• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.2. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi PT. Bright Supermart M. Yamin Medan sebagai masukan atau pertimbangan agar dalam menerapkan pengendalian internal atas penerimaan kas dan piutang usaha dapat dilakukan secara menyeluruh dan konsisten.

b. Bagi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Akuntansi.

c. Bagi peneliti

Untuk menerapkan teori – teori dan pengetahuan yang didapat dibangku kuliah ke dalam masalah yang sebenarnya terjadi pada suatu perusahaan khususnya mengenai penerapan pengendalian internal atas penerimaan kas dan piutang usaha dalam kegiatan di perusahaan.

d. Bagi peneliti selanjutnya penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi maupun sebagai acuan khususnya bagi yang berminat pada permasalahan pengendalian internal atas penerimaan kas dan piutang usaha.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kas

2.1.1.1. Pengertian Kas dan Unsur-unsur Kas

Kas merupakan salah satu unsur dari aset lancar yang dimiliki perusahaan untuk digunakan dalam membiayai kegiatan operasional. Selain itu, kas juga mempunyai sifat yang sangat likuid bila dibandingkan dengan aset lancar lainnya, sehingga berbagai bentuk penyimpangan atau penyelewengan dapat terjadi dan dilakukan oleh karyawan untuk kepentingan pribadi. Dapat dikemukakan bahwa pimpinan perlu menetapkan besarnya kebutuhan kas di perusahaan secara jelas dan sistematis agar tidak terjadi kelebihan persediaan kas di perusahaan. Di samping itu, ketersediaan kas menjadi salah satu penunjang kelancaran kegiatan operasional dalam mencapai tujuan utamanya yaitu perolehan laba usaha sehingga bila terjadi kekurangan maka dapat menghambat pencapaian tujuan perusahaan.

Menurut Sugiri (2013:4), “Kas adalah alat pertukaran (pembayaran), aset harus memenuhi dua kriteria agar dapat disebut kas, yaitu 1) kas harus siap digunakan setiap saat untuk membayar semua kewajiban yang ada sekarang, 2) kas harus bebas dari ikatan-ikatan apapun yang membatasi penggunaannya untuk melunasi kewajiban”.

Menurut Munandar (2006:32), “Cash adalah semua mata uang kertas dan logam, baik mata uang dalam negeri maupun luar negeri, serta surat-surat yang mempunyai sifat seperti mata uang, yaitu sifat dapat segera dipergunakan untuk melakukan pembayaran – pembayaran pada setiap saat dikehendaki”.

Menurut Syakur (2009:51) :

Kas adalah aktiva perusahaan yang berupa uang tunai dan segala sesuatu yang dapat disifati sebagai uang tunai, yaitu :

1. Mempunyai nilai nominal

2. Dapat digunakan sebagai alat pembayaran, 3. Dapat digunakan sebagai alat ukur kekayaan, dan 4. Dapat diterima oleh bank sebagai deposito.

Menurut Santoso (2007:161):

Kas adalah salah satu unsur terpenting dalam laporan keuangan, karena keterlibatannya hampir dalam setiap transaksi perusahaan. Hal ini disebabkan bahwa hampir semua atau setiap transaksi bermula dan bermuara dengan kas, serta mengingat peranannya sebagai alat tukar (medium of exchange) dan juga sebagai dasar pengukuran bagi unsur-unsur lainnya (money measurement).

Dari definisi kas di atas, dapat dikemukakan bahwa kas merupakan salah satu alat tukar yang digunakan perusahaan untuk melakukan transaksi usaha dalam mencapai tujuan perolehan pendapatan dan laba usaha. Tingkat likuiditas yang dimiliki kas sangat tinggi sehingga dalam pengelolaan dan pengunaannya haruslah hati-hati dan tepat sasaran sehingga tidak kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian secara material bagi perusahaan.

Menurut Syakur (2009:52), berikut ini yang termasuk unsur kas, yaitu :

1. Uang tunai. Baik di mata uang dalam negeri maupun mata uang asing.

2. Cek tunai, yaitu cek yang dibuat oleh suatu pihak yang mempunyai rekening koran bank sebagai perintah kepada kasir bank untuk melakukan pembayaran.

