• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. ADORASI EKARISTI DALAM GEREJA

A. Teologi Ekaristi menurut Konsili Vatikan II

1. Dimensi Kristologis

Dimensi kristologi menggambarkan hubungan yang tak terpisahkan antara perayaan Ekaristi dan Yesus Kristus. Menurut ajaran Konsili Vatikan II Ekaristi ditetapkan oleh Yesus Kristus sebagai kenangan akan diriNya serta karya penebusanNya yang berpuncak pada sengsara, wafat dan kebangkitanNya. Dalam perayaan Ekaristi, seluruh Gereja mengadakan perjamuan bersama yang pada dasarnya mengenangkan kembali karya penebusan Tuhan Yesus Kristus. Dimensi kristologis berkaitan erat dengan perayaan Ekaristi karena Ekaristi merupakan kehadiran Yesus Kristus sendiri dalam rupa roti dan anggur yang adalah Tubuh dan DarahNya sendiri sehingga Ekaristi dipandang sebagai kurban, perayaan kenangan, dan perjamuan (Martasudjita, 2003: 293).

a. Ekaristi sebagai kurban

Yesus Kristus telah mengurbankan diriNya dengan wafat di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Sebelum menempuh sengsara, wafat dan

61

kebangkitanNya, Dia mengadakan perjamuan yang terakhir bersama kedua belas muridNya. Dan sebagai kenangan akan hal itu Gereja merayakannya dalam perayaan Ekaristi sampai saat ini. Pengurbanan Yesus Kristus sampai wafat di salib adalah bukti penyerahan dan ketaatan kepada BapaNya untuk keselamatan umat manusia. Penyerahan tubuh dan darahNya di salib sampai sehabis-habisnya dilambangkan dengan pemberian roti dan anggur kepada para muridNya dalam perjamuan bersama yang terakhir (Martasudjita, 2005: 294).

Gereja yakin bahwa di dalam perayaan Ekaristi Yesus Kristus sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur sebagai kurban persembahan kepada Bapa di altar yang suci. Hal ini dilakukan sebagaimana dahulu Yesus Kristus menyerahkan diriNya di salib, demikian pula sekarang ini Yesus hadir bagi GerejaNya sebagai kurban di atas altar yang suci. Melalui perayaan Ekaristi, Allah menganugerahkan cintaNya yang berlimpah kepada umat manusia. Dan sebagai umat, dengan ikut ambil bagian dalam perayaan Ekaristi berarti ikut ambil bagian dalam kurban Kristus di salib. Oleh karena itu, Ekaristi dikatakan sebagai kurban karena ia merupakan perayaan iman untuk mengenang kembali Yesus Kristus yang mengurbankan tubuh dan darahNya untuk keselamatan umat manusia. Namun hal ini terjadi bukan karena selalu mengikuti perayaan Ekaristi tetapi yang terpenting adalah semangat pengurbanan dalam hidup sehari-hari untuk kebahagiaan orang lain seperti yang dilakukan oleh Yesus Kristus kepada umat manusia seluruhnya (Martasudjita, 2003: 294).

62

b. Ekaristi sebagai perayaan kenangan

Dalam perayaan Ekaristi umat mengenangkan karya penyelamatan Allah yang terjadi dalam diri PuteraNya yang tunggal Yesus Kristus yang menyerahkan diriNya dengan cara sengsara, wafat di kayu salib dan bangkit kembali pada hari yang ketiga. Karya penyelamatan Allah ini selalu dikenangkan oleh umat beriman pada masa Prapaskah dan Paskah. Pada perjamuan malam terakhir bersama dengan para muridNya, Yesus mengucapkan berkat atas roti dan anggur dan membagi-bagikannya kepada para muridNya, dan berpesan: “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku” (Luk 22:19). Kenangan merupakan istilah yang menunjuk pada peristiwa yang telah terjadi di masa lalu dan peristiwa itu dihadirkan kembali secara nyata saat ini. Hal inipun terjadi dalam perayaan Ekaristi di mana kurban salib Yesus Kristus yang sudah lama terjadi dan sekali terjadi untuk selamanya itu, sekarang dikenang oleh umat beriman. Dan sekarang ini, kurban Kristus di salib yang satu dan sama itu, dirayakan oleh Gereja dalam rupa roti dan anggur (Martasudjita, 2003: 295). Mengenangkan dalam hal ini berarti menghadirkan kembali karya penebusan Kristus bukan mengingat kembali peristiwa yang telah terjadi di masa lampau (Crichton, 1987: 51).

