GEJALAGEJALA DEPRESI PADA PENDERITA PARAPLEGIA
KORBAN GEMPA BUMI YOGYAKARTA 2006
Studi Deskriptif di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Vinsentius Marong Januar NIM : 029114069
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
LEMBAR MOTTO
Aku adalah aktor utama dalam kisah hidupku
Maka aku akan menuliskan kisah‐kisah yang indah
dan memberikan inspirasi bagi banyak orang.
LEMBAR PERSEMBAHAN
Buah karya yang dibuat dengan penuh cinta ini kupersembahkan
kepada
Sumber inspirasi :
Allah Bapa, Bunda Maria dan Yesus Kristus
Mama’ dan Bapak
Rita, Klara, Odok, Etta, para kakak ipar dan ponakanponakan
tercinta
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Mei 2007 Penulis
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Tuhan yang selalu menerangi jalan hidupku khususnya selama perkuliahan hingga sampai pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) program studi Psikologi.
Tugas akhir yang sangat melelahkan ini dapat terlaksana tentunya tak lepas dari dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang terindah ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak atau Mas C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi yang selalu setia sabar dan tabah mendampingi saya untuk bimbingan dan dukungan yang luar biasa sampai skripsi ini selesai.
2. Segenap dosen, staf Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan rekan seprofesi asisten dosen.
3. Ertina Kusumawati, Psi selaku psikolog, segenap staf Psikososial (Mba Ikke, Alva Lia, Eddina, Bona, Muji Kusnanto), para volunteer, dokter, perawat, fisio, OT yang bekerja sangat hebat dan Pusat Rehabilitasi Yakkum atas kesempatan dan dukungannya.
5. Sahabatsahabat yang pernah tinggal satu atap H10, Kos Azzuri, Pinky Boy sampai Rumah Nyaman. Jadi kenangan manis bisa hidup bersama.
6. Sahabatsahabat karib Anes Ryan, David, Charly, Oky. HaPe. Thanks sudah hadir dan mau memberi banyak inspirasi.
7. Sahabatsahabat B2K (Buda’buda’ Kepajohan) ex. Tasura 43 (Mael, Yudi, MelQ, Arto). Haris yang baik hati meminjamkan printer nya. Biar ku ajari kalian menjadi pria tampan dan menawan.
8. Para sahabat wanita hebat yang pernah aku temui Ellen Babaro (good attitude sekaligus perkasa), Tina (so sweet and inspiring), Maya U (yang keep on fighting), Ana (yang mengajarkan bagaimana menghadapi penderitaan), Siska Atut, Meng, Shinta, Yarry, Elle, dll.
9. Rosy yang tercinta sekaligus terpahit karena tak bisa kudapatkan cintanya.
10. Sahabat kampus Obet, Danang, Sany, Ajeng, Lia, Uci, Nanut, Lisna, Rio, dll. Sorry ya yang tak tersebutkan tetapi akan selalu kuingat di hati.
11.Team dunia malam alias party goers (Frista, Ucok, Lukas, Doni, dll) yang senang dugem. Kita akan selalu dugem bersama.
12. Mas Miswadi dan Mba Aril yang care.
Sebagai individu, karya tulis ini tentunya tidak lepas dari kekurangan kekurangan. Meskipun demikian penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak. Semoga Tuhan selalu menyartai kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL……….. i
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……….. ii
LEMBAR PENGESAHAN……… iii
LEMBAR MOTTO……… iv
LEMBAR PERSEMBAHAN……… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi
KATA PENGANTAR………... vii
DAFTAR ISI……….. x
DAFTAR TABEL……….. xiv
DAFTAR BAGAN………. xv
ABSTRAK xvi ABSTRACT xvii BAB I. Pendahuluan 1 A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Rumusan Masalah………... 8
C. Tujuan Penelitian……….. 8
D. Manfaat Penelitian………. 8
BAB II. Landasan Teori……….. 10
A. Bencana Gempa Bumi………... 10
1. Pengertian Bencana Gempa Bumi……… 10
2. Tahaptahap Reaksi Bencana……… 11
B. Depresi……… 18
1. Pengertian Depresi……… 18
2. Gejalagejala Depresi………... 20
3. Penyebab Timbulnya Depresi……….. 25
4. Teori Kognitif Depresi………. 27
C. Paraplegia……….. 30
1. Definisi Paraplegia……….. 30
2. Penyebab Paraplegia……….... 31
3. Level Paraplegia……….. 32
4. Jenis Paraplegia……… 33
5. Akibat Paraplegia………. 34
D. Depresi Pada Penderita Cedera Tulang Belakang Akibat Gempa…………. 35
BAB III. Metodologi Penelitian……….. 39
A. Jenis Penelitian……….. 39
B. Identifikasi Variabel……….. 39
C. Subjek Penelitian……….. 41
D. Orientasi Kancah……… 42
E. Metode Pengumpulan Data………. 45
1. Wawancara……… 46
F. Keabsahan Data Penelitian………. 49
1. Kredibilitas……… 49
2. Dependability……… 51
3. Conformability……….. 52
4. Transferability……….. 52
G. Metode Analisis Data………. 53
1. Organisasi Data………. 53
2. Pengkodean Data……….. 54
3. Interpretasi……… 57
H. Prosedur Penelitian………. 57
1. Persiapan Penelitian……….. 57
2. Perijinan Penelitian……….. 58
3. Tempat Penelitian……… 58
BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan………. 60
A. Pelaksanaan Penelitian……… 60
B. Hasil Penelitian……….. 62
C. Dinamika Psikologis……….. 71
1. Subjek 1……….. 71
2. Subjek 2……… 82
4. Subjek 4……….. 106
D. Pembahasan………... 116
BAB V. Kesimpulan dan Saran……….. 129
A. Kesimpulan……… 129
B. Saran……….. 130
DAFTAR TABEL Tabel 1. Data Subjek Penelitian
Tabel 2. Blue Print Wawancara Tabel 3. Kode Analisa Data
Tabel 4. Ringkasan Data Hasil Penelitian.
Tabel 5. Ringkasan Data Hasil Wawancawa Subjek 1
Tabel 6. Hasil Analisis Dokumen Data Pendampingan Individu Psikososial Korban Bencana Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta Subjek 1.
Tabel 7. Ringkasan Data Hasil Wawancawa Subjek 2
Tabel 8. Hasil Analisis Dokumen Data Pendampingan Individu Psikososial Korban Bencana Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta Subjek 2
Tabel 9. Ringkasan Data Hasil Wawancawa Subjek 3
Tabel 10. Hasil Analisis Dokumen Data Pendampingan Individu Psikososial Korban Bencana Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta Subjek 3.
Tabel 11. Ringkasan Data Hasil Wawancawa Subjek 4.
Tabel 12. Hasil Analisis Dokumen Data Pendampingan Individu Psikososial Korban Bencana Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta Subjek 4
Tabel 13. Verbatim Hasil Wawancara
DAFTAR BAGAN
BAGAN. 1 Dinamika Korban Gempa yang Menderita Paraplegia.
STUDI DESKRIPTIF GEJALAGEJALA DEPRESI PADA PENDERITA depresi pada penderita paraplegia korban gempa bumi Yogyakarta pada bulan Mei 2006 silam. Retakan pecah suatu bangunan mengakibatkan cedera tulang belakang. Penderita mengalami kelumpuhan permanen. Indikasi adanya gejala depresi diperoleh dari pengamatan peneliti selama mengikuti pendampingan bersama penderita dan teori tentang paraplegia.
Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Penderita paraplegia adalah orang yang kakinya dan bagian batang tubuhnya lumpuh sebagai akibat dari kerusakan atau penyakit sumsum tulang belakang. Gejala depresi dalam penelitian ini berdasarkan kriteria depresi yang ada pada DSM IV TR.
Metode perolehan data menggunakan teknik wawancara dan analisis dokumen. Teknik wawancara bebas dengan pedoman umum dan untuk analisisnya bersifat deskriptif. Analisis dokumen menggunakan data pendampingan individu Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Penelitian ini mengambil responden sebanyak 4 (empat) orang yang terdiri dari dua wanita dan dua pria.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita paraplegia korban gempa mengalami gejala depresi. Gejala satu berkaitan dengan gejala lain, sering muncul namun tidak selalu muncul pada waktu yang bersamaan. Gejala depresi yang subjek alami juga tidak selalu disebabkan oleh kelumpuhan tetapi juga berkaitan dengan peristiwa traumatis yaitu gempa bumi dan pada satu subjek yaitu adanya konflik masa lalu. Gejala depresi yang dominan muncul disebabkan oleh kelumpuhan. Gejala depresi berbeda pada tiap subjek. Subjek yang berperan sebagai kepala keluarga merasa sangat tertekan yang disebabkan oleh faktor seperti seksualitas, pekerjaan dan relasi sosial, sedangkan subjek yang masih remaja lebih menonjol tentang bagaimana relasi dengan temanteman dan melanjutkan sekolah. Dampak buruk cedera tulang belakang seperti rasa sakit, nyeri dan panas pada bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan turut memicu gejala depresi. Faktor kurangnya perhatian keluarga dan lingkungan sekitar turut memicu munculnya gejala depresi.
DESCRIPTION RESEARCH
This research intended to know the description concerning symptoms of depression at patient of paraplegia, Yogyakarta earthquake victim on May 2006 ago. One of the earthquake impact is spinal cord injure effect of hit by building ruins. Patients become permanent paralysis. Indication symptoms of depression emerge from perception of researcher during following counseling with patient and theory about paraplegia.
Symptoms of depression are corps of feeling and behavior as specifically can be grouped as depression. Symptoms of depression in this research based on criteria of depression exist in DSM IV TR. Patient of paraplegia is one who its foot and part of its palsied torso in consequence of damage or disease of backbone marrow.
Method acquirement of data use technique interview and document analysis. Free Interview technique with general directive and for its analysis have the characteristic of descriptively. Document analysis use counseling data of Yakkum Center Rehabilitate Yogyakarta. This Research took four respondents, consists of two women and two men.
Result of research indicates that patient of paraplegia, earthquake victim experiencing of depression symptom. Symptom relating each other, often emerge but do not always emerge when which at the same time. Symptom neither of depression which is nor always because of paralysis but also relate to traumatic event that is earthquake and past conflict. Symptoms of Depression dominant emerge because of paralysis. Symptoms of depression differ at every responder. Responder which have a role as parent feel very depress because of factor like sexualities, social relationship work and social relationship, while responder which still adolescent about how relationship with friends and continue school. Bad impact of spinal cord injure like feeling pain, pain in bone and heat as reaction of paralysis partake to trigger symptom of depression. Lack of attention from environment and family causes symptom of depression.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bencana alam berupa gempa bumi melanda wilayah Yogyakarta dan sekitarnya pada hari Sabtu, 27 Mei 2006 pukul 05:54:00.0 WIB. Gempa dengan kekuatan 5,9 Skala Richter dan pusat gempa berada di laut 37.2 km selatan Yogyakarta dengan posisi 8 LS 110.31 BT dan kedalaman 11,8 Km (Berita Gempa Bumi No.: 66/ NSC/ V/ 2006, BMG). Pusat Vulkanologi dan Mitgasi Bencana Geologi (2006) mendefinisikan gempa bumi sebagai berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung berapi atau reruntuhan batuan. Yogyakarta adalah salah satu wilayah yang rawan gempa karena keadaan tektoniknya merupakan hasil tumbukan lempeng Eurasia dan lempeng IndoAustralia (News BMG, 2006).
WHO, (dalam Bencana dan Kita, 2006) mengatakan bahwa bencana adalah “peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian pada kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan pada pelayanan kesehatan yang bermakna, sehingga memerlukan bantuan yang luar biasa dari pihak lain”. Bencana menempatkan korban pada posisi “kalah dan tidak berdaya“. Kerusakan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh bencana alam dapat menggetarkan nyali siapapun (Crisis Centre UGM, 2006). Kerugian tidak saja berupa materi tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan psikologis.
Secara sosial, dampak bencana terjadi biasanya berhubungan dengan pola hubungan yang berubah karena kematian, perpisahan, pengisoliran, dan kehilangan lainnya. Hancurnya keluarga dan komunitas, kerusakan pada nilai nilai sosial, hancurnya fasilitas dan layanan sosial merupakan beberapa contoh dampak bencana terhadap masyarakat yang mengalaminya. Dampak sosial tersebut berhubungan erat dengan dampak ekonomi karena banyak individu dan keluarga yang kehilangan materi dan kemampuan untuk mencari nafkah serta kehilangan status sosial, posisi, dan peran dalam masyarakat.
yang dialaminya melalui mimpi buruk, kilas balik, seolaholah sedang mengalami kembali kejadian traumatis tersebut, kesulitan untuk tidur, maupun perasaan terasing. Respon emosi yang muncul terhadap trauma ialah shock, perasaan bersalah, kengerian, ketakutan, kesedihan, kecemasan, dan depresi. Depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang, misalnya musibah.
Selain aspek psikis, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2006) mengungkapkan bahwa gempa bumi yang kuat mampu menyebabkan kerusakan, korban cidera dan kehilangan nyawa yang besar melalui beberapa cara termasuk retakkan pecah (fault rupture) suatu bangunan. Handicap International (2006) menyatakan bahwa di Yogyakarta saat ini banyak orang yang mengalami cedera sumsum tulang belakang karena dampak dari gempa bumi. Cedera tulang belakang dapat menyebabkan seseorang mengalami kecacatan permanen.
Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta menangani rawat inap sebanyak 304 orang pasien paraplegia. Gempa bumi telah mengakibatkan warga masyarakat yang mengalami cacat tetap. Hasil dari pendataan Seksi Bina Program Dinas Kesehatan DIY (pemdadiy.go.id, 2007) mencatat 891 orang penderita cacat tubuh permanen akibat cedera gempa sehingga menempati urutan tertinggi dibanding penderita cacat yang lain.
kecelakaan atau kejadian tertentu dalam hal ini adalah gempa bumi. Fallon (1985: 3) mengungkapkan bahwa disebut ‘trauma’ (= luka berat), ‘traumatic’ yang berarti mengguncangkan jiwa. Lukanya disebut ‘traumatic lesion’ atau luka traumatik tulang belakang.
Kejadian traumatis tersebut meremukkan tulang belakang dan sumsum tulang belakang. Satu atau lebih lingkaranlingkaran tulang daripada tulang belakang mungkin akan rusak atau hancur atau berubah letak secara paksa dan butirbutir tulang terdorong ke dalam sumsum tulang belakang. Hal ini menyebabkan tulang belakang berhenti berfungsi (Fallon, 1985: 5). Pengaruh pengaruh trauma atau luka berat menyebabkan gangguan pada koordinasi saraf sarafnya menjadi terganggu bahkan terputus sama sekali. Seberapa banyak tubuh yang terpengaruh tergantung dari tingkat letak cedera itu di sepanjang tulang punggung. Semakin tinggi letak cidera itu, semakin luas bagian tubuh yang terpengaruh.
mengakibatkan perintah dari otak dan rangsangrangsang dari bagian tubuh akan terhenti di sumsum tulang belakang yang akhirnya mengakibatkan kelumpuhan.
