• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menghalalkan yang Haram dan Duduk Manis di Depan Orientalis

Dalam dokumen Ada Pemurtadan di IAIN (Halaman 38-40)

Tidak sulit untuk menyebutkan nama-nama besar dari orang-orang IAIN ataupun UIN di Indonesia yang perkataannya menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, memurtadkan, menyamakan agama kemusyrikan dengan agama tauhid, dan aneka kenyelenehan yang merusak Islam bahkan memurtadkan.

Gejala yang membahayakan bagi Islam tetapi lewat pendidikan tinggi Islam resmi seperti itu memancing kejengkelan umat Islam yang teguh yang selama ini menghadapi aneka PR (pekerjaan rumah) dari para musuh Islam. Masih ditambah lagi bukti-bukti bahwa tonjokan-tonjokan musuh-musuh Islam kepada kaum Muslimin seringkali justru ditimpali oleh para pembelok Islam yang sebagian (banyak?) adalah dari perguruan tinggi Islam: UIN (Universitas Islam Negeri), IAIN (Institut Agama Islam Negeri), STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri), ataupun STAIS (swasta).

Mendiang Mukti Ali tokoh IAIN yang paling mulus dari kalangan pembela kesesatan pun tidak kecil andilnya dalam membela bahkan menumbuh kembangkan pemahaman kemusyrikan dan pemurtadan. Di antaranya justru Mukti Ali dari IAIN Jogjakarta itulah pembela utama dan penulis kata pengantar buku perusakan Islam berjudul Catatan Harian Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam terbitan LP3ES Jakarta dukungan Dawam Rahardjo. Buku itu sangat dikecam olerh MUI (Majlis Ulama Indonesia) dan umat Islam, karena penulisnya orang yang dicap murtad oleh MUI lantaran menghantam Islam, namun tetap dibela oleh Mukti Ali dan juga Badan Litbang Departemen Agama. Alasannya, karena buku itu buku ilmiyah. Itu adalah alasan gombal yang dibuat-buat. Mana ada buku ilmiyah sampai

berani membeberkan tanpa dalil bahwa Karl Marx yang atheis alias dedengkot kafir itu surganya surga tertinggi bersama Nabi Muhammad saw.

Mendiang Mukti Ali pula yang ngotot untuk tetap dilangsungkan pengiriman dosen-dosen IAIN untuk belajar Islam kepada kafirin di universitas-universitas Barat. Dan saya dengar langsung dari mulut dialah nasehat yang bertubi-tubi kepada Menteri Agama Tarmidzi Taher di rumah Mukti Ali di Jogja sebelum Tarmidzi bezuk ke Kuntowijoyo tahun 1994-an. Yaitu agar tetap dilangsungkan pengiriman dosen-dosen IAIN untuk belajar Islam ke universitas-universitas Barat.

Alhamdulillah saya belakangan dapat informasi dari Akh Adnin Armas kandidat doctor yang belajar di Malaysia. Kata gurunya, Naquib Al-Atas, bahwa Mukti Ali dan Harun Nasution (dulu rector IAIN Jakarta) itu adalah murid yang duduk-manis di Mc Gill University Canada di hadapan para dosen yaitu orang-orang orientalis. Kemudian mereka itulah yang membawa faham orientalis ke Indonesia lewat jalur IAIN-IAIN. Berbeda dengan Naquib Al-Atas yang justru sering berdebat dengan gurunya yakni para orientalis di Mc Gill itu , maka sampai Naquib keluar dari Mc Gill. Penuturan Adnin ini layak dipercaya, karena diucapkannya di bulan Ramadhan 1425H di depan para aktivis Islam di Jakarta, dan kehadirannya itu adalah untuk menatar para aktivis di Jakarta, Jogja, Solo, Pesantren Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur dan lainnya bersama Adian Husaini, sama-sama pelajar di Malaysia.

Kalau Harun Nasution dulunya duduk manis di depan gurunya yakni orang kafir dan orientalis di Mc Gill, maka ketika jadi direktur Pasca Sarjana IAIN Jakarta berbalik jadi orang yang bisa membuat duduk manis para mahasiswanya. Sehingga setiap ada mahasiswa yang menjalani ujian untuk meraih gelar doctor, Harun Nasution sangat intensip menggunakan kesempatannya untuk senantiasa hadir dan menjadi tim penguji atau mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa yang sesaat lagi akan bergelar doctor di bidang ilmu agama (Islam).

Harun Nasution seringkali mendoktrinkan faham Mu’tazilah dengan cara bertanya: Bagaimana anda mengartikan ayat: íõÖöáøõ Çááøóåõ ãóäú íóÔóÇÁõ æóíóåúÏöí ãóäú íóÔóÇÁõ

(QS Al-Muddatstsir/74: 31).