3. Demand deposit, yaitu simpanan uang dibank yang sewaktu-waktu dapat diambil.

4. Cashiers check, yaitu cek yang dibuat oleh pihak yang berwenang dalam suatu bank sebagai perintah kepada kasir bank itu sendiri untuk melakukan pembayaran.

5. Traveller check, yaitu cek yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dalam suatu bank untuk kepentingan dan orang yang berpergian.

6. Certified check, yaitu cek yang diterima oleh pihak lain yang telah mendapatkan tanda tertentu dari bank sebagai bukti bahwa sebagai bukti tersebut bukan merupakan cek kosong.

7. Postal money, yaitu semacam pos wesel yang dapat ditukarkan dengan uang tunai di kantor pos.

8. Money order, yaitu surat perintah kepada pihak yang disebutkan namanya untuk melakukan pembayaran kepada pihak yang tercantum dalam money order tersebut.

9. Cash eqiuvalent, yaitu beberapa investasi jangka pendek yang sangat likuid. Suatu investasi jangka pendek dapat dikualifikasikan sebagai ekuivalen kas apabila memenuhi (1) investasi tersebut benar-benar sangat baik, 2) mempunyai harga pasar yang sangat stabil dan (3) segera dilikuiditas menjadi uang tunai dalam waktu n/90 hari.

Dengan demikian diketahui bahwa tiap perusahaan mempunyai unsur kas yang dapat berbeda tergantung dari kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan tersedianya kas yang sesuai dengan kebutuhan pimpinan perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan kas untuk tujuan produktif dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

2.1.1.2. Pengendalian Internal Kas

Kas dimiliki perusahaan merupakan salah satu alat paling likuid dimiliki untuk digunakan dalam membiayai kegiatan operasional.

Disamping itu, kas juga mempunyai sifat yang sangat sensitive sehingga mudah diselewengkan atau disalahgunakan oleh karyawan untuk kepentingan pribadi. Guna meminimalkan resiko dari pencurian atau

penyelewengan atas kas perusahaan maka perlu dilakukan pengendalian internal atas kas perusahaan sehingga berbagai bentuk kecurangan dapat dihindarkan dan diminimalkan resiko bila terjadi penyimpangan.

Menurut Syakur (2009:53-54), langkah-langkah penting yang dibutuhkan dalam pengendalian internal terhadap kas dan saldo kas antara lain:

1. Perusahaan harus mempunyai sistem dan prosedur perlakuan terhadap transaksi kas. Sistem dan prosedur ini akan menjamin bahwa setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran kas diperlakukan dengan cara yang standar atau sama.

2. Lakukan pemisahan fungsi penanganan kas dari fungsi pencatatan karyawan yang menangani fisik kas diberikan akses pada pencatatan kas dan sebaliknya.

3. Setiap dokumen dalam organisasi diharuskan membuat anggaran penerimaan kas, pengeluaran kas dan saldo kas. Skedul anggaran dibuat tiap-tiap bulan selama periode akuntansi.

4. Lakukan kontrol terhadap sistem penerimaan kas, kontrol penerimaan kas tunai dapat dilakukan melalui register tape (prelist tape).

5. Semua kas yang diterima segera lakukan penyetoran ke bank.

6. Semua pembayaran lakukan dengan menerbitkan cek, pembayaran tunai hanya dilakukan untuk pengeluaran-pengeluaran kecil dengan menggunakan dana kas kecil.

7. Sebelum dilakukan pembayaran terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap keabsahan dan jumlah setiap pengeluaran, mesti harus dilakukan pemisahan antara pihak yang mempunyai fungsi persetujuan pengeluaran dengan pihak yang menerbitkan cek.

