• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. ADORASI EKARISTI DALAM GEREJA

E. Pokok-pokok Adorasi Ekaristi dan Perayaan Perayaan Ekaristi

2. Bentuk-bentuk Devosi Ekaristi

2. Bentuk-bentuk Devosi Ekaristi

Gereja Katolik adalah kumpulan orang-orang beriman yang percaya kepada Kristus sebagai putera Bapa yang diutus untuk menebus dan menyelamatkan umat manusia. Di dalam Gereja Katolik terdapat begitu banyak bentuk devosi yang diajarkan untuk membantu perkembangan iman umat. Devosi-devosi yang dihidupi oleh umat beriman Katolik sekarang ini, sebenarnya bukan hal yang baru ada sekarang ini tetapi dalam tradisi Gereja-gereja awal sudah ada dan sudah berkembang. Devosi yang sudah berkembang itu, masih tetap menarik bahkan semakin banyak umat yang sangat memperhatikan hal itu. Agar pemahaman dan penghayatan devosi di dalam Gereja semakin berkembang, maka sangatlah perlu untuk diketahui oleh umat tentang arti devosi dalam

89

Gereja. Maka pada bagian selanjutnya akan membahas terlebih dahulu pengertian devosi secara umum bagi kehidupan umat kristiani.

a. Arti devosi

Kata devosi berasal dari bahasa Latin “devotio” (kata kerja devovere) yang artinya sikap hati yang mengarahkan orang untuk mencintai, menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi seseorang atau suatu benda yang menjadi obyek sembahan. Devotio berarti penyerahan diri sepenuh hati dalam sikap doa yang membuat orang beriman semakin berharap kepada rencana dan kehendak Allah (O’Collins, 1996: 38).

Pengertian devosi secara umum adalah suatu sikap penyerahan seluruh pribadi kepada Allah dan segala rencana penyelamatanNya. Sikap penyerahan diri itu dilakukan dengan kebebasan dan kerelaan hati, karena dilandasi oleh cinta yang mengantar orang masuk dalam pengalaman akan misteri penebusan Allah beserta karya penyelamatanNya dalam diri Yesus Kristus. Selain itu, arti devosi juga adalah tindakan tanda kesalehan sebagai ungkapan bakti kepada Tuhan yang merangkum seluruh hidup manusia (Heuken, 1989: 320). Devosi dipahami sebagai suatu sikap yang tetap berupa penyerahan seluruh pribadi kepada Allah dan kehendaknya sebagai perwujudan cinta kasih dan penghormatan kepada Allah secara batiniah. Devosi pada dasarnya merupakan sikap dan tekad yang disertai perasaan yang ada dalam diri masing-masing pribadi manusia itu sendiri (Heuken, 2004: 320). Devosi juga dikatakan sebagai suatu kebaktian khusus dalam bentuk doa atau perilaku seseorang atau umat beriman kepada misteri kehidupan Yesus Kristus terutama sengsara, wafat dan

90

kebangkitanNya. Itu berarti devosi mendapat perwujudan yang nyata lewat doa dan perilaku umat manusia. Jadi devosi harus berdampak pada perkembangan dan keteguhan iman umat kepada Tuhan. Dan yang paling penting adalah perwujudan sikap atau tindakan umat beriman kristiani bagi orang lain di sekitar hidup mereka setiap hari karena kehadiran Kristus itu sungguh nyata dalam diri sesama manusia di sekitar kita (Martasudjita, 1999: 35-36).

b. Bentuk-bentuk devosi Ekaristi bersama

Devosi Ekaristi merupakan bentuk ungkapan iman umat beriman kepada Tuhan Yesus Kristus yang hadir dalam seluruh misteri karya penebusanNya sebagaimana dirayakan secara sakramental dalam perayaan Ekaristi. Namun ungkapan itu tidak hanya berhenti pada perayaan Ekaristi tetapi dengan penuh kerinduan umat beriman selalu berusaha untuk memperkembangkan imannya lewat berbagai bentuk devosi Ekaristi di luar perayaan Ekaristi. Umat beriman ingin melanjutkan, memperpanjang sembah bakti mereka kepada Tuhan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus dengan berbagai cara seperti prosesi Sakramen Mahakudus, adorasi kepada Sakramen Mahakudus dan pemberkatan dengan Sakramen Mahakudus, kongres Ekaristi (Martasudjita, 2007: 12).