Werner (2002) mengatakan bahwa ciriciri khusus paraplegia adalah penderita merasakan hilangnya gerakan terkendali dan daya rasa di tungkai, panggul dan sebagian batang tubuh mungkin terpengaruh. Semakin tinggi letak cedera semakin banyak yang terpengaruh. Penderita mengalami kehilangan kontrol urine dan usus besar sebagian bahkan menyeluruh. Selain itu penderita juga mengalami spastisitas atau kejangkejang otot serta tungkainya lemas atau lunglai.
Gangguan suasana hati atau depresi umumnya terjadi pada individu dengan kondisi kesehatan yang kronis, termasuk cedera tulang tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan (Mask, 1998). Seseorang yang divonis mengalami kelumpuhan permanen tentunya akan merasa depresi (Fallon 1985: 1). Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang sangat dalam, perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang lain; dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison, 2006: 372).
seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian traumatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang, misalnya musibah.
Di kemudian hari, depresi dapat terjadi jika penderita kehilangan dukungan emosional dan sosial dari lingkungan sekitarnya. Reaksi fisik pasca kelumpuhan seperti spastic (kejang otot), serangan rasa sakit yang akut dapat menambah stress bahkan gangguan depresi (Parsons, 1998). Mask (1998) mengungkapkan bahwa depresi dapat menjadi efek buruk pada individu yang mengalami cedera tulang belakang seperti menimbulkan berbagai macam penyakit dan dapat menyebabkan kematian.
Sejak bulan Juni 2006, peneliti terlibat secara langsung bersama penderita paraplegia korban gempa bumi Yogyakarta 2006. Peneliti tergabung dalam tim sukarelawan bekerja sama dengan unit Psikososial Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Kegiatan yang diselenggarakan berupa pendampingan individu, care support dan group support. Pendampingan bertujuan agar penderita menerima kondisi kecacatan permanen yang mereka alami. Masalah psikis penderita pada umumnya berupa rasa sedih, putus asa, menderita berkepanjangan yang ditemui hampir setiap sesi pendampingan. Penderita berpikir tentang masa depan secara pesimistis dan merasa tidak berarti sebagai orang cacat.
satu tahun tidak mudah bagi penderita untuk menerima kondisi kecacatannya. Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam masa transisi penderita lebih cenderung mengalami gejalagejala depresi. Dalam Consortium Spinal Cord Medicine (1998) aspek depresi menjadi isu utama khususnya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari dampak buruk cedera tulang belakang. Apalagi dalam waktu dekat pemda DIY akan membangun panti rehabilitasi bagi penyandang cacat korban gempa di wilayah Bantul. Ahliahli dari berbagai disiplin ilmu seperi primary care, fisioterapi, psikiater, farmakolog, perawat medis, psikolog dan pekerja sosial dapat merekomendasikan treatment yang tepat terhadap penderita cedera tulang belakang yang mengalami depresi.
mendeskripsikan gejalagejala depresi pada penderita paraplegia akibat gempa bumi Yogyakarta 2006.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana deskripsi gejalagejala depresi penderita paraplegia akibat gempa bumi Yogyakarta 2006”.
C. Tujuan penelitian
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi gejala gejala depresi penderita paraplegia akibat gempa bumi Yogyakarta.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, baik itu manfaat secara teoritis ataupun manfaat secara praktis. Manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah :
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian assessment klinis bagi pihak yang menangani masalah psikologis yaitu unit Psikososial Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta.
b. Hasil penelitian ini dapat mengangkat wacana tentang depresi dalam penanganan lanjutan penderita cedera tulang belakang oleh PRY sendiri maupun oleh pemerintah.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi praktisi dari lintas disiplin ilmu seperti primary care, fisioterapi, psikiater, farmakolog, perawat medis, psikolog dan pekerja sosial dalam mengkaji depresi pada penderita cedera tulang belakang akibat gempa bumi Yogyakarta 2006. d. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi korban tentang kondisi psikis setelah
mendapat vonis kelumpuhan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bencana Gempa Bumi
1. Pengertian Bencana Gempa Bumi
WHO (dalam Bencana dan Kita, 2006) mendefinisikan bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian pada kehidupan manusia, serta memburuknya pelayanan dan kesehatan yang bermakna, sehingga perlu bantuan luar biasa dari pihak lain. UNHCR (2006) juga turut mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau kejadian berbahaya pada suatu daerah yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan manusia serta kerugian material yang hebat. Sedangkan BakornasPBB (2006) mendefinisikan bencana sebagai suatu kejadian yang terjadi secara alami ataupun yang disebabkan oleh ulah manusia, yang terjadi secara mendadak maupun berangsurangsur, dan menimbulkan akibat yang merugikan sehingga masyarakat dipaksa untuk melakukan tindakan penanggulangan.
patahan aktif, aktivitas gunung berapi atau reruntuhan batuan. Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang rawan gempa karena keadaan tektoniknya merupakan hasil tumbukan lempeng Eurasia dan lempeng IndoAustralia (News BMG, 2006).
Jadi bencana gempa bumi adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah berupa getaran atau goncangan tanah akibat tumbukan antar lempeng bumi yang menyebabkan kerusakan ekologi, kerugian dan penderitaan manusia sehingga masyarakat dipaksa untuk melakukan tindakan penanggulangan.
2. Tahaptahap Reaksi Terhadap Bencana
Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat (dalam Bencana dan Kita, 2006), masyarakat yang menjadi korban dari suatu bencana cenderung memiliki masalah dalam penyesuaian prilaku dan emosional. Beban sangat berat yang dihadapi oleh korban dapat mengubah pandangan mereka tentang kehidupan dan menyebabkan tekanan pada jiwa mereka. Intensitas dari tekanan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.
Reaksi terhadap kejadian bencana dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tahap, diantaranya (Bencana dan Kita, 2006):
a. Tahap dampak langsung (Impact Phase)
tergerak untuk melakukan tindakan menyelamatkan diri, orang lain, dan harta benda yang dimiliki. Energi yang sangat besar dicurahkan untuk menolong orang lain. Ini adalah reaksi yang alami dan sangat mendasar. Berbagai bentuk prilaku sehubungan dengan hal ini mungkin terjadi.
Reaksi ini dipahami dengan baik pada periode setelah terjadinya bencana (postdisaster period) karena pada periode ini orang biasanya mulai mengevaluasi apa yang mereka lakukan pada saat terjadinya bencana dan melihat bahwa tindakan mereka pada saat itu tidak sesuai dengan harapan diri sendiri dan orang lain tentang apa yang seharusnya dilakukan. Pada saat ini korban selamat menunjukkan prilaku bengong, tidak perhatian terhadap lingkungan sekitar, lesu, bingung, tidak terarah (disorganized), dan mungkin tidak mampu untuk melindungi diri sendiri. Perilaku yang tidak terarah dan apatis tersebut dapat bersifat sementara waktu saja, namun bisa pula berlanjut hingga ke periode setelah bencana (postdisaster period) yang menunjukkan terjadinya distorsi kognitif pada korban selamat. Distorsi ini dapat dipicu oleh sumbersumber stress yang berkaitan dengan masalah :
1. Keselamatan jiwa dan persinggungan dengan kematian. 2. Perasaan tidak tertolong dan tidak berdaya.
4. Terpisah dari asal/ dislocation (terpisah dari orangorang yang dicintai, rumah, keluarga, tempattempat yang familiar, komunitas, tetangga).
