BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
B. Hasil Penelitian
maupun oleh pemerintah.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi praktisi dari lintas disiplin ilmu seperti primary care, fisioterapi, psikiater, farmakolog, perawat medis, psikolog dan pekerja sosial dalam mengkaji depresi pada penderita cedera tulang belakang akibat gempa bumi Yogyakarta 2006. d. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi korban tentang kondisi psikis setelah
mendapat vonis kelumpuhan.
e. Dapat dijadikan acuan bagi pihak keluarga atau rekan para korban gempa yang mengalami kelumpuhan dalam membantu mengatasi depresi pada penderita seperti memberikan dukungan emosional dan sosial yang tepat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bencana Gempa Bumi
1. Pengertian Bencana Gempa Bumi
WHO (dalam Bencana dan Kita, 2006) mendefinisikan bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian pada kehidupan manusia, serta memburuknya pelayanan dan kesehatan yang bermakna, sehingga perlu bantuan luar biasa dari pihak lain. UNHCR (2006) juga turut mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau kejadian berbahaya pada suatu daerah yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan manusia serta kerugian material yang hebat. Sedangkan BakornasPBB (2006) mendefinisikan bencana sebagai suatu kejadian yang terjadi secara alami ataupun yang disebabkan oleh ulah manusia, yang terjadi secara mendadak maupun berangsurangsur, dan menimbulkan akibat yang merugikan sehingga masyarakat dipaksa untuk melakukan tindakan penanggulangan.
Gempa bumi adalah peristiwa alam berupa getaran atau goncangan tanah yang diawali oleh patahnya lapisan tanah atau batuan di dalam kulit bumi, dan diikuti pelepasan energi secara mendadak (BMG, 2006). Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitsigasi Bencana Geologi (2006), gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan tumbukan antar lempeng bumi,
patahan aktif, aktivitas gunung berapi atau reruntuhan batuan. Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang rawan gempa karena keadaan tektoniknya merupakan hasil tumbukan lempeng Eurasia dan lempeng IndoAustralia (News BMG, 2006).
Jadi bencana gempa bumi adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah berupa getaran atau goncangan tanah akibat tumbukan antar lempeng bumi yang menyebabkan kerusakan ekologi, kerugian dan penderitaan manusia sehingga masyarakat dipaksa untuk melakukan tindakan penanggulangan.
2. Tahaptahap Reaksi Terhadap Bencana
Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat (dalam Bencana dan Kita, 2006), masyarakat yang menjadi korban dari suatu bencana cenderung memiliki masalah dalam penyesuaian prilaku dan emosional. Beban sangat berat yang dihadapi oleh korban dapat mengubah pandangan mereka tentang kehidupan dan menyebabkan tekanan pada jiwa mereka. Intensitas dari tekanan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.
Reaksi terhadap kejadian bencana dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tahap, diantaranya (Bencana dan Kita, 2006):
a. Tahap dampak langsung (Impact Phase)
Periode ini muncul pada saat terjadinya bencana dan beberapa waktu setelahnya. Tahap ini juga dikenal sebagai “Heroic Phase”, orangorang
tergerak untuk melakukan tindakan menyelamatkan diri, orang lain, dan harta benda yang dimiliki. Energi yang sangat besar dicurahkan untuk menolong orang lain. Ini adalah reaksi yang alami dan sangat mendasar. Berbagai bentuk prilaku sehubungan dengan hal ini mungkin terjadi.
Reaksi ini dipahami dengan baik pada periode setelah terjadinya bencana (postdisaster period) karena pada periode ini orang biasanya mulai mengevaluasi apa yang mereka lakukan pada saat terjadinya bencana dan melihat bahwa tindakan mereka pada saat itu tidak sesuai dengan harapan diri sendiri dan orang lain tentang apa yang seharusnya dilakukan. Pada saat ini korban selamat menunjukkan prilaku bengong, tidak perhatian terhadap lingkungan sekitar, lesu, bingung, tidak terarah (disorganized), dan mungkin tidak mampu untuk melindungi diri sendiri. Perilaku yang tidak terarah dan apatis tersebut dapat bersifat sementara waktu saja, namun bisa pula berlanjut hingga ke periode setelah bencana (postdisaster period) yang menunjukkan terjadinya distorsi kognitif pada korban selamat. Distorsi ini dapat dipicu oleh sumbersumber stress yang berkaitan dengan masalah : 1. Keselamatan jiwa dan persinggungan dengan kematian. 2. Perasaan tidak tertolong dan tidak berdaya. 3. Kehilangan orang yang dicintai, rumah, harta benda.
