• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II.  Landasan Teori

C.  Paraplegia

1.  Definisi paraplegia 

Balai  Penelitian  dan  Peninjauan  Sosial  (1970:  9)  mendefinisikan  bahwa  penderita  paraplegia  adalah  penderita  cacat  tubuh  yang  mengalami  kelumpuhan  atau  kelayuan  (plegia)  pada  kedua  belah  tungkainya  yang  disebabkan  oleh  adanya  trauma  pada  medulla  spinalis  (sumsum  tulang  belakang) yang dapat terjadi karena bermacam­macam sebab misalnya jatuh  dari  pohon,  tertimpa  benda  keras,  tabrakan  atau  karena  pengalaman­  pengalaman traumatis yang lain. Seorang paraplegia adalah orang yang kaki  dan  bagian  batang  tubuhnya  lumpuh  sebagai  akibat  dari  kerusakan  atau  penyakit  sumsum  tulang  belakang  (Fallon,  1985:  1).  Koordinasi  saraf­saraf  yang  terputus  ini  mengakibatkan  perintah  dari  otak  dan  rangsang­rangsang  dari  bagian  tubuh  akan  terhenti  di  sumsum  tulang  belakang  yang  akhirnya  mengakibatkan  kelumpuhan.  Sedangkan,  menurut  Reed  (1991)  paraplegia  adalah  suatu  kondisi  kehilangan  gerak  dan  fungsi  sensori  di  bawah  tingkat  dari cedera tulang belakang ; biasanya diantara T10 atau kebawah.

Kesimpulannya,  paraplegia  adalah  salah  satu  jenis  kecacatan  fisik  yang  berupa kelumpuhan karena kerusakan sumsum tulang belakang yang terjadi di  bawah leher sampai ke bagian bawah kaki (diantara T10 atau kebawah) yang  biasanya terjadi karena peristiwa  traumatis. Kerusakan pada  sumsum  tulang  tulang belakang menyebabkan kondisi kehilangan gerak dan fungsi sensori di  bawah tingkat dari cedera tulang belakang. 

2.  Penyebab Paraplegia 

Cedera  sumsum  tulang  belakang  punggung  mengakibatkan  paraplegia  (Werner,  2002:217).  Kerusakan  pada  sumsum  tulang  belakang  yang  menyebabkan  terjadinya  kecacatan  paraplegia  dapat  terjadi  karena  berbagai  macam  sebab.  Hal  ini  telah  dijelaskan  oleh  Fallon  (1985:  5)  mengenai  berbagai sebab yang dapat menyebabkan rusaknya sumsum tulang belakang.  Berbagai macam sebab yang dapat menyebabkan rusaknya sumsum belakang  secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu : 

a.  Kerusakan  sumsum  tulang  belakang  yang  disebabkan  oleh  kecelakaan.  Kecelakaan ini meliputi berbagai jenis kecelakaan seperti kecelakaan lalu  lintas,  kecelakaan  industri,  luka  tembakan,  luka  tusukan,  kecelakaan  akibat  olah  raga  biasanya  menyelam,  jatuh  dari  pohon,  dan  sebagainya.  Kerusakan  pada  sumsum  tulang  belakang  yang  diakibatkan  oleh  kecelakaan ini disebut juga sebagai luka traumatic tulang belakang. 

b.  Kerusakan  tulang  belakang  yang  terjadi  karena  penyakit  yang  merusak  sumsum  tulang  belakang  tetapi  tidak  merusak  susuan  tulang  belakang

dimana kerusakan pada sumsum tulang belakang ini dapat menjadi lebih  baik  atau  tetap  pada  kerusakan  yang  sama.  Kerusakan  sumsum  tulang  belakang  ini  kemudian  disebut  sebagai  kelumpuhan  yang  tidak  berkembang (non­progressive). Kerusakan pada sumsum tulang belakang  yang  terjadi  karena  penyakit  tulang  belakang  atau  sumsum  tulang  belakang atau keduanya (pengerasan otak atau pengerasan sumsum tulang  belakang,  pertumbuhan  dan  sebagainya)  yang  cenderung  memburuk.  Kerusakan  ini  kemudian  disebut  sebagai  kelumpuhan  yang  berkembang  (progressive). 

3.  Level Paraplegia 

Level  atau  tingkat  memberikan  penjelasan  mengenai  letak  cedera  dari  sumsum tulang belakang yang terjadi. Tingkat atau level menunjukkan bagian  mana dari sumsum tulang belakang yang paling rendah yang masih utuh. Hal  ini  menunjukkan  bahwa  sumsum  tulang  belakang  di  bawahnya  sudah  mengalami gangguan atau kerusakan yang akan mengakibatkan kelumpuhan  pada bagian­bagian tubuh tertentu (Fallon, 1985: 6). 

