• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.3. Pengendalian Internal

2.1.3.3. Fungsi dan Peranan Pengendalian Internal

Menurut Karyono (2013:48), fungsi pengendalian internal secara menyeluruh guna pelaksanaan kerja audit internal, yaitu:

1. Membahas dan menilai kebaikan dan ketepatan pelaksanaan pengendalian akuntansi, keuangan serta operasi.

2. Meyakinkan apakah pelaksanaan sesuai dengan kebijaksanaan, rencana dan prosedur yang ditetapkan.

3. Meyakinkan apakah kekayaan perusahaan atau organisasi dipertanggungjawabkan dengan baik dan dijaga dengan aman terhadap segala kemungkinan resiko kerugian.

4. Meyakinkan tingkat kepercayaan akuntansi dan cara lainnya yang dikembangkan dalam organisasi.

5. Menilai kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai fungsi pengendalian internal, diketahui bahwa pengendalian internal mempunyai fungsi penting untuk menyakinkan dan memastikan bahwa kegiatan transaksi dilakukan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang berlaku sehingga tercipta keseragaman dalam memberikan hasil yang diharapkan. Selain itu, pimpinan juga perlu melakukan pengawasan secara berkesinambungan atas penerapan pengendalian internal guna mendapatkan kepastian atas hasil yang diharapkan.

Berikut ini, peranan pengendalian internal bagi perusahaan (Kaunang, 2013:25), yaitu :

1. Membantu manajemen untuk mendapatkan informasi administrasi perusahaan yang paling efisien dengan memuat kebijaksanaan operasi kerja perusahaan.

2. Menentukan kebenaran dari data keuangan yang dibuat dan keefektifan dari prosedur internal.

3. Memberikan dan memperbaiki kerja yang tidak efisien.

4. Membuat rekomendasi perubahan yang diperlukan dalam beberapa fase kerja.

5. Menentukan sejauh mana perlindungan pencatatan dan pengamanan harta kekayaan perusahaan terhadap penyelewengan.

6. Menentukan tingkat koordinasi dan kerja sama dari kebijaksanaan manajemen.

Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa pengendalian internal yang diterapkan perusahaan mempunyai peranan besar dalam menjaga dan melindungi aset perusahaan serta untuk memastikan manajemen memperoleh informasi keuangan yang dapat dipercaya dan di pertanggungjawabkan dalam pengambilan keputusan. Keberadaan pengendalian internal yang telah ada di lingkungan perusahaan haruslah dipertahankan dan dievaluasi sehingga diketahui apakah perlu dilakukan tindakan perbaikan atau tidak.

2.1.3.4. Jenis-jenis Pengendalian Internal dan Keterbasan Pengendalian Internal

Menurut Karyono (2013:50-51), menurut jenisnya ada beberapa macam pengendalian internal, yaitu :

1. Pengendalian preventif

Dalam hal ini pengendalian preventif dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan, sebagai upaya antisipasi sebelum terjadinya masalah yang tidak diinginkan,sebagai contoh pemisahan fungsi, editing, pengecekan kehandalan, kelengkapan dan ketepatan perhitungan.

2. Pengendalian detektif

Pada kondisi ini, pengendalian detektif merupakan jenis pengendalian yang menekankan pada upaya penemuan kesalahan yang mungkin terjadi, sebagai contoh rekonsiliasi bank, kontrol hubungan, observasi kegiatan operasional.

Dengan demikian, karyawan bagian pembukuan perlu melakukan penyesuaian atau rekonsiliasi atas rekening tertentu sehingga dapat memberikan informasi yang diinginkan.

3. Pengendalian korektif

Pada kondisi ini, pengendalian korektif adalah upaya untuk mengoreksi penyebab terjadinya masalah yang diidentifikasi melalui pengendalian detektif, sebagai antisipasi agar kesalahan yang sama tidak berulang untuk masa mendatang. Masalah atau kejadian yang terjadi dapat dideteksi oleh manajemen sendiri atau oleh auditor. Bila masalah tersebut diketahui berdasarkan hasil temuan auditor, wujud pengendalian korektifnya berupa pengendalian yang dilakukan atas pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi auditor.

