• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT SIJAGO-JAGO,

2.2 Unsur Kebudayaan Di Desa Sijago-jago

2.2.5 Kesenian

2.2.5.3 Tari

Dalam kesenian Sikambang tari sangat erat kaitannya dengan lagu-lagu Sikambang. Dari keenam lagu diatas, ada lima jenis tari pula dalam kesenian Sikambang yang ditarikan dalam setiap upacara adat di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri, yaitu:

1. Tari Sapu Tangan diiringi dengan lagu Kapri. Tarian ini merupakan tari pembuka untuk memulai setiap tarian pada setiap uapacara pernikahan.

Seperti nama tariannya, tarian ini menngunakan sapu tangan sebagai media tariannya. Sapu tangan melambangkan perasaan hati seorang pemuda kepada pemudi yang disukai pada saat terang bulan. Karena, ketika terang

bulan para nelayan tidak akan pergi melaut. Pada saat inilah para pemudi dan pemuda menngunakan waktu utnuk saling bersenda gurau sambil mempererat hubungan silahturrahmi.

2. Tari Payung diiringi dengan lagu Kapulo Pinang. Tarian ini merupakan tarian muda-mudi, dimana pemuda menggunakan payung dan pemudi menggunakan selendang. Lagu ini juga dikenal dengan tahap pertunangan. Hal ini dapat terjadi karena si pemuda telah menambatkan hatinya kepada si pemudi.

3. Tari Selendang. Tarian ini diiringi dengan lagu Duo, merupakan tarian kepahlawanan dengan gerakan silat yang halus. Tarian ini dilakukan juga secara berpasangan dimana sipemuda dan pemudi menngunakan selendang dengan menggunakan gerakan yang sama.

4. Tari Rande. Tarian ini diiringi dengan lagu Dampeng. Tarian ini umumnya ditarikan oleh sekelompok laki-laki dan bersifat hiburan.

Gerakan yang paling umum dari tarian ini adalah gerakan berputar mengelilingi titik tengah berulangkali sampai lagu selesai.

5. Tari Anak. Tarian ini diiringi dengan lagu Sikambang. Tarian ini dilakukan secara berpasangan. Selendang dilambangkan sebagai perlindungan kepada anak dari semua gangguan yang menimbulkan penyakit dan mara bahaya. Khususnya tarian ini melambangkan ungkapan kasih sayang dari suami kepada istri, dan orangtua kepada anaknya.

BAB III

DESKRIPSI UPACARA ADAT PERNIKAHAN DI DESA SIJAGO-JAGO, KECAMATAN BADIRI

Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan tentang upacara pernikahan yang sudah penulis teliti dengan menggunakan beberapa metode penelitian, salah satunya adalah ikut terlibat langsung dalam upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri.

3.1 UpacaraAdat Pernikahan Masyarakat Desa Sijago-jago

Pernikahan dilakukan sebagai wujud sistem budaya dan sosial masyarakat.

Unsur tersebut secara terperinci disebut kedalam adat-istiadat dan aktivitas sosial yang dikenal dengan upacara adat pernikahan Sumando. Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam melksanakan adat uapara pernikahan Sumando, yaitu: (1) Risik-risik, (2) Sirih tanyo, (3) Marisik, (4) Maminang, (5) Manganta, (6) Mata Karajo, (7) Balik Ari atau Tapanggi.

Seluruh rangkaian upacara adat yang ada dalam konteks budaya dan secara Agama Islam banyak mengandung makna tersirat. Setiap makna tersebut disimpan pada tahap upacara adat pernikahan, termasuk juga adat upacara pernikahan masyarakat di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri.

3.2 Tahapan Upacara Adat Penikahan di Desa Sijago-jago

Setiap tahap dalam adat upacara pernikahan dilaksanakan dalam konteks budaya namun hal ini juga tetap memegang kuat nilai-nilai Agama Islam. Hal ini

terlihat pada setiap rangkaian acara, dimulai dari tahap menjalin silahturahmi yaitu keluarga pihak mempelai laki-laki mengunjungi keluarga mempelai pihak perempuan. Kemudian dari jalinan silahturahmi ini hubungan terjalin untuk saling menghormati, bermusyawarah, dan melangsungkan tradisi bertujuan untuk mendoakan kedua pengantin. Setelah semua tahapan itu, keluarga perempuan mnegunjungi keluarga laki-laki. Setiap unsur yang terlibat dalam upacara adat pernikahan ini adalah kedua pihak keluarga, kepala desa, pengemuka agama dan kerabat kedua pengantin.

