenal; (2) kemampuan menjelaskan; (3) kemampuan menginterpretasikan atau menarik kesimpulan.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan dari seseorang untuk menjelaskan materi yang diajar dengan Bahasa sendiri sesuai yang dipahami. Pemahaman tidak sekedar tahu, namun dapat menerapkan apa yang sudah dipahami.

Pollatsek dan Skemp (dalam Aripin, 2015) pemahaman dibedakan dua tingkat yaitu:

1. Pemahaman instrumental merupakan kemampuan hafal konsep ataupun rumus dan menerapkannya dalam perhitungan sederhana tanpa ada kaitan dengan konsep lain. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berfikir matematis tingkat rendah.

2. Pemahaman relasional merupakan kemampuan mengkaitkan satu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya. Kemampuan ini tergolong kemampuan tingkat tinggi.

Indikator dari pemahaman relasional menurut Skemp, mengacu pada indikator pemahaman menurut Kilpatrick dan Findell (dalam Aripin, 2015) yaitu:

1. Kemampuan menyatakan ulang konsep dan menerapkan konsep secara alogaritma.

2. Kemampuan mengklasifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang telah membentuk konsep tersebut.

3. Kemampuan memberikan contoh dari konsep yang dipelajari dan menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematika.

4. Kemampuan mengaitkan berbagai konsep matematika.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk pemahaman konsep menurut Salimi (dalam Fahrudhin dkk 2018) indikator pemahaman konsep meliputi:

a. Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan b. Membuat contoh dan non contoh penyangkal

c. Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan simbol d. Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain

e. Mengenal bagian makna dan interpretasi konsep

f. Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat-syarat yang menentukan suatu konsep

g. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

Dalam penelitian ini, indikator pemahaman konsep yang digunakan adalah indikator soal yang telah dimuat dalam kisi-kisi soal tes dimana soal tes

tersebut telah diujikan kepada Mahasiswa dari Kabupaten Mappi Papua program matrikulasi kelas C. Indikator ini digunakan karena pertimbangan kondisi dan kemampuan yang dimiliki oleh Mahasiswa dari Kabupaten Mappi Papua program matrikulasi kelas C. Indikator soal juga digunakan karena dalam pembuatan kisi-kisi soal tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan Mahasiswa dari Kabupaten Mappi Papua program matrikulasi kelas C.

Menurut Sanusi (2019), indikator soal dapat digunakan untuk mengukur pemahaman konsep yang dimiliki dan siswa dikatakan memiliki kemampuan pemahaman konsep matematika jika dia dapat merumuskan strategi penyelesaian, menerapkan perhitungan sederhana, menggunakan simbol untuk mempresentasikan konsep, dan mengubah suatu bentuk ke bentuk lain dalam materi matematika yang telah diajarkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dalam penelitian ini untuk mengukur pemahaman konsep yang dimiliki Mahasiswa dari Kabupaten Mappi Papua program matrikulasi kelas C berkaitan dengan materi operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat negatif menggunakan indikator soal yang tedapat pada setiap nomor soal..

C. Argumentasi Matematika Dasar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), argumentasi adalah alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Argumentasi merupakan karangan yang membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari sebuah pernyataan (statement). Nursisto (1999: 43) menyatakan bahwa argumentasi adalah karangan yang berusaha memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau

gagasan. Argumentasi adalah proses pembuatan argumen yang dimaksudkan untuk mempertahankan anggapan, nilai, dan tingkah laku yang dipercaya benar, sehingga dapat memengaruhi orang lain (Ekanara, 2018). Karangan argumentasi memuat argumen, yaitu berupa bukti dan alasan sehingga dapat meyakinkan orang lain bahwa pendapat yang disampaikan benar.

Dalam matematika, menurut Erduran dkk (dalam Ayu K. & Baiq Rika, 2019) argumentasi sangat diperlukan untuk pemahaman konsep peserta d idik dan agar peserta didik dapat menjelaskan secara logis dan memutuskan cara atau penyelesaian yang tepat untuk menyelesaikan permasalahannya. Pada penyelesaian soal matematika peserta didik dituntut untuk merumuskan masalah, memilih strategi yang tepat, menggunakan argumen-argumen mengenai kebenaran dari solusi yang ia berikan dalam proses penyelesaian soal (dalam Hartatian, 2011).

