• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.6 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian penulis adalah di Kecamatan Badiri kabupaten Tapanuli Tengah serta kecamatan Sibolga kabupaten Tapanuli Tengah dimana lokasi tersebut merupakan kediaman dari narasumber bapak Khairil Husni Siregar serta kelompoknya dan bapak Syariman Irawadi Hutajulu serta kelompoknya sebagai tokoh kesenian Sikambang dan ditempat yang telah peneliti sebutkan sebelumnya berkarya dan berkreasi dalam memainkan musik Sikambang.

.

BAB II

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT SIJAGO-JAGO, KECAMATAN BADIRI

Pada bab II ini penulis akan meberikan gambaran mengenai kadaan lingkungan masyarakat Pesisir yang berada di Desa Sijago-jago, Tapanuli Tengah seperti wilayah desa desa Sijago-jago, mata pencaharian, sistem kepercayaan, sistem kekerabatan, bahasa, dan kesenian. Hal ini menurut penulis perlu diuraikan satu persatu secara terperinci. Penulis bertujuan untuk lebih mengenalkan daerah penelitian dan juga sebagai bahan nformasi yang penulis harapkan dapat berguna dikemudian hari.

2.1 Wilayah Desa Sijago-jago

Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang lokasi penelitian dengan tujuan umum. Dalam tujuan umum ini penulis akan menjelaskan mengenai lokasi penelitian masyarakat pesisir yag berada di Desa Sijago-jago. Suku Pesisir adalah salah satu suku yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara tepatnya yang berada di Tapanuli Tengah Desa Sijago-jago. Desa Sijago-jago ini sendiri merupakan gabungan dari suku pesisir dan suku lainnya yang menetap lama di desa jago dan melakukan perkawinan dengan suku berbeda yang tinggal di desa Sijago- Sijago-jago tersebut. Maka dari itu suku ini bisa dikatakan bukan suku asli dari Tapanuli Tengah. Kata dari Pesisir itu sendiri memiliki arti sebagai “penumpang” (menurut narasumber peneliti bapak Khairil Husni Siregar).

Table 2.1 Luas Wilayah Desa Sijago-jago

No Kecamatan Luas Wilayah

1 Utara Samudera Indonesia

2 Selatan Kecamatan Pinang Sori

3 Timur Desa Lo Pian dan Kel.

Hutabalang

4 Barat Desa Sitardas

Sumber Kelurahan Desa Sijgao-jago

Desa sijago-jago ini terleak di derah kecamatan Badiri yang memiliki luas wilayah 129,49km2, 5Km dari garis pantai. Luas lautan 400Km2 dan garis pantai 200Km2 dari batas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah.

2.2 Unsur Kebudayaan di Desa Sijago-jago

Koentjaranigrat mengatakan dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi bahwa ada 7 unsur yang membentuk kebudayaan masyarakat (Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi 1979:333). Namun, dalam pembahasan ini penulis hanya akan membahas 5 dari ke-7 unsur yang membentuk kebudaayaan yaitu, (1) Mata Pencaharian, (2) Sistem Kepercayaan, (3) Sistem kekerabatan, (4) Bahasa dan (5) Kesenian.

2.2.1 Sistem Mata Pencaharian

Secara klimatologis daerah pesisir memiliki 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Diantara kedua musim ini sering disebut sebagai

musim pancaroba yang diselingi pada saat pergantian musim. Perubahan musim juga sangat mempengaruhi aktivitas masyarakat pesisir. Biasanya pada musim kemarau para ibu-ibu masyarakat pesisir Tapanuli Tengah melakukan pekerjaan seperti merebus ikan dan kemudian dijemur. Kegiatan ini sering dilakukan para ibu-ibu untuk mebantu perekonomian eluarga dan juga menjadi salah satu mata pencaharian dalam masyarakat pesisir. Setelah ikan yang dijemur terebut kering, ikan kemudian dikemas untuk dijual ke pasaran. Ikan ini kemudian kita kenal dengan istilah ikan asin.

Bila musim berganti ke musim pancaroba maka para nelayan tidak akan pergi melaut dikarenakan cuaca dan arah angin yang tidak dapat diprediksi oleh para nelayan, bahkan juga sering disertai dengan hujan ataupun badai.