8. Susun laporan rekonsiliasi bank secara teratur dan berkala, hal ini sebaiknya dilakukan setiap bulan.

Diketahui bahwa kas yang dimiliki perusahaan perlu dikendalikan secara ketat dan sistematis agar tindakan penyelewengan dilakukan oleh karyawan atau kelompok dapat dihindar. Adanya sistem dan prosedur kerja yang harus diikuti menjadi salah satu pengawasan yang memberikan manfaat bagi manajemen untuk mengoptimalkan pengendalian kas dari tindakan pencurian, sehingga setiap dokumen utama dan pendukung

berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran kas haruslah dibuat secara akurat, jelas dan sistematis.

2.1.2. Piutang Usaha

2.1.2.1. Pengertian Piutang Usaha dan Jenis-jenis Piutang Usaha

Menurut Munandar (2006:77), “account receivable adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang nantinya akan dimintakan pembayarannya jika sudah sampai pada waktunya”.

Menurut Santoso (2007:199), piutang mempunyai dua pengertian yaitu:

a. Dalam arti luas, piutang merupakan segala bentuk tagihan atau klaim perusahaan kepada pihak lain yang pelunasannya dapat dilakukan dalam bentuk uang, barang, maupun jasa.

b. Pengertian piutang untuk tujuan akuntansi adalah segala tagihan yang pelunasannya dengan menggunakan uang.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa piutang usaha merupakan tagihan perusahaan pada pihak lain dalam bentuk uang, barang atau jasa karena adanya transaksi penjualan yang dilakukan secara kredit. Piutang usaha merupakan komponen dari aset lancar yang mempunyai nilai cukup material, sehingga dalam pelaksanaan dibutuhkan pengawasan yang ketat agar tidak disalahgunakan atau diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Sementara itu menurut Hery (2011:36-37), piutang usaha dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Piutang usaha, yaitu jumlah yang akan ditagih dari pelanggan sebagai akibat penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang usaha memiliki saldo normal di sebelah debit sesuai dengan saldo normal untuk aktiva perusahaan.

b. Piutang wesel, merupakan tagihan perusahaan kepada pembuat wesel. Dalam hal ini pembuat wesel adalah pihak yang berhutang kepada perusahaan baik

melalui pembelian barang atau jasa secara kredit maupun melalui peminjaman sejumlah uang.

c. Piutang lain-lain, umumnya diklasifikasikan dan dilaporkan secara terpisah dalam neraca, contoh piutang bunga, piutang deviden, piutang pajak, tagihan kepada karyawan.

2.1.2.2. Pengendalian Internal Piutang Usaha

Adapun sistem pengendalian internal terhadap piutang usaha secara keseluruhan (Permatasari, 2013:15) sebagai berikut:

1. Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan (operasi) dari fungsi akuntansi untuk piutang.

2. Pegawai yang menangani akuntansi piutang harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil tagihan piutang.

3. Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan piutang harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.

4. Piutang harus dicatat dalam buku – buku tambahan piutang (Accounts Receivable Subsidiary Ledger).

5. Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging Schedule).

Menurut Syakur (2009:95), langkah penting yang diperlukan dalam pengendalian piutang usaha, yaitu:

a. Pelanggan harus diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan manajemen.

b. Transaksi penjualan kredit harus mendapatkan persetujuan bagian kredit berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan.

c. Dalam faktur harus dicantumkan syarat pembayaran yang ditetapkan.

d. Bagian piutang harus menjalankan fungsinya dengan baik berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan, mempunyai catatan sistematis buku piutang, menyimpan copy faktur berdasarkan urutan tanggal jatuh tempo dan hal lainnya berkaitan dengan piutang tersebut.

e. Kegiatan penagihan harus dikendalikan dengan baik berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan. Setiap hari harus membuat laporan tentang penagihan yang telah dilakukan, menyerahkan hasil penagihan disertai dengan rekapitulasi hasil penagihan kepada bagian penerimaan kas dan menyerahkan kembali faktur yang tidak dapat ditagih dan copy faktur yang dapat ditagih kepada bagian piutang.

f. Bagian penerimaan kas harus menerima hasil penagihan berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan, meneliti dan menghitung rekapitulasi hasil penagihan serta mencocokkannya dengan uang yang diterima dari hasil penagihan, juga harus membuat prelist tape penerimaan kas dari hasil penagihan yang selanjutnya diserahkan kepada bagian akuntansi.

g. Bagian akuntansi harus melakukan pencatatan piutang berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan, mencocokan prelist tape yang diterima dari bagian piutang dengan prelist tape dari bagian penerimaan kas bila sudah benar akan dilakukan pencatatan dalam jurnal.