4. Pengendalian langsung

Dalam hal ini, pengendalian langsung adalah bentuk pengendalian yang dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung dengan maksud agar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.

5. Pengendalian komprehensif

Pengendalian komprehensif adalah salah satu bentuk upaya perkuatan pengendalian karena diabaikannya suatu aktivitas pengendalian. Dengan demikian, pengendalian komprehensif harus dapat memberikan hasil maksimal bagi kepentingan dan kemajuan operasional perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa ada banyak jenis pengendalian internal yang dapat digunakan oleh perusahaan dan hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan hendak dicapai oleh perusahaan.

Selain itu, pimpinan juga dapat menggunakan satu atau menggabungkan pengendalian internal yang akan digunakan sehingga diharapkan penggunaan pengendalian diterapkan mampu memberikan hasil yang maksimal bagi kemajuan perusahaan.

Menurut Sunyoto (2014:159), ada beberapa keterbatasan pada struktur pengendalian internal di perusahaan, yaitu:

1. Kesalahan dalam pertimbangan

Pada kondisi ini, sering kali terjadi manajemen dan personel lainnya melakukan pertimbangan yang kurang matang dalam setiap pengambilan keputusan bisnis atau dalam melakukan tugas rutin karena kekurangan informasi yang akurat, keterbatasan waktu atau penyebab lainnya.

2. Kemacetan

Dalam hal ini, kemacetan pada pengendalian yang telah berjalan bisa terjadi karena karyawan salah mengerti dengan instruksi atau melakukan kesalahan karena kecerobohan, kebingungan, atau kelelahan. Sedangkan perpindahan personel untuk sementara waktu atau tetap, atau perubahan sistem atau prosedur bisa juga mengakibatkan kemacetan.

3. Kolusi

Dalam hal ini, kolusi yang dilakukan oleh seorang karyawan dengan karyawan lainnya atau dengan pelanggan atau pemasok bisa tidak terdeteksi oleh struktur pengendalian internal yang tidak diterapkan dengan ketat.

4. Pelanggaran oleh manajemen

Manajemen bisa melakukan pelanggaran atas kebijakan atau prosedur untuk tujuan tidak sah, seperti keuntungan pribadi atau membuat laporan keuangan menjadi terlihat baik.

5. Biaya dan manfaat

Dalam hal ini, biaya penyelenggara suatu struktur pengendalian internal seharusnya tidak melebihi manfaat yang akan diperoleh dari penerapan pengendalian internal tersebut. Meskipun pengendalian untuk sesuatu hal diperlukan, namun terkadang tidak diterapkan oleh perusahaan karena biaya penyelenggara atau pengorbanannya tidak sesuai dengan manfaat yang diperoleh.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pengendalian internal yang telah diterapkan oleh perusahaan juga masih memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diketahui sehingga dapat disiapkan langkah antisipasi atau pencegahan untuk meminimalkan resiko yang mungkin dapat terjadi. Manajemen puncak sebelum menerapkan pengendalian internal haruslah menetapkan langkah antisipasi guna meminimalkan berbagai resiko yang dapat terjadi sehingga adanya langkah pencegahan tersebut maka terjadi kendala pada saat pelaksanaan tidak akan mengganggu aktivitas normal perusahaan. Penerapan pengendalian internal perlu dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar dapat memberikan manfaaat bagi kelancaran operasional perusahaan dalam memaksimalkan tujuannya.

2.1.3.5. Efektivitas Pengendalian Internal

Menurut Kaunang (2013:7), ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk dapat bekerja secara efektif, yaitu:

1.Memadainya delegasi wewenang dari manajemen.

2.Secara terus menerus harus didukung oleh manajemen.