1). Adorasi Ekaristi

Adorasi atau pujian kepada Sakramen Mahakudus merupakan praktek devosi sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan di altar.

91

Hal ini muncul dalam hubungannya dengan kerinduan umat beriman untuk memandang Kristus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus.

Tujuan dari adorasi kepada Sakramen Mahakudus adalah sembah sujud kepada Tuhan Yesus Kristus yang hadir dalam Ekaristi dan sekaligus untuk menyatukan hati dengan Dia (ES 82). Akan tetapi harus sungguh disadari bahwa puncak kesatuan dengan Tuhan yang hadir dalam Ekaristi itu pertama-tama terjadi dalam Komuni Kudus saat perayaan Ekaristi. Itulah sebabnya, mengapa adorasi kepada Sakramen Mahakudus tidak pernah dipisahkan dari perayaan Ekaristi.

Setiap kali mengadakan adorasi Ekaristi, tentu saja mempunyai langkah-langkah atau susunan perayaan agar proses pelaksanaannya berjalan dengan baik dan lancar. Menurut E. Martasudjita (2007: 11) pada adorasi Ekaristi panjang, selalu diadakan pentakhtaan, sembah sujud, pemberkatan dan pengembalian Sakramen yang merupakan rangkaian dari seluruh kegiatan adorasi Ekaristi.

a). Pentakhtaan

Pentakhtaan adalah salah satu bagian dalam adorasi Ekaristi dimana Sakramen Mahakudus yang sudah dimasukkan di monstrans dan ditakhtakan di altar supaya bisa dilihat secara langsung oleh umat yang hadir. Untuk Adorasi Ekaristi yang dilaksanakan langsung sesudah Misa Kudus, pentakhtaan diadakan setelah Doa sesudah komuni. Dalam adorasi Ekaristi ini, ritus penutup perayaan Ekaristi di tiadakan karena langsung dimulai dengan pujian pembuka atau doa pembukaan adorasi Ekaristi. Sedangkan untuk adorasi Ekaristi bersama di luar

92

misa kudus, Sakramen Mahakudus diambil dari Hosti Suci (besar) yang sudah dikonsekrir pada perayaan Ekaristi sebelumnya dan dimasukkan ke dalam monstrans oleh petugas (Martasudjita, 2007: 12). Baik pentakhtaan dengan monstrans maupun dengan sibori (khusus untuk hari Kamis Putih), hendaklah peristiwa itu membawa umat beriman untuk sampai pada pengakuan iman akan kehadiran Kristus secara nyata di dalam Sakramen Mahakudus dan mengajak umat untuk bersatu dengan Tuhan yang hadir dalam Sakramen Mahakudus. Selama pentakhtaan Sakramen Mahakudus berlangsung, hendaklah selalu ada umat yang menemani atau menjaganya. Jangan pernah terjadi kekosongan atau tanpa kehadiran orang atau umat walaupun hanya sesaat ketika Sakramen Mahakudus sedang ditakhtakan di altar (RS 138).

b). Sembah sujud

Sembah sujud adalah bagian yang paling utama dari adorasi Ekaristi. Hal ini bila dilihat lebih jauh dari asal katanya yaitu adoration yang berarti menyembah atau sembah sujud. Menyembah merupakan sikap batin, sikap hati seseorang umat beriman yang dengan penuh keyakinan mau bersujud menyembah kepada Tuhan Yesus Kristus yang hadir dalam Ekaristi Mahakudus sikap batin seseorang yang sedang menyembah Tuhan diungkapkan lewat seluruh rangkaian Ibadat adorasi itu, misalnya lewat doa-doa, lagu-lagu, simbol-simbol atau tanda termasuk tata geraknya (Martasudjita, 2007: 13-14). Sembah sujud terdiri atas: pembuka, pembacaan teks Kitab Suci, nyanyian selingan serta nyanyian antar bacaan, hening, doa-doa Ekaristi yang sudah tersedia.