4. Terpisah dari asal/ dislocation (terpisah dari orangorang yang dicintai, rumah, keluarga, tempattempat yang familiar, komunitas, tetangga).
5. Perasaan bertanggung jawab (perasaan bahwa seharusnya bisa melakukan hal yang lebih baik).
6. Rasa takut yang amat sangat disebabkan karena terjebak. b. Tahap segera setelah bencana (Immediate PostDisaster)
Tahap ini biasanya dimulai satu minggu setelah terjadinya bencana dan dapat berlangsung hingga 6 bulan. Mereka yang selamat memiliki perasaan senasib dengan korban selamat lainnya setelah mengalami kejadian yang sangat menakutkan. Mereka juga merasakan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang menjanjikan bantuan. Proses pembersihan lokasi bencana dan penyelamatan disertai dengan harapan bahwa bantuan yang lebih banyak akan segera diberikan.
Tahap awal masalah kesehatan mental mulai muncul pada tahap ini, dimana korban selamat menunjukkan kebingungan, tegang, tertegun atau sangat gelisah. Reaksi emosional sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh persepsi individu dan pengalaman mereka terhadap bencana. Aktivitas penyelamatan yang terjadi pada tahap ini mungkin menunda munculnya reaksireaksi emosional, dan bisa saja muncul pada tahap pemulihan (recovery phase) berjalan. Reaksireaksi tersebut:
2. Tidak menerima keadaan, terkejut, terguncang (denial or shock). 3. Kilas balik dan mimpi buruk (flashbacks and nightmares). 4. Reaksi duka akibat rasa kehilangan. 5. Marah. 6. Putus asa, kehilangan harapan (Despair). 7. Sedih. 8. Tidak berdaya, tidak tertolong (Hopelessness).
c. Tahap kekecewaan dan pemulihan (Dissilutionment & Recovery) Tahap ini adalah periode panjang penyesuaian diri dan kembali ke kondisi seimbang yang harus dihadapi masyarakat dan individu. Hal ini disebabkan karena tahap penyelamatan sudah selesai dan masyarakat serta individu menghadapai tugas untuk memperbaiki kehidupan dan aktivitasnya sehingga kembali berjalan normal.
Periode ini sangat berhubungan dengan tahap sebelumnya ada banyak perhatian dan bantuan yang tercurah kepada masyarakat korban bencana. Hal ini bisa disusul dengan tahap kekecewaan ketika bencana tersebut tidak lagi menjadi berita di halaman depan surat kabar, jika janjijanji akan adanya bantuan tidak sesuai antara harapan dan kenyataan, bantuan bantuan mulai berkurang dan kenyataan akan adanya kehilangan, keterbatasan dan perubahan akibat bencana harus dihadapi dan dipecahkan.
Periode ini bisa berlangsung hingga dua tahun setelah bencana ini, ditandai dengan timbulnya rasa marah, benci dan kecewa yang sangat mendalam. Pihakpihak luar (outside agencies) mungkin harus segera pergi dan kelompokkelompok lokal bisa melemah. Ada kemungkinan berkurangnya komunitas bersama karena para korban berkonsentrasi untuk memperbaiki kehidupannya sendiri. Masyarakat yang tertimpa bencana mungkin merasa terisolasi dan timbul keributan serta perpecahan.
3. Dampak Terhadap Kesehatan Mental yang Ditimbulkan Bencana
Bencana yang terjadi pada suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan. Kerusakan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh bencana alam dapat menggetarkan nyali siapapun. Kerugian tidak saja berupa kerugian materi tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan psikologis warga. Secara sosial, dampak terjadi biasanya berhubungan dengan pola hubungan yang berubah karena kematian, perpisahan, pengisoliran dan kehilangan lainnya. Dampak sosial tersebut juga berhubungan dengan dampak ekonomi karena banyak individu dan keluarga yang kehilangan status sosial, posisi dan peran dalam masyarakat (Bencana dan Kita, 2006).