3.Staf dengan kemampuan yang cukup secara individu dan mempunyai pola pikir yang sesuai dengan keinginan manajemen dan dapat berhubungan atau berkomunikasi dengan baik.

Menurut Kumaat (2011:27), ada berbagai cara yang dapat digunakan perusahaan untuk membangun komposisi anggota tim audit internal, yaitu:

1.Berdasarkan disiplin ilmu, terdiri dari:

a. Komposisi yang relatif homogeny (umumnya accounting based)

b. Komposisi yang heterogen (yang terdiri dari latar belakang yang multi discipline).

2.Berdasarkan pengalaman kerja, terdiri dari:

a. Komposisi yang well experienced (auditor yang berpengalamanan minimal 2 tahun).

b. Komposisi yang high turnover (yang terdiri dari mayoritas fresh-graduate atau employee).

3.Berdasarlam status karyawan, terdiri dari:

a. Komposisi yang terdiri dari sepenuhnya permanent employees.

b. Komposisi yang terdiri dari sebagain SDM berstatus semi-permanent (kontrak, partime, atau outsourced).

Pentingnya untuk menciptakan efektivitas pengendalian internal menunjukkan bahwa pimpinan perlu memberikan perhatian dan prioritas penting bagi penerapan pengendalian internal dalam aktivitas perusahaan sehingga karyawan dalam melakukan tugasnya dapat mematuhi dan mengikuti prosedur yang berlaku. Penyelesaian tiap tugas yang diberikan haruslah dilakukan dan diselesaikan dengan tahapan dan prosedur yang telah ditentukan seperti penerimaan dan pengeluaran kas sehingga berbagai kemungkinan tingkat kesalahan yang dapat terjadi dapat dihindarkan semaksimal mungkin. Hal-hal penting menyangkut kepentingan perusahaan atas penerapan pengendalian internal perlu mendapatkan perhatian dan prioritas dari manajemen puncak sehingga hal ini dimaksudkan untuk menjaga aset perusahaan.

2.1.4. Kecurangan

2.1.4.1. Pengertian Kecurangan

Kegiatan usaha yang semakin luas dan cukup tinggi, biasanya tindakan kecurangan dapat terjadi karena adanya kesempatan dan keinginan dari karyawan untuk berbuat curang demi kepentingan pribadinya. Kecurangan yang terjadi diperusahaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan kegiatan operasional oleh karyawan. Dengan demikian, kecurangan baik skala kecil maupun besar haruslah diantisipasi secepat mungkin agar tidak terjadi berkelanjutan yang dapat membahayakan kegiatan operasional perusahaan.

Menurut Tunggal (2013:24), “Kecurangan (fraud) adalah suatu penyajian yang palsu atau penyembunyian fakta-fakta yang material yang menyebabkan seseorang memiliki sesuatu”.

Menurut Fahmi (2013:156), “Kecurangan (Fraud) merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja dan itu dilakukan untuk tujuan pribadi atau kelompok, dimana tindakan yang disengaja tersebut telah menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau institusi tertentu”.

Berikut ini ada beberapa pengertian kecurangan menurut para ahli yang dikutip oleh Karyono (2013:3), yaitu:

1. Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) berpendapat bahwa kecurangan berkenaan dengan adanya keuntungan yang diperoleh seseorang dengan menghadirkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Di dalamnya termasuk unsur-unsur surprise atau tidak terduga, tipu daya, licik, dan tidak jujur yang merugikan orang lain.

2. Blaks Law Dictionary, berpendapat bahwa kecurangan mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau memaksakan kebenaran tersembunyi dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu.

3. G.Jack Balogna dan Robert Lindquist, berpendapat bahwa kecurangan adalah penipuan yang disengaja umumnya diterangkan sebagai kebohongan, penjiplakan, dan pencurian. Fraud dapat dilakukan terhadap pelanggan, kreditor,pemasok, banker, investor, penjamin asuransi, dan pemerintah.

