BAB II. Landasan Teori
A. Bencana Gempa Bumi
1. Pengertian Bencana Gempa Bumi
WHO (dalam Bencana dan Kita, 2006) mendefinisikan bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian pada kehidupan manusia, serta memburuknya pelayanan dan kesehatan yang bermakna, sehingga perlu bantuan luar biasa dari pihak lain. UNHCR (2006) juga turut mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau kejadian berbahaya pada suatu daerah yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan manusia serta kerugian material yang hebat. Sedangkan BakornasPBB (2006) mendefinisikan bencana sebagai suatu kejadian yang terjadi secara alami ataupun yang disebabkan oleh ulah manusia, yang terjadi secara mendadak maupun berangsurangsur, dan menimbulkan akibat yang merugikan sehingga masyarakat dipaksa untuk melakukan tindakan penanggulangan.
Gempa bumi adalah peristiwa alam berupa getaran atau goncangan tanah yang diawali oleh patahnya lapisan tanah atau batuan di dalam kulit bumi, dan diikuti pelepasan energi secara mendadak (BMG, 2006). Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitsigasi Bencana Geologi (2006), gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan tumbukan antar lempeng bumi,
patahan aktif, aktivitas gunung berapi atau reruntuhan batuan. Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang rawan gempa karena keadaan tektoniknya merupakan hasil tumbukan lempeng Eurasia dan lempeng IndoAustralia (News BMG, 2006).
Jadi bencana gempa bumi adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah berupa getaran atau goncangan tanah akibat tumbukan antar lempeng bumi yang menyebabkan kerusakan ekologi, kerugian dan penderitaan manusia sehingga masyarakat dipaksa untuk melakukan tindakan penanggulangan.
2. Tahaptahap Reaksi Terhadap Bencana
Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat (dalam Bencana dan Kita, 2006), masyarakat yang menjadi korban dari suatu bencana cenderung memiliki masalah dalam penyesuaian prilaku dan emosional. Beban sangat berat yang dihadapi oleh korban dapat mengubah pandangan mereka tentang kehidupan dan menyebabkan tekanan pada jiwa mereka. Intensitas dari tekanan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.
Reaksi terhadap kejadian bencana dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tahap, diantaranya (Bencana dan Kita, 2006):
a. Tahap dampak langsung (Impact Phase)
Periode ini muncul pada saat terjadinya bencana dan beberapa waktu setelahnya. Tahap ini juga dikenal sebagai “Heroic Phase”, orangorang
tergerak untuk melakukan tindakan menyelamatkan diri, orang lain, dan harta benda yang dimiliki. Energi yang sangat besar dicurahkan untuk menolong orang lain. Ini adalah reaksi yang alami dan sangat mendasar. Berbagai bentuk prilaku sehubungan dengan hal ini mungkin terjadi.
Reaksi ini dipahami dengan baik pada periode setelah terjadinya bencana (postdisaster period) karena pada periode ini orang biasanya mulai mengevaluasi apa yang mereka lakukan pada saat terjadinya bencana dan melihat bahwa tindakan mereka pada saat itu tidak sesuai dengan harapan diri sendiri dan orang lain tentang apa yang seharusnya dilakukan. Pada saat ini korban selamat menunjukkan prilaku bengong, tidak perhatian terhadap lingkungan sekitar, lesu, bingung, tidak terarah (disorganized), dan mungkin tidak mampu untuk melindungi diri sendiri. Perilaku yang tidak terarah dan apatis tersebut dapat bersifat sementara waktu saja, namun bisa pula berlanjut hingga ke periode setelah bencana (postdisaster period) yang menunjukkan terjadinya distorsi kognitif pada korban selamat. Distorsi ini dapat dipicu oleh sumbersumber stress yang berkaitan dengan masalah : 1. Keselamatan jiwa dan persinggungan dengan kematian. 2. Perasaan tidak tertolong dan tidak berdaya. 3. Kehilangan orang yang dicintai, rumah, harta benda.