93

(1). Pembuka

Pada bagian pembukaan ini menyanyikan lagu yang sesuai dengan tema atau yang bernuansa liturgi, dilanjutkan dengan Tanda Salib yang dipimpin oleh pemimpin, pujian pembuka dan doa pembukaan yang bisa didoakan atau dibacakan secara bersama-sama atau yang mewakili. Unsur-unsur dalam ritus pembuka ini, merupakan rumusan tetap kecuali lagu-lagu yang sesuai dengan tema atau sesuai pilihan kelompok umat yang mengadakan Ibadat adorasi Ekaristi tersebut.

(2). Bacaan Kitab Suci

Pembacaan teks Kitab Suci hendaknya menyesuaikan dengan tema. Saat pembacaan Kitab Suci, pembaca tidak membelakangi Sakramen Mahakudus. Oleh karena itu, pembacaan Sabda Tuhan sebaiknya di mimbar bacaan atau di depan umat. Dan umat yang hadir mendengarkan apa yang dibacakan oleh pembaca atau lektor, karena selain menghadirkan Allah kepada umat, bacaan Kitab Suci juga merupakan penyampaian Misteri penebusan dan penyelamatan Allah bagi umat manusia, dan Tuhan sendiri yang bersabda kepada umatNya yang hadir (Crichton, 1987: 76).

(3). Nyanyian antar bacaan dan selingan doa

Pemilihan lagu-lagu yang akan dipakai selama adorasi Ekaristi, selain sesuai dengan tema, diharapkan sesuai pula dengan jiwa liturgi agar mendukung suasana doa di hadapan Sakramen Mahakudus. Juga lagu-lagu yang paling

94

disukai oleh umat saat ini, yang bernuansa syahdu seperti lagu-lagu Taize, lagu Hati Kudus Yesus (Komisi Liturgi KWI, 2002: 64-65).

(4). Hening

Pada waktu hening, setiap umat yang hadir diberi kesempatan untuk menyampaikan doa-doa secara pribadi kepada Tuhan Yesus Kristus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus. Atau secara sungguh-sungguh diam, hening, mendengarkan Tuhan bersabda kepada kita secara pribadi. Pada kesempatan ini, bisa diiringi musik yang mendukung suasana doa secara pribadi. Hening merupakan salah satu bagian dari perayaan tetapi mempunyai arti dan maksud yang berbeda-beda menurut makna bagian yang bersangkutan, seperti di dalam adorasi, hening merupakan kesempatan untuk berbicara kepada Tuhan Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus secara pribadi (Komisi Liturgi KWI, 2002: 41).

(5). Doa-doa Ekaristi

Doa-doa Ekaristi adalah rumusan doa yang didoakan secara bersama atau bergantian dan rumusan ini adalah bersifat tetap artinya kapan dan dimanapun kita mengadakan adorasi Ekaristi, hendaknya doa Ekaristi ini tidak dilupakan baik secara pribadi kalau tidak dimungkinkan untuk didoakan secara bersama. Misalnya doa kepada St.Maria Bunda Sakramen Mahakudus, doa kepada sakramen Mahakudus, Litani Hati Yesus, Litani Sakramen Mahakudus atau yang mempunyai ujud khusus untuk didoakan secara bersama-sama dengan

95

umat yang hadir pada ibadat sembah sujud ini. Doa-doa Ekaristi (Martasudjita, 2007: 15).