Berikut adalah jenis mata pencaharian sebagai nelayan dan caranya di desa Sijago-jago:

1. Nelayan Penjaring

Nelayan penjaring adalah nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan jaring. Jaring ini bisa digerakan oleh mesin yang juga dibantu dengn tenaga manusia bersama-sama. Wilayah tangkapan oleh nelayan penjaring berada dari tengah laut samapi ke darat.

2. Nelayan Puke Tapi

Nelaya puke tapi adalah nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan pukat. Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunaan tenaga manusia. Para nelayan akan meletakan pukat sejauh 1km dari

pinggir pantai, bila ikan sudah masuk perangkap maka pukat ini akan di tarik dari pinggir pantai.

3. Nelayan Pamuke

Nelaya pamuke adalah nelayan yang menggunakan jaring atau pukat untuk menangkap ikan. Untuk mengangkat pukat atau jaring tersebut nelayan akan menggunakan tenaga manusia juga dengan banuan tenaga mesin.

4. Pengrajin Nipah

Sebagian besar penduduk juga berprofesi sebagai pengrajin tangan pokok nipah sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat yang berada di desa sijago-jago.

Selain berprofesi sebagai nelayan masyarakat desa Sijago-jago juga ada yang bekerja sebagai Wirausaha, TNI, PNS, Polisi, dan profesi umum lainnya.

Hal ini terjadi dikarenakan penduduk menjadi aspek terpenting dalam pelaksanaan dan pengembangan kebudayaan.

2.2.2 Sistem Kepercayaan dan Religi

Pada tahun 1858 masyarakat Kuria Pesisir masih menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang, sedangkan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau sekitar Tapian Nauli sudah beragama Islam. Masuk melalui pantai Barus masyarakat yang tinggal di Tapian Nauli menyebut orang Kuria sebagai orang yang masih memiliki kepercayaan terhadap hantu atau roh leluhur. Kemudian pada tahun 1680 penyebaran agama Islam semakin luas dan orang Kuria atau

penduduk asli tersebut sudah mulai banyak yang memeluk agama Islam, dan melalui ini ikatan perkawinan dilakukan oleh Datuk atau yang kita kenal dengan istilah sebagai Kepala Suku.

Secara keseluruhan, masyarakat Pesisir kemudian memeluk agama Islam.

Adat Sumando menjadi dasar yang digunakan masyarakat karena dalam adat ini menjunjung syariat dan syariat bersendikan kitabullah. Hal ini kemudian diartikan bahwa Suku Pesisir mengedasarkan ide, pelaksaan, dan penghayatan ajaran Agama Islam dan adat Sumando.

Seluruh tingkah laku dan perbuatan masyarakat sehari-hari sudah disesuaikan dengan norma dan ajaran Agama Islam. Hukum yang berlaku juga sesuai dengan ajaran Agama Islam. Dimana dalam pembagian harta warisan akan diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan secara merata atau mendapatkan bagian yang sama. Hal ini dapat dilakukan atas kesepakatan bersama, namun jika anak laki-laki tidak menyetujui maka akan kembali ke ajaran Hukum Islam (Faraid) yaitu anak laki-laki mendapatkan dua bagian dari harta warisan sedangkan anak perempuan mendapatkan satu bagian dari harta warisan, tetapi rumah dan emas menjadi milik anak perempuan. Hal ini diartikan bila saudara laki-laki mengunjungi kampung halamannya mereka akan mengunjungi saudari mereka.

2.2.3 Sistem Kekerabatan

Pada umumnya sistem kekerabatan pada masyarakat di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri berdasarkan garis keturunannya ditarik dari pihak laki-laki atau

bisa dikenal dengan istilah patrilinear. Patrilinear berarti garis keturunan diwariskan oleh pihak ayah. Garis keturunan tersebut dilihat dari marga yang dibawah oleh keturunan. Contoh, seorang laki-laki yang bermarga Pasaribu menikahi perempuan berboru Nainggolan, maka secara garis keturunan anak-anak mereka akan memiliki marga ayahnya yaitu marga Pasaribu.