4. Terpisah dari asal/ dislocation (terpisah dari orangorang yang dicintai, rumah, keluarga, tempattempat yang familiar, komunitas, tetangga).
5. Perasaan bertanggung jawab (perasaan bahwa seharusnya bisa melakukan hal yang lebih baik).
6. Rasa takut yang amat sangat disebabkan karena terjebak. b. Tahap segera setelah bencana (Immediate PostDisaster)
Tahap ini biasanya dimulai satu minggu setelah terjadinya bencana dan dapat berlangsung hingga 6 bulan. Mereka yang selamat memiliki perasaan senasib dengan korban selamat lainnya setelah mengalami kejadian yang sangat menakutkan. Mereka juga merasakan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang menjanjikan bantuan. Proses pembersihan lokasi bencana dan penyelamatan disertai dengan harapan bahwa bantuan yang lebih banyak akan segera diberikan.
Tahap awal masalah kesehatan mental mulai muncul pada tahap ini, dimana korban selamat menunjukkan kebingungan, tegang, tertegun atau sangat gelisah. Reaksi emosional sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh persepsi individu dan pengalaman mereka terhadap bencana. Aktivitas penyelamatan yang terjadi pada tahap ini mungkin menunda munculnya reaksireaksi emosional, dan bisa saja muncul pada tahap pemulihan (recovery phase) berjalan. Reaksireaksi tersebut:
2. Tidak menerima keadaan, terkejut, terguncang (denial or shock). 3. Kilas balik dan mimpi buruk (flashbacks and nightmares). 4. Reaksi duka akibat rasa kehilangan. 5. Marah. 6. Putus asa, kehilangan harapan (Despair). 7. Sedih. 8. Tidak berdaya, tidak tertolong (Hopelessness).
c. Tahap kekecewaan dan pemulihan (Dissilutionment & Recovery) Tahap ini adalah periode panjang penyesuaian diri dan kembali ke kondisi seimbang yang harus dihadapi masyarakat dan individu. Hal ini disebabkan karena tahap penyelamatan sudah selesai dan masyarakat serta individu menghadapai tugas untuk memperbaiki kehidupan dan aktivitasnya sehingga kembali berjalan normal.
Periode ini sangat berhubungan dengan tahap sebelumnya ada banyak perhatian dan bantuan yang tercurah kepada masyarakat korban bencana. Hal ini bisa disusul dengan tahap kekecewaan ketika bencana tersebut tidak lagi menjadi berita di halaman depan surat kabar, jika janjijanji akan adanya bantuan tidak sesuai antara harapan dan kenyataan, bantuan bantuan mulai berkurang dan kenyataan akan adanya kehilangan, keterbatasan dan perubahan akibat bencana harus dihadapi dan dipecahkan.
Periode ini bisa berlangsung hingga dua tahun setelah bencana ini, ditandai dengan timbulnya rasa marah, benci dan kecewa yang sangat mendalam. Pihakpihak luar (outside agencies) mungkin harus segera pergi dan kelompokkelompok lokal bisa melemah. Ada kemungkinan berkurangnya komunitas bersama karena para korban berkonsentrasi untuk memperbaiki kehidupannya sendiri. Masyarakat yang tertimpa bencana mungkin merasa terisolasi dan timbul keributan serta perpecahan.
3. Dampak Terhadap Kesehatan Mental yang Ditimbulkan Bencana
Bencana yang terjadi pada suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan. Kerusakan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh bencana alam dapat menggetarkan nyali siapapun. Kerugian tidak saja berupa kerugian materi tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan psikologis warga. Secara sosial, dampak terjadi biasanya berhubungan dengan pola hubungan yang berubah karena kematian, perpisahan, pengisoliran dan kehilangan lainnya. Dampak sosial tersebut juga berhubungan dengan dampak ekonomi karena banyak individu dan keluarga yang kehilangan status sosial, posisi dan peran dalam masyarakat (Bencana dan Kita, 2006).