c. Ekaristi sebagai sakramen

Ekaristi disebut juga sebagai sakramen karena sakramen adalah bukti atau wujud nyata duniawi yang menandakan, menampakkan, dan melaksanakan karya keselamatan Allah. Konsili Vatikan II mengatakan: “Yesus Kristus mempercayakan kepada Gereja, mempelaiNya yang terkasih, kenangan wafat

63

dan kebangkitanNya: sakramen cinta kasih, lambang kesatuan ikatan cinta kasih” (SC 47). Selain itu Ekaristi juga merupakan tanda dan sarana persatuan Allah dengan manusia dan juga manusia dengan sesama manusia dalam suatu perayaan iman. Dengan demikian Ekaristi bukan saja sebagai sarana untuk menjalin relasi masing-masing orang secara pribadi dengan Tuhan, tetapi juga menjadi sarana ikatan antara umat itu sendiri (KWI, 1996: 402-403).

Konsili Vatikan II menjelaskan bahwa melalui sabda, pewartaan dan perayaan sakramen-sakramen yang pusat dan puncaknya Ekaristi Suci, kegiatan itu menghadirkan Kristus Sang Penyelamat (AG 9). Maka kapan dan di mana pun umat berkumpul untuk mengenangkan kembali misteri iman, di sanalah Kristus hadir di tengah-tengah mereka. Hal ini juga dikatakan dalam Kitab Suci bahwa “di mana dua atau tiga orang berkumpul atas namaKu, di sanalah Aku ada” (Mat 18:20). Dalam perayaan Ekaristi, Kristus hadir tidak secara langsung dalam bentuk badan atau raga tetapi dalam bentuk tanda dan sarana yaitu roti dan anggur, dan dengan iman yang dihayati oleh umat beriman diharapkan mampu merasakan kehadiran Kristus dalam bentuk tanda dan sarana yang ada dalam perayaan Ekaristi tersebut.

d. Ekaristi sebagai perjamuan

Perayaan Ekaristi disebut sebagai perjamuan karena dalam perjamuan yang terakhir bersama dengan kedua belas muridNya, Yesus menyerahkan diriNya untuk dimakan dan diminum. Dengan demikian diriNya menjadi santapan bagi para muridNya. Dalam sebuah perjamuan pasti akan terjadi makan dan minum. Begitu pula dalam perjamuan Ekaristi yang dirayakan oleh umat

64

beriman baik pada hari Raya, hari Minggu, maupun pada hari-hari biasa, pasti akan terjadi makan Tubuh dan minum Darah Yesus Kristus dan sebagai umat beriman yang meyakini kehadiran Kristus yang sungguh-sungguh nyata dalam Tubuh dan DarahNya sebagai wujud pemberian diriNya untuk keselamatan umat manusia seluruhnya. Menurut Konsili Vatikan II, Ekaristi merupakan perjamuan Paskah. Paskah dalam hal ini bukan semata pada kebangkitan Kristus tetapi lebih pada perayaan kenangan akan karya keselamatan Allah (SC 47). Perjamuan yang diadakan dalam perayaan Ekaristi yang dilakukan oleh Yesus bertitik tolak dari bentuk perjamuan orang Yahudi (Luk 22:15-20). Menerima roti dan anggur sebagai santapan rohani dalam perjamuan Ekaristi, berarti bahwa umat beriman mengungkapkan dan menghayati persatuan hidup dengan Kristus Tuhan dan juga dengan sesama umat beriman (Yoh 6:56). Upacara komuni kudus merupakan wujud penghayatan umat beriman dalam Ekaristi. Gereja menghayati komuni kudus sebagai kekuatan rohani dan sebagai pendorong untuk menjalin persaudaraan sejati dan persekutuan hidup bersama dengan sesama umat beriman dalam kehidupan sehari-hari (Martasudjita, 2005: 339).

Dokumen terkait