TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan perlu digerakkan oleh masyarakat karena masyarakat mempunyai peluang yang penting dan luas dalam pembangunan kesehatan. Hal ini mengingat penekanan atau fokus pembangunan kesehatan diberikan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat serta upaya preventif dan promotif. Pada hakikatnya pembangunan kesehatan dilakukan dari, oleh, dan untuk masyarakat (SKN, 2012). Diawali sejak penerimaan strategi Primary Health Care (PHC), pemerintah mulai menyadari untuk melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Semua pihak menyadari bahwa peran serta masyarakat merupakan langkah strategis dalam meningkatkan upaya pembangunan kesehatan (Pratiwi, 2007).
Dalam rangka memberdayakan dan mengembangkan kemampuan masyarakat dalam bidang kesehatan maka mulai tahun 1975 pemerintah mengenalkan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang setahun kemudian ditetapkan bahwa PKMD merupakan pendekatan strategis untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berkembangnya PKMD memunculkan banyak UKBM seperti Pos Penimbangan Balita, Pos Imunisasi, Pos KB Desa, dan Pos Kesehatan. Agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan lengkap secara lebih mudah di satu tempat maka dibentuk sebuah integrasi upaya swadaya
masyarakat yang dinamai Pos Pelayanan Terpadu atau disingkat Posyandu (Hartono, 2011).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Posyandu mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi perbaikan dan kesehatan gizi, pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan, dan kesejahteraan sosial. Wadah ini dibimbing oleh petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. Pelayanannya mencakup sekurang-kurangnya 5 kegiatan yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare. Kegiatan-kegitan ini dilakukan dalam bentuk konsep 5 meja yaitu meja pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS, penyuluhan, dan pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
Sejak dicanangkannya posyandu berbagai hasil telah dicapai. Angka kematian ibu dan angka kematian bayi telah berhasil diturunkan dan umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna (Subagyo, 2010). Jika pada tahun 1995 Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995) serta 60/1000 kelahiran hidup (Susenas 1995), maka pada tahun 2003 AKI turun menjadi 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003) sedangkan AKB turun menjadi 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003).
Sementara itu, umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 63,20 tahun pada tahun 1995 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2003 (SDKI, 2003).
Meski demikian tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia saat ini. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) 2012, terdapat kenaikan angka kematian ibu (AKI) yang cukup drastis dari 228 per 100 ribu kelahiran menjadi 359 per 100 ribu kelahiran. Juga angka kematian bayi yang hanya turun sedikit yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup dari 34 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka kematian bayi ini masih tergolong tinggi dibanding negara-negara di ASEAN.UNICEF (2012) menyatakan setiap satu menit dimanapun di Indonesia, satu balita meninggal dunia. Selain itu, setiap satu jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan.
Di Provinsi Sumatera Utara sendiri di tahun 2013, angka kematian ibu (AKI) sebanyak 95/100.000 dari 106/100.000 kelahiran hidup di tahun 2012, angka kematian bayi (AKB) 8/1000 kelahiran hidup di tahun 2013 dari 10/1000 kelahiran hidup di tahun 2012 (Profil Kesehatan Sumatera Utara 2013). Di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014, kasus kematian ibu dan anak tergolong tinggi. Kasus kematian ibu (AKI) sebanyak 150/100.000 kelahiran hidup , kasus kematian bayi (AKB) sebanyak 46/1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) 48/1000 kelahiran hidup, dan 97 kasus bayi lahir mati. Kasus kematianbayi dan balita ini meningkat tajam dari tahun 2013 (Profil Kesehatan Kota Padangsidimpuan 2014).
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997/1998 memberikan pengaruh terhadap kinerja posyandu yang turun secara bermakna. Melihat hal ini pemerintah melihat perlu dilakukannya revitalisasi Posyandu dengan mengeluarkan Surat Edaran Resmi tahun 2001. Program ini diharapkan dapat mengurangi dampak krisis ekonomi terhadap status kesehatan ibu dan anak. Pelaksanaannya didukung oleh Lembaga Kesehatan Masyarakat Desa, sektor swasta, dan sektor terkait. Namun instruksi ini tidak berjalan optimal, sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaaan Posyandu pada tahun 2007.Menurut peraturan ini, Posyandu diselenggarakan dan dikelola oleh kelompok kerja yang berada di tingkat Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan. Penyelenggaraannya dilakukan oleh kader yang merupakan anggota masyarakat yang dipilih, bersedia, dan mampu untuk melaksanakan kegiatan posyandu (Iswarawanti, 2010).