Terdapat beberapa pola argumentasi peserta didik dapat digunakan mengidentifikasi pola argumentasi peserta didik, yaitu pola argumentasi Toulmin dan pola argumentasi Mc. Neill & Krajcik (dalam Handayani, 2015).

Pola argumentasi Toulmin terdiri dari 6 aspek yaitu:

1. data: peserta didik mampu mengidentifikasi informasi dan mampu menyatakan informasi apa saja yang ada pada tiap langkah penyelesaian.

2. claim: peserta didik mampu menyatakan langkah mana yang benar dan langkah mana yang salah.

3. warrant: peserta didik mampu memberikan alasan mengenai claim yang dikeluarkan peserta didik.

4. backing: peserta didik mampu memberikan bukti untuk mendukung warrant.

5. qualifier: peserta didik mampu menunjukan tingkat keyakinan akan claim yang diberikan.

6. rebuttal: peserta didik mampu menolak pernyataan dan menjelaskan kondisi dimana pernyataan tersebut tidak berlaku.

Menurut Ayu K. & Baiq Rika (2019) mengungkapkan bahwa pola dan indikator argumentasi sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Pola Argumentasi dan Indikatornya

Pola Argumentasi Indikator

Data

Peserta didik mampu

mengidentifikasi informasi dan mampu menyatakan informasi apa saja yang ada pada soal dan pada tiap langkah penyelesaian.

Claim

Peserta didik mampu memberikan pernyataan untuk menjawab permasalahan yang diberikan.

Evidence

Peserta didik mampu menunjukkan data yang mampu mendukung pernyataan yang dikemukakan.

Reasoning

Peserta didik mampu memberikan alasan sebagai pembenaran dari pernyataan yang disertai dengan bukti Rebuttal

Peserta didik mampu menolak pernyataan dan menjelaskan kondisi dimana pernyataan tersebut tidak berlaku.

Rendahnya kemampuan argumentasi peserta didik ditandai dengan kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal yang tidak seperti yang biasa diajarkan. Hal ini disebabkan karena biasanya siswa hanya mengikuti perintah/arahan yang diberikan oleh pendidik dalam menyelesaikan suatu masalah (dalam Ayu K. & Baiq Rika, 2019).

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa argumentasi merupakan suatu argumen yang digunakan untuk menyatakan suatu pendapat dan berusaha meyakinkan orang lain terhadap kebenaran pendapat tersebut. Pola argumentasi yang digunakan dalam penelitian ini, untuk soal langsung yaitu Reasoning berupa alasan mahasiswa dalam memberikan jawaban berupa proses penyelesaian dan mampu untuk menjelaskan kembali jawaban yang sudah diberikan serta proses yang dilakukan untuk memperoleh hasil dari penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat negatif. Sedangkan pola argumentasi yang digunakan untuk soal cerita sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Pola Argumentasi dan Indikator untuk Penelitian

Pola Argumentasi Indikator

Data

Mahasiswa mampu mengidentifikasi informasi dan mampu menyatakan informasi apa saja yang ada pada soal (menuliskan dengan lengkap yang diketahui dan ditanya)

Reasoning

Mahasiswa mampu memberikan alasan sebagai pembenaran dari pernyataan yang disertai dengan bukti (menuliskan proses penyelesaian dengan benar)

D. Pendidikan untuk Orang Dewasa (Andragogi)

Menurut Arif (1986: 1-7) andragogi berasal dari Bahasa Yunani yaitu andr yang berarti orang dewasa dan agogos yang berarti memimpin atau membimbing. Dapat dirumuskan bahwa andragogi sebagai suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar. Andragogi pada dasarnya menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Konsep Diri

