• Tidak ada hasil yang ditemukan

Batilnya Perkataan “Islam bukan Nama Agama” (Ringkasan Pidato Syaikh Ali)

Dalam dokumen Ada Pemurtadan di IAIN (Halaman 69-71)

Pembahasan kita akan kita tekankan pada masalah-masalah ilmiah yang amat mendasar.

Pertama: Tentang hakikat agama Islam. Agama yang dengan bangga kita menisbatkan diri kepadanya, berdakwah kepadanya dan berkumpul karenanya. Dialah agama Islam yang difirmankan oleh Allah:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19)

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

Ayat ini merupakan Dustur (undang-undang dasar) bagi setiap muslim dan merupakan syariatnya yang paling agung. Islam adalah agama Allah, agama yang haq dan agama yang diterima dan bersabda: “Tidak ada Nabi lagi agama penutup. Karena Rasul Allah sesudahku”.

Islam memiliki dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Pengertian khusus adalah apabila Islam digunakan secara mutlak atau lepas maka maksudnya adalah agama Nabi MuhammadSAW. Sedangkan makna umumnya adalah agama semua Nabi yang mengajarkan Tauhid, tunduk patuh hanya kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah:

“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (al-An’aam: 162-163)

Pasrah menyerahkan diri kepada Allah melalui ajaran masing-masing Nabi adalah makna Islam secara umum. Sedangkan makna Islam secara khusus yang karenanya al-Qur’an diturunkan adalah tunduk patuh kepada Allah dan taat kepada Muhammad SAW yang diutus untuk seluruh umat manusia hingga hari kiamat.

Di dalam al-Qur’an, di dalam surat al-Fatihah, surat terbesar dalam al-Qur’an, yang menjadi rukun shalat dan tidak sah shalat tanpanya, sebagaimana hadits: “Tidak ada shalat tanpa Fatihah”; surat yang dihapal oleh anak-anak kecil apalagi

oleh orang dewasa, di dalamnya Allah berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka”. Jalan yang lurus di sini adalah agama yang dianut oleh para Nabi, para shiddiq, shuhada’ dan kaum shalih seperti firman Allah:

“Dan barangsiapa yang menta‘ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni‘mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (al-Nisaa’: 69).

menyebut Telah shahih di dalam al-Sunnah bahwa ketika Rasul Allah ayat ini “bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” beliau mengatakan yang dimurkai adalah Yahudi dan yang sesat adalah Nasrani”.

Seandainya ada orang yang merubah-rubah makna Islam dengan mengatakan bahwa Islam bukanlah nama agama yang diterima tetapi sifat agama maka ini tertolak dan batil.

Pertama: Tertolak oleh ali-Imran: 85:

Yang mana dalam ayat ini kata Islam terkait dengan nama dan sebutan bukan dengan sifat dan sikap.

Kedua: Hadits Nabi SAW yang menafsiri surat al-Fatihah tadi. Seandainya kita katakan bahwa setiap agama yang mengajarkan kepasrahan kepada Tuhan adalah diterima, tentu tidak ada bedanya antara agama Islam, Yahudi, Nasrani dan agama keberhalaan , sebab para penyembah berhala itupun niatnya menyembah Allah, bukankah mereka mengatakan:

“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. (al-Zumar: 3)

Jadi mereka mengaku bertaqarrub kepada Allah. Maka ini adalah ucapan batil dan rusak, kesesatan yang nyata dan telanjang di depan mata, tidak memerlukan bantahan. Namun demikian kami telah membantahnya.

Dalam hadits lain Nabi SAW bersabda: “Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidak ada seorangpun dari umat ini apakah Yahudi atau Nasrani yang mendengar tentang aku kemudian ia mati dan tidak beriman kepada agama yang aku bawa melainkan ia menjadi penghuni neraka” (HR. Muslim).

Lalu bagaimana ucapan mereka yang mengklaim bahwa semua agama sama saja? Bagaimana mereka menyamakan antara yang haq dan yang batil?!

Sumber agama ini adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.” (al-Isra’: 9)

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad: 24)

Inilah al-Qur’an yang telah dikatakan oleh Allah:

“Yang tidak datang kepadanya (Al Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42)

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (al-Taubah: 6)

Maka Kalam (firman Allah) adalah sempurna seluruhnya, tidak ada cela, cacat atau kurang. Kalam Allah adalah sifat Allah. Bila Allah Yang Pemilik sifat adalah Maha sempurna, maka sifatnya adalah sempurna, tidak ada kekurangan sedikitpun di dalamnya.