Aspek lain yang sangat berpengaruh ialah kondisi psikologis masyarakat yang berhubungan dengan kondisi emosi, tingkah laku, cara berpikir, kemampuan mengingat, kemampuan belajar, persepsi dan pemahaman
seseorang. Dampak psikologis dari suatu bencana dapat terbagi menjadi dua yaitu (Center for Mental Health Services, Crisis Counseling Assistance and Training Workshop Manual, Emmitsburg, MD, 1994) :
a. Dampak jangka pendek, gejala ini muncul pada periode 1 bulan setelah bencana yaitu Acute Stress Disorder (ASD) :
1. Reaksi emosional: merasa shock, takut, marah, benci, berduka, merasa bersalah (karena selamat, karena sampai terluka), malu, tidak berdaya, tidak dapat merasakan apapu (tidak dapat merasakan kasih sayang, kehilangan minat untuk melakukan kegiatan yang sebelumnya disukai), mengalami depresi (merasa teramat sedih, banyak menangis, kehilangan tujuan hidup, memiliki pikiran buruk, ingin mati, meyakiti diri, bunuh diri).
2. Reaksi kognitif: kebingungan, kehilangan orientasi, raguragu, sulit membuat keputusan, khawatir, tidak dapat memusatkan perhatian, sulit berkonsentrasi, lupa, mengingat kembali pengalaman traumatis tersebut (mimpi buruk, flashback), memiliki pandangan negatif tentang diri dan dunia (merasa diri bodoh karena sampai mengalami trauma, merasa dirinya layak mengalami peristiwa ini, memandang dunia merupakan tempat yang jahat). Takut dan cemas terkadang ada halhal yang dapat menjadi pemicu munculnya kecemasan seperti tempat, waktu, bau, suara tertentu karena mengingatkan seseorang
pada peristiwa traumatis tersebut. Namun, dengan memperhatikan hal hal pemicu tersebut, seseorang akan lebih dapat mengendalikan diri ketika teringat kembali pada peristiwa tersebut.
3. Reaksi fisik: tegang, cepat merasa lelah, sulit tidur, nyeri pada tubuh atau kepala, mudah terkejut, jantung berdebardebar, mual dan pusing, selera makan menurun dan penurunan gairah seksual.
4. Reaksi prilaku: menghindar dan menjauhi situasi, tempat yang mengingatkan pada trauma. Mengkonsumsi alkohol dan obatobatan terlarang.
5. Reaksi interpersonal dalam hubungan dengan keluarga, rekan sekerja: sulit mempercayai orang lain, mudah terganggu, tidak sabar, mudah terlibat dalam konflik, menarik diri, merasa ditolak atau ditinggalkan dan menjauhi orang lain
b. Dampak jangka panjang, gejala muncul 3 bulan hingga 1 tahun setelah bencana atau biasa disebut Post Traumatic Stres Disorder (PTSD). Gejalagejala stress tersebut antara lain :
1. Mengalami disosiasi (merasa keluar dari diri, seperti hidup dalam mimpi, mengalami kondisi blank dalam hidup seharihari dan tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama periode blank tersebut). 2. Merasa mengalami kembali peristiwa traumatis tersebut (ingatan
3. Berusaha keras untuk menghindari ingatan mengenai pengalaman traumatis tersebut.
4. Tidak dapat merasakan emosi apapun atau merasa kosong.
5. Mengalami serangan panik, kemarahan yang luar biasa, tidak dapat berdiam diri.
6. Kecemasan yang berlebihan (merasa amat tidak berdaya, terobsesi pada sesuatu dan melakukan suatu hal berulangulang).
7. Depresi yang parah (kehilangan harapan, merasa tidak berharga, kehilangan motivasi dan tujuan hidup).
B. Depresi
1. Pengertian depresi
DSMIVTR (2000) menggolongkan depresi dalam gangguan mood. Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang sangat dalam, perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang lain; dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison, 2006: 372). Depresi sering kali berhubungan dengan masalah psikologis lain, seperti serangan panik, penyalahgunaan zat, disfungsi seksual, dan gangguan kepribadian.
Menurut Rice (1992, dalam Davison 2006), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional yang berkepanjangan yang mempengaruhi proses mental (kognitif, afektif dan konatif). Pada umumnya gangguan perasaan yang muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
Santrock (1986) mendefinisikan depresi sebagai gangguan suasana hati (mood disorder) dimana individu merasa sangat tidak bahagia, kehilangan semangat (demoralized), merasa terhina (self derogatory) dan bosan. Selain itu, depresi juga dapat diartikan sebagai suatu gangguan yang berlangsung cukup lama disertai gejalagejala dan tandatanda spesifik yang secara substansial mengganggu kewajaran sikap dan tindakan seseorang atau yang menyebabkan kesedihan (Greist & Jefferson, 1987).
