TINJAUAN PUSTAKA
2.6 Konsep Implementasi Program
Kusumanegara (2010) mendefinisikan implementasi sebagai proses administrasi dari hukum yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai actor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Implementasi dapat dikonseptualisasikan sebagai proses karena yang didalamnya terdapat serangkaian aktivitas yang berkelanjutan. Konsep implementasi juga harus diperhatikan dari berbagi aspek pemahaman seperti proses, output, dan outcome.
Fungsi implementasi sendiri berguna untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan public sebagai
outcome kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu fungsi implementasi terdiri pula dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang yang dikehendaki. Mendalami implementasi berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses legislasi, baik menyangkut usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa- peristiwa (Wahab, 2008).
Widodo (2011) memberikan kesimpulan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta (individu
atau kelompok). Proses itu dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan. Dalam menjalankan implementasi program tentu tidak berjalan mulus. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan sebuah implementasi. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor yang berpengaruh penting pada implementasi program, maka digunakan berbagai model implementasi program.
Terdapat beberapa model implementasi menurut para ahli. Berikut diuraikan beberapa model-model tersebut.
a. Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Menurut Van Matter dan Carl Van Horn (dalam Kusumanegara, 2010) ada 6 variabel yang memengaruhi kinerja kebijakan, yaitu:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan ini dapat diukur apabila ukuran dan tujuan kebijakan realistis dengan sosiokultur yang ada di level pelaksana kebijakan.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan/program akan banyak dipenagruhi cirri-ciri yang tepat serta sesuai dengan agen pelaksananya. Selain itu cakupan wilayah implementasi
kebijakan perlu juga diperhitungkan ketika hendak menentukan agenda pelaksana. Semakin luas implementasi kebijakan semakin besar pula agen yang terlibat.
4. Sikap/Kecenderungan Pelaksana
Penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan dari implementasi kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi orang-orang yang terkait langsung dengan kebijakan yang memahami secara mendalam permasalahan.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Dalam implementasi kebijakan public komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Semakin baik komunikasi diantara para agen pelaksana maka diasumsikan kesalahan-kesalahan yang terjadi akan lebih kecil.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Menurut Van Metter dan Van Horn hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi adaah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan public yang telah ditetapkan. Lingkungan social, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
b. Model Brian W.Hogwood dan Lewis A. Gunn
Model ini sering disebut sebagai “the down approach”. Menurut Hogwood dan Gunn (dalam Wahab, 2008) untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna
maka diperlukan beberapa persyaratan. Persyaratan ini harus diperhatikan dengan seksama agar implementasi kebijakan dapat dilaksanaka dengan baik. Persyaratan- persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius.
2. Tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai
3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari pada hubungan kausalitas yang handal
5. Hubungan kausalitas yang bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.
6. Hubungan saling ketergantungan harus kecil.
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. 8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. 9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang/kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
c. Model George Edward III
Menurut George Edward III (dalam Widodo, 2010) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi yaitu faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur pelaksana.
Diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Hal ini menyangkut bagaimana program dikomunikasikan kepada organisasi dan/atau public. Implementor harus mengetahui apa yang harus dilaksanakan, apa yang menjadi tujuan dan sasaran sehingga mengurangi distorsi implementasi. Jika tujuan dan sasaran tidak jelas dan bahkan tidak diketahui samasekali oleh kelompok sasaran maka kemungkinan akan menjadi resistensi dari kelompok sasaran. Komunikasi memiliki beberapa dimensi yaitu:
a. Dimensi transmisi (transmission) yaitu menghendaki agar program tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan namun juga disampaikan kepada kelompok sasaran dan pihak lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Dimensi kejelasan (clarity) yaitu menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada pelaksana, target group, dan yang berkepentingan secara jelas sehingga mereka mengerti maksud, tujuan, sasaran, serta substansi program sehingga masing-masing mengetahui apa yang mesti dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien. c. Dimensi konsistensi (consistency) yang diperlukan agar informasi tidak simpang
siur sehingga membingungkan pelaksana kepentingan , target group dan pihak- pihak yang berkepentingan.
2. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan hal yang penting dalam implementasi. Apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan maka implementasi tidak
akan berjalan dengan efektif. Sumberdaya ini meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, sumberdaya peralatan, dan sumberdaya kewenangan.
3. Disposisi
Disposisi merupakan watak dan karakter/sikap yang dimiliki implementor dalam menjalankan program seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Jika implementor memiliki sifat /perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan menjadi tidak efektif.
2. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi merupakan struktur yang bertugas mengimplementasikan program seperti ketersediaan SOP (standard operating procedures) dan stuktur organisasi masyarakat yang bertugas melaksanakan program.