Ada tujuh tahap dalam melaksanakan upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri, di antaranya: (1) Risik-risik, (2) Sirih Tanyo, (3) Marisik, (4) Maminang, (5) Manganta Kepeng, (6) Mato Karajo; dan (7) Tapanggi. Namun pada saat penulis melakukan penelitian ketujuh tahapan ini dilakukan dalam waktu semalam saja sebelum melakukan pesta dengan menggunakan Gala dikarenakan keterbatasan jarak dan ekonomi juga untuk menghemat waktu. Hal ini juga dilakukan hanya sebagai sekedar syarat tahap untuk melangsungkan upacara adat pernikahan. Menurut pelaku kesenian Sikambang hal ini sering terjadi karena kurang kesadaran dan pemahaman betapa pentingnya setiap tahapan yang ada. Ketujuh tahapan ini merupakan pelaksaanan dari tradisi Sumando.

3.2.1 Tahapan Risik-risik

Pada tahap ini sang ibu dan anak laki-lakinya akan mulai berbincang tentang keinginan si anak untuk dicarikan jodoh dan menikahkan anaknya.

Tentunya untuk kriteria yang sesuai dalam sebuah pernikahan adalah yang sudah cukup umur dan akhil baligh didalam Agama dan Hukum Islam telah mencapai tahap kedewasaan. Kemudian sang ibu akan memberitahukan kepada suami dan anak-anaknya serta sanak saudara. Keluarga laki-laki akan berdiskusi untuk menentukan talangke (wakil) yang akan bertugas menjadi juru bicara pada saat mencari calon istri untuk si anak laki-laki. Talangke ini adalah ibu-ibu yang diutus keluarga pihak laki-laki.

Pelaksanaan risik-risik ini dilakukan secara santai. Setelah talangke menyampaikan hasil risik-risik kepada keluarga laki-laki, maka setelahnya orangtua laki-laki akan mempersiapkan dan bertanya kesediaan orangtua dari perempuan tersebut.

Inilah proses dan tahap awal dari sebuah upacara adat pernikahan di masyarakat Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri. Namun biasanya keluarga pengantin yang melakukan tahapan-tahapan ini yang memiliki kemampuan ekonomi menengah ke atas.

3.2.2 Tahapan Sirih Tanyo

Pada tahap ini para talangke dari pihak laki-laki melakukan kunjungan kedua ke pihak perempuan. Tujuan kedatangan kedua ini adalah untuk mengingatkan keluarga perempuan dan memperjelas maksud dan tujuan dari kedatangan keduanya. Perbincangan dimulai dengan meletakkan tepak sirih (kampi sirih bakatuk) yang dibawa talangke kepada keluarga perempuan untuk membuka pembicaraan dalam adat-istiadat dan juga sebaliknya pihak perempuan

juga meletakan tepak sirih untuk mengawali pembicaraan mereka setalah pihak laki-laki selesai menanyakan kesediaan pihak perempuan. Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian tepak sirih sebagai tanda keluarga pihak perempuan menerima lamaran. Dengan ini hubungan silahturahmi kedua pihak keluarga terjalin semakin erat.

3.2.3 Tahapan Marisik

Pada tahap ini adalah kunjungan ketiga. Pihak laki-laki dan perempuan secara bergantian meletakan tepak sirih untuk memulai pembicaran. Talangke dari pihak laki-laki akan bertanya langsung kepada calon mempelai perempuan terhadap kesediaanya menerima lamaran tersebut. Kemudian anak perempuan tersebut akan menjawab dan menyatakan langsung persetujuan lamarannya.

Setelah tahapan itu selesai maka pihak perempuan akan membicarakan jadwal pelaksanaan pertunangan (maminang) bersama dengan pihak laki-laki.

Kemudian bersama-sama kedua pihak keluarga akan membahas tentang mahar atau bantuan yang akan dibawa pada saat acara maminang. Besar kecilnya mahar ditentukan kepada pihak perempuan.

3.2.4 Tahapan Maminang

Pada tahap ini keluarga laki-laki akan mendatangi rumah pihak perempuan. Sebelum pembicaraan dimulai maka seperti biasa tepak sirih akan diberikan satu persatu kepada pihak perempuan. Setelah tercapai mufakat bersama, anak laki-laki dan anak perempuan yang telah bertunangan akan

merajut hubungan dihadapan seluruh keluarga dan talangke. Setelah upacara ini laki-laki dan perempuan yang sudah bertunangan harus bersedia menerima sanksi apabila mereka melanggar aturan.