c). Pemberkatan umat dengan Sakramen Mahakudus

Bagian ini bisa dipandang sebagai bagian penutup dari ibadat adorasi Ekaristi karena sebelum Sakramen Mahakudus dikembalikan ke tabernakel, diadakan upacara pemberkatan umat dengan Sakramen Mahakudus. Yang berhak untuk memberikan berkat kepada umat beriman dengan Sakramen Mahakudus, hanyalah kaum tertahbis yaitu diakon dan para imam. Awal mula pemberian berkat dengan Sakramen Mahakudus adalah pada saat perayaan hari Raya Tubuh dan Darah Kristus sekitar abad XIV. Tradisi inipun masih berlangsung sampai sekarang ini, bahkan bukan hanya pada hari Raya Tubuh dan Darah Kristus tetapi juga pada kesempatan adorasi singkat setelah perayaan Ekaristi ataupun di luar perayaan Ekaristi (Martasudjita, 2005: 425). Adapun urutan pemberkatan sebagai berikut:

(1). Lagu Tantum Ergo, dinyanyikan oleh umat sedangkan pemimpin boleh mendupai Sakramen Mahakudus sebanyak tiga kali.

(2). Doa singkat yang telah disiapkan dan selalu akan dipakai bila mengadakan adorasi Ekaristi.

(3). Pemberkatan umat. Bila ada pelayan tertahbis, diadakan pemberkatan kepada umat beriman dengan Sakramen Mahakudus. Bila tidak ada pelayan tertahbis, umat berlutut, membungkuk di hadapan Tuhan Yesus Kristus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus.

96

(4). Nyanyian Pujian Agung untuk memuliakan Tuhan dan pada akhir seluruh rangkaian adorasi dinyanyikan lagu penutup.

d). Pengembalian Sakramen Mahakudus ke tabernakel

Setelah memberkati umat dengan Sakramen Mahakudus, Sakramen dikembalikan ke tabernakel. Hal ini terjadi bila adorasi Ekaristi sudah selesai dan ditutup. Proses pengembaliannnya adalah sebagai berikut: setelah doa atau nyanyian Pujian Agung, pemimpin berlutut di depan Sakramen Mahakudus, mengambil Hosti Suci dari monstrans dan mengembalikannya ke tabernakel. Hal ini berarti seluruh rangkaian ibadat sudah selesai dan ditutup dengan lagu (Martasudjita, 2007: 16).

Di bawah ini terdapat suatu ketentuan mengenai adorasi atau pujian kepada Sakramen Mahakudus (RS 137-141) yaitu:

(1). Pentakhtaan Sakramen Mahakudus hendaknya dilangsungkan sesuai dengan petunjuk buku-buku liturgi.

(2). Renungan selama pentakhtaan sebaiknya mengambil tekanan pada misteri hidup Kristus dan rencana keselamatan Allah Bapa, sesuai dengan Kitab Suci

(3). Rosario bisa didoakan selama pentakhtaan atau adorasi.

(4). Selama Sakramen Mahakudus ditakhtakan jangan pernah dibiarkan tanpa kehadiran umat walaupun sesaat.

(5). Umat beriman berhak mengunjungi Sakramen Mahakudus sesering mungkin dan melakukan sembah sujud, dan ambil bagian dalam adorasi di hadapan Ekaristi Mahakudus yang ditakhtakan sekurang-kurangnya

97

beberapa kali setahun. Dalam hal ini pastor paroki perlu melayani kebutuhan umat dengan baik.

(6). Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan hendaknya adalah Hosti Suci yang dikonsekrir dalam perayaan Ekaristi sebelumnya.

(7). Pentakhtaan dan adorasi di dalam perayaan Ekaristi dilakukan sesudah komuni.

(8). Pentakhtaan Sakramen Mahakudus dengan monstrans, hendaknya dinyalakan empat atau enam lilin dan pendupaan. Sedangkan pentakhtaan Sakramen Mahakudus di dalam piksis, hendaknya dinyalahkan dua lilin, dan dupa boleh digunakan.

(9). Pentakhtaan, yang hanya untuk memberikan berkat, tidak diizinkan.