5. Perasaan bertanggung jawab (perasaan bahwa seharusnya bisa melakukan hal yang lebih baik).
6. Rasa takut yang amat sangat disebabkan karena terjebak. b. Tahap segera setelah bencana (Immediate PostDisaster)
Tahap ini biasanya dimulai satu minggu setelah terjadinya bencana dan dapat berlangsung hingga 6 bulan. Mereka yang selamat memiliki perasaan senasib dengan korban selamat lainnya setelah mengalami kejadian yang sangat menakutkan. Mereka juga merasakan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang menjanjikan bantuan. Proses pembersihan lokasi bencana dan penyelamatan disertai dengan harapan bahwa bantuan yang lebih banyak akan segera diberikan.
Tahap awal masalah kesehatan mental mulai muncul pada tahap ini, dimana korban selamat menunjukkan kebingungan, tegang, tertegun atau sangat gelisah. Reaksi emosional sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh persepsi individu dan pengalaman mereka terhadap bencana. Aktivitas penyelamatan yang terjadi pada tahap ini mungkin menunda munculnya reaksireaksi emosional, dan bisa saja muncul pada tahap pemulihan (recovery phase) berjalan. Reaksireaksi tersebut:
2. Tidak menerima keadaan, terkejut, terguncang (denial or shock). 3. Kilas balik dan mimpi buruk (flashbacks and nightmares). 4. Reaksi duka akibat rasa kehilangan.
5. Marah.
6. Putus asa, kehilangan harapan (Despair). 7. Sedih.
8. Tidak berdaya, tidak tertolong (Hopelessness).
c. Tahap kekecewaan dan pemulihan (Dissilutionment & Recovery) Tahap ini adalah periode panjang penyesuaian diri dan kembali ke kondisi seimbang yang harus dihadapi masyarakat dan individu. Hal ini disebabkan karena tahap penyelamatan sudah selesai dan masyarakat serta individu menghadapai tugas untuk memperbaiki kehidupan dan aktivitasnya sehingga kembali berjalan normal.
Periode ini bisa berlangsung hingga dua tahun setelah bencana ini, ditandai dengan timbulnya rasa marah, benci dan kecewa yang sangat mendalam. Pihakpihak luar (outside agencies) mungkin harus segera pergi dan kelompokkelompok lokal bisa melemah. Ada kemungkinan berkurangnya komunitas bersama karena para korban berkonsentrasi untuk memperbaiki kehidupannya sendiri. Masyarakat yang tertimpa bencana mungkin merasa terisolasi dan timbul keributan serta perpecahan.
3. Dampak Terhadap Kesehatan Mental yang Ditimbulkan Bencana
Bencana yang terjadi pada suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan. Kerusakan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh bencana alam dapat menggetarkan nyali siapapun. Kerugian tidak saja berupa kerugian materi tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan psikologis warga. Secara sosial, dampak terjadi biasanya berhubungan dengan pola hubungan yang berubah karena kematian, perpisahan, pengisoliran dan kehilangan lainnya. Dampak sosial tersebut juga berhubungan dengan dampak ekonomi karena banyak individu dan keluarga yang kehilangan status sosial, posisi dan peran dalam masyarakat (Bencana dan Kita, 2006).
seseorang. Dampak psikologis dari suatu bencana dapat terbagi menjadi dua yaitu (Center for Mental Health Services, Crisis Counseling Assistance and Training Workshop Manual, Emmitsburg, MD, 1994) :
a. Dampak jangka pendek, gejala ini muncul pada periode 1 bulan setelah bencana yaitu Acute Stress Disorder (ASD) :
1. Reaksi emosional: merasa shock, takut, marah, benci, berduka, merasa bersalah (karena selamat, karena sampai terluka), malu, tidak berdaya, tidak dapat merasakan apapu (tidak dapat merasakan kasih sayang, kehilangan minat untuk melakukan kegiatan yang sebelumnya disukai), mengalami depresi (merasa teramat sedih, banyak menangis, kehilangan tujuan hidup, memiliki pikiran buruk, ingin mati, meyakiti diri, bunuh diri).
pada peristiwa traumatis tersebut. Namun, dengan memperhatikan hal hal pemicu tersebut, seseorang akan lebih dapat mengendalikan diri ketika teringat kembali pada peristiwa tersebut.
3. Reaksi fisik: tegang, cepat merasa lelah, sulit tidur, nyeri pada tubuh atau kepala, mudah terkejut, jantung berdebardebar, mual dan pusing, selera makan menurun dan penurunan gairah seksual.
4. Reaksi prilaku: menghindar dan menjauhi situasi, tempat yang mengingatkan pada trauma. Mengkonsumsi alkohol dan obatobatan terlarang.
5. Reaksi interpersonal dalam hubungan dengan keluarga, rekan sekerja: sulit mempercayai orang lain, mudah terganggu, tidak sabar, mudah terlibat dalam konflik, menarik diri, merasa ditolak atau ditinggalkan dan menjauhi orang lain
b. Dampak jangka panjang, gejala muncul 3 bulan hingga 1 tahun setelah bencana atau biasa disebut Post Traumatic Stres Disorder (PTSD). Gejalagejala stress tersebut antara lain :
1. Mengalami disosiasi (merasa keluar dari diri, seperti hidup dalam mimpi, mengalami kondisi blank dalam hidup seharihari dan tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama periode blank tersebut). 2. Merasa mengalami kembali peristiwa traumatis tersebut (ingatan
3. Berusaha keras untuk menghindari ingatan mengenai pengalaman traumatis tersebut.
4. Tidak dapat merasakan emosi apapun atau merasa kosong.
5. Mengalami serangan panik, kemarahan yang luar biasa, tidak dapat berdiam diri.
6. Kecemasan yang berlebihan (merasa amat tidak berdaya, terobsesi pada sesuatu dan melakukan suatu hal berulangulang).
7. Depresi yang parah (kehilangan harapan, merasa tidak berharga, kehilangan motivasi dan tujuan hidup).
B. Depresi
1. Pengertian depresi
Menurut Rice (1992, dalam Davison 2006), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional yang berkepanjangan yang mempengaruhi proses mental (kognitif, afektif dan konatif). Pada umumnya gangguan perasaan yang muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
Santrock (1986) mendefinisikan depresi sebagai gangguan suasana hati (mood disorder) dimana individu merasa sangat tidak bahagia, kehilangan semangat (demoralized), merasa terhina (self derogatory) dan bosan. Selain itu, depresi juga dapat diartikan sebagai suatu gangguan yang berlangsung cukup lama disertai gejalagejala dan tandatanda spesifik yang secara substansial mengganggu kewajaran sikap dan tindakan seseorang atau yang menyebabkan kesedihan (Greist & Jefferson, 1987).