Menurut Sunyoto (2014:4), prosedur pengendalian terhadap piutang dapat dikelompokkan dalam prosedur yaitu:

a. Otorisasi yang semestinya atas transaksi dan kegiatan.

Transaksi keuangan terkait penjualan secara kredit yang nilainya melebihi batas plafond yang ditetapkan perusahaan, maka diperlukan otorisasi yang sah dari pimpinan atau atasan yang ditunjuk.

b. Pemisahan tugas

Dengan dilakukan pemisahan tugas dapat mengurangi kesempatan yang memungkinkan seseorang dalam posisi yang dapat melakukan dan sekaligus menutupi kekeliruan atau ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Dengan dilakukan pemisahan tugas yang jelas dan sistematis, banyak keuntungan yang diperoleh perusahaan selain semakin kecil kecurangan yang terjadi, juga hasil laporan dari pelaksanaan tugas dari tiap bagian tersebut lebih akurat dan handal.

c. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai untuk membantu pencatatan secara semestinya transaksi atau peristiwa.

Perusahaan juga perlu membuat kebijakan atas penggunaan dokumen atau catatan yang digunakan sebagai pendukung pelaksanaan tugas di lapangan.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencetak dokumen yang bernomor urut secara sistematis dan didalam dokumen yang tercetak tersebut dicantumkan nama dan tanda tangan pihak yang membuat, diketahui dan disetujui.

d. Pengamanan yang cukup atas akses dan penggunaan aktiva perusahaan dan catatan, misal penetapan fasilitas yang dilindungi dan otorisasi untuk akses ke program dan arsip data komputer. Kegiatan pengamanan dalam bidang lain yang dapat diterapkan perusahaan adalah membuat dengan jelas atas pihak yang diberikan akses atau otorisasi untuk mengetahui kegiatan operasional terhadap hal-hal penting dan urgent.

e. Pengecekan secara independen atas pelaksanaan dan penilaian semestinya atas jumlah yang dicatat,

Kegiatan pelaksanaan dan penilaian atas pengecekan pekerjaan klerikal, rekonsiliasi, perbandingan aktiva yang ada dengan pertanggungjawaban yang tercatat, pengawasan dengan menggunakan program komputer, penelaahan oleh manajemen atas laporan yang mengikhtisarkan rincian akan saldo piutang dan menurut umur piutang.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa piutang usaha dimiliki perusahaan juga mempunyai resiko terjadinya penyimpangan sehingga perlu

dilakukan pengendalian internal yang tepat sasaran dan efektif sehingga penyelewengan nilai piutang usaha dapat dihindarkan. Pimpinan perusahaan juga perlu menetapkan prosedur dan penyelesaian piutang usaha mulai dari timbulnya transaksi piutang usaha sampai penerimaan pelunasan piutang usaha sehingga harus jelas dan sistematis sehingga pada saat pelaksanaannya dapat berjalan lancar dan tidak mengganggu aktivitas utama perusahaan.

2.1.3. Pengendalian Internal

2.1.3.1.Pengertian Pengendalian Internal dan Tujuan Pengendalian Internal Pengendalian internal merupakan salah satu kegiatan yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengatur kegiatan operasional perusahaan agar tidak terjadi penyimpangan atau penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan.