(10). Bentuk sembah sujud kepada Sakramen Mahakudus yang dipraktekkan di komunitas-komunitas biara harus dilaksanakan menurut jiwa liturgi suci. Saat sembah sujud, hendaknya dilaksanakan bacaan-bacaan rohani, nyanyian dan saat hening. Sembah sujud yang dilakukan secara bergilir oleh anggota komunitas, hendaknya dipertahankan, sebab praktek itu merupakan doa yang dilakukan atas nama seluruh komunitas dan Gereja. (11). Pelayan ibadat pujian atau pentakhtaan adalah imam atau diakon. Hanya

imam dan diakon saja yang boleh memberikan berkat dengan Sakramen Mahakudus atas umat. Dalam keadaan khusus, pelayan ibadat pujian atau adorasi bisa juga orang yang tak tertahbis namun pelayan ini tidak boleh memberikan berkat umat dengan Sakramen Mahakudus.

98

2). Prosesi Sakramen Mahakudus

Devosi Ekaristi ini merupakan praktek keagamaan dalam hal ini Gereja Katolik, yang sudah lama ada. Dalam Gereja Katolik sendiri ada berbagai macam perarakan atau prosesi, entah dalam konteks liturgis maupun non-liturgis. Dalam rangka menghayati imannya (umat) akan kehadiran nyata Yesus Kristus dalam rupa roti dan anggur yang sudah disucikan menjadi Tubuh dan Darah Kristus (realis praesentia) sekaligus ungkapan reaksi terhadap kasus Berengarius yang menolak kehadiran Kristus dalam rupa roti dan anggur pada abad XI, maka terjadi perkembangan dan menyebarluasnya berbagai devosi Ekaristi terutama prosesi Sakramen Mahakudus. Hal ini semakin berkembang pesat dan mempunyai semangat yang luar biasa dalam diri umat beriman saat itu untuk menghormati Sakramen Mahakudus secara lebih meriah dengan mengadakan perarakan atau prosesi Sakramen Mahakudus (Martasudjita, 2005: 422).

Sejak peristiwa itu di negara-negara Eropa semakin berkembang praktek devosi prosesi kepada Sakramen Mahakudus, baik dalam rangka hari raya Tubuh dan Darah Kristus sendiri maupun di luar hari raya tersebut. Prosesi Sakramen Mahakudus ini sering dihubungkan dengan berbagai perayaan lain seperti perayaan Paska, Pentekosta, semua orang Kudus, Natal, dan pemberkatan Gereja. Dalam kebutuhan yang mendesak seperti masa perang atau masa-masa prihatin dan ada juga prosesi doa permohonan atau tobat yang disertai dengan perarakan Sakramen Mahakudus. Devosi Prosesi Sakramen Mahakudus ini sampai saat ini semakin berkembang di tengah umat beriman di berbagai belahan dunia. Di negara-negara Eropa, prosesi Sakramen Mahakudus secara meriah diadakan dalam rangka hari raya Tubuh dan Darah Kristus. Sedangkan

99

untuk Gereja kita di Indonesia, prosesi Sakramen Mahakudus ini selalu diadakan pada hari Kamis Putih sesudah perayaan Ekaristi dan sebelum malam tirakatan atau tuguran di depan Sakramen Mahakudus, hanya saja pada hari Kamis Putih ini, Hosti Suci (hosti besar) tidak ditakhtakan di dalam monstrans tetapi di dalam sibori yang berisi Hosti-hosti Suci yang akan dibagikaan kepada umat pada upacara Jumat Agung. Di tempat-tempat peziarahan, sesudah misa juga seringkali diadakan prosesi dan berkat dengan Sakramen Mahakudus kepada umat seperti yang terjadi di Ganjuran setiap Jumat pertama dalam bulan. Tujuan perarakan atau prosesi Sakramen Mahakudus ini adalah untuk mengungkapkan kesaksian iman dan hormat bakti kepada Sakramen Mahakudus, yakni Tuhan Yesus Kristus yang hadir dalam Ekaristi (Martasudjita, 2005: 423).