Dalam adat masyarakat Desa Sijago-jago ada beberapa adat atau istilah yang digunakan unuk memanggil setiap anggota keluarga. Ini dikenal dengan istilah Baso. Berikut ini bebrapa contoh:

1. Angku adalah Kakek 2. Uci adalah Nenek 3. Aya adalah Ayah 4. Umak adalah Ibu 5. Ogek adalah Abang 6. Uning adalah Kakak 7. Ta’ajo adalah Abang ipar 8. Oncu adalah Tante 9. Ta’uti adalah Kakak ipar 10. Pak Oncu adalah Paman

2.2.4 Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan keinginan dan juga maksud kepada orang lain dengan cara tulisan, lisan, dan isyarat atau gerakan. Bahasa yang digunakan masyarakat di Desa Sijago-jago,

Kecamatan Badiri sehari-hari adalah Baso Pasisi (Bahasa Pesisir). Bahasa ini memiliki peranan penting dalam budaya masyarakat, diantaranya adalah kata sambutan (perkawinan, nasihat, tamu), peribahasa, kesenian, dan silsilah atau jenjang umur dalam keluarga. Bahasa ini adalah wujud hubungan persaudaraan dan penuh dengan keakraban yang mengandung pepatah dan mampu menyentuh perasaan.

2.2.5 Kesenian

Kesenian pada umumnya melambangkan kebudayaan dari satu tempat atau daerah yang memiliki peran dan arti penting juga mendalam untuk penggunaannya. Kesenian juga bisa menjadi identitas bagi masyarakat yang mendiami daerah tersebut. Sama halnya dengan kesenian yang dimiliki masyarakat di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri. Kesenian ini lazim dengan suku Pesisir dan kesenian ini disebut juga dengan kesenian Pesisir Sikambang.

Secara umum kesenian ini mewakili seluruh kesenian yang berlaku dimasyarakat Pesisir Pantai Barat Sumatera, mulai dari Meulaboh di Banda Aceh sampai ke Tapanuli, juga berlaku di Kepulauan Nias dan Pulau Telo.

Kesenian sikambang biasanya digelar dalam berbagai acara baik yang berupa upacara adat ataupun sebagai hiburan seni budaya. Upacara adat yang dimaksudkan adalah upacara pernikahan, upacara Sunat Rasul (Khitanan), penobatan gelar, peresmian, menabalkan nama, menganyun anak.

Arti dari Sikambang ini sendiri berasal dari kat “Si” dan “Kambang”. Kata

“si” ini merupakan kata sandang yang diletakkn di depan sebuah nama.

Sedangkan kata “Kambang” ini merupakan sebuah nama. Menurut cerita rakyat Sikambang ini adalah seorang pemuda yang terdampar di sekitaran Pantai Barat Sumatera dan sepanjang perjalanannya menyusuri Pantai Barat Sikambang ini selalu bersenandung dengan menggunakan peribahasa ungkapan sambil mengetuk badan kapalnya.

Beberapa pengertian yang diberikan masyarakat di Desa Sijago-jago, yaitu;

1. Nama salah satu seni pertunjukan dalam masyarakat 2. Salah satu jenis ensambel musik pada masyarakat Pesisir 3. Merupan sebutan atau istilah yang akrab dengan masyarakat

Dalam penyajiannya, kesenian sikambang dibagi menjadi empat bagian, yakni alat musik, lagu, tari, dan pantun. Keseluruhan bagian ini memiliki ciri khas dan karakter sendiri baik itu dalam syair pantun, gerakan tarian, dan melodi lagunya itu sendiri.

2.2.5.1 Alat Musik

Alat musik yang terdapat dalam kesenianSikambang adalah sebagai berikut:

1. Gondang sikambang. Alat musik ini termasuk dalam klasifikasi membranofon yang dipukul langsung (directly struck membranophones). Badannya terbuat dari dari kayu, satu sisinya dilapisi dengan kulit dan satu sisinya lagi dibiarkan kosong. Satu sisi yang kosong ini diikat dengan rotan dan diganjal. Gondang ini berfungsi sebagai pembawa ritme yang konstan.

Gambar 2.1 Alat Musik Gandang Sikambang (Dokumentasi Penulis)

2. Biola. Alat musik ini diklasifikasikan ke dalam kordofon lute spike fiddle. Cara memainkannya dengan menggesek dawainya untuk menghasilkan bunyi. Biola didalam ensambel ini berperan sebagai pembawa melodi

Gambar 2.2 Alat Musik Biola Sikambang (Dokumentasi Penulis)

3. Akordeon. Alat musik ini diklasifikasikan kedalam aerofon reed-bebas (free-reed aerophones) yang dimainkan dengan cara mengembangkempiskan kantung udara sambil memainkan tombol akor dengan jari kiri sedangkan jari kanan memainkan tuts melodi. Akordeon berperan sebagai pembawa melodi.