Orang-orang yang tidak memahami hakikat al-Qur’an itu entah karena bodohnya atau sikap sok pintarnya mengatakan bahwa al-Qur’an adalah Muntaj Tsaqafi (produk budaya). Sungguh kebohongan besar yang muncul dari mulut mereka. Bagaimana mungkin al-Qur’an disamakan dengan buku-buku lain yang dikarang oleh manusia, sedangkan Allah berfirman:

“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (al-Mulk: 14)

Al-Qur’an diturunkan Allah melalui Jibril as kepada hati Muhammad saw.

“Dan Kami turunkan (Al Qur’an itu dengan sebenar-benarnya dan Al Qur’an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran.” (al-Israa’: 105)

Bagaimana mungkin al-Qur’an yang sempurna keseluruhannya sejajar dengan produk manusia yang penuh dengan kekurangan?. Seandainya ucapan ini keluar dari orang yang telah ditegakkan hujjah atasnya tentu ia menjadi kafir, akan tetapi kita memakluminya karena kebodohannya. Kami nasehatkan kepada orang-orang seperti ini agar bertakwa kepada Allah, ingat kematian, kebangkitan, pertemuannya dengan Allah Penguasa alam semesta, hisab, pahala dan siksa.

Nabi saw bersabda: “Ingatlah sesungguhnya aku diberi al-Qur’an dan yang semisalnya bersamanya”. Yang semisal dengan al-Qur’an adalah al-Sunnah. Permisalan di sini bukanlah dalam kedudukan dan kesucian. Kalam Allah sesuai dengan kesucian Dzat Allah saw, sedangkan kalam Rasul-Nya sesuai dengan diri Rasul Allah saw. Oleh karena itu, kesamaannya di sini adalah dalam bidang hukum; hukum-hukum al-Sunnah sama dengan hukum-hukum al-Qur’an, karena ia adalah wahyu seperti al-Qur’an.

Maka barangsiapa mencela sunnah, sebenarnya pukulan itu mengenai al-Qur’an sebelum al-Sunnah itu sendiri. Maka hendaklah ia bertaubat, kembali kepada akal sehatnya dan kembali kepada kebenaran. Sebelum datang waktu yang hanya berisi penyesalan, penyesalan yang tidak lagi berguna dan tidak pula didengar.

Akhirnya, saya akan menutup dengan dua perkara: yang satu bersifat umum, berkaitan dengan ceramah kita dan yang kedua bersifat khusus, berkaitan dengan Perguruan Tinggi Sunan Ampel.

Setelah kita jelaskan hakikat Islam –tidak ada satu agama yang diterima setelahnya dan bersamaan dengannya-, setelah kita jelaskan sumber-sumber agama Islam yaitu kitab Allah yang berisi hukum, hidayah dan Tasyri’. Setelah penjelasan tentang Sunnah Rasul saw yang ia adalah wahyu yang sama dengan al-Qur’an. Setelah penjelasan tentang akal dan kedudukannya yang amat tinggi dalam Islam untuk memahami al-Qur’an dan Sunnah bukan untuk menghakimi dan menolak al-Qur’an dan Sunnah. Setelah penjelasan tentang Abu Hurairah ra, kedudukan dan keutamaannya dan bahwa dia adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, saya mengatakan: “Di antara manhaj ilmi yang benar yang wajib diketahui adalah al-Qur’an dan Sunnah harus kita pahami sesuai dengan pemahaman para Salaf Shalih. Secara ringkas saya sebutkan dua dalil berikut ini.

Allah berfirman:

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (al-Nisaa’: 115)

Ini adalah isyarat kepada pemahaman lurus yang ada pada para sahabat ra. Karena itu wajib memahami al-Qur’an dan Sunnah berdasarkan pemahaman para Salaf Shalih dan tidak boleh memahaminya dengan pemahaman yang

menyimpang dari pemahaman mereka.

Kedua, hadits Nabi saw:

“Sebaik-baik generasi manusia adalah generasiku kemudian generasi berikutnya kemudian berikutnya”.

Tidak mungkin Khairiyyah (nilai kebaikan) di sini dikaitkan dengan jaman, atau tempat, atau orang atau fisik. Akan tetapi kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan iman, kepatuhan, pemahaman, ilmu dan amal. Dan kebaikan ini ada pada tiga kurun yang utama tersebut agar menjadi pelita bagi generasi sesudahnya.

Dalam dokumen Ada Pemurtadan di IAIN (Halaman 69-71)