• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISIS TEKSTUAL LAGU KAPULO PINANG DI DESA

4.4 Analisis Semiotik Teks Lagu Kapulo Pinang

4.4.2 Makna Petanda

1. Maule

Kata maule berasal dari bahasa pesisir adat masyarakat Sumando.

Penggunaan kata maule diawal syair sebagai salam pembuka dan mempersilahkan pemimpin acara untuk memulai acara.

2. Kapulo la Pinang

Kata kapulo la pinang setelah kata maule di syair pembuka sebagai tujuan si pemuda sebagai tempat mengadu nasib di perantauan.

b. Lagu Inti

1. Ambikla Haluan, Ambikla Haluan di timur la laut

Makna dari kalimat Ambikla Haluan, Ambikla Haluan di timur la laut, dalam mencari haluan si pemuda si pemuda mengambil tujuan kearah timur laut.

2. Ati ambo dak sanang, ai mato la sapanjang lawik

Makna dari kalimat Ati ambo dak sanang, ai mato la sapanjang lawik adalah hatinya yang tidak bahagia dan memilukan hati sampai

air mata yang mengalir deras terus menerus bagaikan genangan air laut yang luas.

3. Bukanlah dek kijang ambo balari, pado la punyo badan ala tasanda Makna dari kalimat Bukanlah dek kijang ambo balari, pado la punyo

Badan ala tasanda adalah bagaikan berlari sekuat tenaga untuk mencapai tujuan dan mengandalkan kekuatan sendiri pada akhirmya harus berserah kepada Yang Maha Kuasa.

4. Ambo banyanyi bukanlah dek riang

Makna dari kalimat ambo banyanyi bukanlah dek riang adalah karena kegagalan maka sipemuda bernyanyi untuk mmengihilangkan kesedihan hatinya dan bagaimanapun dia harus menerima kenyataan.

c. Lagu Penutup 1. maule

Makna dari kata maule didalam lagu penutup sebagai pertanda bahwa acara akan segera berakhir dan disambut dengan sahutan dari penonton.

BAB V

PENGGUNAAN DAN FUNGSI LAGU KAPULO PINANG DALAM UPACARA ADAT PERNIKAHAN

Budaya merupakan sebuah momen yang bersejarah bagi setiap manusia.

Setiap lapisan masyarakat memiliki ciri dari kebudayaannya sendiri dan juga memiliki pandangan yang berbeda juga tergantung kepada lingkungan sosial dimana mereka berada yang secara otomatis terbentuk dan tersusun dengan sistematis. Hal ini dapat terjadi dikarenakan setiap budaya memiliki fungsi dan cara masing-masing dalam mengatur lingkungsn sosialnya.

Penggunaan dan fungsi dari lagu Kapulo Pinang yang dibawakan oleh pelaku kesenian Sikambang saat peneliti melakukan observasi lapangan dan terbagi kedalam beberapa bagian yang akan peneliti uraikan satu persatu. Penulis membagi fungsi dari lagu Kapulo Pinang menjadi beberapa bagian berdasarkan observasi lapangan dan wawancara kemudian untuk penggunaan diadasarkan pada kebiasaan masyarakat di Desa Sijago-jago yang peneliti dapatkan dari bapak Khairil Asni Siregar. Menurut beliau bahwa masyarakat Pesisir memiliki cara penyampaian nasihat dan petuah disampaikan secara tidak langsung karena dianggap lebih sopan dan lebih pantas. Hal ini dilakukan masyarakat untuk menghindari kesalahpahaman dan lebih memperhalus bahasa. Tentu saja ini masih tetap berpedoman dengan teori pendukung “Use” and “Function” dari Allan P.

Merriam. Pada bab ini penulis hanya mendapat 7 fungsi musik dalam penelitian yang penulis lakukan selama masa observasi lapangan dan juga sesi wawancara

dan penggunaannya dalam upacara adat pernikahan masyarakat yang berada di Desa Sigo-jago.