3.2.5 Tahapan Manganta Kepeng

Dalam ada Sumando pernikahan dapat dilaksanakan dan terjadi apabila keluarga mempelai dari pihak laki-laki menyerahkan sejumlah uang atau barang yang telah disepakati sebelumnya dalam musyawarah. Hal ini dimaksudkan sebagai tanda pengikat bahwa pada waktu tertentu akan dilangsungkan pernikahan yang nantinya dilaksanakan ijab qhabul dihadapan para wali dan saksi.

Dalam adat Sumando tidak ada istilah Tuhor atau Jujuran seperti yang ada didalam adat Batak. Sebelum sampai kedalam tahap ini, pihak laki-laki akan melakukan pertemuan dengan tokoh agama, ketua adat, serta sanak saudara juga tetangga. Kemudian mengantarkan bantuan kepada pihak perempuan. Selanjutny mahar tersebut dimasukan kedalam Kampi (sejenis tas anyaman) dan juga sudah dilengkapi dengan adat-adat Sumando suku Pesisir di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri.

Kampi tersebut kemudian dijinjin oleh Oncu dan berjalan didepan serta diiringi rombongan lainnya. Sesampainya pihak laki-laki akan disambut oleh pihak perempuan dengan meneburkan beras kunyit kepada rombongan yang hadir.

Kemudian keluarga pihak laki-laki dan perempuan duduk saling berhadapan, sedangkan ketua adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat akan duduk ditengah-tengahnya sebagai penengah proses upacara. Kemudian ketua

adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat akan mempersilahkan pihak laki-laki menunjukan mahar dan segala sesuatu yang sudah menjadi tanggung jawab mereka. Salah seorang perwakilan dari pihak laki-laki akan menyerahkan mahar dan seperangkat syarat adat yang sudah diwajibkan serta bantuin lainnya.

Ketika semuanya sudah lengkap dan sudah disaksikan oleh semua yang hadir, ketua adat dan tokoh masyarakat akan menyatakan bahwa mereka telah sah menurut hukum adat yang berlaku dan pihak dari laki-laki dan perempuan dinyatakan resmi bertunangan. Kemudian mahar diserahkan kepada ibu calon mempelai pengantin untuk kemudian disimpan ke dalam kamar.

Kemudian dilanjutkan dengan mentukan hari pernikahan dan sangsi-sangsi yang akan berlaku semasa pertunangan (1) Apabila pihak perempuan mengingkari pertunanganan maka mahar serta bantuan lainnya harus dikembalikan kepada pihak laki-laki sebanyak dua kali lipat. Berlaku juga untuk kebalikannya, mahar yang sudah diberikan tidak dapat dikembalikan atau dinyatakan hilang; (2) bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti, meninggalnya salah satu atau kedua calon pengantin. Maka mahar yang sudah diberikan akan dimusyawarahkan kembali bagaimana untuk mendapatkan hasil yang mufakat.

Setelah itu akan dilakukan malam barinai kepada kedua calon pengantin dirumah calon pengantin perempuan dengan memotong kambing kemudian membuat panggilan kenduri.

3.2.6 Mato Karajo

Tahap ini berlangsung selama dua hari, dari pagi hingga kemalam hari.

Sebelum dilakukan, keluarga pihak perempuan akan menghias rumah sebagai tanda akan dilangsungkannya pernikahan. Dalam hal ini, apabila rumah calon pengantin tidak memadai makan malam barinai dapat dilakukan dirumah sanak saudara atau ketua adat tentu dengan menyandang izin dari pemilik rumah. Semua dinding dihias dengan 12 warna atau 9 warna. Bagian dalam dan luar rumah ini akan dihias oleh kaum muda dan induk inang. Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk membuat rumah keluarga terlihat seperti layaknya rumah raja. Karena kedua calon pengantin akan menjadi raja dan ratu dalam satu hari.

Ada dua jenis upacara yang akan dilaksanakan (1) upacara adat pesisir (2) upacara akad nikah. Pada upacara adat, akan diadakan dirumah anak daro (anak perempuan). Upacara adat dimulai denga bariani, tepung tawar, bakonde, mandi limo. Upacara ini dilakukan untuk anak daro dan marapule (pengantin laki-laki).

Dua lagi dilakukan oleh anak daro sendiri. Seluruh rangkaian acara akan dipandu dan dibantu oleh induk inang yang mengetahui ketiga proses tersebut.