Gambar 2.3 Alat Musik Akordeon Sikambang ( Dokumentasi Penulis) 4. Singkadu. Alat musik ini diklasifikasikan kedalam aerofon flute

tiup-ujung (end-blow flute aerophones). Terbuat dari bambu dengan panjang 25cm dan memiliki tujuh lubang pada bagian atas berjarak 1cm setiap masing-masing lubang. Alat musik ini berperan sebagai pembawa melodi.

Gambar 2.4 Alat Musik Singkadu (Jurnal Unimed)

5. Carano. Alat musik ini diklasifikasikan kedalam kelas idiofon, terbuat dari tembaga menjadikan alat musik ini menjadikan badannya sebagai penghasil bunyi utama. Alat musik ini berperan sebagai pembawa tempo.

Alat musik biola dan akordeon adalah alat musik yang diadaptasi dari alat musik Eropa. Dibawa oleh bangsa Eropa pada abad ke-16 yang datang untuk berdagang dan juga mencari rempah-rempah dipelabuhan Barus. Kemudian alat musik ini dipakai oleh masyarakat dalam ensambel Sikambang. Alat musik ini juga menjadi sering dimainkan untuk menigiri vokal atau lagu disetiap kesenian Sikambang.

2.2.5.2 Lagu

Lagu dalam kesenian Sikambang punya hubungan erat dengan seni berbalas pantun. Teks lagu dari kesenian Sikambang merupakan pantung yang diambil dari kehidupan masyarakat suku Pesisir, terdiri dari dua bagian, yaitu (1) sampiran pantun berisikan tentan ungkapan tentang alam, tempat tinggal dan semua hal tentang hal kehidupan ; (2) isi pantun berisikan sesuatu yang ingin disampaikan, misalnya perasaan ungkapan kesedihan, kasih sayang, nasihat, pujian, dan sindiran.

Pantun dalam kesenian ini dibawakan secara bersahut-sahutan atau biasa kita kenal dengan saling berbalas pantun dari satu pantun ke pantun berikutnya.

Teks lagu disesuaikan dengan pembawanya dengan berbagai cara, misalkan pengulangan baris, penambahan kalimat yang berisi penjelasan dari maksud

pantun yang dibawakan bisa berarti pengurangan, pergantian, atau pengurangan kata.

1. Lagu Kapri, lagu pembuka 2. Lagu Kapulo Pinang, lagu inti 3. Lagu Duo, lagu inti

4. Lagu Talibun, lagu inti 5. Lagu Dampeng, lagu inti 6. Lagu Sikambang, lagu penutup

Sesuai dengan urutan lagu, dalam upacara adat kelima bagian lagu ini bersifat terikat dan tidak bisa dipisahkan dalam penyajiannya diupacara adat satu sama lainnya. Dikatakan terikat dan tidak dapat dipisahkan hal ini karena lagu ini menggambarkan siklus kehidupan seorang manusia.

2.2.5.3 Tari

Dalam kesenian Sikambang tari sangat erat kaitannya dengan lagu-lagu Sikambang. Dari keenam lagu diatas, ada lima jenis tari pula dalam kesenian Sikambang yang ditarikan dalam setiap upacara adat di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri, yaitu:

1. Tari Sapu Tangan diiringi dengan lagu Kapri. Tarian ini merupakan tari pembuka untuk memulai setiap tarian pada setiap uapacara pernikahan.

Seperti nama tariannya, tarian ini menngunakan sapu tangan sebagai media tariannya. Sapu tangan melambangkan perasaan hati seorang pemuda kepada pemudi yang disukai pada saat terang bulan. Karena, ketika terang

bulan para nelayan tidak akan pergi melaut. Pada saat inilah para pemudi dan pemuda menngunakan waktu utnuk saling bersenda gurau sambil mempererat hubungan silahturrahmi.

2. Tari Payung diiringi dengan lagu Kapulo Pinang. Tarian ini merupakan tarian muda-mudi, dimana pemuda menggunakan payung dan pemudi menggunakan selendang. Lagu ini juga dikenal dengan tahap pertunangan. Hal ini dapat terjadi karena si pemuda telah menambatkan hatinya kepada si pemudi.

3. Tari Selendang. Tarian ini diiringi dengan lagu Duo, merupakan tarian kepahlawanan dengan gerakan silat yang halus. Tarian ini dilakukan juga secara berpasangan dimana sipemuda dan pemudi menngunakan selendang dengan menggunakan gerakan yang sama.