Konsep diri pada seorang anak adalah bahwa dirinya tergantung kepada orang lain. Seoarang anak sesungguhanya merupakan kepribadian yang tergantung pada pihak lain, hampir seluruh kehidupannya diatur oleh orang yang sudah dewasa, baik di rumah, di tempat bermain, di sekolah maupun di tempat ibadah. Ketika anak beranjak menuju ke arah dewasa, mereka menjadi berkurang ketergantungannya kepada orang lain dan mulai tumbuh kesadarannya serta mulai dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Mereka memandang bahwa diri mereka sudah mampu sepenuhnya untuk mengatur dirinya sendiri. Orang dewasa akan menolak apabila kondisi situasi belajar bertentangan dengan konsep diri mereka sebagai pribadi yang mandiri. Di lain pihak, apabila orang dewasa dibawa ke dalam situasi belajar yang memperlakukan mereka dengan penuh penghargaan, maka mereka akan melakukan proses belajar tersebut dengan penuh pelibatan dirinya secara mendalam. Dalam situasi seperti ini, orang dewasa telah mempunyai kemauan sendiri untuk belajar dan merasa bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar yang akan mereka lakukan sehingga dapat diartikan bahwa orang dewasa selama proses perubahan dari ketergantungan kepada orang lain ke arah kemandirian, secara psikologis orang tersebut dipandang sudah dewasa.

2. Pengalaman

Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda sebagai akibat latar belakang kehidupan masa mudanya. Makin lama ia hidup, makin

menumpuk pengalaman yang ia punyai dan makin berbeda pula pengalamannya dengan orang lain.

Pengalaman antara orang dewasa dengan anak-anak memiliki perbedaan. Bagi anak-anak pengalaman adalah sesuatu yang terjadi pada dirinya yang berasal dari luar yang dapat mempengaruhi dirinya. Tetapi bagi orang dewasa pengalaman adalah dirinya sendiri yang dapat merumuskan siapa dia dan menciptakan identitas diri dari pengalaman yang ada.

Perbedaan pengalaman antara orang dewasa dan anak menimbulkan berbagai konsekuensi dalam belajar. Pertama, bahwa orang dewasa mempunyai kesempatan yang lebih untuk berkontribusi dalam proses belajar oang lain. Kedua, orang dewasa mempunyai dasar pengalaman yang lebih kaya yang berkaitan dengan pengalaman baru (belajar sesuatu yang baru mempunyai kecenderungan mengambil makna dari pengalaman yang lama). Ketiga, orang dewasa telah mempunyai pola dalam berpikir dan kebiasaan yang pasti karena mereka cenderung kurang terbuka.

3. Kesiapan Belajar

Menurut Robert J. Havighurst membagi masa dewasa itu atas tiga fase serta mengidentifikasi sepuluh peranan sosial masa dewasa. Ketiga fase masa dewasa tersebut adalah fase dewasa awal 20 umur antara 18 – 30 tahun, masa dewasa pertengahan umur antara 30 – 55 tahun dan masa dewasa akhir berumur antara 55 tahun lebih. Sedangkan kesepuluh peranan sosial pada masa dewasa adalah sebagai pekerja, kawan, orangtua kepala

rumah tangga, anak dari orangtua yang sudah berumur, warga negara, anggota organisasi, kawan sekerja, anggota kelompok keagamaan dan pemakai waktu luang. Havighurst juga mengungkapkan bahwa penampilan orang dewasa dalam melaksanakan peranan sosialnya berubah sejalan dengan perubahan dari ketiga fase masa dewasa tersebut, sehingga hal ini mengakibatkan pula perubahan dalam kesiapan belajar. Dalam kesiapan untuk belajar perlu adanya proses pemilihan materi yang sesuai dengan kebutuhannya.

4. Orientasi Terhadap Belajar

Dalam belajar, antara orang dewasa dengan anak-anak berbeda dalam perspektif waktunya. Hal ini akan menghasilkan perbedaan pula dalam cara memandang terhadap belajar. Anak-anak cenderung mempunyai perspektif untuk menunda aplikasi apa yang ia dipelajari. Bagi anak-anak, pendidikan dipandang sebagai suatu proses penumpukan pengetahuan dan keterampilan, yang diharapkan akan dapat bermanfaat dalam kehidupannya kelak.

Sebaliknya bagi orang dewasa, mereka cenderung untuk mempunyai perspektif untuk secepatnya mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Mereka terlibat dalam kegiatan belajar, sebagian besar karena adanya respon terhadap apa yang dirasakan dalam kehidupan sekarang.

Oleh karena itu, pendidikan bagi orang yang sudah dewasa dipandang sebagai suatu proses untuk meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah hidup yang ia hadapi.

E. Analisis Kesalahan

Menurut Singh (dalam Santosa:2019), tahap-tahap menurut prosedur kesalahan Newman, sebagai berikut:

1. Kesalahan membaca (Reading Errors)

Kesalahan membaca yakni kesalahan yang biasa dilakukan siswa saat membaca soal. Menurut Jha dan Singh ada pada soal, mengerti makna dari simbol pada soal tersebut, atau memaknai kata kunci yang terdapat pada soal tersebut. Kesalahan membaca soal dapat diketahui melalui proses wawancara.