Upacara barinai dilakukan untuk kedua calon pengantin anak daro dan marapule, dilakukan oleh 12 perwakilan masing pihak keluarga dari kedua pengantin. Perwakilan masing-masing tersebut adalah kedua orangtua calon pengantin, setelah itu dilanjutkan oleh anggota keluarga lainnya dalam upcara tersebut. Namun dalam berinai kedua oranngtua dari kedua pihak calon pengantin mendapatkan 2 giliran yaitu satu di pelaminan anak daro dan satu laginya di marapule. Kemudian upacara selanjutnya adalah dengan penaburan beras kuning

dan memercikan air dari daun pandan kepada anak daro dan marapule. Saat memercikan air akan sambilan dibacakan doa kepada kedua pengantin, setelah itu mereka akan disalami oleh 12 perwakilan tersebut.

Kemudian acara tepung tawar. Acara ini ini hampir sama dengan barinai, namun yang memberikan perbedaan adalah seluruh keluarga akan memberikan beras kuning sebanyak 3 kali dan percikan air dari daun pandan sebanyak 3 kali juga serta sambil mendoakan anak daro dan marapule dan ucapan harapan.

Selanjutnya upacara bakonde dan mandi limo yang secara khusus dilakukan untuk anak daro. Seluruh rangkaian upacara itu dilakukan bertujuan agar kedua calon pengantin dan seluruh keluarga dihindarkan dari mara bahaya dan perbuatan jahat manusia.

Upacara adat berikutnya adalah memberangkatkan, penyambutan, dan penerimaan marapule dirumah anak daro (mangarak marapule). Uapacara mangarak marapule ini menuju rumah anak daro dilengkapi dengan sunting pernikahan, tepak sirih yang dijinjing oleh oncumarapule, pakaian adat marapule, pasukan galombang duo bale sebagai pengarak marapule, panji-panji nan duo bale, beberapa anak perawan, dan anak alek (pemusik Sikambang) serta masyarakat yang turut mengantar. Setelah arak-arakan lengkap kemudian rombongan bergerak perlahan menuju rumah anak daro. Pemberangkatan ini diiringi dengan lagi Sikambang sepanjang jalan sampai menuju keurmah anak daro.

Gambar 3.1 Pengantin diarak beserta rombongan keluarga (Dokumentasi Penulis)

Setelah sampai dirumah anak daro, rombongan pihak laki-laki akan disambut oleh pasukan galombang duo bale pihak pengantin perempuan. Kedua pasukan akan bersilat untuk membela raja (marapule) dan ratu (anak daro), saat bersilat pihak marapule harus mampu mengalahkan pihak pesilat dari anak daro agar dapat memasuki halaman rumah anak daro. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan tari Rande. Tari ini bertujuan untuk menyambut marapule dihalaman rumah anak daro. Tari ini biasanya dibawakan oleh 4 anak laki-laki atau lebih.

Gambar 3.2 Pesilat dari Marapule (Dokumentasi Penulis)

Setelah itu, marapule akan diterima oleh ibu dari anak daro dan kemudian kakinya dicuci dengan air dalam wadah. Marapule disambut dengan taburan beras kunyit dan digiring ke atas kasur kain tingkah. Setelah itu akad nikah akan dilangsungkan, tapi sebelum itu marapule akan berganti pakaian menjadi pakaian jas bukan menggunakan pakaian adat lagi.

Upacara adat dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB. Acara akad pernikahan ini disaksikan oleh kedua pihak keluarga laki-laki dan pihak perempuan beserta kerabat dan tetangga. Akad dimulai dengan memohon izin marapule dan anak daro kepada kedua orangtua mereka. Selanjutnya, akad nikah dilangsungkan dengan dipimpin oleh ayah dari anak daro untuk ijab qhabul nikah dengan marapule. Setelah ijab qhabul anak daro dan marapule kemudian kembali mengganti pakain mereka ke adat Pesisir untuk kemudian diarak keliling kembali disekitar daerah tinggal anak daro. Oncu, ibu, dan ibu-ibu rombongan kerabat anak daro ikut meramaikan, ini sebagai pernyataan dari keluarga anak daro bahwa mereka telah resmi menikah. Kemudian pada malam harinya akan dilakukan malam Basikambang, untuk menyandingkan kedua pengantin dipelaminan.

3.2.6.1 Malam Basikambang

Malam Basikambang adalah malam pertunjukan alat musik, tarian, dan lagu yang ditujukan untuk menghibur kedua pngantin. Pada saat malam basikambang yang diadakan dirumah mempelai pengantin perempuan, pihak keluarga harus menyediakan nasi lamak kepada tamu yang datang. Ini sudah

menjadi tradisi dalam setiap adat upacara pernikahan terutama dalam masyarakat bukan hanya di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri tapi seluruh penduduk Pesisir Tapanuli, Sumatera.