Kerusakan pada sumsum tulang belakang menimbulkan berbagai macam  kelumpuhan pada bagian­bagian tubuh tertentu, baik itu tingkat kelumpuhan  yang  ringan  sampai  tingkat  kelumpuhan  yang  berat.  Tingkat  keparahan  kelumpuahan  yang  diakibatkan  kerusakan  tulang  belakang  sangat  bervariasi  dan sangat tergantung dari letak kerusakan tulang belakang itu sendiri. Werner

(1999:  175)  mengatakan  bahwa  “sebagian  besar  bagian  tubuh  yang  terpengaruh  oleh  kerusakan  sumsum  tulang  belakang  ini  sangat  tergantung  pada  tingkat  atau  level  kerusakannya”.  Semakin  tinggi  letak  cedera  itu,  semakin luas bagian tubuh yang terpengaruh. 

4.  Jenis Paraplegia 

Berdasarkan keadaan kelumpuhan itu sendiri, paraplegi dapat digolongkan  menjadi dua jenis (Wermer, 1999:175), yaitu : 

a.  Paraplegia  Complete,  yaitu  paraplegia  yang  terjadi  karena  tulang  belakang rusak secara menyeluruh, dimana pesan tidak dapat disampaikan  melalui saraf sama sekali, sehingga perasaan dan kontrol dari gerakan di  bawah tingkat kerusakan sumsum tulang belakang hilang secara permanen  dan menyeluruh. 

b.  Paraplegia  Incomplete,  yaitu  paraplegia  yang  terjadi  karena  tulang  belakang rusak sebagian dimana perasaan dan gerakan mungkin masih ada  sebagian  atau  mungkin  perasaan  dan  gerakan  mungkin  akan  kembali  membaik  sedikit  demi  sedikit  selama  beberapa  bulan.  Pada  penderita  paraplegia incomplete  mungkin  pada beberapa bagian tubuh  mempunyai  perasaan  dan  kemampuan  gerakan  yang  lebih  sedikit  jika  dibandingkan  bagian  yang  lain.  Pada  Laporan  Penelitian  Sosial  (1970:  9)  dijelaskan  bahwa  penderita  paraplegia  incomplete  dimana  kelumpuhannya  tidak  total,  kadang  masih  dapat  berjalan  sendiri  dengan  bantuan  kruek,  brace

atau  tongkat.  Sensasi  tidak  hilang,  hanya  kadang­kadang  sensitivitasnya  agak berkurang. 

5.  Akibat Paraplegia 

Paraplegia merupakan kecacatan fisik yaitu kelumpuhan yang terjadi pada  sebagian anggota tubuh. Paraplegia tidak menyerang daerah kepala, sehingga  dapat  dipastikan  bahwa  paraplegia  biasanya  mempunyai  kondisi  otak  yang  baik.  Fallon  (1985:  5­6)  mengatakan  bahwa  secara  biologis  fungsi  otak  penderita  paraplegia  masih  normal  dan  tidak  mengalami  masalah  maupun  mengalami  gangguan,  termasuk  fungsi  hypothalamus  yang  mengendalikan  perilaku  seksual  tidak  mengalami  gangguan.  Begitu  juga  fungsi  pusat  motoriknya, orang yang menderita paraplegia tidak mengalami masalah pada  pusat  motorik  di  otakdan  anggota­anggota  gerak  itu  sendiri  masih  normal  (tidak ada kerusakan) tetapi karena kerusakan sumsum tulang belakang yang  terjadi,  maka  koordinasi  saraf­sarafnya  menjadi  terganggu  bahkan  terhenti  sama sekali. 

Koordinasi saraf­saraf terputus ini mengakibatkan perintah dari otak dan  rangsang­rangsang  dari  bagian  bawah  tubuh  akan  terhenti  sumsum  tulang  belakang  yang  akhirnya  membawa  akibat  kelumpuhan.  Fallon  (1985:  8­9)  menjelaskan bahwa akibat­akibat itu kadang­kadang tidak saja terbatas pada  kelumpuhan anggota gerak bawah tetapi sampai juga pada sistem geniorinal  dan alat kelaminnya.

Koordinasi saraf­saraf yang terputus ini menyebabkan bagian badan yang  lumpuh  tidak  dapat  merasakan  sensasi  dan  tekanan.  Meskipun  penderita  paraplegia  dapat  merasakan  tekanan  kemungkinan  tidak  akan  dapat  menggerakkan  anggota  badan  tersebut.  Demikian  pula  dengan  aliran  darah  yang akan memberi nutrisi ke kulit akan menjadi menurun.  Menurut Werner (1999: 175), akibat kerusakan sumsum tulang belakang  diantaranya adalah :  a.  Kehilangan kontrol gerakan dan perasaan.  b.  Kemungkinan kontrol sebagian atau menyeluruh terhadap buang air kecil  (BAK) dan buang air besar (BAB).  c.  Kemungkinan mempengaruhi pinggul dan beberapa bagian tubuh (tingkat  yang lebih tinggi mengakibatkan daerah kelumpuhan yang lebih luas).  d.  Kemungkinan akan mengalami kejang otot atau kaki yang terkulai.  D.  Depresi Pada Penderita Cedera Tulang Belakang Akibat Gempa Bumi. 

Dokumen terkait