4. Tari Rande. Tarian ini diiringi dengan lagu Dampeng. Tarian ini umumnya ditarikan oleh sekelompok laki-laki dan bersifat hiburan.

Gerakan yang paling umum dari tarian ini adalah gerakan berputar mengelilingi titik tengah berulangkali sampai lagu selesai.

5. Tari Anak. Tarian ini diiringi dengan lagu Sikambang. Tarian ini dilakukan secara berpasangan. Selendang dilambangkan sebagai perlindungan kepada anak dari semua gangguan yang menimbulkan penyakit dan mara bahaya. Khususnya tarian ini melambangkan ungkapan kasih sayang dari suami kepada istri, dan orangtua kepada anaknya.

BAB III

DESKRIPSI UPACARA ADAT PERNIKAHAN DI DESA SIJAGO-JAGO, KECAMATAN BADIRI

Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan tentang upacara pernikahan yang sudah penulis teliti dengan menggunakan beberapa metode penelitian, salah satunya adalah ikut terlibat langsung dalam upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri.

3.1 UpacaraAdat Pernikahan Masyarakat Desa Sijago-jago

Pernikahan dilakukan sebagai wujud sistem budaya dan sosial masyarakat.

Unsur tersebut secara terperinci disebut kedalam adat-istiadat dan aktivitas sosial yang dikenal dengan upacara adat pernikahan Sumando. Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam melksanakan adat uapara pernikahan Sumando, yaitu: (1) Risik-risik, (2) Sirih tanyo, (3) Marisik, (4) Maminang, (5) Manganta, (6) Mata Karajo, (7) Balik Ari atau Tapanggi.

Seluruh rangkaian upacara adat yang ada dalam konteks budaya dan secara Agama Islam banyak mengandung makna tersirat. Setiap makna tersebut disimpan pada tahap upacara adat pernikahan, termasuk juga adat upacara pernikahan masyarakat di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri.

3.2 Tahapan Upacara Adat Penikahan di Desa Sijago-jago

Setiap tahap dalam adat upacara pernikahan dilaksanakan dalam konteks budaya namun hal ini juga tetap memegang kuat nilai-nilai Agama Islam. Hal ini

terlihat pada setiap rangkaian acara, dimulai dari tahap menjalin silahturahmi yaitu keluarga pihak mempelai laki-laki mengunjungi keluarga mempelai pihak perempuan. Kemudian dari jalinan silahturahmi ini hubungan terjalin untuk saling menghormati, bermusyawarah, dan melangsungkan tradisi bertujuan untuk mendoakan kedua pengantin. Setelah semua tahapan itu, keluarga perempuan mnegunjungi keluarga laki-laki. Setiap unsur yang terlibat dalam upacara adat pernikahan ini adalah kedua pihak keluarga, kepala desa, pengemuka agama dan kerabat kedua pengantin.

Ada tujuh tahap dalam melaksanakan upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri, di antaranya: (1) Risik-risik, (2) Sirih Tanyo, (3) Marisik, (4) Maminang, (5) Manganta Kepeng, (6) Mato Karajo; dan (7) Tapanggi. Namun pada saat penulis melakukan penelitian ketujuh tahapan ini dilakukan dalam waktu semalam saja sebelum melakukan pesta dengan menggunakan Gala dikarenakan keterbatasan jarak dan ekonomi juga untuk menghemat waktu. Hal ini juga dilakukan hanya sebagai sekedar syarat tahap untuk melangsungkan upacara adat pernikahan. Menurut pelaku kesenian Sikambang hal ini sering terjadi karena kurang kesadaran dan pemahaman betapa pentingnya setiap tahapan yang ada. Ketujuh tahapan ini merupakan pelaksaanan dari tradisi Sumando.

3.2.1 Tahapan Risik-risik

Pada tahap ini sang ibu dan anak laki-lakinya akan mulai berbincang tentang keinginan si anak untuk dicarikan jodoh dan menikahkan anaknya.

Tentunya untuk kriteria yang sesuai dalam sebuah pernikahan adalah yang sudah cukup umur dan akhil baligh didalam Agama dan Hukum Islam telah mencapai tahap kedewasaan. Kemudian sang ibu akan memberitahukan kepada suami dan anak-anaknya serta sanak saudara. Keluarga laki-laki akan berdiskusi untuk menentukan talangke (wakil) yang akan bertugas menjadi juru bicara pada saat mencari calon istri untuk si anak laki-laki. Talangke ini adalah ibu-ibu yang diutus keluarga pihak laki-laki.