Ada beberapa ketentuan dalam Eucharistiae Sacramentum mengenai prosesi Sakramen Mahakudus yakni:

a). Prosesi bisa diadakan apabila situasinya sangat mendukung untuk umat beriman melaksanakan penghormatan dan sembah sujud dengan penuh hikmat kepada Sakramen Mahakudus (ES 93).

b). Prosesi Sakramen Mahakudus hendaknya diadakan sesudah komuni atau sesudah misa (ES 95).

c). Pada saat perarakan atau prosesi Sakramen Mahakudus itu dapat diadakan perhentian-perhentian dengan berkat Sakramen Mahakudus (ES 96).

d). Perarakan itu hendaknya diiringi lagu-lagu dan doa-doa yang dapat membantu umat dalam menyatakan imannya akan Kristus yang hadir dan membuat orang untuk menyediakan diri hanya bagi Tuhan (ES 96).

100

e). Khusus untuk prosesi dan tuguran sesudah misa Kamis Putih, pentakhtaan dengan monstrans tidak diperkenankan.

3). Kongres-kongres Ekaristi

Kongres Ekaristi adalah sebuah pertemuan umat beriman pada tingkat Nasional dan Internasional untuk bersama-sama mendalami, merayakan, dan menghayati Ekaristi dan segala bentuk devosinya sebagai ungkapan kebaktian yang istimewa kepada Ekaristi dan sekaligus dalam konteks kesatuan-persaudaraan dengan umat beriman dari berbagai daerah bahkan negara. Kongres Ekaristi berawal dari inisiatif Marie Marthe Tamisier (1834-1910), seorang perempuan awam dari Perancis yang begitu giat dan semangat dalam devosinya kepada Sakramen Mahakudus. Atas persetujuan Paus Leo XIII, pada tahun 1881 diadakan kongres Ekaristi I di Lille. Dalam perjalanan waktu selanjutnya, kongres Ekaristi menjadi suatu pertemuan yang luar biasa dan terus dapat dilangsungkan sampai dengan saat ini walaupun sempat berhenti ketika terjadi Perang Dunia I dan II. Pada awalnya, kongres Ekaristi diadakan dua tahun sekali, kemudian menjadi tiga tahun sekali dan sampai sekarang ini diadakan empat tahun sekali. Pada awalnya kongres Ekaristi hanya diadakan di Perancis dan Belgia saja tetapi sejak abad XIX dan awal abad XX diadakan di luar Perancis juga. Bahkan sesudah Perang Dunia II, kongres Ekaristi sudah menjadi kongres Ekaristi Internasional yang diselenggarakan di berbagai belahan dunia (Martasudjita, 2005: 428). Takhta Suci menilai kongres Ekaristi itu sebagai yang harus dijunjung tinggi sebagai “tanda iman dan cinta kasih sejati” (RS 145), karena kongres Ekaristi menjadi devosi Ekaristi yang dilaksanakan secara meriah

101

dan bersifat universal karena dihadiri oleh wakil-wakil dari Gereja yang ada di seluruh dunia. Pada tahun 2008 yang lalu tepatnya pada 15-22 Juni 2008 di Quebeq Canada di selenggarakan kongres Ekaristi Internasional yang ke-49, hal ini juga bertepatan dengan 400 tahun perayaan ulang tahun mulai bermukimnya warga Perancis di Amerika. Kedatangan orang-orang Perancis yang beriman kuat di kota Quebeq menandai awalnya Gereja Katolik Mexico Utara. Kemudian datanglah para misionaris Yesuit dan Rekolektin, serta tarekat religius suster Ursulin dan suster Augustin. Dalam kongres Ekaristi yang bertema “Ekaristi Anugerah Allah untuk Hidup Dunia”, Kardinal Quellet yang dikutip oleh Pujasumarta (2007: 22-23). menegaskan bahwa Ekaristi adalah anugerah persekutuan Tritunggal bagi dunia, berkat karya Roh Kudus yang menjamin partisipasi mendalam umat beriman dalam misteri Perjanjian itu. Dalam Eucharistiae Sacramentum, terdapat beberapa aturan yang berkaitan dengan kongres Ekaristi (ES 100):

a). Perayaan Ekaristi hendaknya menjadi pusat dan puncak dari seluruh kegiatan dan harus ditunjang berbagai ulah kebaktian atau devosi.

b). Perayaan-perayaan sabda Tuhan, sidang-sidang dan pertemuan-pertemuan umum hendaknya menggali tema kongres yang jelas.