5.1 Fungsi Lagu Kapulo Pinang Dalam Upacara Adat Pernikahan

Dari teori Allan P. Merriam penulis menjelaskan beberapa fungsi dari lagu kapulo pinang yang penulis dapat pada saat melakukan observasi dan wawancara dengan bapak Khairis Husni Siregar sebagai pelaku kesenian Sikambang yang di desa Sijago-jago. Berikut beberapa penjalasan penulis mengenai fungsi lagu kapulo pinang pada upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago.

5.1.1 Pengintegrasian Masyarakat

Dikatakan sebagai pengintegrasian masyarakat dalam fungsinya karena dalam penyajian lagu Kapulo Pinang pada acara adat pernikahan di Desa Sijago-jago yang diteliti penulis, musik yang dimainkan secara bersamaan dan dengan adanya adegan bersahutan-sahutan pada awal syair dan diakhir syair. Adegan yang dimaksud oleh penulis ketika pemain musik membuka acara dengan kata awal maule maka peserta acara akan segera menyahut secara bersamaan dengan kata „Ooooo‟ begitu dengan kata maule di penutup syair lagu Kapulo Pinang.

Tanpa disadari hal ini menimbulkan rasa kebersamaan dalam upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago, baik itu pemain musik maupun peserta acara.

5.1.2 Hiburan

Sebagai suatu budaya kesenian dari Sikambang, lagu Kapulo Pinang memiliki fungsi sebagai sarana hiburan kepada masyarakatnya. Hiburan yang dimaksud oleh peneliti adalah tarian, musik, dan nyanyian yang dbawan di upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago. Sembari si penyanyi meyampaikan nasehat kepada kedua pengantin pada malam Basikambang, peserta yang menghadiri upacara pernikahan akan menikmati penampilan dari tarian dan juga lantunan musik yang mengiringi penyanyi.

Suasana yang disampaikan oleh penyanyi pada upacara pernikahan menggambarkan pesan dari lagu lagu Kapulo Pinang. Dikarenakan pesan yang disampaikan oleh penyanyi memilki konsep yang sedih, maka kondisi pada saat malam Basikambang akan menjadi sedih mengikuti konsep dari lagu Kapulo Pinang. Disinilah fungsi musik sebagai hiburan itu terbentuk, karena peserta juga ikut merasakan kesedihan dari lagu kapulo pinang yang dibawakan oleh pemusik Sikambang.

5.1.3 Media Komunikasi

Di dalam satu kebudayaan/etnis masyarakat memiliki ciri khas yang hanya akan dipahami oleh masyarakat pendukung dari kebudayaan tersebut. Isyarat yang dimaksud dari penulis termasuk mengandung unsur kepercayaan, kesopanan dan norma yang belaku dalam kebudayaan masyarakat tersebut.

Budaya pernikahan adat di Desa Sijago-jago juga demikian halnya sama, karena budaya Sikambang dikenal dengan tutur bahasanya yang sopan dan halus

dalam menyampaikan maksud dan tujuannya. Juga ada banyak istilah yang hanya masyarakat pendukung dapat mengerti maksud dan tujuan dari istilah tersebut.

Contoh dalam penggunaannya adalah, “ala ambikla aluan, ala ambikla aluan ditimur lawik”. Maksud dari kalimat tersebut bahwa arah timur atau mengambil arah haluan yang baik untuk peruntungan disaat melaut arah timur memiliki arti nasib yang baik.

5.1.4 Norma Sosial

Berfungsi sebagai norma sosial berarti ada aturan atau nilai-nilai sosial yang dipegang teguh dalam masyarakat. Begitu pula sama halnya dengan masyarakat yang ada di Desa Sijago-jago. Nilai yang dimaksud adalah pria yang sudah menikah atau memiliki keluarga menjadi kepala keluarga dalam sebuah rumah tangga dan dengan ini secara langsung kepala keluarga juga bertanggung jawab untuk menafkahi dan melindungi keluarganya. Mayoritas masyarakat yang ada di Desa Sijago-jago adalah nelayan, maka kepala keluarga yang bertanggung jawab akan pergi melaut untuk menafkahi keluarganya. Namun pada masa ini, semakin berkembang zaman kepala keluarga juga bias mendapatkan pekrejaan lain sesuai kemampuan setiap orangnya.