Berdasarkan pengertian kecurangan di atas menurut para ahli, dapat dikemukakan bahwa kecurangan yang terjadi mengandung makna sebuah penyimpangan dan atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan secara sengaja untuk tujuan tertentu seperti memberikan gambaran atau informasi yang salah dan keliru kepada pihak lain yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan dilakukan dan dirancang untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok yang memanfaatkan peluang-peluang secara tidak jujur, baik secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain.

2.1.4.2. Klafisikasi Kecurangan

Menurut Karyono (2013:11-12), kecurangan dapat diklasifikasikan menurut pelaku kecurangannya, yaitu:

1. Kecurangan dari dalam organisasi (intern), terbagi atas dua bagian, yaitu:

a. Kecurangan manajemen (management fraud)

Kecurangan manajemen antara lain berupa kesalahan penyajian mengenai tingkat kinerja perusahaan atau unit organisasi yang sengaja dilakukan oleh karyawan dalam peran manajerialnya, dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari kecurangan tersebut. Manajemen fraud dilakukan oleh manajemen puncak dalam suatu perusahaan yang dengan sengaja memberikan data informasi yang salah kepada pemegang saham, kreditur, fiskus, maupun auditor independen. Selain itu, manajemen fraud mungkin dapat juga mencakup penyewaan atau pengambilan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi. Pada manajemen fraud dikenal pula white collar crime atau kejahatan kerah putih, contoh pemalsuan data untuk menghindari pengenaan pajak, memakai dana perusahaan asuransi milik negara dengan tingkat bunga rendah, melakukan business crime untuk kepentingan bisnisnya berupa kejahatan lingkungan, melanggar undang-undang anti trust. Ciri-ciri white collar crime, adalah:

1. Bermaksud melakukan kejahatan (crime).

2. Menyamarkan tujuan (disguise of purpose)

3. Mempercayai kenaifan korban.

4. Menyembunyikan pelanggaran (concealment of the violation) b.Kecurangan karyawan (non management fraud)

Kecurangan karyawan merupakan tindakan-tindakan tidak jujur di dalam suatu perusahaan yang dilakukan oleh karyawan walaupun manajemen telah menciptakan langkah-langkah dan usaha tertentu untuk mencegahnya.

Kecurangan karyawan ini biasanya melibatkan perpindahan aset dari pemberi kerja, dan merupakan tindakan langsung dari pencurian dan atau manipulasi.

2. Kecurangan dari luar organisasi (ekstern)

Kecurangan dari pihak luar organisasi antara lain dilakukan oleh pemasok, leveransir dan oleh kontraktor, dengan cara:

a. Pengiriman barang yang lebih sedikit, dan penggantian barang dengan kualitas rendah.

b.Penyerahan pekerjaan dengan kualitas yang rendah.

c. Penagihan ganda atau penagihan lebih besar dari prestasi yang diberikan.

3. Kecurangan yang melibatkan orang dalam dan orang luar organisasi

Kecurangan ini dilakukan melalui kerjasama yang tidak sehat (kolusi) atau persengkongkolan antara orang dalam dan luar organisasi, seperti pimpinan proyek pemerintah bersama kontraktor sepakat untuk menandatangani Berita Acara Serah Terima Pekerjaan yang akan dijadikan dasar pembayaran lunas terhadap pekerjaan yang tercantum dalam kontrak.

Menurut Fahmi (2013:158-189), adapun bentuk-bentuk kecurangan yaitu:

1. Intentional error

Kekeliruan bisa disengaja dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri dalam bentuk window dressing (merekayasa laporan keuangan supaya terlihat lebih baik agar lebih mudah mendapat kredit dari bank) dan check kitting (saldo rekening bank ditampilkan lebih besar sehingga rasio lancar terlihat lebih baik)

2. Unintentional error

Kecurangan dapat terjadi secara tidak disengaja (kesalahan manusiawi), misalnya salah menjumlah atau penerapan standar akuntansi yang salah karena ketaktahuan.