Dengan adanya pengendalian internal yang jelas dan sistematis semua penyelesaian transaksi keuangan terjadi di lingkungan perusahaan dilakukan sesuai denagn prosedur yang berlaku, sehingga kemungkinan kecil akan timbulnya penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan. Bagi perusahaan berskala besar, keberadaan pengendalian internal sangat besar peranannya untuk melindungi aset perusahaan dari berbagai penyimpangan untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga pimpinan perusahaan hanya melakukan pengawasan atas penerapan pengendalian internal di perusahaan. Dengan adanya pengendalian internal yang jelas dan sistematis maka hal ini dapat mendorong terciptanya pengamanan atas aset perusahaan dari berbagai tindakan penyimpangan yang dapat merugikan perusahaan secara material.

Menurut Agoes (2007:75), mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel

lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a) keandalan laporan keuangan, b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Menurut Sawyers (2005) dalam Hamel (2013:275), menjelaskan bahwa pengendalian intern sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang didesain untuk memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) kehandalan pelaporan keuangan; (b) efektivitas dan efisiensi operasi; dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Menurut Mulyadi (2002) dalam Zamzani dan Faiz (2015:22) definisi pengendalian intern terdapat beberapa konsep dasar, yaitu:

1. Pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu.

Pengendalian intern itu sendiri, bukan merupakan suatu tujuan. Pengendalian intern merupakan suatu rangkaian tindakan yang bersifat pervasif dan menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan, dari infrastruktur entitas.

2. Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain.

3. Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas. Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern

dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian menyebabkan pengendalian intern tidak dapat memberikan keyakinan mutlak.

4. Pengendalian sistem ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi.

Dari definisi di atas mengenai pengendalian internal dapat dikemukakan bahwa pengendalian intern merupakan suatu kegiatan yang penting dalam pencapaian tujuan usaha. Demikian pula dalam dunia usaha mempunyai perhatian yang makin meningkat terhadap pengendalian intern agar tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan. Pengendalian intern lazimnya merupakan semua rencana organisasional, metode, dan pengukuran yang dipilih oleh suatu kegiatan usaha untuk mengamankan harta kekayaannya, mengecek keakuratan dan keandalan data akuntansi usaha tersebut, meningkatkan efisiensi operasional, dan mendukung dipatuhinya kebijakan manajerial yang telah ditetapkan. Tujuan pengendalian intern menurut COSO (committee of Sponsoring Organizations), untuk menyediakan data yang dapat diandalkan, untuk mendorong kepatuhan terhadap kebijakan akuntansi, untuk melindungi aset dan catatan (Hamel, 2013:276). Sementara itu menurut Anastasia & Lilis dalam Habibie (2013:495), tujuan pengendalian intern menurut COSO (Committee of Sponsoring Organization), yaitu:

1. Efektivitas dan efisiensi operasi 2. Reliabilitas pelaporan keuangan

3. Kesesuaian dengan aturan dan regulasi yang ada

Menurut Mulyadi dalam Siwu (2013:1708), menyatakan tujuan dari sistem pengendalian intern antara lain:

1. Menjaga kekayaan dan catatan akuntansi; kekayaan fisik suatu perusahaan dapat di curi, di salah gunakan atau hancur karena kecelakaan kecuali jika kekayaan tersebut di lindungi dengan pengendalian yang memadai.

2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi; manajemen memerlukan informasi keuangan yang teliti dan andal untuk menjalanakan usahanya.

3. Mendorong efisiensi; pengendalian intern ditujukan untuk mencegah aplikasi usaha yang tidak perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis perusahaan dan untuk mencegah penggunaan sumber daya perusahaan yang tidak perlu.

4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen; untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen menetapkan kebijakan dan prosedur. Sistem pengendalian intern ditujukan untuk memberikan jaminan yang memadai agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh karyawan perusahaan.

Dengan demikian dapat diketahui pengendalian internal yang dilakukan oleh perusahaan dalam kegiatan operasionalnya mempunyai tujuan yang sangat penting dan menyangkut secara langsung kepentingan dan kelancaran operasional. Pengendalian internal yang diterapkan haruslah merata pada semua divisi tanpa pengecualian sehingga hal ini memberikan pengaruh positif dan karyawan yang bertanggung jawab atas pekerjaannya dapat dilakukan sebaik mungkin dengan mengikuti prosedur yang berlaku.