Menurut Beck (1985) depresi di definisikan berkenaan dengan lima tanda tanda berikut ini:
a. Perubahan suasana hati yang khusus berupa kesedihan, kesepian dan apatis.
b. Konsep diri negatif yang disertai pencelaan diri sendiri dan penyalahan diri sendiri.
d. Perubahanperubahan vegetatif berupa anoreksia, insomia dan kehilangan libido.
e. Perubahan tingkat keefektifan mengerjakan sesuatu.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan salah satu gangguan emosional yaitu gangguan suasana hati yang berlangsung cukup lama. Depresi ditandai dengan adanya gejalagejala yang khas yaitu perasaan sedih yang mendalam, tidak bahagia, bosan, kehilangan harapan, kehilangan nafsu makan dan seksual, konsep diri yang negatif dan adanya keinginan untuk mati.
2. Gejalagejala Depresi
Gejala adalah sekumpulan peristiwa, perilaku atau perasaan yang sering (namun tidak selalu) muncul pada waktu yang bersamaan. Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi (Rice, 1992). Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang, misalnya musibah.
Kriteria depresi dalam DSM IVTR (APA, 2000) meliputi :
yang biasa dilakukan, ditambah sekurangkurangnya empat gejala berikut ini ;
b. Sulit tidur atau (insomnia); pada awalnya tidak dapat tidur, tidak dapat kembali tidur bila terbangun di tengah malam, dan bangun pada dini hari; atau, pada beberapa pasien, keinginan untuk tidur selama mungkin.
c. Perubahan kadar aktivitas, menjadi lemas (retardasi psikomotorik) atau terlalu bersemangat.
d. Nafsu makan sangat berkurang dan berat badan turun, atau nafsu makan meningkat dan berat badan bertambah.
e. Kehilangan energi atau sangat lelah.
f. Konsep diri negatif, menunding dan menyalahkan diri sendiri; merasa tidak berarti dan bersalah.
g. Mengeluh sulit berkonsentrasi atau terlihat sulit berkonsentrasi, seperti lambat berpikir dan tidak dapat mengambil keputusan.
h. Pikiran tentang kematian atau bunuh diri yang terus menerus timbul.
Menurut PPDGJ III (Depkes RI, 1993) gejala lazim gangguan depresi ialah :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang. b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri. f. Tidur terganggu.
g. Nafsu makan berkurang.
Menurut Beck (1985) gejalagejala depresi dapat dilihat dan dikenali berdasarkan perwujudan (manifestasi) dalam berbagai aspek individu. Manifestasi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
o Manifestasi emosional.
Gejala ini berkenaan dengan perubahanperubahan pada perasaan individu atau pada tingkah laku nyata individu yang secara langsung diakibatkan oleh keadaan emosionalnya. Gejalagejala ini meliputi :
1. Dejected mood atau perasaan ditolak yang berupa perasaan menderita, sedih, tidak bahagia, merasa bersalah, merasa tidak berguna, malu, merasa kesepian.
2. Adanya perasaanperasaan negatif terhadap diri sendiri yang berupa rasa kecewa.
4. Hilangnya kelekatan emosional dengan orang lain, dapat menjurus pada apatis.
5. Mudah menangis, kehilangan rasa humor dan kegembiraan.
o Manifestasi kognitif.
Berikut ini gejalagejala yang menunjukkan adanya manifestasi kognitif :
1. Penilaian yang terlalu rendah terhadap diri sendiri/ perasaan bahwa dirinya tidak mempunyai sesuatu yang berharga, seperti kemampuan, daya tarik, dll.
2. Adanya harapanharapan negatif, yaitu individu menolak kemungkinankemungkinan perbaikan yang sebenarnya dapat dilakukan.
3. Individu mengkritik diri sendiri bila tidak dapat memenuhi tuntutan tuntutan yang terlalu tinggi.
4. Sulit mengambil keputusan bahkan dalam hal sepele, misalnya dalam memilih baju.
5. Gambaran yang menyimpang tentang penampilan fisiologis (body image).
Karakteristik yang menonjol pada penderita depresi ditinjau dari manifestasi ini adalah kemunduran sifat dasar (regresive nature). Penderita menarik diri dari aktivitas yang sebenarnya berguna bagi dirinya. Mereka juga menghindar dari tanggung jawab, tidak mempenyai inisiatif serta mengalami penurunan kuantitas energi.
Gejalagejala yang terlihat secara lebih spesifik yaitu:
a. Hilangnya kemauan dan motivasi untuk melakukan semua aktivitas, bahkan aktivitas yang paling sederhana sekalipun seperti makan dan minum.
b. Keinginan untuk menghindar, melarikan diri dan menarik diri dari berbagai aktivitas
c. Keinginan untuk bunuh diri yang muncul berulang kali dalam pikaran individu.
d. Meningkatnya ketergantungan individu terhadap orang lain secara berlebihan.
o Manifestasi fisik dan vegetatif
tekanan darah dan gangguangangguan lain sejenis. Gangguan hipotalamus adalah gangguan pada bagian otak yang mengatur pengendalian emosi, fungsifungsi tidur dan fungsi fisiologis lainnya. Manifestasi fisik dan vegetatif tampak pada halhal sebagai berikut:
a. Hilangnya selera makan (anorexia) b. Gangguan tidur (insomia)
c. Hilangnya libido (dorongan seksual) d. Mudah sekali merasa lelah (neurasthenia)
o Delusi dan halusinasi
Delusi dan halusinasi hanya terjadi pada individu yang mengalami gangguan depresi berat, tidak pada depresi ringan. Contoh halusinasi dari gangguan depresi adalah halusinasi pada pendengaran, penglihatan dan penciuman. Sementara, kategorikategori delusi yaitu : delusi ketidak berdayaan, delusi mengenai dosa yang tak terampuni, delusi kemiskinan dan somatik.
3. Penyebab timbulnya depresi
Faktor penyebab timbulnya depresi merupakan penyebab ganda terlibat, saling interaksi dalam cara yang kompleks. Ada 4 faktor dijabarkan sebagai berikut :
a. Faktor biologis.
Depresi dapat disebabkan oleh adanya predisposisi genetis, fungsi neurotransmitter yang terganggu. Adanya abnormalitas pada bagian otak yang mengatur kondisi mood. Di dalam neurotransmitter terdapat 3 macam partikel yaitu dopamine, serotine dan noradrenalin. Ketiga partikel tersebut bila terganggu fungsinya dapat menimbulkan berbagai gangguan psikistrik diantaranya depresi. Secara hormonal adanya keterlibatan sistem endokrin yang memungkinkan dalam kondisi mood. b. Faktor sosiallingkungan
Peristiwa hidup yang penuh tekanan turut berperan dalam munculnya depresi. Menurut Holmes (1991), kekecewaan dan krisis merupakan keadaan psikis yang biasanya disebabkan oleh kejadiankejadian di luar individu. Beberapa diantaranya kejadiankejadian dari luar individu sebagai berikut :
4. Mendapat luka berat atau penyakit atau salah satu keluarga menderita sakit.
5. Perkawinan.
6. Pensiun atau dipecat dari pekerjaan. 7. Kehamilan.
8. Kesulitan hubungan seksual. 9. Adanya anggota keluarga baru.
10. Perubahan peraturan pada pekerjaan / perubahan tanggung jawab. 11. Gangguan finansial atau mempunyai hutang.
12. Memulai atau mengakhiri pendidikan. 13. Pindah rumah / tempat tinggal.
c. Faktor Proses Belajar atau Behaviorial
Pandangan belajar berfokus pada faktorfaktor situasional dalam menjelaskan depresi. Interaksi negatif dengan orang lain sehingga menimbulkan penolakan. Teori interaksi Coyne 2002 (dalam Rathus dkk, 2003) berfokus pada interaksi keluarga yang negatif dapat menyebabkan anggota keluarga dari orangorang yang mengalami depresi mengurangi pemberian reinforcement kepada mereka. Saat reinforcement berkurang orang akan merasa tidak termotivasi dan depresi.
d. Faktor Emosional dan Kognitif.