Aspek lain yang sangat berpengaruh ialah kondisi psikologis masyarakat yang berhubungan dengan kondisi emosi, tingkah laku, cara berpikir, kemampuan mengingat, kemampuan belajar, persepsi dan pemahaman
seseorang. Dampak psikologis dari suatu bencana dapat terbagi menjadi dua yaitu (Center for Mental Health Services, Crisis Counseling Assistance and Training Workshop Manual, Emmitsburg, MD, 1994) :
a. Dampak jangka pendek, gejala ini muncul pada periode 1 bulan setelah bencana yaitu Acute Stress Disorder (ASD) :
1. Reaksi emosional: merasa shock, takut, marah, benci, berduka, merasa bersalah (karena selamat, karena sampai terluka), malu, tidak berdaya, tidak dapat merasakan apapu (tidak dapat merasakan kasih sayang, kehilangan minat untuk melakukan kegiatan yang sebelumnya disukai), mengalami depresi (merasa teramat sedih, banyak menangis, kehilangan tujuan hidup, memiliki pikiran buruk, ingin mati, meyakiti diri, bunuh diri).
2. Reaksi kognitif: kebingungan, kehilangan orientasi, raguragu, sulit membuat keputusan, khawatir, tidak dapat memusatkan perhatian, sulit berkonsentrasi, lupa, mengingat kembali pengalaman traumatis tersebut (mimpi buruk, flashback), memiliki pandangan negatif tentang diri dan dunia (merasa diri bodoh karena sampai mengalami trauma, merasa dirinya layak mengalami peristiwa ini, memandang dunia merupakan tempat yang jahat). Takut dan cemas terkadang ada halhal yang dapat menjadi pemicu munculnya kecemasan seperti tempat, waktu, bau, suara tertentu karena mengingatkan seseorang
pada peristiwa traumatis tersebut. Namun, dengan memperhatikan hal hal pemicu tersebut, seseorang akan lebih dapat mengendalikan diri ketika teringat kembali pada peristiwa tersebut.
3. Reaksi fisik: tegang, cepat merasa lelah, sulit tidur, nyeri pada tubuh atau kepala, mudah terkejut, jantung berdebardebar, mual dan pusing, selera makan menurun dan penurunan gairah seksual.
4. Reaksi prilaku: menghindar dan menjauhi situasi, tempat yang mengingatkan pada trauma. Mengkonsumsi alkohol dan obatobatan terlarang.
5. Reaksi interpersonal dalam hubungan dengan keluarga, rekan sekerja: sulit mempercayai orang lain, mudah terganggu, tidak sabar, mudah terlibat dalam konflik, menarik diri, merasa ditolak atau ditinggalkan dan menjauhi orang lain
b. Dampak jangka panjang, gejala muncul 3 bulan hingga 1 tahun setelah bencana atau biasa disebut Post Traumatic Stres Disorder (PTSD). Gejalagejala stress tersebut antara lain :
1. Mengalami disosiasi (merasa keluar dari diri, seperti hidup dalam mimpi, mengalami kondisi blank dalam hidup seharihari dan tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama periode blank tersebut). 2. Merasa mengalami kembali peristiwa traumatis tersebut (ingatan
3. Berusaha keras untuk menghindari ingatan mengenai pengalaman traumatis tersebut.
4. Tidak dapat merasakan emosi apapun atau merasa kosong.
5. Mengalami serangan panik, kemarahan yang luar biasa, tidak dapat berdiam diri.
6. Kecemasan yang berlebihan (merasa amat tidak berdaya, terobsesi pada sesuatu dan melakukan suatu hal berulangulang).
7. Depresi yang parah (kehilangan harapan, merasa tidak berharga, kehilangan motivasi dan tujuan hidup).