• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nurcholish Madjid

Dalam dokumen Ada Pemurtadan di IAIN (Halaman 40-42)

Sosok-Sosok Nyeleneh Banyak yang di UIN dan IAIN

1. Nurcholish Madjid

Nurcholish Madjid, dosen di IAIN Jakarta, pendiri Yayasan Wakaf Paramadina dan rektor Universitas Paramadina Mulya Jakarta. Pada saat naskah ini ditulis, dia baru saja pulang dari perawatan di rumah sakit di Singapur ke rumah sakit pula di Pondok Indah Jakarta. Setelah hatinya dicangkok dengan hati orang Cina Komunis asli negeri Cina Tiongkok di Cina, dia harus dirawat di Singapur.

Pencangkokan hati itu mengharuskan Nurcholish disuntik untuk mengurangi daya tolak tubuh atas hati cangkokan baru itu. Namun akibatnya kekebalan tubuhnya harus dikurangi, maka ususnya terkena infeksi, dan harus dirawat di RS

Singapur, selama 6 bulan.

Kemudian pulang ke Indonesia bukan pulang ke rumah tetapi ke rumah sakit pula yaitu di Pondok Indah Jakarta, 17 Februari 2005, dengan harus selalu pakai masker, dan ditangani 6 dokter spesialis.

Nurcholish Madjid dulu (1970) mencoba mengemukakan gagasan “pembaharuan” dan mengecam dengan keras konsep negara Islam sebagai berikut: “Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “Negara Islam” adalah suatu distorsi

hubungan proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang dimensinya adalah spiritual dan pribadi.”

Pada tahun 1970 Nurcholish Madjid melontarkan gagasan “Pembaharuan Pemikiran Islam”. Gagasannya itu

memperoleh tanggapan dari Abdul Kadir Djaelani, Ismail Hasan Meutarreum dan Endang Saifuddin Anshari. Sebagai jawaban terhadap tanggapan itu Madjid mengulangi gagasannya itu dengan judul “Sekali lagi tentang Sekularisasi”.

Kemudian pada tanggal 30 Oktober 1972, Madjid memberikan ceramah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan judul “Menyegarkan Faham Keagamaan di Kalangan Umat Islam Indonesia”. Salah satu kekeliruan yang sangat mendasar dari Nurcholish Madjid ialah pemahamannya tentang istilah “sekularisasi”. Ia menghubungkan sekularisasi dengan tauhid, sehingga timbul kesan “seolah-olah Islam memerintahkan sekularisasi dalam arti tauhid”.

Di samping itu Nurcholish mengemukakan bahwa Iblis kelak akan masuk surga. Ungkapannya yang sangat

bertentangan dengan Islam itu ia katakan 23 Januari 1987 di pengajian Paramadina yang ia pimpin di Jakarta. Saat itu ada pertanyaan dari peserta pengajian, Lukman Hakim, berbunyi: “Salahkah Iblis, karena dia tidak mau sujud kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada Allah?”

Dr. Nurcholish Madjid, yang memimpin pengajian itu, menjawab dengan satu kutipan dari pendapat Ibnu Arabi, dari salah satu majalah yang terbit di Damascus, Syria bahwa: “Iblis kelak akan masuk surga, bahkan di tempat yang tertinggi karena dia tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan inilah tauhid yang murni.”

Nurcholis juga mengatakan, “Kalau seandainya saudara membaca, dan lebih banyak membaca mungkin saudara menjadi Ibnu Arabi. Sebab apa? Sebab Ibnu Arabi antara lain yang mengatakan bahwa kalau ada makhluk Tuhan yang paling tinggi surganya, itu Iblis. Jadi sebetulnya pertanyaan anda itu permulaan dari satu tingkat iman yang paling tinggi sekali. Tapi harus membaca banyak.”

Itulah ungkapan pembela Iblis. Padahal Iblis jelas kafir, dan yang kafir itu menurut QS Al-Bayyinah ayat 6 tempatnya di dalam neraka jahannam selama-lamanya.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS Al- baqarah: 34).

Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS Al-Bayyinah/ 98: 6).

Masalah hati Nurcholish Madjid dicangkok dengan hati Cina di Negeri Cina, ada orang yang jadi mudah teringat lontaran-lontaran Nurcholish Madjid dalam beberapa hal, yang kaitannya dengan Cina ataupun komunis, atau tentang pencangkokan.

Pertama: Nurcholish Madjid mempidatokan di universitas-universitas terkemuka di Eropa, Ramadhan 2002, bahwa Islam adalah agama hibrida alias cangkokan. Pidatonya itupun dimuat di situs JIL, islamlib.com. Nurcholish Madjid hanya mengemukakan secuil bukti yang dia ada-adakan, yaitu katanya, di Al-Qur'an ada lafal qisthas dari bahasa Yunani Justis yang artinya adil. Dan di Al-Qur'an ada lafal kafuro, menurut Nurcholish, dari bahasa Melayu, kapur barus. Dengan dua potong kata yang tanpa bukti ilmiah itu kemudian Nurcholish simpulkan bahwa Islam adalah agama hibrida, maka bukan Islamnya yang hibrida, tapi hati dia yang dihibrida dengan hati Cina Komunis.

Kedua, di tahun 1980-an, Bambang Irawan Hafiluddin gembong Islam Jama'ah dan Hasyim Rifa'i da’i Islam Jama'a'ah (keduanya kemudian keluar dari Islam Jama'ah karena menyadari aliran yang kini bernama LDII itu benar-benar sesat jauh) berkunjung ke rumah Nurcholish Madjid di Tanah Kusir Jakarta Selatan. Kedua tamu ini kaget ketika Nurcholish Madjid mereka tanya, Negara mana yang di dunia ini pantas untuk ditiru sebagai teladan. Ternyata jawaban

Nurcholish: Negara Cina Tiongkok, karena di sana tidak ada perzinaan, pencurian dan sebagainya. Kedua tamu ini terheran-heran. Sampai dua puluh tahun keheranannya itu tambah teringat lagi ketika mereka mendengar berita bahwa Nurcholish Madjid hatinya dicangkok dengan hati Cina Komunis di negeri Cina, pertengahan tahun 2004. Ini menurut pengakuan Ustadz Hasyim Rifa’i kepada penulis ketika bertemu di Cisarua Bogor, menjelang Iedul Adha 1425H,

Selasa 19 Januari 2004. Jadi Nurcholish Madjid benar-benar mendapatkan hati teladan (impiannya?).

Ketiga, Nurcholish Madjid menuduh PKI (Partai Komunis Indonesia) terhadap anak-anak Ma'had Al-Qolam Pasar Rumput Jakarta yang memberikan brosur kepada Nurcholish Madjid berupa jawaban/ bantahan atas ungkapan Nurcholish Madjid bahwa Iblis kelak akan masuk surga. Peristiwa tuduhan PKI yang terlontar dari mulut Nurcholish Madjid terhadap santri-santri yang berlangsung di tahun 1987 itu ternyata berbalik ke diri Nurcholish Madjid bahwa hati dia dicangkok dengan hati orang Cina Tiongkok yang komunisnya asli, bukan assembling seperti PKI. Debat dan tuduhan Nurcholish Madjid terhadap santri-santri itu dimuat di buku saya, Menangkal Bahaya JIL dan FLA, 2004.

Dalam dokumen Ada Pemurtadan di IAIN (Halaman 40-42)