Mahasiswa: Allah menyesatkan orang yang Dia kehendaki dan menunjuki orang yang Dia kehendaki.

Harun Nasution: Itu terjemahan Ahlus Sunnah. Kalau Mu’tazilah?

Mahasiswa diam. Lalu Harun Nasution menuntun mahasiswa yang sebentar lagi bergelar doctor ini: Allah menyesatkan orang yang orang itu sendiri menghendaki, dan Allah menunjuki orang yang orang itu sendiri menghendaki. Jadi dhomir (kata gantinya) bukan kepada Allah tapi orang itu sendiri, tandas Harun Nasution. Mahasiswa calon doctor ini hanya manggut-manggut.

Terjemahan ayat itu menurut Al-Qur’an dan Terjemahnya terbitan Depag RI sebagai berikut:

“Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mu'min itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (QS Al-Muddatstsir/ 74: 31).

Seandainya mahasiswa yang sesaat lagi jadi doctor dalam ilmu Islam ini tidak mewarisi sikap duduk manis

sebagaimana gurunya terhadap orientalis, maka dia bisa mengajukan pertanyaan kepada Harun Nasution: Bagaimana Bapak menerjemahkan Surat As-Syura/ 42: 49-50 yang bunyinya:

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, (QS As-Syura/ 42: 49)

atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS As-Syura/ 42: 50).

Dia (Allah) memberikan anak-anak perempuan kepada orang yang orang itu sendiri menghendaki dan Dia memberikan anak-anak laki-laki kepada orang yang orang itu sendiri menghendaki … dan Dia menjadikan mandul orang yang orang itu sendiri menghendaki.

Selama saya beberapa kali melihat ujian doctor di IAIN Jakarta dalam kasus yang sama, tidak ada yang membantah Harun Nasution. Hanya ada bantahan ketika apa yang diajarkan Harun Nasution itu dikutip oleh muridnya, Dr Suwito, pejabat di UIN Jakarta sekarang, seorang doctor yang tentu saja duduk manis pula ketika jadi murid Harun atau cucu orientalis; dia mempraktekkannya kepada mahasiswa pasca sarjana Studi Islam di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta). Maka disanggah oleh mahasiswa angkatan tahun 2000 di antaranya lulusan LIPIA (Lembaga Ilmu

Pengetahuan Islam dan Arab), Jajat Sudrajat: Tidak bisa diartikan begitu, Pak, menurut tata bahasa Arab atau nahwu shorof. Arti yang benar adalah Allah menunjuki orang yang Dia kehendaki.

Sahut Dr Suwito bekas murid Harun Nasution yang tentunya duduk manis: Tata bahasa Arab kan hanya bikinan orang. Kalau tak bisa menurut tata bahasa yang mereka bikin, ya kita bikin sendiri tata bahasa Arab.

Itulah mutu yang dikeluarkan sendiri keasliannya. Dan itulah mutu cucu orientalis, yang bapaknya dulu duduk manis di hadapan orientalis, lalu si anak ini duduk manis di hadapan bapaknya yang murid orientalis, maka seperti itulah “ilmiyahnya.”. Kalau dihadapkan kepada Surat As-Syura/ 42 ayat 50, maka berarti orang mandul itu memang diri mereka sendiri yang menginginkan mandul. Kenapa banyak yang berobat ke dokter agar tidak mandul? Bahkan tak sedikit yang terjerumus ke dukun untuk mengatasi kemandulannya, dan akhirnya hanya tertipu oleh dukun-dukun.

Kalau menerjemahkan Al-Qur’an saja seperti itu, apalagi menafsirinya, betapa jauhnya ketidak sesuaian mereka dengan Al-Qur’an. Makanya banyak bukti, mereka berani menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Berkasih-kasihan dengan kafirin, sebaliknya berngotot-ngototan dengan muslimin yang tsiqqoh/ teguh. Ya memang gurunya saja kan murid yang duduk manis di hadapan guru kafir, maka wajarlah kalau berkasih-kasihan dengan kafirin, bahkan nyadong dana dari kafirin. Karena secara gen-nya memang gen mereka, bukan gen dari ulama secara keilmuan. Padahal yang menjadi pewaris para nabi itu adalah ulama, menurut hadits Nabi saw. Bukan kafirin, karena kafirin itu menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah justru memusuhi Islam, paling kurang adalah ingkar. Kafirin yang mereka jadikan guru-guru adalah para Ahli Kitab yang sebutannya orientalis. Al-Qur'an telah mengingatkan:

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS Al-Baqarah/2: 120).

Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma`afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS Al-Baqarah/ 2: 109).

Dalam dokumen Ada Pemurtadan di IAIN (Halaman 38-40)