5.1.5 Pengesahan Lembaga Sosial

Pada konteks ini, fungsi musik sebagai pengesahan lembaga sosial yang penulis maksudkan adalah sebagai identitas budaya dari masyarakat tersebut.

Dalam pernikahan juga sama halnya, ini menjadi sebuah identitas yang melekat

pada kebudayaannya. Mulai dari pakaian, susunan acara, dan sampai kepada makanannya juga menjadi sebuah identitas. Ini merupakan warisan budaya yang diterima secara turun-temurun,

Selain menjadi sebuah identitas, kegiatan ini juga menjadi sebuah sumber komersil yang mendatangkan kesejahteraan kepada penggiatnya. Ini juga mampu mempererat budaya persaudaraan.

5.1.6 Kesinambungan Budaya dan Generasi Pesisir

Berfungsi sebagai kesinambungan budaya yang dimaksud adalah ajaran yang terkandung dalam kebudayaan kesenian Sikambang. Penulis berpendapat bahwa fungsi ini sangat penting mengingat semakin berkembangnya zaman dan kebudayaan mulai ditinggalkan sedikit demi sedikit.

Pada upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago, nilai-nilai luhur dan lirik yang terkandung dalam setiap syairnya menjadi wujud yang paling penting demi menjaga kesinambungan dalam budaya. Sesuai dengan ajarannya disampaikan secara sopan dan dengan tutur yang lembut. Juga dalam setiap penyajiannya masyarakat juga dapat mengingat dari daerah mana dia berasal.

Sesuai dengan pendapat Merrriam tentang salah satu fungsi musik adalah untuk melanjutkan generasi keturunan manusia, terutama nyanyian-nyanyian bertema percintaan. Meskipun tema umum dari Lagu Kapulo Pinang ini adalah berupa kesedihan yang dirasakan dua calon mempelai, ketika sang pria harus merantau ke Pulau Pinang, namun di dalamnya terkandung tema mengenai telah disemainya percintaan dan telah dilakukan pertunangan, maka tema besar lagu ini

adalah cinta yang abadi antara dua sejoli tadi. Dengan menghayati lagu ini maka cinta tertanam semakin mendalam, dan seterusnya sang pria kembali membawa bekalan untuk persiapan perkawinan dan masa depan mereka.

Setelah itu dilakukan upacara perkawinan dengan memakai adat istiadat suku Pesisir. Disertai juga dengan panduan agama Islam yakni ijab dan kabul.

Seterusnya keduanya membentuk rumah tangga, dengan dasar rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Artinya hidup sebagai suami istri yang penuh dengan kasih sayang dan saling melengkapi terutama sama-sama runduk beribadah kepada Allah.

Ujung dari fungsi nyanyian ini adalah, mereka setelah berumah tangga memeroleh anak sebagai keturunan mereka. Pada akhirnya anak ini kelak akan meneruskan generasi-generasi manusia Pesisir yang tangguh, terutama dalam menghayati dan menerapkan kebudayaan Pesisir. Jadi dengan demikian salah satu fungsi utama lagu Kapulo Pinang ini adalah sebagai kesinambungan kebudayaan dan sekaligus kesinambungan generasi manusia suku Pesisir.

5.1.7 Estetika

Setiap musik dan tarian memiliki unsur keindahan dalam melodi dan gerakannya. Musik dapat mengubah perasaan pendengarnya bias menjadi perasaan yang bahagia ataupun perasaan sedih. Untuk lagu Kapulo Pinang yang dibawakan pada acara pernikahan adat di Desa Sijago-jago yang diteliti penulis memiliki unsur yang menyedihkan.