c). Hendaknya diberikan kesempatan untuk doa bersama ataupun sembah sujud bersama selama waktu yang cukup lama di hadapan Sakramen Mahakudus. d). Prosesi Sakramen Mahakudus bisa diadakan namun harus mengindahkan

102

c. Bentuk-bentuk devosi pribadi

Bentuk-bentuk devosi Ekaristi secara pribadi adalah bentuk penghayatan devosi Ekaristi yang dilaksanakan secara pribadi atau personal. Dan kita juga perlu membedakan antara sikap yang penuh hormat terhadap Ekaristi Suci dan berbagai bentuk penghormatan kepada Sakramen Mahakudus sebagai devosi Ekaristi di luar Misa kudus. Dikatakan bahwa pada abad XII dan XIII berbagai devosi Ekaristi di luar Misa kudus berkembang sangat pesat. Hosti Suci atau Sakramen Mahakudus tidak hanya dihormati tetapi juga manjadi sasaran atau objek penghormatan dalam adorasi ataupun berbagai bentuk devosi Ekaristi lainnya. Awal mulanya elevasi hosti suci sesudah konsekrasi menjadi “adorasi pertama” karena pada saat itu setiap orang beriman menyampaikan devosi pribadi yang mau menghormati dan menyembah Tuhan yang hadir dalam hosti suci itu dengan memandangNya. Adapun bentuk devosi pribadi yang sangat menonjol yang dihayati dan dikembangkan oleh umat beriman sampai saat ini adalah: doa syukur sesudah perayaan Ekaristi, dan visitasi kepada Sakramen Mahakudus.

1). Doa Syukur sesudah Misa Kudus

Doa pujian dan syukur yang dilakukan secara pribadi sesudah penerimaan komuni merupakan kebiasaan yang masih dijalankan dimana-mana. Kebiasaan ini sudah cukup lama, bahkan ada ketentuan dari kebiasaan bahwa sesudah pembagian Tubuh dan Darah Kristus selesai, sebaiknya imam dan umat beriman berdoa sejenak dalam keheningan. Dapat juga menyanyikan madah syukur atau nyanyian pujian, atau didoakan Mazmur oleh seluruh jemaat (Komisi

103

Liturgi KWI, 2002: 59). Dan sangat baik kalau sesudah Perayaan Ekaristi selesai, umat tidak langsung bergegas pulang, tetapi berdoa dengan hati dalam keheningan sejenak untuk menghaturkan sembah sujud dan syukur kepada Tuhan (Martasudjita, 2005: 431).

2). Visitasi kepada Sakramen Mahakudus

Visitasi atau kunjungan kepada Sakramen Mahakudus berkembang sejak akhir abad XII. Hal ini tampak dalam suatu tulisan yang ditujukan kepada beberapa rubiah yang hidup dekat gereja: Arahkan pikiran-pikiranmu kepada Tubuh dan Darah Tuhan yang mulia di atas altar dan berlututlah dihadapanNya. Dan ucapkanlah: salam wahai Dikau Sang Pencipta! Salam betapa mulia penebusan kami! Salam, bekal suci perjalanan kami! Salam, penuhilah harapan kami!”(Martasudjita, 2005: 432). Rumusan ini merupakan kebiasaan salam yang diucapkan oleh para imam sebagai doa pribadi di depan Sakramen Mahakudus. Gerejapun menganjurkan kepada umat beriman untuk mengadakan kunjungan kepada Sakramen Mahakudus baik ketika mereka datang dengan tujuan khusus untuk mengunjungi Sakramen Mahakudus di gereja maupun ketika mereka melewati suatu gereja dan berhenti sejenak untuk masuk mengunjungi Sakramen Mahakudus, berdoa sejenak di hadapan Sakramen Mahakudus yang ada di tabernakel, baru melanjutkan kembali perjalanannya.

Selain umat beriman, para gembala umatpun sangat didorong oleh para Bapa Konsili Vatikan II untuk rajin berdevosi Ekaristi: ”Untuk menjalankan

Dokumen terkait