• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemaknaan Islam, Nurcholish Memlintir Ibnu Taimiyyah

Dalam dokumen Ada Pemurtadan di IAIN (Halaman 62-65)

Pengutipan Nurcholish Madjid terhadap apa yang ia nisbahkan kepada Imam Ibnu Taimiyyah beserta komentar Nurcholish Madjid itu mari kita buktikan, apakah Imam Ibnu Taimiyyah seperti yang Nurcholish Maksud.

Masalah agama yang satu (Islam) dan berbeda-bedanya syir’ah, minhaj, dan mansak (syari’at, jalan, dan tatacara ibadah) bagi setiap umat telah dijelaskan secara deteil oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya As-Shofadiyah. (As- Shofadiyah, Ibnu Taimiyyah 661-728H, , 2 juz, 1406 cetakan 2, Muhaqqiq Dr Muhammad Rasyad Salim, juz 2, halaman 307 -313). Penjelasannya sebagai berikut:

Allah Ta’ala berfirman: “Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS Al-Baqarah: 213).

Ibnu Abbas berkata, Antara Adam dan Nuh adalah 10 kurun, semuanya di atas Islam. Firman-Nya kaanan naasu ummatan wahidah (“Manusia itu adalah umat yang satu) artinya di atas kebenaran yaitu agama Islam. Lalu mereka berselisih seperti disebutkan hal itu dalam Surat Yunus , inilah pendapat jumhur (mayoritas ulama) dan itu yang betul.

Dikatakan, mereka adalah satu umat di atas kebatilan, itu termasuk (pendapat) yang batil. Karena agama Allah Ta’ala yang diridhoi bagi diriNya adalah agama yang satu di masa awalin dan akhirin, yaitu peribadahan kepada Allah saja, tidak ada sekutu baginya. Dan itulah agama Islam. Sedang bermacam-macamnya syari’at itu seperti bermacam- macamnya syari’at yang satu untuk sesuatu yang satu. Nabi Muhammad saw adalah penutup nabi-nabi dan seutama- utamanya para utusan, tidak ada nabi sesudahnya. Dan beliau diutus dengan agama Islam, masih Islam agamanya, sedangkan beliau diperintahkan pertama dengan menghadap kiblat ke Shokhroh Baitul Makdis, kemudian diperintah yang kedua kalinya dengan (kiblat baru, pen) menghadap Ka’bah, sedangkan agamanya itu satu walaupun bermacam- macam syari’atnya. Maka demikian pula firman Allah Ta’ala:

“… maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS Al-Maaidah: 48).

Apa yang telah Allah jadikan bagi setiap kitab berupa syir’ah, minhaj, dan mansak (syari’at, jalan, dan tatacara ibadah) tidaklah mencegah bahwa agama itu satu. Orang-orang yang dulu berpegang dengan Taurat dan Injil sebelum dinasakh (dihapus) dan diganti, maka mereka itu berada di atas agama Islam, walaupun syari’at untuk mereka itu hanya khusus bagi mereka.

Demikian pula orang-orang yang berpegang pada Injil sebelum dinasakh (dihapus) dan diganti, maka di atas agama Islam, walaupun Al-Masih telah menghapus sebagian apa yang ada di Taurat dan menghalalkan untuk mereka sebagian yang (tadinya) haram atas mereka. Demikian pula Muhammad saw diutus dengan agama Islam walaupun Allah menghapus apa yang Dia hapuskan seperti kiblat (semula kiblatnya Baitul Maqdis di Palestina kemudian Allah hapus dan diganti dengan berkiblat ke Ka’bah di Masjidil Haram Makkah, pen).

Dan siapa yang tidak mengikuti Muhammad maka dia tidak jadi Muslim tetapi kafir, dan tidaklah bermanfaat baginya setelah sampai padanya da’wah Muhammad (lalu masih) memegangi apa yang menyelisihi hal yang diperintahkan Muhammad saw, karena yang demikian itu tidak diterima (keberagamaannya oleh Allah swt).

Oleh karena itu ketika Allah Ta’ala menurunkan ayat, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran 85), lalu orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata, kami orang-orang Muslim (yang menyerahkan diri); maka Allah Ta’ala berfirman, “…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS Ali Imran: 97), maka mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, kami tidak berhaji. Lalu Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 97).

Dan telah diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya dari Nabi saw bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa memiliki bekal atau unta/kendaraan yang menyampaikannya ke Baitullah dan dia tidak berhajji maka hendaklah ia mati kalau mau sebagai Yahudi dan kalau mau sebagai Nasrani.” (HR At-Tirmidzi dan lainnya).

Allah Ta’ala berfirman: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ali Imran: 18). Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS Ali Imran: 19). Kemudian jika mereka mendebat kamu (Muhammad, tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada

orang-orang yang ummi: “Apakah kamu (mau) masuk Islam?” Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS Ali Imran: 20).

Nurcholish mengembalikan makna Islam kepada pengertian umum, sangat berbahaya.