Penulis juga menganggap ini memiliki nilai estetika yang tinggi karena dalam penyajiannya peserta juga ikut ambil bagian didalamnya. Peserta juga ikut merasakan kesedihan dari lagu Kapulo Pinang ini.

5.2 Penggunaan Lagu Kapulo Pinang Dalam Konteks Upacara Adat Pernikahan di Desa Sijago-jago.

Kegunaan musik dalam masyarakat umum didasari oleh kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun oleh sebuah komunitas masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan budaya mereka. Sama halnya yang terjadi pada masyarakat yang ada di Desa Sijago-jago dalam melaksanakan upacara adat pernikahan. Hal ini juga mereka lakukan sebagai budaya yang sudah turun temurun diwariskan dalam kesenian Sikambang. Hubungan yang terjalin antara masyarakat dengan budaya menjadi dasar penggunaan musik ini terbentuk.

Aktifitas penggunaan musik dalam upacara adat pernikahan di Desa Sijago-jago merupakan kegiatan yang sudah lakakukan secara turun temurun.

Penggunaan lagu Kapulo Pinang ini biasanya dibawakan dalam konteks adat pernikahan. Lagu yang digunakan sudah menjadi tradisi yang melekat dalam masyarakat pesisir dan menjadi sebuah adat istiadat yang tidak bias dipisahkan dalam penyajian dan penggunaannya. Untuk menjaga eksistensi dan keberadaan budaya ini dan tanpa menghilangkan setiap unsur yang terkandung dalam penyajiannya, lagu ini selalu menggunakan gerakan tarian dan teks yang sudah ada dan juga dengan sedikit penambahan atau improvisasi dalam penyajiannya.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Setelah diuraikan secara terperinci dari Bab I sampai V, maka Bab VI ini adalah bab penutup, yang berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, yang mengacu kepada dua pokok masalah yang dikemukakan pada bagian pendahuluan, yakni bagaimana makna teks dan bagaimana fungsi Lagu Kapulo Pinang dalam upacara perkawinan dalam adat suku Pesisir pada wilayah kajian Desa Sijago-jago Tapanuli Tengah. Namun demikian, dikemukakan pula kesimpulan tentang keberadaan suku Pesisir ini dari sisi etnisitas dan keberadaan Sikambang sebagai berikut.

Suku Pesisir mendiami hampir sebagian besar daerah pantai dan sebagian kecil daerah pegunungan. Berasal dari beberapa keturunan suku seperti Minangkabau, Batak Toba, Angkola, dan Melayu yang bersosialisasi dan membentuk adat istiadat serta identitas yang baru.

Berbeda adat istiadat dengam suku lainnya, suku Pesisir sangat berkaitan erat dengan norma-norma agama Islam. Dikenal dengan istilah sumando, memiliki beberapa pengertian. Sumando menjadi sebuah kesatuan dalam ruang lingkup masyarakat Pesisir. Suamndo sendiri memiliki arti dalam bahasa Batak adalah cantik dan sesuai. Sumando itu sendiri juga termasuk dalam tata cara adat pernikahan di masyarakat Pesisir.

Menjadi sebuah kebudayaan suku Pesisir meliputi adat-istiadat, bahasa, kesenian, dan juga makanan makanan. Kesenian ini kemudian dikenal dengan

istilah kesenian Sikambang yang berhubungan erat dalam pelaksanaan adat upacara pernikahan suku Pesisir. Kesenian Sikambang ini mencakup musik instrumental, tarian, dan musik vokal (nyanyian). Berhubungan dengan itu lagu Kapulo Pinang juga memiliki peran penting dalam upacara adat pernikahan suku Pesisir.