Kurangnya makna atau tujuan dalam kehidupan serta cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif atau gaya abtribusional yang cenderung depresi.
Dari penjelasan diatas penyebab timbulnya depresi dapat disebabkan oleh faktor biologis, sosiallingkungan, proses belajar, emosional dan kognitif. Penyebab munculnya depresi merupakan faktor yang kompleks seperti gangguan hormonal dan neurotransmitter pada otak, peristiwa hidup yang penuh tekanan, interaksi negatif dan cara berpikir yang salah.
4. Teori Kognitif Depresi
Depresi berkaitan dengan adopsi cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif. Orang yang mudah depresi mengadopsi suatu gaya kebiasaan berpikir negatif (Beck, 1976 dalam Rathus., dkk 2003). Beck (1985) juga menyatakan bahwa ide atau gagasan yang dimiliki oleh orang depresi ditandai dengan sifatsifat depresi, artinya bahwa penilaian orang depresi terhadap pengalaman dan penjelasannya terhadap suatu peristiwa yang dialaminya dapat menunjukkan kekurangan diri dan harapan negatif.
Segi tiga kognitif dari depresi (cognitive triad depression) terdiri dari (Beck & Young, 1985):
Memandang diri sebagai tidak berharga, penuh kekurangan, tidak adekuat, tidak dapat dicintai, dan sebagai kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan.
b. Pandangan Negatif tentang Lingkungan
Lingkungan dipandang sebagai tuntutan yang berlebihan dan/atau memberikan hambatan yang tidak mungkin diatasi, yang terus menerus menyebabkan kegagalan dan kehilangan.
c. Pandangan Negatif tentang Masa Depan
Masa depan dipandang tidak mempunyai harapan dan meyakini bahwa dirinya tidak punya kekuatan untuk mengubah halhal menjadi lebih baik. Harapan terhadap masa depan hanyalah kegagalan dan kesedihan yang berlanjut serta kesulitan yang tidak pernah usai.
Kecenderungan untuk membesarbesarkan pentingnya kegagalan kecil adalah sebuah contoh dari suatu kesalahan dalam berpikir disebut sebagai distorsi kognitif. Distorsi kognitif membentuk tahapantahapan untuk depresi di saat menghadapi kehilangan personal atau peristiwa hidup yang negative. Burns (1980) menyusun sejumlah distorsi kognitif yang diasosiasikan dengan depresi sebagai berikut:
buruk. Kekecewaan sebagai pengalaman yang benarbenar negatif terlepas dari perasaan atau pengalaman positif.
2. Generalisasi yang Berlebihan, yaitu mempercayai suatu peristiwa negatif yang terjadi maka hal itu cenderung akan terjadi lagi pada situasi yang serupa di masa depan. Seseorang dapat menginterpretasikan suatu kejadian negatif tunggal sebagai sesuatu yang membayangi rangkaian peristiwaperistiwa negatif yang tidak berakhir.
3. Filter Mental, yaitu berfokus pada detaildetail negatif dari suatu peristiwa dan dengan sendirinya menolak unsurunsur postif dari semua yang pernah dialami.
4. Mendiskualifikasikan Halhal Positif, yaitu kecenderungan untuk memilih kalah daripada kemenangan yang hampir terjadi dengan menetralisasi atau tidak mengakui pencapaianpencapaian.
5. Tergesagesa Membuat Kesimpulan, yaitu membentuk interpretasi negatif mengenai suatu peristiwa, meskipun kekurangan bukti.
6. Membesarbesarkan pentingnya peristiwaperistiwa negatif, kekurangan pribadi, ketakutan atau kesalahan dan mengecilkan atau memandang rendah kebaikankebaikannya.
7. Penalaran Emosional yaitu menginterpretasikan perasaan dan peristiwa berdasarkan emosi, bukan pada pertimbanganpertimbangan yang realistis. 8. Pernyataanpernyataan keharusan yaitu menciptakan perintah personal
9. Memberi Cap dan Salah Memberi Cap, yaitu prilaku melekatkan label negatif pada diri sendiri dan orang lain. Salah melebel melibatkan penggunaan label yang dikenakan secara emosional dan tidak akurat. 10. Melakukan Personalisasi, yaitu kecenderungan untuk mengasosiasikan
bahwa diri bertanggung jawab atas masalah dan perilaku orang lain.
C. Paraplegia
1. Definisi paraplegia
Kesimpulannya, paraplegia adalah salah satu jenis kecacatan fisik yang berupa kelumpuhan karena kerusakan sumsum tulang belakang yang terjadi di bawah leher sampai ke bagian bawah kaki (diantara T10 atau kebawah) yang biasanya terjadi karena peristiwa traumatis. Kerusakan pada sumsum tulang tulang belakang menyebabkan kondisi kehilangan gerak dan fungsi sensori di bawah tingkat dari cedera tulang belakang.
2. Penyebab Paraplegia
Cedera sumsum tulang belakang punggung mengakibatkan paraplegia (Werner, 2002:217). Kerusakan pada sumsum tulang belakang yang menyebabkan terjadinya kecacatan paraplegia dapat terjadi karena berbagai macam sebab. Hal ini telah dijelaskan oleh Fallon (1985: 5) mengenai berbagai sebab yang dapat menyebabkan rusaknya sumsum tulang belakang. Berbagai macam sebab yang dapat menyebabkan rusaknya sumsum belakang secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Kerusakan sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh kecelakaan. Kecelakaan ini meliputi berbagai jenis kecelakaan seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, luka tembakan, luka tusukan, kecelakaan akibat olah raga biasanya menyelam, jatuh dari pohon, dan sebagainya. Kerusakan pada sumsum tulang belakang yang diakibatkan oleh kecelakaan ini disebut juga sebagai luka traumatic tulang belakang.
dimana kerusakan pada sumsum tulang belakang ini dapat menjadi lebih baik atau tetap pada kerusakan yang sama. Kerusakan sumsum tulang belakang ini kemudian disebut sebagai kelumpuhan yang tidak berkembang (nonprogressive). Kerusakan pada sumsum tulang belakang yang terjadi karena penyakit tulang belakang atau sumsum tulang belakang atau keduanya (pengerasan otak atau pengerasan sumsum tulang belakang, pertumbuhan dan sebagainya) yang cenderung memburuk. Kerusakan ini kemudian disebut sebagai kelumpuhan yang berkembang (progressive).
3. Level Paraplegia
Level atau tingkat memberikan penjelasan mengenai letak cedera dari sumsum tulang belakang yang terjadi. Tingkat atau level menunjukkan bagian mana dari sumsum tulang belakang yang paling rendah yang masih utuh. Hal ini menunjukkan bahwa sumsum tulang belakang di bawahnya sudah mengalami gangguan atau kerusakan yang akan mengakibatkan kelumpuhan pada bagianbagian tubuh tertentu (Fallon, 1985: 6).
(1999: 175) mengatakan bahwa “sebagian besar bagian tubuh yang terpengaruh oleh kerusakan sumsum tulang belakang ini sangat tergantung pada tingkat atau level kerusakannya”. Semakin tinggi letak cedera itu, semakin luas bagian tubuh yang terpengaruh.