Menurut Beck (1985) depresi di definisikan berkenaan dengan lima tanda tanda berikut ini:
a. Perubahan suasana hati yang khusus berupa kesedihan, kesepian dan apatis.
b. Konsep diri negatif yang disertai pencelaan diri sendiri dan penyalahan diri sendiri.
c. Keinginankeinginan regresif dan menghukum diri sendiri seperti keinginan untuk menarik, menyembunyikan diri atau keinginan untuk mati.
d. Perubahanperubahan vegetatif berupa anoreksia, insomia dan kehilangan libido.
e. Perubahan tingkat keefektifan mengerjakan sesuatu.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan salah satu gangguan emosional yaitu gangguan suasana hati yang berlangsung cukup lama. Depresi ditandai dengan adanya gejalagejala yang khas yaitu perasaan sedih yang mendalam, tidak bahagia, bosan, kehilangan harapan, kehilangan nafsu makan dan seksual, konsep diri yang negatif dan adanya keinginan untuk mati.
2. Gejalagejala Depresi
Gejala adalah sekumpulan peristiwa, perilaku atau perasaan yang sering (namun tidak selalu) muncul pada waktu yang bersamaan. Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi (Rice, 1992). Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang, misalnya musibah.
Kriteria depresi dalam DSM IVTR (APA, 2000) meliputi :
a. Mood sedih dan tertekan, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari selama dua minggu atau kehilangan minat dan kesenangan dalam aktivitas
yang biasa dilakukan, ditambah sekurangkurangnya empat gejala berikut ini ;
b. Sulit tidur atau (insomnia); pada awalnya tidak dapat tidur, tidak dapat kembali tidur bila terbangun di tengah malam, dan bangun pada dini hari; atau, pada beberapa pasien, keinginan untuk tidur selama mungkin.
c. Perubahan kadar aktivitas, menjadi lemas (retardasi psikomotorik) atau terlalu bersemangat.
d. Nafsu makan sangat berkurang dan berat badan turun, atau nafsu makan meningkat dan berat badan bertambah.
e. Kehilangan energi atau sangat lelah.
f. Konsep diri negatif, menunding dan menyalahkan diri sendiri; merasa tidak berarti dan bersalah.
g. Mengeluh sulit berkonsentrasi atau terlihat sulit berkonsentrasi, seperti lambat berpikir dan tidak dapat mengambil keputusan.
h. Pikiran tentang kematian atau bunuh diri yang terus menerus timbul.
Menurut PPDGJ III (Depkes RI, 1993) gejala lazim gangguan depresi ialah :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang. b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan merasa tidak berguna (bahkan pada episode ringan sekalipun).
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri. f. Tidur terganggu.
g. Nafsu makan berkurang.
Menurut Beck (1985) gejalagejala depresi dapat dilihat dan dikenali berdasarkan perwujudan (manifestasi) dalam berbagai aspek individu. Manifestasi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
o Manifestasi emosional.
Gejala ini berkenaan dengan perubahanperubahan pada perasaan individu atau pada tingkah laku nyata individu yang secara langsung diakibatkan oleh keadaan emosionalnya. Gejalagejala ini meliputi :
1. Dejected mood atau perasaan ditolak yang berupa perasaan menderita, sedih, tidak bahagia, merasa bersalah, merasa tidak berguna, malu, merasa kesepian.
2. Adanya perasaanperasaan negatif terhadap diri sendiri yang berupa rasa kecewa.
3. Hilangnya kepuasan dalam melakukan aktivitas tertentu yang biasanya akan menimbulkan rasa puas bila aktivitas tersebut dilakukan. Kemudian ketidakpuasan tersebut meluas pada aktivitas yang didorong oleh kebutuhan biologis, misalnya makan, minum dan seks.
4. Hilangnya kelekatan emosional dengan orang lain, dapat menjurus pada apatis.
5. Mudah menangis, kehilangan rasa humor dan kegembiraan.
o Manifestasi kognitif.
Berikut ini gejalagejala yang menunjukkan adanya manifestasi kognitif :
1. Penilaian yang terlalu rendah terhadap diri sendiri/ perasaan bahwa dirinya tidak mempunyai sesuatu yang berharga, seperti kemampuan, daya tarik, dll.