Sampai pada tahun 2012 terdapat 276.392 Posyandu di seluruh Indonesia yang terdiri dari 21,9% posyandu pratama; 36,3% posyandu madya; 33% posyandu purnama; dan 8,7% posyandu mandiri. Di Provinsi Sumatera Utara sampai tahun 2013 terdapat 15.587posyandu yang terdiri dari 13% posyandu pratama; 45,1% posyandu madya; 39,33% posyandu purnama, dan 2,57% posyandu mandiri. Perkembangan posyandu ini secara kuantitas sungguh menggembirakan, namun secara kualitas posyandu masih kurang berfungi dengan baik terlihat dari jumlah kunjungan dan partisipasi masyarakat yang masih rendah (Profil Kesehatan Sumatera Utara 2013). Perkembangan Posyandu di Kota Padangsidimpuan juga belum terbilang baik. Menurut Profil Kesehatan Kota
Padangsidimpuan Tahun 2104, di kota ini terdapat 137 Posyandu yang didominasi oleh Posyandu madya yaitu berjumlah 88 (64,23%) dan Posyandu purnama 47 (34,31%). Hanya 2 Posyandu berstrata mandiri (1,46%). Posyandu yang berkembang di Kota Padangsidimpuan saat ini masih berupaya melaksanakan kegiatan pokok yang seharusnya dilaksanakan. Kegiatan integrasi lainnya seperti pendidikan dan perkembanagn anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan, dan kesejahteraan sosial belum mampu dilaksanakan sampai saat ini.
Puskesmas Pintu Langit merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu Kota Padangsidimpuan. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit sebagian besar bekerja sebagai petani sehingga merasa malas berkunjung ke puskesmas. Puskesmas Pintu Langit sebagai penyedia pelayanan kesehatan tingkat pertama juga melaksanakan program KIA dan KB. Namun karena kunjungan dari masyarakat yang kurang, maka program KIA dan KB lebih dioptimalkan oleh petugas kesehatan di posyandu. Saat ini posyandu yang terdapat di wilayah kerja puskesmas Pintu Langit berjumlah 5 yaitu 2 posyandu terdapat di Desa Pintu Langit, 1 posyandu terdapat di Desa Joring Lombang, 1 posyandu terdapat di Batu Layan, dan 1 posyandu terdapat di Desa Simasom. Perkembangan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit ini belumlah optimal. Kunjungan dan partisipasi masyarakat yang dilihat dari cakupan penimbangan bayi dan balita menjadi yang paling rendah di Kota Padangsidimpuan (Profil Kesehatan Kota Padangsidimpuan Tahun 2014). Berikut digambarkan tingkat perkembangan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit.
Tabel 1.Tingkat Perkembangan PosyanduMenurut Desa/Kelurahan Wilayah Kerja Puskesmas Pintu Langit Kota Padangsidimpuan Tahun 2015
No. Indikator Desa/Kelurahan Batu Layan Joring Lombang Simasom Pintu Langit Jumlah 1. Frekuensi Penimbangan >8 >8 >8 >8
2. Rerata Kader Tugas 5 5 5 5
3. Rerata cakupan D/S
(penimbangan) 57,1% 67,9% 48,4% 59,0% 57,8%
4. Cakupan kumulatif
Kunjungan Ibu Hamil 41,1% 61,9% 25,0% 20,5% 34,7%
5. Cakupan kumulatif KB Aktif 77,3% 67,6% 66,1% 73,1% 70,5% Cakupan kumulatif KB Baru 4,0% 2,25% 2,47% 1,75% 2,37% 6. Cakupan kumulatif imunisasi 71,4% 52,95 76,4% 40,7% 60,5% 7. Program Tambahan - - - - 8. Dana Sehat - - - -
Sumber: Puskesmas Pintu Langit Kota Padangsidimpuan Tahun 2015
Dari tabel diatas diketahui bahwa cakupan penimbangan bayi dan balita balita di seluruh Posyandu wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit adalah sebesar 57,8%. Lalu cakupan kunjungan ibu hamil sebesar 34,7%, cakupan KB Aktif sebesar 70,5%, cakupan KB Baru 2,37%, dan cakupan imunisasi 60,5%.Seluruh Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit belum memiliki program tambahan dan dana sehat mandiri di Posyandu. Cakupan kegiatan ibu dan anak di atas merupakan cakupan
keseluruhan yang dilakukan di puskesmas Pintu Langit dan posyandu. Adapun target dari pelaksanaan kegiatan yaitu 90% untuk bayi dan balita ditimbang, 86% kunjungan ibu hamil, 70% untuk cakupan KB, dan 80% untuk imunisasi.