Nurcholish mengutip pula ayat: Dan barangsiapa menganut selain Al-Islam sebagai din (agama), maka ia tidak akan diterima dan di akherat akan termasuk mereka yang merugi. (terjemah QS Ali Imran: 85). Namun, karena Nurcholish mengembalikan terjemahan Al-Islam dalam ayat itu kepada yang umum, untuk seluruh pengikut para Nabi, maka menjadi tidak jelas, apakah mereka yang mengaku pengikut Nabi Musa dan Isa (ahli kitab) sekarang ini diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lebih-lebih, Nurcholish memasukkan watsaniyin, penyembah-penyembah berhala India, China, dan Jepang sebagai ahli kitab karena mereka Nurcholish anggap memiliki kitab suci yang intinya tauhid. Kalau bagi Nurcholish, sekarang pun agama selain pengikut Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam masih diterima Allah karena juga termasuk dalam pengertian Al-Islam secara umum, maka mafhum mukhalafahnya (pengertian tersiratnya), agama yang tidak diterima Allah itu hanya agama penyembah berhala Arab, karena menurut Nurcholish Madjid, yang dihitung musyrikat hanyalah musyrikat Arab. Kalau sampai pemahamannya seperti itu, berarti sangat bertentangan dengan misi tauhid itu sendiri, dan itu sangat berbahaya bagi aqidah Islam.

Ceramah Murid Syaikh Al-Albani di IAIN Surabaya Menegaskan Makna Islam

Walaupun lontaran Nurcholish Madjid yang mengaburkan makna Islam itu dia keluarkan tahun 1990-an, namun dampaknya sangat membahayakan, karena disusul pula dengan penyebaran faham pluralisme agama yang menyamakan semua agama oleh kelompok Islam Liberal (JIL –Jaringan Islam Liberal, Paramadina dan konco- konconya) serta diterbitkan pula buku panduan aqidah pluralisme agama yang berjudul Fiqih Lintas Agama terbitan Paramadina bekerjasama dengan The Asia Foundation, Jakarta, 2003.

Maka seorang Syaikh Ahli Hadits, murid Syaikh Al-Albani pun ketika berceramah di IAIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis 9 Desember 2004, menegaskan tentang makna Islam yang sebenarnya, guna menyanggah faham sesat yang telah disebarkan sejak belasan tahun itu. Berikut ini petikan ceramah Syaikh di IAIN Surabaya :

“…Tentang hakikat agama Islam. Agama yang dengan bangga kita menisbatkan diri kepadanya, berdakwah kepadanya dan berkumpul karenanya. Dialah agama Islam yang difirmankan oleh Allah:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19)

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

Ayat ini merupakan Dustur (undang-undang dasar) bagi setiap muslim dan merupakan syariatnya yang paling agung. Islam adalah agama Allah, agama yang haq dan agama yang diterima dan agama penutup. Karena Rasul Allah bersabda: “Tidak ada Nabi lagi sesudahku”.

Islam memiliki dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Pengertian khusus adalah apabila Islam . digunakan secara mutlak atau lepas maka maksudnya adalah agama Nabi Muhammad Sedangkan makna umumnya adalah agama semua Nabi yang mengajarkan Tauhid, tunduk . Sebagaimana firman Allah:patuh hanya kepada Allah

“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (al-An’aam: 162-163)

Pasrah menyerahkan diri kepada Allah melalui ajaran masing-masing Nabi adalah makna Islam secara umum. Sedangkan makna Islam secara khusus yang karenanya al-Qur’an diturunkan adalah tunduk patuh kepada Allah dan taat kepada Muhammad SAW yang diutus untuk seluruh umat manusia hingga hari kiamat.

Di dalam al-Qur’an, di dalam surat al-Fatihah, surat terbesar dalam al-Qur’an, yang menjadi rukun shalat dan tidak sah shalat tanpanya, sebagaimana hadits: “Tidak ada shalat tanpa Fatihah”; surat yang dihapal oleh anak-anak kecil apalagi oleh orang dewasa, di dalamnya Allah berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka”. Jalan yang lurus di sini adalah agama yang dianut oleh para Nabi, para shiddiq, shuhada’ dan kaum shalih seperti firman Allah:

“Dan barangsiapa yang menta‘ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni‘mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (al-Nisaa’: 69).

Telah shahih di dalam al-Sunnah bahwa ketika Rasul Allah menyebut ayat ini “bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” beliau mengatakan yang dimurkai adalah Yahudi dan yang sesat adalah Nasrani”.

Seandainya ada orang yang merubah-rubah makna Islam dengan mengatakan bahwa Islam bukanlah nama agama yang diterima tetapi sifat agama maka ini tertolak dan batil.

Pertama: Tertolak oleh al-Imran: 85:

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

Yang mana dalam ayat ini kata Islam terkait dengan nama dan sebutan bukan dengan sifat dan sikap.

Dalam dokumen Ada Pemurtadan di IAIN (Halaman 62-65)