2. Adanya harapanharapan negatif, yaitu individu menolak kemungkinankemungkinan perbaikan yang sebenarnya dapat dilakukan.
3. Individu mengkritik diri sendiri bila tidak dapat memenuhi tuntutan tuntutan yang terlalu tinggi.
4. Sulit mengambil keputusan bahkan dalam hal sepele, misalnya dalam memilih baju.
5. Gambaran yang menyimpang tentang penampilan fisiologis (body image).
Karakteristik yang menonjol pada penderita depresi ditinjau dari manifestasi ini adalah kemunduran sifat dasar (regresive nature). Penderita menarik diri dari aktivitas yang sebenarnya berguna bagi dirinya. Mereka juga menghindar dari tanggung jawab, tidak mempenyai inisiatif serta mengalami penurunan kuantitas energi.
Gejalagejala yang terlihat secara lebih spesifik yaitu:
a. Hilangnya kemauan dan motivasi untuk melakukan semua aktivitas, bahkan aktivitas yang paling sederhana sekalipun seperti makan dan minum.
b. Keinginan untuk menghindar, melarikan diri dan menarik diri dari berbagai aktivitas
c. Keinginan untuk bunuh diri yang muncul berulang kali dalam pikaran individu.
d. Meningkatnya ketergantungan individu terhadap orang lain secara berlebihan.
o Manifestasi fisik dan vegetatif
Dalam manifestasi fisik dan vegetatif dijelaskan bahwa gangguan otonomis dasar dan gangguan hipotalamus merupakan penyebab timbulnya depresi. Gangguan otonomis dasar merupakan gangguan pada system saraf otonomis yang menyebabkan gangguan pada detak jantung,
tekanan darah dan gangguangangguan lain sejenis. Gangguan hipotalamus adalah gangguan pada bagian otak yang mengatur pengendalian emosi, fungsifungsi tidur dan fungsi fisiologis lainnya. Manifestasi fisik dan vegetatif tampak pada halhal sebagai berikut:
a. Hilangnya selera makan (anorexia) b. Gangguan tidur (insomia)
c. Hilangnya libido (dorongan seksual) d. Mudah sekali merasa lelah (neurasthenia)
o Delusi dan halusinasi
Delusi dan halusinasi hanya terjadi pada individu yang mengalami gangguan depresi berat, tidak pada depresi ringan. Contoh halusinasi dari gangguan depresi adalah halusinasi pada pendengaran, penglihatan dan penciuman. Sementara, kategorikategori delusi yaitu : delusi ketidak berdayaan, delusi mengenai dosa yang tak terampuni, delusi kemiskinan dan somatik.
Dari uraian tentang gejala depresi di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala depresi dapat dikenali berdasarkan perwujudan (manifestasi) tingkah laku dalam berbagai aspek individu. Manifestasi tersebut meliputi manifestasi emosional, manifestasi kognitif, manifestasi motivasional, manifestasi fisik dan vegetatif serta delusi dan halusinasi.
3. Penyebab timbulnya depresi
Faktor penyebab timbulnya depresi merupakan penyebab ganda terlibat, saling interaksi dalam cara yang kompleks. Ada 4 faktor dijabarkan sebagai berikut :
a. Faktor biologis.
Depresi dapat disebabkan oleh adanya predisposisi genetis, fungsi neurotransmitter yang terganggu. Adanya abnormalitas pada bagian otak yang mengatur kondisi mood. Di dalam neurotransmitter terdapat 3 macam partikel yaitu dopamine, serotine dan noradrenalin. Ketiga partikel tersebut bila terganggu fungsinya dapat menimbulkan berbagai gangguan psikistrik diantaranya depresi. Secara hormonal adanya keterlibatan sistem endokrin yang memungkinkan dalam kondisi mood. b. Faktor sosiallingkungan
Peristiwa hidup yang penuh tekanan turut berperan dalam munculnya depresi. Menurut Holmes (1991), kekecewaan dan krisis merupakan keadaan psikis yang biasanya disebabkan oleh kejadiankejadian di luar individu. Beberapa diantaranya kejadiankejadian dari luar individu sebagai berikut :
1. Kematian pasangan hidup atau salah seorang anggota keluarga. 2. Perceraian atau perpisahan dengan keluarga untuk beberapa waktu. 3. Masuk penjara.