4. Jenis Paraplegia
Berdasarkan keadaan kelumpuhan itu sendiri, paraplegi dapat digolongkan menjadi dua jenis (Wermer, 1999:175), yaitu :
a. Paraplegia Complete, yaitu paraplegia yang terjadi karena tulang belakang rusak secara menyeluruh, dimana pesan tidak dapat disampaikan melalui saraf sama sekali, sehingga perasaan dan kontrol dari gerakan di bawah tingkat kerusakan sumsum tulang belakang hilang secara permanen dan menyeluruh.
atau tongkat. Sensasi tidak hilang, hanya kadangkadang sensitivitasnya agak berkurang.
5. Akibat Paraplegia
Paraplegia merupakan kecacatan fisik yaitu kelumpuhan yang terjadi pada sebagian anggota tubuh. Paraplegia tidak menyerang daerah kepala, sehingga dapat dipastikan bahwa paraplegia biasanya mempunyai kondisi otak yang baik. Fallon (1985: 56) mengatakan bahwa secara biologis fungsi otak penderita paraplegia masih normal dan tidak mengalami masalah maupun mengalami gangguan, termasuk fungsi hypothalamus yang mengendalikan perilaku seksual tidak mengalami gangguan. Begitu juga fungsi pusat motoriknya, orang yang menderita paraplegia tidak mengalami masalah pada pusat motorik di otakdan anggotaanggota gerak itu sendiri masih normal (tidak ada kerusakan) tetapi karena kerusakan sumsum tulang belakang yang terjadi, maka koordinasi sarafsarafnya menjadi terganggu bahkan terhenti sama sekali.
Koordinasi sarafsaraf yang terputus ini menyebabkan bagian badan yang lumpuh tidak dapat merasakan sensasi dan tekanan. Meskipun penderita paraplegia dapat merasakan tekanan kemungkinan tidak akan dapat menggerakkan anggota badan tersebut. Demikian pula dengan aliran darah yang akan memberi nutrisi ke kulit akan menjadi menurun.
Menurut Werner (1999: 175), akibat kerusakan sumsum tulang belakang diantaranya adalah :
a. Kehilangan kontrol gerakan dan perasaan.
b. Kemungkinan kontrol sebagian atau menyeluruh terhadap buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB).
c. Kemungkinan mempengaruhi pinggul dan beberapa bagian tubuh (tingkat yang lebih tinggi mengakibatkan daerah kelumpuhan yang lebih luas). d. Kemungkinan akan mengalami kejang otot atau kaki yang terkulai.
fisik normal, akibat gempa bumi mengalami cedera tulang belakang sehingga menjalani hidup dengan alat bantu kursi roda karena mengalami kelumpuhan permanen.
Mask (1998) mengemukakan bahwa gangguan suasana hati atau depresi umumnya terjadi pada individu dengan kondisi kesehatan yang kronis, termasuk cedera tulang tulang belakang. Seseorang yang divonis mengalami kelumpuhan permanen tentunya akan merasa depresi (Fallon 1985: 1). Menurut Parsons (dalam Consortium for Spinal Cord Medicine, 1998) depresi merupakan salah satu gangguan psikologis pada penderita cacat tubuh akibat cedera tulang belakang. Depresi pada penderita kelumpuhan menurut Fallon (1985: 16) meliputi perasaan sedih, kecewa dan takut, bertanyatanya dalam hati bagaimana harus menyesuaikan diri untuk bekerja, mengatur rumah tangga, berpergian ke tempattempat lain, bercinta, segala sesuatu yang di inginkan dan di nikmati.
kehilangan energi atau sangat lelah, konsep diri negatif, sulit berkonsentrasi, pikiran tentang kematian atau bunuh diri yang terus menerus timbul.
Depresi pada penderita cedera tulang belakang dapat terjadi jika kehilangan dukungan emosional dan sosial dari lingkungan sekitar. Selain itu reaksi fisik pasca kelumpuhan seperti spastic (kejang otot), serangan rasa sakit yang akut dapat menambah stress bahkan gangguan depresi (Parsons, 1998). Depresi penderita paraplegia timbul dari kebosanankebosanan karena melakukan aktivitas seharihari menjadi tidak menyenangkan, misalnya saja tidur terlentang untuk beberapa bulan dan membutuhkan banyak waktu untuk menyesali diri (Fallon 1985: 16). Selain itu menurut Mask (1998), depresi dapat menjadi efek buruk pada individu yang mengalami cedera tulang belakang seperti menimbulkan berbagai macam penyakit dan dapat menyebabkan kematian.
BAGAN. 1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif sebagai upaya untuk mendapatkan datadata yang rinci dan komprehensif untuk mengetahui gambaran gejalagejala depresi pada penderita paraplegia korban gempa. Seperti yang telah dijelaskan oleh Suryabrata (2002 : 18) bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta dan sifatsifat populasi atau daerah tertentu. Poerwandari (2001: 22) menjelaskan bahwa “Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya. Penelitian ini mengolah data yang berupa transkrip wawancara dan analisis dokumen.
B. Identifikasi Variabel
Gejala adalah sekumpulan peristiwa, perilaku atau perasaan yang sering (namun tidak selalu) muncul pada waktu yang bersamaan. Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang sangat dalam. Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Gejala depresi dalam penelitian ini dilihat berdasarkan kriteria pada DSM IVTR yang meliputi Mood sedih dan tertekan, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari selama dua minggu atau kehilangan minat dan kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan, ditambah sekurang kurangnya empat gejala berikut ini ; sulit tidur atau (insomnia); pada awalnya tidak dapat tidur, tidak dapat kembali tidur bila terbangun di tengah malam, dan bangun pada dini hari atau keinginan untuk tidur selama mungkin. Perubahan kadar aktivitas, menjadi lemas (retardasi psikomotorik) atau terlalu bersemangat. Nafsu makan sangat berkurang dan berat badan turun, atau nafsu makan meningkat dan berat badan bertambah. Kehilangan energi atau sangat lelah. Konsep diri negatif, menunding dan menyalahkan diri sendiri; merasa tidak berarti dan bersalah. Mengeluh sulit berkonsentrasi atau terlihat sulit berkonsentrasi, seperti lambat berpikir dan tidak dapat mengambil keputusan. Pikiran tentang kematian atau bunuh diri yang terus menerus timbul.
terpengaruh. Semakin tinggi letak cedera semakin banyak yang terpengaruh. Penderita juga akan mengalami kontrol atas urine dan usus besar mungkin hilang sama sekali atau sebagian. Penderita juga mengalami spastisitas atau kejang kejang otot. Selain itu tungkainya lemas atau lunglai.
Penderita paraplegia yang menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah korban gempa bumi 27 Mei 2006 di Yogyakarta. Gempa bumi yang berkekuatan 5,9 SR tergolong kuat sehingga menyebabkan kerusakan, korban cidera melalui beberapa cara termasuk retakkan pecah (fault rupture) suatu bangunan. Peristiwa gempa bumi yang menyebabkan hancurnya material rumah sehingga pada penderita paraplegia merupakan kejadian traumatis yang meremukkan tulang belakang dan sumsum tulang belakang sehingga menyebabkan kelumpuhan permanen.
C. Subjek Penelitian
Mereka belum tentu dapat menceritakkan banyak hal tentang depresi yang mereka alami.