3. Collusion

Kecurangan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang dengan cara bekerjasama dengan tujuan untuk menguntungkan orang-orang tersebut, biasanya merugikan perusahaan atau pihak ketiga. Misalnya, di suatu perusahaan terjadi kolusi antara bagian pembelian, bagian gudang, bagian keuangan, dan pemasok dalam pembelian bahan atau barang. Kolusi merupakan bentuk kecurangan yang sulit dideteksi, walaupun pengendalian intern perusahaan cukup baik. Salah satu cara pencegahan yang banyak digunakan dilarangnya pegawai yang mempunyai hubungan keluarga (suami-istri, adik-kakak) untuk bekerja diperusahaan yang sama.

4. Intentional misrepresentation

Memberi saran bahwa sesuatu itu benar, padahal itu salah, oleh seseorang yang mengetahui bahwa itu salah.

5. Negligent misrepresentation

Pernyataan bahwa sesuatu itu salah oleh seseorang yang tidak mempunyai dasar yang kuat untuk menyatukan bahwa hal itu betul.

6. False promises

Sesuatu janji yang diberikan tanpa keinginan untuk memenuhi janji tersebut.

7. Employee fraud

Kecurangan yang dilakukan pegawai untuk menguntungkan dirinya sendiri.

Hal ini banyak di jumpai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari office boy yang memainkan bon pembelian makanan sampai pegawai yang memasukkan pengeluaran pribadi untuk keluarganya sebagai biaya perusahaan.

8. Management fraud

Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen sehingga merugikan pihak lain, termasuk pemerintah. Misalnya manipulasi pajak, manipulasi kredit bank, kontraktor yang menggunakan cost plus fee.

9. Organized crime

Kejahatan yang terorganisasi, misalnya pemalsuan kartu kredit, pengiriman barang melebih atau kurang dari yang seharusnya dimana si pelaksana akan mendapat bagian 10%.

10. Computer crime

Kejahatan dengan memanfaatkan teknologi komputer, sehingga si pelaku bisa mentransfer dana dari rekening orang lain kerekening sendiri.

11. White collar crime

Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang berdasi (kalangan atas), misalnya mafia tahan, paksaan secara halus untuk merger, dan lain-lain.

Dikemukakan bahwa ada banyak kecurangan yang terjadi dilapangan, sehingga kondisi ini menjadikan hal penting untuk diketahui dengan baik dan benar oleh manajemen. Banyaknya jenis kecurangan tersebut menunjukkan bahwa berbagai tindakan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang oleh karyawan untuk kepentingan pribadi atau kelompok dapat dilakukan sehingga manajemen perlu mengantisipasi atau meminimalkan resiko yang dapat merugikan perusahaan secara material. Kecurangan yang terjadi pada tiap perusahaan pada dasarnya berbeda-beda tergantung pada banyak faktor dan tujuan yang hendak dicapai dari kecurangan dilakukan, sehingga upaya penyelesaian atau penanggulangan berbeda-beda.

2.1.4.3. Tanda-tanda Kecurangan dan Pencegahan Kecurangan

Kemampuan dan keterampilan untuk mengidentifikasi atau mendeteksi kecurangan yang terjadi sangat dibutuhkan sehingga dapat segara diambil langkah penyelesaian atau pencegahan agar tidak terjadi berkesinambungan di masa mendatang dan membahayakan operasional perusahaan dalam mencapai tujuan utamanya.

Menurut Tunggal (2013:131-132), berikut ini tanda-tanda adanya kecurangan, antara lain:

1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun sebelumnya.

2. Perbedaan antara buku besar dengan buku tambahan.

3. Perbedaan antara yang terungkapkan dari hasil konfirmasi.

4. Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai.

5. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang khusus, maupun yang umum.