Pelaksanaan risik-risik ini dilakukan secara santai. Setelah talangke menyampaikan hasil risik-risik kepada keluarga laki-laki, maka setelahnya orangtua laki-laki akan mempersiapkan dan bertanya kesediaan orangtua dari perempuan tersebut.

Inilah proses dan tahap awal dari sebuah upacara adat pernikahan di masyarakat Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri. Namun biasanya keluarga pengantin yang melakukan tahapan-tahapan ini yang memiliki kemampuan ekonomi menengah ke atas.

3.2.2 Tahapan Sirih Tanyo

Pada tahap ini para talangke dari pihak laki-laki melakukan kunjungan kedua ke pihak perempuan. Tujuan kedatangan kedua ini adalah untuk mengingatkan keluarga perempuan dan memperjelas maksud dan tujuan dari kedatangan keduanya. Perbincangan dimulai dengan meletakkan tepak sirih (kampi sirih bakatuk) yang dibawa talangke kepada keluarga perempuan untuk membuka pembicaraan dalam adat-istiadat dan juga sebaliknya pihak perempuan

juga meletakan tepak sirih untuk mengawali pembicaraan mereka setalah pihak laki-laki selesai menanyakan kesediaan pihak perempuan. Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian tepak sirih sebagai tanda keluarga pihak perempuan menerima lamaran. Dengan ini hubungan silahturahmi kedua pihak keluarga terjalin semakin erat.

3.2.3 Tahapan Marisik

Pada tahap ini adalah kunjungan ketiga. Pihak laki-laki dan perempuan secara bergantian meletakan tepak sirih untuk memulai pembicaran. Talangke dari pihak laki-laki akan bertanya langsung kepada calon mempelai perempuan terhadap kesediaanya menerima lamaran tersebut. Kemudian anak perempuan tersebut akan menjawab dan menyatakan langsung persetujuan lamarannya.

Setelah tahapan itu selesai maka pihak perempuan akan membicarakan jadwal pelaksanaan pertunangan (maminang) bersama dengan pihak laki-laki.

Kemudian bersama-sama kedua pihak keluarga akan membahas tentang mahar atau bantuan yang akan dibawa pada saat acara maminang. Besar kecilnya mahar ditentukan kepada pihak perempuan.

3.2.4 Tahapan Maminang

Pada tahap ini keluarga laki-laki akan mendatangi rumah pihak perempuan. Sebelum pembicaraan dimulai maka seperti biasa tepak sirih akan diberikan satu persatu kepada pihak perempuan. Setelah tercapai mufakat bersama, anak laki-laki dan anak perempuan yang telah bertunangan akan

merajut hubungan dihadapan seluruh keluarga dan talangke. Setelah upacara ini laki-laki dan perempuan yang sudah bertunangan harus bersedia menerima sanksi apabila mereka melanggar aturan.

3.2.5 Tahapan Manganta Kepeng

Dalam ada Sumando pernikahan dapat dilaksanakan dan terjadi apabila keluarga mempelai dari pihak laki-laki menyerahkan sejumlah uang atau barang yang telah disepakati sebelumnya dalam musyawarah. Hal ini dimaksudkan sebagai tanda pengikat bahwa pada waktu tertentu akan dilangsungkan pernikahan yang nantinya dilaksanakan ijab qhabul dihadapan para wali dan saksi.

Dalam adat Sumando tidak ada istilah Tuhor atau Jujuran seperti yang ada didalam adat Batak. Sebelum sampai kedalam tahap ini, pihak laki-laki akan melakukan pertemuan dengan tokoh agama, ketua adat, serta sanak saudara juga tetangga. Kemudian mengantarkan bantuan kepada pihak perempuan. Selanjutny mahar tersebut dimasukan kedalam Kampi (sejenis tas anyaman) dan juga sudah dilengkapi dengan adat-adat Sumando suku Pesisir di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri.

Kampi tersebut kemudian dijinjin oleh Oncu dan berjalan didepan serta diiringi rombongan lainnya. Sesampainya pihak laki-laki akan disambut oleh pihak perempuan dengan meneburkan beras kunyit kepada rombongan yang hadir.

Kemudian keluarga pihak laki-laki dan perempuan duduk saling berhadapan, sedangkan ketua adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat akan duduk ditengah-tengahnya sebagai penengah proses upacara. Kemudian ketua

Dokumen terkait