4. Mendapat luka berat atau penyakit atau salah satu keluarga menderita sakit. 5. Perkawinan. 6. Pensiun atau dipecat dari pekerjaan. 7. Kehamilan. 8. Kesulitan hubungan seksual. 9. Adanya anggota keluarga baru. 10. Perubahan peraturan pada pekerjaan / perubahan tanggung jawab. 11. Gangguan finansial atau mempunyai hutang. 12. Memulai atau mengakhiri pendidikan. 13. Pindah rumah / tempat tinggal. c. Faktor Proses Belajar atau Behaviorial
Pandangan belajar berfokus pada faktorfaktor situasional dalam menjelaskan depresi. Interaksi negatif dengan orang lain sehingga menimbulkan penolakan. Teori interaksi Coyne 2002 (dalam Rathus dkk, 2003) berfokus pada interaksi keluarga yang negatif dapat menyebabkan anggota keluarga dari orangorang yang mengalami depresi mengurangi pemberian reinforcement kepada mereka. Saat reinforcement berkurang orang akan merasa tidak termotivasi dan depresi.
d. Faktor Emosional dan Kognitif.
Dalam teori psikoanalisis klasik, depresi timbul dari kemarahan yang diarahkan kedalam. Kesulitan emosional dalam melakukan coping.
Kurangnya makna atau tujuan dalam kehidupan serta cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif atau gaya abtribusional yang cenderung depresi.
Dari penjelasan diatas penyebab timbulnya depresi dapat disebabkan oleh faktor biologis, sosiallingkungan, proses belajar, emosional dan kognitif. Penyebab munculnya depresi merupakan faktor yang kompleks seperti gangguan hormonal dan neurotransmitter pada otak, peristiwa hidup yang penuh tekanan, interaksi negatif dan cara berpikir yang salah.
4. Teori Kognitif Depresi
Depresi berkaitan dengan adopsi cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif. Orang yang mudah depresi mengadopsi suatu gaya kebiasaan berpikir negatif (Beck, 1976 dalam Rathus., dkk 2003). Beck (1985) juga menyatakan bahwa ide atau gagasan yang dimiliki oleh orang depresi ditandai dengan sifatsifat depresi, artinya bahwa penilaian orang depresi terhadap pengalaman dan penjelasannya terhadap suatu peristiwa yang dialaminya dapat menunjukkan kekurangan diri dan harapan negatif.
Segi tiga kognitif dari depresi (cognitive triad depression) terdiri dari (Beck & Young, 1985):
Memandang diri sebagai tidak berharga, penuh kekurangan, tidak adekuat, tidak dapat dicintai, dan sebagai kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan.
b. Pandangan Negatif tentang Lingkungan
Lingkungan dipandang sebagai tuntutan yang berlebihan dan/atau memberikan hambatan yang tidak mungkin diatasi, yang terus menerus menyebabkan kegagalan dan kehilangan.
c. Pandangan Negatif tentang Masa Depan
Masa depan dipandang tidak mempunyai harapan dan meyakini bahwa dirinya tidak punya kekuatan untuk mengubah halhal menjadi lebih baik. Harapan terhadap masa depan hanyalah kegagalan dan kesedihan yang berlanjut serta kesulitan yang tidak pernah usai.
Kecenderungan untuk membesarbesarkan pentingnya kegagalan kecil adalah sebuah contoh dari suatu kesalahan dalam berpikir disebut sebagai distorsi kognitif. Distorsi kognitif membentuk tahapantahapan untuk depresi di saat menghadapi kehilangan personal atau peristiwa hidup yang negative. Burns (1980) menyusun sejumlah distorsi kognitif yang diasosiasikan dengan depresi sebagai berikut: 1. Cara Berpikir Semua atau Tidak Sama Sekali, yaitu memandang kejadian kejadian sebagai hitam dan putih. Semua tentang baik atau semua tentang
buruk. Kekecewaan sebagai pengalaman yang benarbenar negatif terlepas dari perasaan atau pengalaman positif.
2. Generalisasi yang Berlebihan, yaitu mempercayai suatu peristiwa negatif yang terjadi maka hal itu cenderung akan terjadi lagi pada situasi yang serupa di masa depan. Seseorang dapat menginterpretasikan suatu kejadian negatif tunggal sebagai sesuatu yang membayangi rangkaian peristiwaperistiwa negatif yang tidak berakhir.