6. Penyelesaian yang tidak lazim menjelang atau pada tanggal neraca.

7. Terdapat banyak koreksi dalam pembukuan.

8. Pencatatan yang sengaja dirumitkan.

9. Perusahaan dalam kesulitan keuangan (ada tendensi manajemen melakukan berbagai penyimpangan).

10. Pembatalan yang diberikan bagi auditor (internal atau eksternal) oleh karyawan.

11. Penyampaian SPT yang tidak didasarkan pada angka audit.

12. Seseorang menangani hampir semua transaksi yang penting.

13. Terdapat perbedaan kepentingan (conflict of interest) pada tugas pekerjaan karyawan.

14. Tidak ada pengambilan cuti karyawan atau pada saat cuti, tidak ada orang yang menggantikan karyawan yang sedang cuti tersebut.

15. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.

16. Supervisi yang lemah.

17. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan.

18. Pengendalian operasi yang tidak baik.

19. Perkembangan perusahaan yang sulit.

20. Sangat tergantung pada sejumlah kecil pelanggan dan pemasok.

21. Kebanyakan pinjaman atau hutang (kesulitan mendapatkan kredit).

22. Kompetesi yang meningkat.

23. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan karena banyak berhutang, menderita sakit berat, mengalami masalah perjudian, masalah alkohol, turunnya moral karyawan dan lain-lain.

Dengan mengetahui tanda-tanda dari kecurangan di perusahaan, hal ini dapat dengan cepat menjadikan manajemen dengan cepat dan respon memberikan solusi untuk penanganan dari kecurangan yang baru terjadi atau telah terjadi. Tiap bentuk tanda kecurangan yang timbul dan terjadi di perusahaan akan membutuhkan penanganan yang berbeda dan lama waktu dibutuhkan untuk penyelesaian kecurangan tersebut. Dengan adanya penanganan yang tepat dan berdaya guna diharapkan kegiatan operasional perusahaan tidak terganggu baik jangka pendek maupun jangka panjang

Menurut Karyono (2013:71-74), adapun pencegahan menurut jenis fraud-nya antara lain :

1. Pencurian kas sebelum dicatat

a. Dilakukan pemisahan fungsi pencatatan penyimpanan dan otorisasi sehingga bila terjadi fraud dapat diketahui karena adanya perbedaan hasil kerja pada fungsi-fungsi itu.

b. Pengamanan akses fisik akun sehingga peluang untuk pencurian dapat dibatasi atau dicegah.

c. Pencatatan transaksi tepat waktu (tepat tanggal) dan tepat jumlah sehingga sisa kas yang ada terkontrol saldonya dengan catatan yang ada.

d. Rekonsiliasi secara berkala dan rutin sehingga terhadap sisa kas di bank dapat diketahui keberadaannya setiap saat.

e. Klasifikasi akun secara tepat agar ketidaktepatan posting dapat dicegah.

f. Pengendalian cek dan penerimaan uang, agar keamanan uang keluar dapat terkontrol.

2. Pencurian kas sesudah dicatat (Larceny)

a. Pemisahan fungsi penerimaan kas, opname fisik, dan penyetoran ke bank dan rekonsiliasi.

b. Rotasi dan keharusan cuti bagi pengelola kas agar pegawai tidak dapat menyembunyikan perbuatan curangnya.

c. Opname secara mendadak agar setiap terjadi kekurangan kas dapat diketahui secara dini dan mencegah terjadinya kecurangan.

d. Pengamanan fisik kas dengan keamanan fisik penyimpannnya dan pembatasan sisa uang tunai.

3. Kecurangan penagihan (Billing scheme)

a. Pemberian nomor urut pracetak (prenumbered), sehingga mempersempit penyalahgunaan bukti penagihan.

b. Otorisasi yang tepat dan dipatuhi dalam pelaksanaannya, sehingga hanya orang tertentu yang diberi kewenangan penagihan.

c. Dibuka pengaduan dari pihak yang terkait.