TABEL 1
“Data Subjek Penelitian”
Subjek Inisial Jenis Kelamin Usia Diagnosa 1. Nd Perempuan 18 tahun Paraplegia Complete 2. Ch Lakilaki 40 tahun Paraplegia Complete 3. Sup Lakilaki 40 tahun Paraplegia Complete 4. Sri Perempuan 26 tahun Paraplegia Complete
Penderita paraplegia dalam penelitian ini adalah paraplegia jenis complete, maksudnya adalah bahwa subyek yang menderita paraplegia complete kecil harapan untuk dapat berjalan lagi atau lumpuh seumur hidup. Seperti yang dikatakan oleh Wermer (1999:175) paraplegia complete, yaitu paraplegia yang terjadi karena tulang belakang rusak secara menyeluruh, dimana pesan tidak dapat disampaikan melalui saraf sama sekali, sehingga perasaan dan kontrol dari gerakan di bawah tingkat kerusakan sumsum tulang belakang hilang secara permanen dan menyeluruh. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kondisi emosional subyek. Penderita paraplegia dalam penelitian ini adalah korban gempa bumi Yogyakarta 2006.
D. Orientasi Kancah
YAKKUMYAKKUM Craft memberikan pelayanan kepada anakanak penyandang cacat. Pusat Rehabilitasi Yakkum didirikan pada November 1982, terletak di Jalan Kaliurang Km. 13,5 Yogyakarta.
Visi PRY ialah kelayan (istilah bagi penyandang cacat yang mendapatkan pelayanan) yang sudah mengikuti program di sentra mampu mandiri secara fisik, sosial, dan ekonomi. Sedangkan misinya yaitu merehabilitasi kelayan melalui programprogram menyeluruh sehingga mereka bisa mandiri dan hidup secara normal di masyarakat. Tujuan PRY sendiri ialah menyediakan pelayanan rehabilitasi untuk anakanak dan remaja penyandang cacat, terutama bagi mereka yang secara ekonomi tidak mampu, yatimpiatu, dan mengalami ketidakberuntungan secara sosial. Pusat Rehabilitasi YAKKUMYAKKUM Craft mencoba untuk memberdayakan para penyandang cacat untuk menjadi percaya diri di dalam semua aspek kehidupan keseharian mereka, mampu mendapatkan penghasilan melalui ketrampilan ketrampilan yang mereka miliki yang didapat selama berada di dalam sentra.
fungsifungsi tubuh yang ada, termasuk untuk menggunakan intelektualitasnya. Kondisi serupa dialami penyandang cacat paraplegia yang merupakan salah satu jenis kecacatan yang berupa kelumpuhan yang biasanya kecacatan itu terjadi pada tubuh bagian bawah. Penderita paraplegia yang ada di PRY hampir semuanya masih mempunyai tangan yang berfungsi dengan baik, begitu pula bagian otak yang berfungsi dengan baik.
Sebagian besar kelayan berasal dari pulau Jawa terutama dari Yogyakarta, Jawa Tengah dan sekitarnya, tetapi ada juga kelayan yang berasal dari luar pulau Jawa, seperti Bali, Sulawesi, Kalimantan dan juga Papua. Sedangkan berkaitan dengan agama yang dianut sebagian besar beragama Islam, Kristen, Budha dan Hindu.
Berkaitan dengan gempa bumi yang melanda Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 lalu, PRY juga memberikan pelayanan rehabilitasi bagi korban gempa yang khususnya mengalami kelumpuhan permanen. Selama menjalani perawatan, pasien tinggal di PRY agar memudahkan proses terapi fisik lainnya.
Adapun bidang layanan yang disediakan khusus korban gempa ialah :
pekerjaan perawat bertambah. Para perawat juga harus memberikan pelatihan kepada orang tua atau keluarga pasien berkenaan dengan positioning, BAB/BAK, perawatan luka, dan mengatur minum. Selain itu, perawat juga harus menjaga kesehatan keluarga dan staf.
2. Fisioterapi, terdiri dari terapis yang menangani terapi pasien dalam berlatih untuk mengembalikan kekuatan dan keseimbangan tubuh. Adapun pelayanan dari fisioterapis adalah latihan mobilisasi (berjalan menggunakan dan tanpa alat bantu), latihan duduk, latihan penguatan otot dan penyinaran.
3. Terapi okupasi ditangani oleh unit OT (Occupational Therapy). Terapi ini membantu pasien menyesuaikan diri dalam aktivitas seharihari dengan kondisi kecacatan. Aktifitas yang dilakukan adalah perpindahan (kursi roda kursi biasa), menyikat gigi di tempat tidur, berpakaian di tempat tidur, berkeramas, latihan kegiatan rumah seperti mencuci piring/gelas dengan duduk di kursi roda dan pelatihan untuk orang tua/ keluarga pasien sehingga mereka mampu memberikan perawatan yang benar di rumah nantinya.
secara fisik mereka tidak berdaya karena mengalami kelumpuhan, namun keadaan psikologis korban jangan sampai mengalami kondisi yang sama.
E. Metode Pengumpulan Data
Ada dua metode yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian ini. Metodemetode tersebut adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Metode yang relevan digunakan dalam pengambilan data ialah wawancara. Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang maknamakna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister dkk, 1994).
wawancara dapat bersifat fleksibel, maksudnya adalah sangat tergantung pada kondisi saat melakukan pengambilan data dan tergantung pada kebutuhan dalam pengambilan data.
Pedoman wawancara yang dipakai dalam penelitian ini disusun berdasarkan kerangka teori yang sudah dijelaskan pada bab II. Pedoman wawancara ini sebelumnya dikonsultasikan pada ahli yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Untuk mengetahui dan memudahkan deskripsi, peneliti menggunakan kriteria yang menggambarkan tentang depresi. Kriteria depresi yang digunakan ialah berdasarkan Diagnostic Statistical and Mental DisorderIVText Revision DSMIVTR (APA, 2000) sebagai pedoman wawancara. Alasan menggunakan kriteria ini karena setelah di telaah lebih dalam kriteria tersebut mengacu pada teori tentang depresi. Adapun kriteria depresi menurut DSMIVTR tersebut penulis bagi dalam beberapa aspek antara lain :
TABEL 2
“Blue Print Wawancara”
No Depresi Aspek
a. Mood sedih dan
tertekan. 1. Perasaan sedih atau menderita hampir sepanjang hari atau hampir setiap hari.
2. Kehilangan minat dan kesenangan.
b. Gangguan tidur. 1. Sulit tidur, tidur terlalu sedikit, awalnya tidak bisa tidur atau tidak dapat kembali tidur bila terbangun di tengah malam. 2. Bangun pada dini hari.
3. Keinginan tidur selama mungkin atau terlalu banyak tidur.
c. Aktivitas. 1. Perubahan kadar aktivitas.
2. Mudah lemas : pasif (retardasi psikomotorik),
3. Terlalu bersemangat. d. Gangguan nafsu
makan. 1. Nafsu makan berkurang dan berat badan turun atau, 2. Nafsu makan meningkat dan
berat badan meningkat. e. Tenaga atau energi. 1. Merasa tidak berdaya.
2. Sangat lelah dan capai. f. Konsep diri. 1. Konsep diri negatif.
2. Menyalahkan diri sendiri. 3. Perasaan tidak berarti. g. Gangguan
konsentrasi. 1. Sulit memfokuskan perhatian pada suatu hal atau halhal yang menjadi prioritas.
2. Sulit atau tidak dapat mengambil keputusan.
h. Pikiran tentang
kematian, bunuh diri. 1. Pikiran tentang kematian atau, 2. Bunuh diri yang sering muncul.
2. Analisis Dokumen