Pengendalian internal sangat membantu menciptakan kelancaran usaha dalam penyelesaian tiap transaksi keuangan yang terjadi sehingga sudah sepantasnya diprioritaskan dalam penerapannya di lingkungan kerja perusahaan sehingga aset perusahaan yang mudah disalahgunakan atau diselewengkan dapat dihindarkan atau diminimalkan resiko yang dapat terjadi. Perbaikan dan peningkatan pengendalian internal di lingkungan perusahaan juga perlu dilakukan secara periodik dan konsisten untuk kepentingan perusahaan.

2.1.3.2. Unsur-Unsur Pengendalian Internal

Menurut The Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO) dalam Kumaat (2011:16-17), kerangka pengendalian internal terdiri dari lima bagian yaitu :

1. Lingkungan pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian meliputi sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian internal organisasi. Faktor-faktor yang terkait dengan sikap dimaksud adalah :

a. Business Owner Philosophy (Single Majority atau Joint Management / Strategic Alignment).

b. Management Style (manajemen yang Progressive atau Conservative).

c. Organization Structure (Centralized atau Decentralized).

d. HR&Career Development (Seniority / Loyalty-Based atau Competency / Performance-Based).

2. Penilaian resiko (Risk Assestment)

Semua organisasi menghadapi resiko, yaitu dalam kondisi apapun yang namanya resiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (Profit dan Non-Profit) maupun non bisnis.

3. Prosedur pengendalian (Control Procedure)

Prosedur pengendalian ditetapkan untuk standarisasi proses kerja, sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan serta kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal berikut :

a. Personel yang kompeten, mutasi tugas, dan cuti wajib.

b. Pelimpahan tanggung jawab dan pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait.

c. Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan asset dan operasi.

4. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan atas sistem pengendalian internal akan dapat menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian internal dapat dimonitor secara efektif melalui penilaian khusus sejalan dengan kebijakan perusahaan.

5. Informasi dan komunikasi (Information and Communication)

Informasi dan komunikasi merupakan unsur-unsur penting dari pengendalian internal perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, dan pemantauan diperlukan manajemen, bagi pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum serta peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan.

Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa unsur yang terdapat pada pengendalian internal merupakan satu kesatuan yang perlu dimiliki

sehingga mampu memberikan hasil maksimal dalam menerapan pengendalian internal di lingkungan perusahaan. Setiap unsur pada lingkungan pengendalian internal mempunyai peranan penting bagi kelancaran operasional perusahaan untuk mencapai tujuan utamanya.

2.1.3.3. Fungsi dan Peranan Pengendalian Internal

Menurut Karyono (2013:48), fungsi pengendalian internal secara menyeluruh guna pelaksanaan kerja audit internal, yaitu:

1. Membahas dan menilai kebaikan dan ketepatan pelaksanaan pengendalian akuntansi, keuangan serta operasi.

2. Meyakinkan apakah pelaksanaan sesuai dengan kebijaksanaan, rencana dan prosedur yang ditetapkan.

3. Meyakinkan apakah kekayaan perusahaan atau organisasi dipertanggungjawabkan dengan baik dan dijaga dengan aman terhadap segala kemungkinan resiko kerugian.

4. Meyakinkan tingkat kepercayaan akuntansi dan cara lainnya yang dikembangkan dalam organisasi.

5. Menilai kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai fungsi pengendalian internal, diketahui bahwa pengendalian internal mempunyai fungsi penting untuk menyakinkan dan memastikan bahwa kegiatan transaksi dilakukan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang berlaku sehingga tercipta keseragaman dalam memberikan hasil yang diharapkan. Selain itu, pimpinan juga perlu melakukan pengawasan secara berkesinambungan atas penerapan pengendalian internal guna mendapatkan kepastian atas hasil yang diharapkan.

Berikut ini, peranan pengendalian internal bagi perusahaan (Kaunang,

Berikut ini, peranan pengendalian internal bagi perusahaan (Kaunang,

Dokumen terkait