4. Kecurangan persediaan (inventory fraudulent)

a. Inventarisasi oleh petugas independen secara mendadak dan rutin untuk mengurangi niat kecurangan karena cepat ketahuan dengan adanya inventarisasi mendadak.

b. Pemisahan antara otorisasi, penyimpan, dan pencatat agar terjadi saling kontrol ketiga fungsi itu.

c. Dokumen penerimaan pracetak (prenumbered) sehingga sulit terjadi penyalahgunaan dokumen.

d. Pengamanan fisik terhadap persediaan berupa tempat penyimpanan (kunci, satpam) dibatasi aksesnya dan dapat juga dengan menggunakan elektronik (kamera) dan sebagainya, sehingga pelaku kecurangan sulit aksesnya ke persediaan.

5. Kecurangan pembayaran (Disbursement Fraudulent)

a. Terhadap petugas register dilakukan pengawasan langsung dan ada supervisi dekat fisik uangnya.

b. Akses ke register harus diawasi secara ketat dan kode akses register juga dijaga ketat.

c. Kelengkapan pita kas register dan urutan nomornya di-review.

d. Dokumen register yang lengkap dan kas harus dikirim ke orang yang tepat sesegera mungkin.

6. Kecurangan pengeluaran cek

a. Adanya pemisahan yang melekat pada kewenangan penandatanganan, rekonsiliasi dan penyiapan cek.

b. Rekening koran bank direkonsiliasi segera setelah diterima bulanan dan dilakukan oleh bukan orang yang menandatangani cek sehingga bila terjadi kecurangan kas di bank dapat segera diketahui.

c. Bandingkan pembayaran dengan cek kepada seseorang dengan pembayaran tunai kepada orang yang sama agar kecurangan pembayaran ganda dapat dicegah dan diketahui secepatnya.

d. Adanya ketentuan pembatasan jumlah maksimum pembayaran bank, bekerjasama dengan pihak bank.

7. Penyimpangan pemalsuan fisik cek

a. Pembelian cek baru harus melalui prosedur yang baku dan tidak sembarang orang diperkenankan membeli cek.

b. Cek yang belum diketahui dipakai disimpan aman dan aksesnya hanya orang yang diberi kewenangan.

c. Cek yang hilang segera dilaporkan agar tidak ada kesempatan penyalahgunaan.

d. Cek yang dibatalkan disimpan dengan aman dan cek yang tidak dipakai dimusnahkan.

e. Cek yang telah ditandantangani segera dikirimkan.

8. Kecurangan pengadaan barang/jasa

a. Otorisasi yang tepat dan dipatuhi dalam pelaksanaannya.

b. Kompetensi personel yang terlibat pengadaan dan pemisahan fungsi yang harus dilaksanakan.

c. Pengadaan barang/jasa harus berdasarkan permintaan calon pemakai.

d. Setiap permintaan barang/jasa harus jelas jumlahnya, kualitas/spesifikasi teknisnya dan waktu pengadaannya dengan memperhatikan sisa barang yang masih ada.

e. Realisasi pengadaannya dilakukan secara kompetitif dan taat aturan.

f. Setiap penerimaan barang dihitung dengan teliti dan diperiksa kualitas/spesifikasi teknisnya oleh petugas yang kompeten dan dibandingkan dengan kontrak atau dokumen pengadaannya.

g. Pencatatan transaksi dilakukan dengan tepat dalam jumlah dan waktu.

h. Dilakukan review internal pada setiap proses pengadaannya.

i. Dilakukan penelitian atas adanya konflik/pertentangan kepentingan.

j. Dibuka media pengaduan dari rekanan atau pemasok.

k. Ada ketentuan yang mengatur tindak lanjut setiap pelanggaran atau penyimpangan dan dipantau pelaksanaannya.

Menurut Tunggal (2013:126-127), kecurangan dapat dicegah oleh manajemen dengan mengimplementasikan pengendalian internal yang baik sebagai berikut:

1. Memberikan insentif atau benefit yang cukup memadai.

2. Penyerderhanaan struktur organisasi.

3. Adanya internal check antara beberapa bagian yang berhubungan dengan

3. Adanya internal check antara beberapa bagian yang berhubungan dengan

Dokumen terkait