(A) Kapulo Pinang memilik nyanyian yang mengandung makna kontekstual mengekspresikan kesedihan. Susunan nyanyian dari lagu ini dibawakan berbentuk pantun dan setiap barisnya memiliki kaitan satu dengan lainnya. Isi dari lagi kapulo pinang ini bersisi nasihat kehidupan dan juga ungkapan kesedihan hati yang dialami pria kepada istri dan keluarganya. Nasihat itu diambil dari kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Pesisir dan penyajiannya dilakukan pada malam Basikambang yang dinikmati oleh peserta acara.

Nyanyian ini memiliki bentuk dan pola yang diulang namun dengan teks yang berbeda di setiap pengulangannya, kecuali pada kata pembuka dan penutup.

Isitlah ini disebut dengan stropic. Nyanyian dan teks sama pentingnya dalam penyajian dari lagu Kapulo Pinang.

(B) Penggunaan dan fungsi lagu ini berdasarkan penelitian dan tafsiran penulis, dengan menggunakan teori uses and functions Merriam adalah sebagai berikut. Penggunaannya yang utama adalah untuk merayakan upacara perkawinan dalam suku Pesisir. Dapat juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan seperti pesta budaya atau kesenian yang diselenggarakan di daerah ini.

Fungsi lagu Kapulo Pinang ini, yang biasanay diiring ensambel Sikambang adalah sebagai: (a) pengintegrasian masyarakat, (b) hiburan, (c)

media komunikasi, (d) norma sosial, (e) pengesahan lembaga sosial, (f) kesinambungan budaya dan generasi Pesisir, dan (g) estetika.

6.2 Saran

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan dan juga dalam proses tulisan ini. Mulai dari kurangnya sumber dan referensi yang dapat membantu penulis memperkaya karya tulisan ini.

Penulis berharap kedepannya kepada peniliti berikutnya mampu lebih mendalami materi penelitian serta mempersiapkan pengetahuan yang umum tentang suku Pesisir. Tujuannya agar agar peneliti berikutnya tidak kebingungan dalam proses pengumpulan dan penulisan karya tulisnya. Penulis juga berharap untuk peneliti berikutnya untuk lebih aktif dan ikut ambil bagian dalam kegetiatan kesenian ini guna lebih memahami dan mendalami materi.

Penulis sebagai salah satu masyarakat yang berada di dilingkungan suku Pesisir yang bertempat tinggal di Kota Sibolga berharap dan berupaya dengan tulisan ini dapat membantu tulisan dan karya berikutnya. Harapan penulis juga untuk kedepannya pemuda-pemudi di suku Pesisir lebih memberi perhatian lebih guna menjaga dan melestarikan kebudayaan ini. Penulis berharap kepada pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah untuk lebih memperhatikan akses dan keadaan masyarakat demi berkembangnya dan juga demi melestarikan kebudayaan Pesisir.

DAFTAR PUSTAKA

De Saussure, Ferdinand. 1988. Pengatar Linguistik Umum (ahli bahasa: Rahayu S. Hidayat). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Sinaga, Mario. 2016. Analisis Musikal Dan Tekstual Lagu Kapri Oleh kelompok Seni Pimpinan Syariman Irawadi Hutajulu Di Sibolga. Medan: Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya

Departemen Pendidikan Nasional.2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Pusat Bahasa

Merriam, Allan P. 1964. Anthropology Of Music. Chicago: Northwestern University Press

Halliday, Michael Alexander Kirkwood. 1978. Bahasa Sebagai Semiotik Sosial (terjemahan). London: University Park Press

Koentjaraningrat. 1991. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia

Kooentjaraningrat.`1985. Pengetahuan Elemen Dan Beberapa Masalah Tari.

Jakarta: Direktorat Kesenian

Sipahutar, Evi Ninta. 2012. Fungsi Dan Struktur Tari Anak Yang Diiringi Musik Sikambang Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibola, Tapanuli Tengah, Kecamatan Sibolga Kota. Medan: Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya.

Putra, Erwin Prasaja. 2018. Analisis Musik Dan Tekstual Talibun Pada Upacara Adat Pernikahan Suku Pesisir Di Kota Sibolga. Medan : Departemen Etnomusikologi Fakults Ilmu Budaya.