2. Kesalahan memahami soal (Comprehension Errors)

Menurut Jha dan Singh kesalahan memahami masalah (comprehension errors) adalah suatu kesalahan yang disebabkan karena siswa tidak bisa memahami arti keseluruhan dari suatu soal. Kesalahan memahami soal dapat diidentifikasi ketika siswa salah menuliskan dan menjelaskan apa yang diketahui dari soal tersebut, serta menuliskan dan menjelaskan apa yang ditanya dari soal tersebut. Atau dengan kata lain kesalahan memahami masalah terjadi ketika siswa mampu membaca permasalahan yang ada dalam soal namun tidak mengetahui permasalahan apa yang harus ia selesaikan.

3. Kesalahan transformasi (Transformation Errors)

Menurut Jha kesalahan transformasi adalah suatu kesalahan yang disebabkan karena siswa tidak dapat mengidentifikasi operasi hitung atau rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal

4. Kesalahan proses perhitungan (Process Skill Errors)

Soal meskipun sudah bisa menentukan rumus dengan tepat, dan siswa juga tidak bisa menjalankan prosedur dengan benar meskipun sudah mampu menentukan operasi matematika yang digunakan dengan tepat.

Dalam kesalahan ini, biasanya siswa mampu memilih operasi matematika apa yang harus digunakan, tapi ia tidak mampu menghitungnya dengan tepat.

5. Kesalahan penulisan jawaban (Encoding Errors)

Kesalahan penulisan jawaban adalah kesalahan yang terjadi ketika siswa salah dalam menuliskan apa yang ia maksudkan. Menurut Jha dan Singh kesalahan penulisan jawaban (encoding errors) adalah suatu kesalahan yang disebabkan karena siswa tidak bisa menuliskan jawaban yang ia maksudkan dengan tepat sehingga menyebabkan berubahnya makna jawaban yang ia tulis, ketidakmampuan siswa mengungkapkan solusi dari soal yang ia kerjakan dalam bentuk tertulis yang dapat diterima atau ketidakmampuan siswa dalam menuliskan kesimpulan hasil pekerjaannya dengan tepat.

Indikator kesalahan yang akan diteliti pada penelitian ini, indikator kesalahan menurut Dwi Oktaviana (2017) yang dikembangkan berdasarkan teori analisis kesalahan Anne Newman:

Tabel 2. 3 Jenis Kesalahan dan Indikatornya No. Jenis Kesalahan Indikator

1 Kesalahan dalam membaca soal (Reading error)

a. Mahasiswa salah dalam membaca istilah, simbol, kata-kata atau informasi penting dalam soal.

2 Kesalahan dalam

memahami soal

(Comprehension error)

a. Mahasiswa tidak mengetahui apa yang sebenarnya ditanyakan pada soal.

b. Kesalahan menangkap informasi yang ada di soal sehingga tidak dapat menyelesaikan ke proses selanjutnya.

3 Kesalahan dalam transformasi proses (Transformation error)

a. Mahasiswa gagal dalam mengubah ke bentuk model matematika yang benar.

b. Mahasiswa salah dalam menggunakan tanda operasi hitung untuk menyelesaikan soal.

4 Kesalahan dalam keterampilan Proses (Process Skill error)

a. Mahasiswa salah dalam perhitungan atau komputasi.

b. Mahasiswa tidak melanjutkan prosedur penyelesaian.

5 Kesalahan dalam menuliskan jawaban akhir (Encoding error)

a. Mahasiswa tidak dapat menuliskan jawaban akhir yang diminta soal.

b. Mahasiswa tidak dapat menyimpulkan jawaban sesuai kalimat matematika.

c. Kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat

F. Faktor Penyebab Kesalahan

Menurut Malau (dalam Nurjanatin dkk, 2017) penyebab kesalahan yang sering dilakukan oleh peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal matematika dapat dilihat dari beberapa hal antara lain:

1. Kurangnya pemahaman atas materi prasyarat maupun materi pokok yang dipelajari

2. Kurangnya penguasaan bahasa matematika 3. Keliru menafsirkan atau menerapkan rumus 4. Salah perhitungan

5. Kurang teliti 6. Lupa konsep

Menurut Jamal (dalam Ruslan dkk, 2017) Kesulitan atau kendala belajar yang dialami siswa dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal,

faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, misalnya, kesehatan, bakat minat, motivasi, intelgensi, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa misalnya dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.