Rangkaian acara demi acara dilakukan sembari menghibur pengantin. Pada saat Malam Basikambang kedua pengantin akan duduk terpisah dalam singgasana masing-masing. Berikut rangkaian susunan acara musik dan tarian pada saat dilakukannya Malam Basikambang:

1. Tari Sapu Tanga diiringi dengan Lagu Kapri 2. Tari Payung diiringi dengan Lagu Kapulo Pinang 3. Tari Selendang diiringi dengan Lagu Duo

4. Tari Ana diiringi dengan Lagu Sikambang 5. Talibun

Pada penghujung acara kedua pengantin akan disandingkan. Kedua pengantin akan melakukan upacara bersanding (mampelok tampek basanding) sebagai pertanda bahwa pengantin laki-laki telah diterima dalam keluarga dan sudah menjadi bagian dari keluarga pihak pengamtin perempuan.

Gambar 3.3 Suasana Mampelo Tampek Basanding yang dilaksanakan dirumah anak daro. Tokoh masyarakat menuntun marapule menuju singgasana anak daro.

(Dokumentasi penulis)

Setelah bersanding kedua pengantin akan melakukan upacara basuok-suokan dan bacokki. Yang pertama basuok-basuok-suokan, kedua pengantin akan saling menyuapi satu sama lain. Ini bermakna tugas dan tanggung jawab istri kepada suami dan kasih sayang suami kepada istri. Kemudian bacokki, sebuah permainan Halma dimana kedua pengantin akan saling merampas anak Halma secara malu-malu sebagai bukti kasih sayang antara kedua pengantin.

Sebagai pertanda diterimanya pengantin dan bersatunya kedua pihak keluarga. Maka mereka harus saling menghormati satu dengan yang lain dan dengan penuh rasa persaudaraan.

3.3 Jenis-jenis Upacara Adat Pernikahan

Dalam upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago, Kecamatan Badiri terdapat dua jenis pernikahan yang dibedakan secara adat Sumando. Pernikahan dengan adat Sumanndo yang pertama adalah dengan menggunakan gala sambilan (9) dan yang kedua adalah gala duo bale (12). Pernikahan dengan gala ini biasanya dilakukan dengan persiapan khusus dan untuk pemilik pesta yang mampu memenuhi setiap syarat dari setiap gala. Pada zaman dahulu pernikahan dengan menggunakan gala hanya dilakukan oleh keluarga kerajaan. Namun berbeda dengan zaman sekarang ini, pernikahan dengan menggunakan gala ditujukan sebagai status sosial dari keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.

3.3.1 Upacara Adat Pernikahan Dengan Gala Duo Bale

Menurut adat Sumando pendapat dari Radjoki Nainggolan pernikahan dengan menggunakan Gala Duo Bale harus mempersiapkan beberapa hal berikut ini :

1. Menggantungkan 12 helai selendanng dengan aneka warna di pelaminan pengantin

2. Memakai kelambu tujuh lapis dengan warna berbeda 3. Mengantungkan Tabi dan Langik-langik

4. Memasang 12 bambu berukuran 2 meter pada pelaminan 5. Menggunakan Banta Basusu ( tempat duduk pengantin) 6. Memakai cincin Nabi Sulaiman

7. Memakai Tali Ai

8. Memakai Laba Mangirok

9. Memakai Jajak Lalu Marapule (payung kuning)

10. Memaikan Bi di pintu pelaminan (kain berbentuk celana laki-laki) 11. Memakai Nane Sarumpun

12. Memakai Lapik Pandan berwarna hitam, kuning, dan kain candel 13. Memakai Bua Buntun (tiang bulat dibalut dengan kain kuning)

14. Memasang Sauh di tengah kelambu yang bergambar kuda laut (tempat kaitan kain kelambu kiri dan kanan)

15. Menyembelih kerbau

3.3.2 Upacara Adat Pernikahan Gala Sambilan

Pernikahan dengan menggunakan Gala Sambilan juga harus mempersiapkannya dengan adat Sumando, sebagai berikut :

1. Menggantungkan 9 helai selendang berwarna-warni diatas pelaminan pengantin

2. Memakai Tali Ai

3. Menggunakan Banta Basusun 4. Menngunakan Tingka

5. Mengikat 9 bambu berukuran 2 meter di pelaminan pengantin 6. Memakai Bua Buntun (tiang bulat dengan kain kuning) 7. Meyembelih kambing