Saragih, Amrin. Ansari, Khairil. Zulkifli. Heniwati, Yunizar. Hutagalung, Surya M. Ginting, Pulumun P. 2014.Semiotika. Medan : Departemen Bahasa Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni.

Febrianto, Rendy. 2016.Analisis Makna Dam Fungsi Lagu Pada Kesenian SENI NALURI REYOG BRIJO LOR Dalam Memperingati Upacara Bersih Desa Kalikkebo,Trucuk, Klaten. Yogyakarta : Departemen Pendidikan Seni Musik Fakultsa Seni dan Bahasa.

Sipanggah, Rahayu. 1995. Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Nettle, Bruno.1964. The Theory and Method in Etnomusicology.New York: The Free Press of Glencoe.

Badudu, J.S.1982.Morfologi Bahasa.Jakarta:Djambatan.

Faisal, A.1992.Pengantar Penelitian Metode Kualitatif.Surabaya:Usaha Nasional.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 2009. Handbook of Qualitative Research. Terj. Dariyatno dkk. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Internet

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/57353/Chapter%20II.pdf?

sequence=+

http://www.stiami.ac.id/jurnal/detail_jurnal/43/180-pemberitaan-bangkitnya-pki-dalam-media-massa----analisis-semiotika-sos.html

https://www.coursehero.com/file/p7sc5li/Tradisi-semiotika-sosial-Hodge-Kress-1988-berdasarkan-pandangan-Halliday-1978/

http://digilib.uinsby.ac.id/8856/6/bab2.pdf

http://senibudaya-sibolga.blogspot.com/2011/09/coba.html?m=1 www.sibolgakota.bps.go.id

www.sibolgakota.go.id www.ethnomusicology.org

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29774/4/Chapter%20II.pdf repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41364/4/CHapter%20II.pdf

DAFTAR INFORMAN

Nama : Khairil Asni Siregar Tempat,tanggal, : Sijago-jago, 19 Juni 1958 lahir

Instrumen : Biola

Nama : Syariman Irawadi Hutajulu Tempat, tanngal : Sibolga, 1968

lahir

Instrumen : Gendang dan Vokal Utama

Nama : Sukri Tanjung

Tempat, tanggal lahir : Sijago-jago, 33 tahun (1987) Instrumen : Akordion

Nama : Aswal Tanjung

Tampat, tanggal lahir : Sijago-jago, 34 tahun (1986) Instrumen : Gendang Batapik

Nama : Maharuddin

Tempat, tanggal lahir : Sijago-jago, 34 tahun (1986) Instrumen : Gendang Batapik

Nama : Ibnu Ibrahim

Tempat, tanggal lahir : Sijago-jago, 55 tahun (1965)

Instrumen : Gendang

Nama : Asral

Tempat, tanggal lahir : Sijago-jago, 59 tahun (1964)

Instrumen : Gendang

Nama : Miswaruddin

Tempat, tanggal lahir : Sijago-jago, 35 tahun (1985)

Instrumen : Gendang

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Musik Gandang Sikambang Gambar 2.2 Alat Musik niola Sikambang Gambar 2.3 Alat Musik Akordeon Sikambang Gambar 2.4 Alat Musik Singkadu Sikambang

Gambar 3.1 Pemgantin Diarak Beserta Rombongan Keluarga Menggunakan Gala Duo Bale

Gambar 3.2 Pesilat Dari Marapule

Gambar 3.3 Suasana Mampelo Tampek Basanding Yang Dilaksanakan Dirumah Anak Daro. Tokoh Masyarakat Menuntun Marapule Menuju

Singgasanah Anak Daro.

Daftar Bagan

Daftar Bagan 4.1 Bagan Penanda dan Petanda oleh Ferdinand De Saussure

Daftar Tabel

Daftar table 2.1 Luas Wilayah Di Desa Sijago-jago

Dokumen terkait