Survei awal yang dilakukan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit ditemukan bahwa komunikasi sepertinya kurang berjalan baik antara kepala desa, puskesmas dan masyarakat dilihat dari jarangnya dilakukan musyawarah mengenai pelaksanaan program posyandu. Selain itu kader mengakui bahwa pembinaan dan pengawasan dari camat dan kepala desa masih kurang. Camat dan kepala desa juga kurang melakukan perencanaan tindak lanjut akan hasil kegiatan pelaksanaan posyandu. Kerjasama pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan posyandu dinilai masih kurang dan koordinasi dalam menjalankan program berlum berjalan. Begitupun pembinaan dari puskemas sendiri masih bersifat administratif yaitu sebatas pada pemeriksaan laporan.
Selain itu belum ditemukan adanya struktur organisasi masyarakat yang menangani Posyandu, artinya belum ada Pokja Posyandu di daerah ini. Hal ini juga mengakibatkan belum adanya kepemimpinan dan pengorganisasian di masyarakat terhadap Posyandu dan pendanaan masyarakat terhadap Posyandu juga belum berjalan. Masyarakat masih memiliki persepsi bahwa Posyandu merupakan milik puskesmas, karena hampir seluruh kegiatan Posyandu dilakukan oleh tenaga kesehatan dan kepentingan puskesmas.
Kegiatan pada saat pelaksanaan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pintu Langit mengacu kepada sistem 5 meja yaitu pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS,
dan pelayanan kesehatan. Saat pelaksanaan posyandu yang berkunjung adalah bayi dan balita, selain itu ibu hamil datang pula berkunjung jika ingin memeriksakan kehamilan. Pada saat Posyandu diberikan makanan tambahan bagi bayi dan balita yang berkunjung. Kegiatan penyuluhan jarang atau hampir tidak pernah dilakukan karena keterbatasan kemampuan kader. Kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yang dilakukan kepada masyarakat seyogyanya merupakan kegiatan pokok yang penting dilakukan dalam rangka promosi kesehatan. Pelaksanaan Posyandu masih dilakukan di rumah warga yang bersedia dijadikan tempat pelaksanaan Posyandu.
Alat-alat yang digunakan saat Posyandu meliputi meja, kursi, timbangan bayi, dan alat-alat kesehatan yang dimiliki petugas kesehatan. Kegiatan Posyandu biasanya dilakukan di pagi hari mulai pukul 09.00 sampai 11.00. Kegiatan ini dilaksanakan sebulan sekali dengan waktu yang telah ditetapkan. Petugas kesehatan datang di hari H kegiatan Posyandu untuk melakukan imunisasi kepada bayi. Dari segi kader, beberapa kader yang ada di Posyandu belum lebih dari setengah yang mempunyai kemampuan sesuai yang diharapkan seperti membuat pelaporan, pemutakhiran data dan membuat diagram SKDN. Kader juga tidak melakukan kunjungan rumah bagi bayi, balita dan ibu hamil yang tidak melakukan penimbangan dan pemeriksaan kesehatan di posyandu.
Penelitian Saripawan (2007) tentang implementasi Posyandu dan supervisi oleh Puskesmas di Pontianak menyimpulkan bahwa Posyandu masih dianggap sebagai program sampingan dan belum dikelola sebagai program yang memecahkan masalah- masalah komunitas. Hal ini dikarenakan pengawasan dari puskesmas dan dinas kesehatan masih bersifat administratif. Sementara itu penelitian dari Andini (2015)
tentang Impementasi Program Posyandu di Desa Mekarhurip Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut menyimpulkan bahwa implementasi Posyandu di desa Mekarhurip belum dikatakan berhasil karena kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh para pelaksana program, sumber daya baik jumlah staf maupun fasiliitas masih kurang memadai, selain itu disposisi atau kecenderungan para pelaksana program Posyandu masih kurang adanya kesadaran dan kemauan, serta dari sisi struktur birokrasi sudah sesuai karena sudah dibuatnya surat keputusan tentang pembentukan kelompok kerja Posyandu di Desa Mekarhurip.