Menurut Ugi, dkk (2016) mengungkapkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan peserta didik dalam menyelesaikan soal matematika yaitu:

1. Faktor ketidaktahuan dalam menggolongkan tingkatan operasi hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian).

2. Kesalahan peserta didik dalam mengoperasikan (menjumlahkan, mengurangkan, mengalikan, dan membagi).

3. Kesalahan langkah-langkah pengerjaan dalam menyelesaikan soal matematika.

G. Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Negatif 1. Penjumlahan Bilangan Bulat Negatif

Dengan model pengukuran, penjumlahan dua bilangan bulat dilakukan dengan menempatkan pangkal anak panah berarah pada ujung anak panah yang pangkalnya 0. Bilangan bulat positif ditunjukkan dengan anak panah yang arahnya ke kanan. Bilangan bulat negatif ditunjukkan dengan anak panah ke kiri. Beberapa penjumlahan bilangan bulat dengan model pengukuran ditunjukkan sebagai berikut.

a. (−1) + (−4) = −5

b. −2 + 6 = 4

Aksioma penjumlahan bilangan bulat Misalkan 𝑎 dan 𝑏 masing-masing merupakan bilangan bulat.

a. Penjumlahan dengan nol 𝑎 + 0 = 𝑎 = 0 + 𝑎.

b. Penjumlahan dua bilangan bulat negatif. Misalkan 𝑎 dan 𝑏 masing-masing bilangan bulat positif. Berarti – 𝑎 dan – 𝑏 masing-masing bilangan negatif sehingga (−𝑎) + (−𝑏) = −(𝑎 + 𝑏). Dalam hal ini, 𝑎 + 𝑏 merupakan jumlah dua bilangan positif.

c. Penjumlahan bilangan positif dan negatif.

1) Jika a dan b masing-masing bilangan bulat positif, dan 𝑎 > 𝑏 maka 𝑎 + (−𝑏) = 𝑎 − 𝑏. Dalam hal ini, 𝑎 − 𝑏 merupakan selisih bilangan cacah 𝑎 dan 𝑏.

2) Jika a dan b masing-masing bilangan bulat positif, dan 𝑎 < 𝑏 maka 𝑎 + (−𝑏) = −(𝑏 − 𝑎). Dalam hal ini, 𝑏 − 𝑎 merupakan selisih bilangan cacah 𝑎 dan 𝑏.

Sifat penjumlahan bilangan bulat Misalkan 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 masing-masing merupakan bilangan bulat.

a. Sifat ketertutupan penjumlahan bilangan bulat 𝑎 + 𝑏 menunjukkan bilangan bulat tunggal.

b. Sifat komutatif penjumlahan bilangan bulat 𝑎 + 𝑏 = 𝑏 + 𝑎

c. Sifat asosiatif penjumlahan bilangan bulat (𝑎 + 𝑏) + 𝑐 = 𝑎 + (𝑏 + 𝑐) d. Sifat identitas penjumlahan bilangan bulat 0 adalah bilangan bulat

tunggal, sedemikian hingga 𝑎 + 0 = 𝑎 = 0 + 𝑎 untuk semua 𝑎.

e. Sifat invers jumlah penjumlahan bilangan bulat. Untuk setiap bilangan bulat 𝑎, ada bilangan bulat tunggal – 𝑎, sedemikian hingga 𝑎 + (−𝑎) = 0.

2. Pengurangan Bilangan Bulat Negatif

Pengurangan adalah proses, cara, atau perbuatan mengambil suatu angka dari angka tertentu. Menurut Astuti Lusia (dalam Sanusi, 2015) pengurangan bilangan bulat mencakup:

a. Mengurangkan bilangan bulat positif dengan positif Contoh:

7 − 9 = −2

b. Mengurangkan bilangan bulat positif dengan negatif Contoh:

3 − (−7) = 10

c. Mengurangkan bilangan bulat negatif dengan positif

c. Mengurangkan bilangan bulat negatif dengan positif

Dokumen terkait