3.4 Komponen Upacara Adat Pernikahan di Desa Sijago-jago

komponen yang ada dalam upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago, penulis berpedoman pada sistem upacara keagamaan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2009:296) ada empat aspek: (1) tempat upacara keagamaan dilakukan; (2) saat upacara keagamaan dilakukan; (3) benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan; (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

3.4.1 Tempat Upacara Adat Pernikahan

Tempat upacara adat pernikahan dilakukan di satu tempat yaitu dirumah keluarga pengantin perempuan jalan Lopian 23 kecamatan Badiri, dikarenakan pengantin laki-laki berasal dari kota yang berbeda dan tidak memungkinkan karna adat dilakukan dalam satu hari juga jarak yang ditempuh. Hal ini dapat terjadi apabila sudah mendapatkan kesepakatan dan peretujuan dari kedua keluarga pengantin pria dan pengantin wanita.

3.4.2 Waktu Upacara Adat Pernikahan

Menurut informan, setiap waktu pelaksanaan disetiap tahap bersifat relatif.

Hasil dari semua pembicaraan pihak pengantin laki-laki dan pengantin perempuan sudah disepakati dan dibicarakan. Mulai dari tahap risik-risik, sirih tanyo, marisik, manganta kepeng, mato karajo, sampai balik ari atau tapanngi tidak dibatasai kuantitas waktunya.

3.4.3 Benda dan Peralatan Upacara Adat Pernikahan

Upacara adat pernikahan selalu tidak lepas dari dukungan peralatan dan benda dari berbagai jenis dan bentuk. Di setiap tahapan upacara pernikahan benda dan peralatan yang digunakan memiliki fungsi yang berbeda, sebagai berikut:

1. Tahap risik-risik dilaksanakan tanpa benda dan peralatan apapun.

2. Tahap sirih tanyo dilaksanakan menggunakan kampi sirih bakatuk diisi dengan daun sirih, gambir, pinang, dan kapur sirih.

3. Tahap marisik dilaksanakan menggunakan kampi sirih bakatuk diisi dengan daun sirih, gambir, pinang, dan kapur sirih.

4. Tahap maminang dilaksanakan menggunakan kampi sirih bakatuk diisi bare kuning (beras yang berwarna kuning karna dicampur dengan kunyit), lilin, imbalo, kemiri, benang dua warna (hitam dan merah), jarum, dan sirih.

5. Tahap manganta kepeng dilaksanakan menggunakan uang dari kampi sirih bakatuk

6. Tahap mato karajo dilaksanakan menggunakan kampi sirih bakatuk, sunting, pisang manis, beras kuning, dua buah pedang bacabuk, langik-langik, bantabasusun, cincin Nabi Sulaiman, sauh, bi, bua buntun, tali ai, nane sarumpun, lapik pandan, laba mangirok, tingka, selendang 12 warna, bambu, dan galeta.

7. Tahap balik ari ataupun tapanggi dilakukan dengan beras kuning.

3.4.4 Pemimpin dan Peserta Upacara Adat Pernikahan

Tahap upacara adat pernikahan yang terakhir ini secara khusus dipimpin oleh dua orang talangke, satu dari pihak pengantin laki-laki dan satunya lagi pihak keluarga perempuan. Penulis menguraikan sebagai berikut;

1. Tahap risik-risik langsung dipimpin talangke dari pihak perempuan dan pihak laki-laki dan pesertanya adalah pihak dari kedua pengantin keluarga laki-laki dan pengantin perempuan.

2. Tahap sirih tanyo langsung dipimpin talangke dari pihak laki-laki dan pihak perempuan dan pesertanya adalah pihak dari keluarga pengantin laki-laki dan pengantin perempuan.

3. Tahap marisik langsung dipimpin talangke dari pihak laki-laki dan pihak perempuan dan pesertanya adalah ibu-ibu kerabat dekat pihak laki-laki, pengantin perempuan, dan juga kedua orangtua pengantin perempuan.

4. Tahap maminang langsung dipimpin talangke dari pihak laki-laki dan pihak perempuan, tokoh masyarakat, ketua adat, dan kedua orangtua serta kerabat dekat.

5. Tahap manganta kepeng langsung dipimpin talangke dari pihak laki-laki

5. Tahap manganta kepeng langsung dipimpin talangke dari pihak laki-laki

Dokumen terkait